• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW PERSPEKTIF AL-QUR’AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW PERSPEKTIF AL-QUR’AN."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW

PERSPEKTIF AL-

QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ushuluddin dan Filsafat

Oleh :

NUR KHOLIDAH NAMIROH NIM. E83212123

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nur Kholidah Namiroh, Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif al-Qur’a>n

. Fokus masalah yang akan diteliti adalah Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif al-Qur’a>n terdapat ayat-ayat secara praktis menjelaskan pandangan dunia (worldview). Namun dalam realitanya masih banyak masyarakat yang belum bisa memahami betul makna worldview itu sendiri orang Islam khususnya, mempunyai cara para pandang berbeda dalam memahami kehidupan dunia. Bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview? Bagaimana perspektif al-Qur’an tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literatur-literatur yang terkait dengan topik Islamic Worldview dan Atheis Worldview, jenis penelitian ini menggunakan (library reseach) Data yang dihimpun melalui kajian literatur tersebut kemudian dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode mawdu>’i dengan merujuk pada karya-karya tafsir al-Qur’a>n yang terkait dengan topik Islamic Worldview dan Atheis Worldview.

Ayat tentang Islamic worldview dan Atheis worldview, bahwa Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan akhirat dengan keimanan yang tetap dan mantap dalam batin. Orang atheis tidak percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang akan ada hidup lagi dan pertemuan dengan Tuhan tidak ada. Islam menghendaki agar mereka bertujuan kepada Allah dalam segala urusannya dan tidak berpandangan sempit menjadikan dunia sebagai pagar yang membatasi mereka dalam urusan duniawi saja. Memandang dunia kita harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ketauhidan sebagaimana yang telah di paparkan oleh Ali Syari’ati, “mengikis diri dari jiwa-jiwa materialis yang selalu menjebak diri manusia, dan senantiasa menuju jiwa kesederhanaan dan menjaga (balance of live) kehidupan semata-mata untuk mencari ridho Allah.

Kata kunci : Islam, atheis, materialis, dan tauhid

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

KATA PENGANTAR ... x

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 14

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 14

E. Telaah Pustaka ... 15

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II. PANDANGAN DUNIA (WORLDVIEW) DALAM PERSPEKTIF KEHIDUPAN ORANG ATHEIS DAN ORANG ISLAM A. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Filsafat ... 23

B. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Atheis ... 39

(8)

BAB III. PENAFSIRAN ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW PERSPEKTIF AL-QUR’AN MENURUT MUFASSIR

A. Term “Worldview” (Tashawwur Islami) dalam al-Qur’an ... 70 B. Penafsiran Terminologi “al-Hayat al-Dunya” dalam al-Qur’an.. 71 C. Terminologi “Worldview” Menurut orang Atheis dalam

al-Qur’an ... 77 D. Terminologi “Worldview” Menurut Orang Islam dalam

al-Qur’an ... 93 BAB IV. ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW

PERSPEKTIF AL-QUR’AN DENGAN MENGETAHUI PERBEDAAN CARA PANDANG TOKOH ATHEISDAN ISLAM

A. Pandangan Dunia (worldview) Atheis ... 120

B. Pandangan Dunia (worldview) Islam ... 129

Bab V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 140

B. Saran-saran ... 141

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandangan tentang dunia adalah cara di mana seseorang melihat dan

menjelaskan dunia dan tempat dia hidup di dalamnya. Pandangan tentang dunia

tidak hanya akan mempengaruhi cara berpikir. Ia juga mempengaruhi cara

bertindak atau bertingkah laku. Ia akan menentukan kualitas hidup. Dalam sejarah

panjang ummat manusia, ada beberapa cara untuk menjelaskan dunia, bagaimana

dunia ini terjadi, bagaimana dunia bekerja dan di mana tempat manusia di

dalamnya. Sebagian orang memandang dunia sebagai suatu tempat yang

misterius, di mana kekuatan-kekuatan gelap dan menakutkan bekerja.1

Dalam pandangan tentang dunia seperti ini, kehidupan seseorang

dikendalikan oleh takhayul dan ketakutan. Yang lain memandang dunia sebagai

tempat yang terang, berkilauan dan indah. Mereka tidak perlu sama sekali tentang

bagaimana dunia ini terjadi atau apa yang akan terjadi dengan dunia ini. Mereka

senang “memanfaatkan dunia sebaik-baiknya”, makan, minum dan menikmati

kehidupan. Jika mereka memikirkan kehidupan dan kematian, mereka hanya

berkata “Kita hidup dan mati dan tak ada sesuatu pun yang menyebabkan

kematian kita selain waktu.” Ada orang yang memandang alam semesta sebagai

arena pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara cahaya dan kegelapan,

atau antara yang positif dan yang negatif. Sebagian orang memperoleh pandangan

(10)

2

tentang dunianya dari agama-agama mereka yang beryakinan bahwa ada pencipta

atau pembuat alam semesta, atau disebut Yang Maha Agung. Agama-agama

berbeda tentang hakikat dari Yang dari Maha Agung-Nya ini. Sebagian

mengatakan bahwa wujud tersebut memiliki kekuatan mutlak, dia dapat

melakukan apa saja yang dia kehendaki dan tak ada sesuatu pun yang dapat

menyamai kekuatan-Nya. Sebagian yang lain menghubungkan wujud tersebut

dengan dewa-dewa, setan-setan atau roh halus.2

Sekarang banyak orang yang telah berpaling dari agama-agama dan

kepercayaan kepada Tuhan. Beberapa di antara mereka bahwa ide tentang Tuhan

dan Penciptaan hanyalah rekaan imajinasi manusia semata. Mereka merasa bahwa

manusia memiliki kekuatan dan hak untuk memutuskan apa yang terbaik

untuknya. Orang-orang seperti ini disebut golongan ateis, agnostik atau humanis.

Golongan ateis adalah orang-orang yang mengatakan bahwa mereka dan tidak

tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak. Lebih jauh mereka bahkan berkata bahwa

mereka tidak peduli. Mereka benar-benar mirip kelompok ateis. Golongan

humanis (boleh jadi seorang ateis atau agnostik) beranggapan bahwa manusia

sendiri yang harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya karena tak ada

hukum ilahi.3

Pada saat yang sama karena mereka cenderung menjadi humanis, banyak

orang sekarang beralih kepada “ilmu pengetahuan” dan metode-metode ilmiah

tentang pengumpulan data-data, eksperimentasi, observasi dan deduksi sebagai

satu-satunya cara untuk mendapatkan pengetahuan, untuk menentukan apa yang

(11)

3

benar dan apa yang salah. Sebagian orang mencari dan memilih untuk membentuk

pandangan tentang dunianya sendiri. Untuk beberapa pertanyaan, mereka

mungkin beralih kepada agama, terutama pada saat berduka-cita. Untuk

jawaban-jawaban yang lain, mereka berpaling kepada astrolog, horoskop di surat kabar

harian atau mingguan, kepada guru terkenal, atau kepada ideologi seperti

Marxisme. Untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu, mereka akan mencari

berdasarkan ilmu dan sebagainya.4

Ilmu pengetahuan merupakan sebuah pandangan tentang dunia yang

terbatas, tidak ada seorang manusia, betapapun pintarnya dia, dapat memberikan

jawaban-jawaban lengkap, benar dan memuaskan terhadap pertanyaan-pertanyaan

tentang asal mula dunia dan tempat manusia di dalamnya, tentang kehidupan serta

harapan. Juga tidak ada sekelompok manusia yang dapat berbuat seperti itu.

Misalnya, semua pengetahuan tentang dunia dan alam semesta yang dihimpun

oleh para ilmuwan dari segala zaman hanyalah pengetahuan tentang sebagian

kecil realitas. Namun demikian, betapapun makin banyaknya pengetahuan di

masa yang akan datang yang dikuasai para ilmuan pasti ada titik di mana mereka

harus mengatakan, “Kami tidak tahu”. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan,

alam semesta ibarat buku tua yang halaman-halaman pertama dan halaman

terakhir hilang. Tidak ada yang diketahui tentang permulaan dan akhir dunia. Jadi,

pandangan tentang dunia dalam ilmu pengetahuan hanyalah pengetahuan tentang

suatu bagian, bukan keseluruhan. Ilmu pengetahuan sebagaimana di katakan

sebelumnya, bagaikan sebuah lampu sorot di kegelapan malam di musim dingin,

(12)

4

yang menerangi wilayah kecil dalam sorotannya itu. Hal ini bukan untuk

menyatakan ketidakmanfaatannya atau hal yang lainnya, namun untuk

menegaskan bahwa ilmu pengetahuan itu terbatas.

Ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari pandangan dunia dan sistem

keyakinan. Dari pada “meng-Islamkan” disiplin-disiplin yang telah berkembang

dalam miliu sosial, etik dan kultural barat, kaum cendekiawan muslim lebih baik

mengarahkan energi mereka untuk menciptakan paradigma-paradigma Islam,

karena dengan itulah tugas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan urgen

masyarakat-masyarakat muslim bisa dilaksanakan.5

Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh

peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di berbagai

penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan

oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu

mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap

kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang

diakibatkannya.

Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang

memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah

menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan

tersebut tidak seimbang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi

sebagian individu dan sekelompok tertentu. Kemajuan Iptek di Barat, yang

didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (IPTEK) yang

5Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains Islam,

(13)

5

empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada

akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan

psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. Krisis

multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali

nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama.

Karl Marx, adalah salah satu tokoh yang kental yang penulis cantumkan,

dunia kapitalisnya (capitalisme world) tokoh yang memandang dunia hanya

berujung pada materi, dan miskin spiritual. Dan dia mengajak para buruh untuk

kerja keras. Gagasan Karl Marx yang populer dengan ”Agama/Tuhan adalah

candu kehidupan”, gagasan ini menyeret para kalangan bahwa dengan kehidupan

mencari profit (keuntungan) dalam bentuk materi, urusan immateri tidak menjadi

problem besar. Pandangan Karl Mark seperti ini dalam satu sisi ada nilai positif

dan negatif, bahwa di dunia ini diperlukan kesejahteraan hidup individual bukan

secara kolektif, dan sisi negatifnya setiap jiwa yang meraup banyak materi, tidak

memperdulikan hidup orang lain. Namun, Agama menganjurkan hidup dalam

(keseimbangan) kesejahteraan serta kebersamaan dalam mencari kehidupan,

sebagai dijelaskan dalam al-Qur’an Surat at-Takatsur

ۡ

ل

أ

َ

ۡ ىَۈ

ۡهمهك

ۡٱ

ۡهرهث ََََ

ۡ

ۡ ََّح

ۡ

ۡ رهز

ۡهمهت

ۡٱۡ

ل

َۡرقباَقَۂ

ۡ

َۡ َل

ۡ

ۡ ۉَس

ۡ َع

ۡ

ۡ عَت

َۡنۉهۂَڿ

ۡ

َۡمهۡ

َۡ َل

ۡ

ۡ ۉَس

ۡ َع

ۡ

ۡ عَت

َۡنۉهۂَڿ

ۡ

َۡ َل

ۡ

ۡ ۉَل

ۡ

ۡ عَت

َۡنۉهۂَڿ

ۡ

ۡ ڿقع

َۡمۡ

ٱَۡ

ِ

ۡقيقق

ۡ

َۡنهوَ َܪَل

ۡٱ

َۡ

ل

َۡميقي

ۡ

َۡمهۡ

اَۈَنهوَ َܪَل

ۡ

َۡ يَع

ۡٱ

َۡ

ِ

ۡقيقق

ۡ

َۡمهۡ

ۡ سهتَل

َ฀ ฀

َۡۃهل

ۡ

ۡ ۉَي

ۡ ڙقئَم

ۡ

ۡقۃَع

ۡٱ

ۡقميقعَن

ۡ

(14)

6

dengan ’ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahan di dunia itu).6

Dalam tafsir al-Azhar ayat ini memberi peringatan kepada manusia di ayat

pertama dikatakan bahwa kamu telah terlalai oleh kesukaanmu bermegah-megah

dengan harta, dengan pangkat dan kedudukan, dengan anak dan keturunan.

Bermegah-megahan dengan kehidupan yang mewah, dengan rumah tangga yang

laksana istana, kendaraan yang baru dan modern, emas perak dan sawah ladang.

Padahal semua itu adalah keduniaan yang fana belaka. dan kamu tidak insaf

bahwa apabila kamu masuk ke dalam kubur itu kamu tidak akan balik lagi ke

dunia ini. Maka terbuang percumalah umurmu yang telah habis mengumpulkan

harta, mencari pangkat, pengaruh dan kedudukan. Bahwasannya hidup yang telah

terlalai karena mengumpulkan harta dan kemegahan itu ”sekali-kali tidaklah”

perbuatan terpuji yang akan membawa selamat. Bahwa perbuatanmu seperti itu

tidak ada faedanya sama sekali. Bahwa nanti suasana alam kubur hartamu,

bajumu, pangkatmu tidak akan kau bawa ke liang lahatmu.7

Semua memang adalah nikmat dari Tuhan. Tetapi ketahuilah oleh kamu

bahwa akan bertubi-tubi pertanyaan datang tentang sikapmu terhadap segala

nikmat itu? Adakah dari yang halal atau dari yang haram? Adakah kamu

memperkaya diri dengan menghisap keringat, darah dan air mata sesamamu

manusia? Dan lain-lain. Ibnu Abbas mengatakan:“Bahkan nikmat karena

kesehatan badan, kesehatan pendengaran dan pengelihatan, pun akan ditanyakan.

Allah tanyai langkah laku hamba-Nya dengan serba nikmat itu, meskipun Allah

6Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2012),

1265.

(15)

7

tahu apa pun yang mereka perbuat dengan dia.” Ibn Jarir Al-T{abari mengatakan:

“Seluruh nikmat yang dimaksud Tuhan akan dipertanggung jawabkan, akan

ditanyai, tidak berbeda apa jua pun nikmat itu. Mujahid mengatakan:”Segala

kepuasan duniawi adalah nikmat, semua akan ditanyakan. Qatadah

mengatakan:”Allah akan menanyakan kepada hamba-Nya bagaimana dia

memakai nikmat-Nya itu dan bagaimana dia membayarkan haknya.” Sebab itu

hati-hatilah kita mensyukuri segala nikmat Allah dan janganlah lupa kepada yang

menganugerahkan nikmat, karena dipesona oleh nikmat itu sendiri.8

Di era modern ini, tidak dapat dihindari kita akan terkena dampak

worldview Barat (westernisasi). Oleh karena itu, jika umat Islam ingin membangun

kejayaan peradaban Islam dimasa mendatang, maka kedua kakinya haruslah secara

kokoh masuk dalam worldview Barat disatu kakinya dan masuk ke worldview

Islam dikaki lainnya. Ketika umat Islam menghadapi tantangan pemikiran modern

atau post modern (berasal dari worldview barat) dewasa ini, dalam rangka

membangun peradaban agung dimasa depan, maka langkah pertama yang harus

umat lakukan adalah merumuskan dan memantapkan terlebih dahulu apa yang

dimaksud dengan agama Islam. Kita juga harus meyakini bahwa Islam adalah

satu-satunya agama yang benar.

Ketika umat Islam memahami agama Islam hanya sekedar aspek ubu>di>yah

(h}ablun min al Lah) ibadah semata, maka jangan harap umat Islam akan mampu

membangun ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang cemerlang di masa

depan. Namun jika umat Islam memahami Islam sebagai agama ilmu atau agama

(16)

8

yang memuliakan ilmu pengetahuan dan cendekiawan atau ulama, maka

InsyaAllah agama Islam akan dapat dikembangkan sebagai fondasi potensial

membangun peradaban Islam yang agung bersumber dari worldview Islam yang ka>ffah (menyeluruh).

Gambaran kokohnya worldview Islam dalam kehidupan dunia sampai

akhirat adalah ibarat pohon yang baik dan benar/ haq (“kalimah al T{ayyibah”)

yang akarnya teguh dan cabangnya menjulang kelangit yang memberikan

buahnya disetiap musim atas izin Allah SWT., sebaliknya rapuhnya worldview

Barat, worldview di luar Islam yang bersifat bathil dan bermuatan

materialistik-sekularistik-liberalistik adalah ibarat pohon yang buruk “(kalimat khabi>thah)”

yang akarnya mudah tercabut dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun”

(Lihat dalam QS.Ibrahim, 14 : 24 – 27). Pentingnya ”Pandangan Hidup Islam”

(Worldview of Islam) adalah karena arti, tujuan, dan nilai hidup sangat ditentukan

oleh pandangan hidup masing-masing manusia. Lalu apa itu pandangan hidup?

Paling tidak definisi utuhnya dari pandangan hidup Islam menurut Fahmy Hamid

Zarkasyi adalah:”Aqi>dah fikri>yah atau kepercayaan yang berdasarkan rangkuman

pada akal, yang asasnya adalah keesaan Tuhan (tauhid/ shaha>dah), yang terbentuk

dalam pikiran dan hati setiap Muslim dan berpengaruh terhadap pandangannya

tentang keseluruhan aspek kehidupan terutamanya tentang realitas dan kebenaran”

Dengan adanya westernisasi yaitu proses pembaratan, pengambilan, atau

(17)

9

budaya material.9 Jadi, westernisasi adalah suatu kesatuan paham yang

membentuk suatu gaya hidup yang masuk ke dalam sistem secara totalitas,10 atau

dengan pengertian yang hampir sama bahwa westernisasi adalah proses

transformasi nilai-nilai yang berasal dari Barat ke dalam masyarakat lain.11

Tentunya nilai yang ditransformasikan di sini adalah nilai-nilai way of life, tidak

hanya transformasi teknologi dan ilmu semata. Sebagai contoh budaya pakaian

dalam pernikahan, gaya hidup, dan budaya ulang tahun. Hal inilah yang

membedakan antara modernitas dan westernisasi, walaupun di antara term

tersebut memiliki kemiripan sehingga terdapat bias makna.

Dipandang dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa pengaruh dari

westernisasi dalam modernisme Islam ini menyerang generasi muda

dimana-mana, baik para mahasiswa, berbagai kelompok di kalangan menengah, dan juga

para pedagang serta pekerja. Karena kelompok Muslim inilah yang keimanan dan

kesetiannya kepada Islam yang paling muda dihancurkan, baik oleh berbagai

pengaruh dari pendidikan Barat, mekanisme kehidupan modern, maupun berbagai

macam propaganda kelompok misionaris, rasionalis atau komunis.12 Mengamati

hal yang demikian Islam harus difahami tidak hanya merupakan sistem ajaran

agama tetapi juga merupakan padangan hidup (worldview) yang sudah mentradisi

dalam jangka waktu lama. Selain itu apologetika kelompok modernis pun

9Janu Murdiyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Bandung:

Grafindo, 2007), 21.

10Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 2008),

201.

11M. Dawam Rahardjo, Intelektual, intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa (Bandung:

Mizan, 1996), 13.

12H. A. R Gibb, Aliran-Aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, cet. Ke-6

(18)

10

menjangkau seluruh ajaran dan lembaga, etika dan juga peribadatan dalam Islam,

bahkan menjangkau masa lampau Islam pula. Maka dengannya modernis itu

sendiri merupakan salah satu fungsi dari liberalism Barat. Dengan demikian,

kecendrungan umum kalangan modernis itu hanya menafsirkan Islam sejalan

dengan gagasan-gagasan dan nilai-nilai humanitarian liberal.

Pandangan tentang dunia kata Ali Syari’ati adalah pemahaman yang

dimiliki seseorang tentang “wujud” atau “eksistensi”. Misalnya, seseorang yang

menyakini bahwa dunia ini mempunyai Pencipta Yang Sadar dan mempunyai

kekuatan atau kehendak. Sehingga manusia akan menerima ganjaran atas amal

perbuatannya atau dia akan dihukum lantaran amal perbuatannya itu, maka ia

adalah orang yang mempunyai pandangan dunia religius. Berdasarkan pandangan

tentang dunia inilah seseorang lalu mengatakan: “Jalan Hidupku mesti begini dan

begitu dan aku mesti mengerjakan ini dan itu”. Ini menjelaskan makna kehidupan,

masyarakat, etika, keindahan dan kejelekan.13

Ali Syari’ati menawarkan gagasan pandangan tentang dunia religius

humanistik untuk memerangi dualisme kelas antara kelas penguasa dan yang

dikuasai, antara kelas borjuasi dan proletariat, sehingga manusia pada misinya

sebagai sebagai wakil atau khalifah Tuhan di muka bumi. Menurutnya, manusia

adalah makhluk merdeka dan memiliki potensialitas tanpa batas untuk

menentukan nasibnya sendiri dan bukan ditentukan oleh kekuatan eksternal

dengan membangun semangat tauhid. Berkebalikan dengan pandangan Marx dan

Weber yang berpandangan ideologi dibentuk oleh struktur masyarakat. Ali

13Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. Afif Muhammad, (Bandung:

(19)

11

syari’ati justru menyatakan bahwa, dengan kesadaran diri (ideologi) inilah

manusia membentuk masyarakat.14

Memperhatinkan dari segala persoalan tersebut dan melihat pula bahwa

pembaruan (mondernisme) dalam Islam merupakan agenda besar dari westernisasi

maka Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai pemikir Islam berusaha

memberikan gambaran bahwa Islam juga mempunyai suatu pandangan dunia

(worldview) yang bebas dari pengaruh-pengaruh dunia Barat. Di mana

westernisasi berlandaskan kepada nilai-nilai konsep dualism dikotomik dan

sekularisme.15 Begitu juga menurut pandangan salah satu muridnya, Hamid

Fahmy Zarkasyi dalam hal ini tentang ilmu pengetahuan, bahwa gelombang

westernisasi (globalisasi) yang dibawa Barat memuat pandangan hidup

(worldview) sekular baik dalam nilai, kultur tradisinya yang lepas dari

kepercayaan transenden. Sistem yang berlaku sangat positivistik, menafikan

agama dan nilai ketuhanan dalam kegiatan ilmu. Inti pandangan hidup sekular

tersebut adalah, dikotomi ilmu, anti-otoritas, humanisme, relativisme,

desakralisasi, dan nihilisme. Ilmu yang terselimuti pandangan demikian disebut

ilmu yang sekular. Sehingga melahirkan paradigma pendidikan yang dikotomis,

menafikan nilai ketuhanan dalam sains dan cenderung materialis. Hal itu akan

menimbulkan pandangan hidup (worldview) yang berbeda dari apa yang

diharapkan Islam, dengan demikian pandangan hidup Islam (Islamic worldview)

perlu dibahas untuk memberikan imbangan terhadap akar pandangan hidup Barat

14Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, terj. Haidar Bagir(Cet,

II; Bandung: Mizan, 1989), 57.

15Muhammad Naquib al Attas, Konsep Pendidikan Islam, Suatu Rangka Fikir Pembinaan

(20)

12

(western worldview) yang ada, hidup dan berkembang sampai sekarang, yaitu;

pandangan hidup idealistis (idealistic worldview) dan pandangan hidup

materialistis (materialistic worldview) sebagai pokok.

Dunia Barat merumuskan pandangannya terhadap kebenaran dan realitas

bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar-dasar keyakinan agama, tetapi

berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar-dasar filosofis.16

Dasar-dasar filosofis ini berangkat dari dugaan yang berkaitan hanya dengan

kehidupan sekular yang berpusat pada manusia sebagai diri manusia sebagai

satu-satunya kekuatan yang akan menyikap sendiri rahasia alam dan hubungannya

dengan eksistensi, serta menyikap hasil pemikiran spekulatif itu bagi

perkembangan nilai etila dan moral yang berevolusi untuk membimbing dan

mengatur kehidupannya. Tidak akan ada kepastian dalam spekulasi filosofis

seperti kepastian keagamaan yang berdasarkan ilmu yang diwahyukan

sebagaimana yang di fahami dan dialami dalam Islam. Inilah sebabnya ilmu serta

nilai-nilai yang memancarkan worldview dan mengarahkan kehidupan peradaban

tersebut akan senantiasa ditinjau ulang dan berubah.

Islamic worldview bersumber pada petunjuk wahyu Tuhan (al-Qur’an dan

Hadist). Hal ini memang perlu dihadirkan selain untuk mengimbangi, sekaligus

memberikas solusi atas worldview lain yang hanya berorientasi keduniaan. Namun

wahyu Tuhan di sisi lain juga mempunyai daya dalam mendorong manusia

berfikir dan memikirkan alam semesta serta berusaha mencari kebenaran

16Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, terj. Khalif Muammar, cet. ke-2

(21)

13

sebagaimana yang telah dirindukan sendiri oleh hati nurani setiap manusia. Maka

dalam usaha mencari kebenaran hendaknya manusia tidak menyandarkan diri

kepada hasil pemikiran semata, tetapi hendaknya menerima dan mengikuti ajaran

Tuhan kemudian memikirkannya, karena disanalah terletak kebenaran mutlak.17

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk mengantisipasi segala bentuk interpretasi yang keliru terhadap

maksud yang terkandung dalam judul penelitian ini, penulis menganggap perlu

memberikan batasan terhadap permasalahan diatas.

Uraian singkat pada latar di atas, mengerucut pada pembahasan tentang

cara pandang kehidupan manusia (worldview) antara atheis dan Islam atau lebih

jelas mengenai Islam dan Barat yang mengartikan kehidupan dengan cara

pandang berbeda dari segi orang atheis seperti Karl Marx yang tidak percaya akan

hal metafisik dan kehidupan dipandang kasat mata, yang lebih mementingkan

materi semata dan ilmu pengetahuan modern dari Barat, berbeda dengan orang

Islam yang dijelaskan oleh Ali Syari’ati yang menjujung tinggi nilai tauhid dan

selalu memikirkan kehidupan akhirat berbanding terbalik dengan, Islamic

worldview berdasarkan asas: wahyu, hadis, akal, pengalaman dan intuisi berbeda

dengan atheis berdasarkan asas: rasio spekulasi, filosofis.

Kemudian untuk itu diangkatlah sebuah penelitian yang berkonsentrasi

terhadap penafsiran ayat-ayat tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview.

17Nasruddin Razzak, Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu aqidah dan

(22)

14

C. Rumusan Masalah

Agar lebih jelas dan memudahkan operasional penelitian, maka perlu

diformulasikan beberapa rumusan permasalahan pokok, sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang pandangan dunia (Worldview)

atheis dan Islam?

2. Bagaimana perspektif al-Qur’an tentang pandangan dunia (Worldview)

atheis dan Islam?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang pandangan

dunia (Worldview) atheis dan Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif al-Qur’an tentang pandangan

dunia (Worldview) atheis dan Islam.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam

bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan benar-benar berguna

untuk perkembangan Ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari

penelitian ini.

Adapun kegunaan hasil penelitian ini ada dua yaitu:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah

keilmuan di dalam studi al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan kajian

(23)

15

2. Secara praktis, penelitian ini mampu berkontribusi secara lebih, baik

dalam hal akademis, terlebih untuk masyarakat luas, terutama bagi orang

Islam yang tidak selalu terbuai dengan materi semata dan perkembangan

Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan

meniru-niru gaya hidup peradaban Barat, yang akhirnya ketidakbahagiaan

ruhaniah pada manusia baik di Barat maupun di Timur. Akibat

perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan

dan Agama. Selain itu juga untuk membantu peningkatan dan penghayatan

serta pengamalan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalam

al-Qur’an.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka ini dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan ilmiah

untuk memberikan kejelasan tentang informasi yang digunakan melalui khazanah

pustaka, yang relevan dengan tema yang terkait. Agar dapat menemukan jawaban

kegelisahan dalam masalah-masalah yang telah disebutkan. Ada dua pembicaraan

yang bisa penulis golongkan yakni; Pertama, apa dan bagaimana pandangan

dunia (wordview) tersebut. Kedua, bagaimana ayat-ayat al-Qur’an

memperbincangkan mengenai Islamic worldview dan Atheis worldview, penulis

melakukan penelitian melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan Pandangan

dunia (worldview) atheis dan Islam. Sumber yang menjadi tujuan pustaka bagi

penulis adalah dalam bentuk buku, artikel, skripsi, hasil presentassi (power point)

dan hasil penelitian yang berkaitan dengan ayat-ayat yang menjelaskan cara

(24)

16

Adapun pembahasan tentang Pandaangan Dunia (worldview) dalam

penelitian terdahulu antara lain:

1. Kritik Islamic Worldview Syed Muhammad Naquib Al-Attas Terhadap

Western Worldview. Skripsi, Nur Hasan – E01210010 UIN Sunan Ampel

Surabaya, menurut penulis bahwa Islamic worlview ada bersamaan pula

dengan hadirnya Western worldview, dimana worldview ini berpandangan

hanya kepada orientasi empiris, yakni, segala aspek kehidupan hanya

dipandang dari kasat mata. Western worldview berasas pada ideologi

sekulerisme yang memisahkan antara urusan duniawi dan agama.

Adapun buku-buku yang mengkaji tentang pandangan dunia (worldview)

yaitu “Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an” Dr. Ahzami Samiun Jazuli,

Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj Afif Muhammad, cet II” Ali

Syari’ati, “Karl Marx, Marxisme-analisis Kritis, terj. Sudarmaji” John Elster, “

Membumikan al-Quran jilid 2 Menfungsikan wahyu dalam kehidupan” M.

Quraish Syihab, “Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains

Islam” Ziauddin Sardar, “Islam Warna-Warni Ragam Ekspresi Menuju Jalan

Lurus” John L. Esposito, “Islam, Kemoderenan, Keindonesiaan” Nurcholish

Madjid, “Islam dan Sekularisme” Muhammad Naquib al-Attas terj. Khalif

Muammar, Miskyat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi”

Hamid Fahmy Zarkasyi, “Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu

Aqidah dan Way of Life, cet. ke-10” Nasruddin Razzak dan masih banyak lagi. “Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner” Ali Rahnema, “Para

(25)

17

Syari’ati, “Ideologi Kaum Intelektual” Ali Syari’ati, “Islam Mazhab Pemikiran

dan Aksi, Terj. M.S. Nasrullah” Ali Syari’ati,“Marxisme Dan Agama, Lihat juga

Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet III” O, Hashem, dan masih banyak

lagi. Namun buku ini sangat berguna sebagai pembanding.

Dengan demikian, belum ada yang membahas secara spesifik tentang

Islamic worldview dan Atheis worldview dalam al-Qur’an perspektif para

mufasir. Oleh sebab itu, penulis mengadakan penelitian skripsi dengan pokok

masalah mengenai "Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif

al-Qur’an."

F. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ilmiah diperlukan metode tertentu untuk menjelaskan

obyek penelitian. Ini dilakukan agar penelitian dapat berjalan secara tepat, terarah,

dan mencapai sasaran yang diharapkan. Secara terperinci metode dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.Model dan jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk

mendapatkan data tentang aspek metode penafsiran melalui riset kepustakaan

dan disajikan secara deskriptif-analitis. Dengan kata lain, penelitian ini

berusaha mendiskripsikan tujuan, kerangka berfikir para mufassir dalam

membangun teori tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam,

langkah-langkah metodis yang ditempuh para mufasir dalam menafsirkan

(26)

18

worldview atheis dan Islam. Untuk itu dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah metode maudhu’i (tematik), yaitu membahas satu judul

tertentu secara mendalam dan tuntas, yang bertujuan untuk menyelesaikan

permasalahan yang diangkat secara tuntas sehingga diperoleh suatu

kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan.

2. Sumber Data Penelitian

Data primer dalam penelitian ini adalah Beberapa kitab tafsir yang dapat

menunjang pemahaman ayat yang penulis kaji. Seperti:

a) Tafsir ibn Kathi>r, Karya Ibn kathi>r. Tafsir ini merupakan salah satu bentuk

kitab tafsir yang model penafsirannya masih di dominasi oleh

riwayat-riwayat atau yang disebut tafsir bi} al-ma’tsu>r, dan kitab ini terdiri dari 12

jilid.

b) Tafsir al-Azhar, Karya Hamka. Kitab tafsir ini adalah merupakan tafsir di

Indonesia dan tafsir ini sudah didominasi oleh bi} al-Ra’yu, dan kitab ini

terdiri dari 14 jilid.

c) Tafsir al-Misbah, Karya M. Quraish Shi}hab. Kitab ini adalah kitab tafsir

di Indonesia, dan model penafsirannya sudah didominasi oleh bi} al-Ra’yu.

Dan kitab ini terdiri dari 15 jilid.

d) Tafsir Al-Ja>mi’ Li Ahkamil Qur’an, Karya Al-Qurtuby. Kitab tafsir ini

merupakan tafsir klasik dan model penafsirannya bi} Ra’yu.

e) Tafsir Ru>h al-Ma’ani, Karya al-Alu>si. Kitab ini merupakan kitab tafsir bi}

(27)

19

f) Tafsir al-Kabi>r, Karya ar-Razi. Kitab ini merupakan kitab bi} Ra’yi (tafsir

yang menggunakan pendekatan aqli). g) Tafsir al-Mara>ghi>

h) Tafsir fi> Dhila>l al Qu’ran.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang melengkapi atau

mendukung data primer yang ada. Dalam hal ini adalah karya-karya tulis berupa

buku atau artikel yang yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam

penelitian ini, antara lain: Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan

al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani), 2006, Quraish Syihab, Membumikan al-Quran

jilid 2 Menfungsikan wahyu dalam kehidupan, (Jakarta: Lentera Hati), 2011,

Abdul Wahid Hamid, Islam Cara Hidup Alamiah, (Yogyakarta: Lazuardi), 2001,

Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains

Islam, (Surabaya: Risalah Gusti), 1998, Nurcholish Madjid, Islam, Kemoderenan,

Keindonesiaan (Bandung: Mizan), 2008, Hamid Fahmy Zarkasyi, Miskyat,

Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi (Jakarta: INSIST), 2012. Ali

Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj Afif Muhammad, cet

II, (Bandung: Pustaka Hidayah), 1996, John Elster, Karl Marx, Marxisme-analisis

Kritis, terj. Sudarmaji, (Prestasi Pustakaraya), 2000, Amsal Bahtiar, Filsafat

Agama, (Jakarta: Logos), 1997, Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan

Sekularisme. terj. Khalif Muammar, cet. ke-2. (Bandung Pimpin), 2011,

Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An

(28)

20

Lumpur: ISTAC), 2001, Amin Abdullah, Studi agama: Normatif atau Historisitas,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1996,

3. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang menyangkut aspek metode penafsiran al-Qur’an yang

mengenai pandangan dunia (worldview) Islam dan Barat dari beberapa

mufassir yang notebene sebagai sumber primer. Sedangkan data yang

berkaitan dengan analisis dilacak dari literatur dan hasil penelitian terkait.

Sumber sekunder ini diperlukan, terutama dalam rangka mempertajam

analisis persoalan.

4.Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder

diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub-pembahasan masing-masing.

Setelah itu dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek

penelitian dengan menggunakan content analysis. Dalam hal ini content

analysis yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan

mengelolahnya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau

beberapa pernyataan.18 Selain itu, analisis isi dapat juga berarti mengkaji

bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam benak peneliti.

18Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1993),

(29)

21

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengarahkan alur pembahasan secara sitematika dan

mempermudah pembahasan maka penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa

Bab dengan rasionalitas sebagi berikut.

Bab pertama menjelaskan latar belakang penelitian, Identifikasi Masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik,

metode penelitian serta sistematika pembahasan, sehingga posisi penelitian ini

dalam wacana keilmuan metodologi tafsir al-Qur’ân akan diketahui secara jelas.

Bab kedua Tinjauan umum tentang pandangan dunia (Worldview) orang

atheis dan Islam meliputi: Bagaimana pandangan tokoh-tokoh filsafat mengenai

kehidupan dunia, bagaimana pandangan tokoh orang atheis tentang kehidupan

dunia dan bagaimana pandangan tokoh orang Islam mengenai kehidupan dunia

yang menjelaskan berbagai unsur kehidupan orang Islam di dunia.

Bab ketiga Penafsiran pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam

dalam al-Quran meliputi : Terjemah dan Uraian Bahasa Terhadap Ayat-ayat tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam, Arti Global Ayat-ayat

tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam, Penafsiran Surat dan

Ayat dari Beberapa Mufassir, Penafsiran kontekstual ayat-ayat tentang

pandangan dunia (Worldview) atheis dan Islam.

Bab keempat Islamic worldview dan atheis worldview Perspektif

(30)

22

membandingkan pandangan, Kontekstualisasi perspektif al-Qur’an tentang

pandangan dunia (worldview) dalam keseharian orang atheis dan orang Islam

Bab kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari

uraian-uraian yang telah dibahas dan diperbincangkan dalam keseluruhan penulisan

penelitian. Bahasan ini sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan

(31)

BAB II

PANDANGAN DUNIA (

WORLDVIEW)

DALAM PERSPEKTIF

KEHIDUPAN ORANG ATHEIS DAN ORANG ISLAM

A. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Filsafat

Worldview dapat dipahami sebagai pandangan hidup, dalam KBI

pandangan adalah hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dan

sebagainya)1 dan dunia adalah bumi dengan segala yang terdapat diatasnya; jagat

tempat kita hidup ini; alam kehidupan; semua manusia yang ada di muka bumi;

segala yang bersifat kebendaan; yang tidak kekal.2 Sedangkan term yang dipakai

dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa Jerman yang semakna yakni,

weltanschauung dengan arti, “pandangan hidup” atau “pandangan dunia”, dengan

pengertiannya tentang realitas sebagai suatu keseluruhan atau pandangan tentang

kosmos. Pandangan umum tentang dunia ini berarti pandangan yang menyangkut

soal hakikat, nilai, arti, dan tujuan dunia serta hidup manusia.3 Selain itu dapat

dikatakan bahwa worldview merupakan sistem prinsip, pandangan dan keyakinan

yang dapat menentukan arah kegiatan individu, kelompok sosial, kelas atau

masyarakat.

Worldview pada hakikatnya lebih dari sekadar gambaran yang hanya

merupakan sinopsis dan perluasan konseptual hasil-hasil dari ilmu-ilmu alam ke

dalam suatu pandangan ilmiah atas dunia. Pandangan ilmiah tetap teoritis murni

1Dendy Sugiono dkk, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1035 2Ibid., 369.

(32)

24

dan tidak mengajukan pertanyaan metafisis dan mendalam mengenai eksistensi

dan arti dunia sebagai suatu keseluruhan.4

Menurut asal-usul pengetahuan, weltanschauung atau worldview secara

filosofis harus dibedakan dari yang berdasarkan pada wahyu adikodrati.

Berhubungan dengan hal itu, maka akan didapati worldview yang Ateis, atau

panteis. Kemungkinan worldview ateis yang berorientasi materialis atau ateis.

Kemungkinan worldview bukan hal yang sama. Bahkan worldview yang bersifat

religius tidak sama dengan agama. Memang agama dapat memuat worldview

religius, tetapi yang bersifat religius belum tentu terikat dengan agama tertentu,

dan dapat dicapai melalui analisis filosofis.

Orang beragama dalam arti umum dapat dikatakan bahwa bagi mereka

tidak terdapat worldview lain di samping pandangan hidup agamanya, karena arti

dan penilaian terakhir tentang hidup atau dunia tidak dapat dilepaskan dari

kepercayaan kepada Tuhan dan hal-hal yang terkait yang menjadi isi ortodoksi

agama yang bersangkutan. Kendati demikian, pada tataran individual pernyataan

itu harus direlativikasikan, karena worldview terbentuk oleh khazanah

pengalaman, pengetahuan kodrati maupun adikodrati. Karena itu, penganut agama

tertentu, amat mungkin memiliki worldview yang tidak seluruhnya sesuai dengan

ortodoksi agamanya, dan dalam arti ini dia menjadi unsur kritis dan komunitas

agamanya.

(33)

25

Sebenarnya banyak lapisan makna yang terdapat di dalam worldview.

Membahas worldview bagaikan jorney into landless-sea (berlayar ke lautan tidak

bertepi) kata Nietzsche. Meskipun begitu, di dunia barat masalah worldview tetap

hanya sejauh jangkauan panca indera. Luasnya worldview bagi Immanuel Kant,

G. W. Hegel (1770-1831), dan Goethe, hanya terbatas dunia inderawi.5

Menurut Shaykh Atif al Zayn bukan luasnya yang penting, tetapi darimana

ia bermula, maka worldview adalah mabda’ (tempat bermula) atau bermakna

ideologi. Sedangkan Islamic worldview seperti yang digambarkan al-Attas tidak

sesempit luasnya lautan dalam planet bumi, tetapi seluas skala wujud Ru’yah al -Isla<m li al-wuju<d. Worldview dijadikan sebagai matrik agama, peradaban,

kepercayaan atau lainnya boleh saja. Sebab worldview bisa diukur dari apa yang

ada dalam pikiran orang.

William Dilthe (1833-1911) kemudian tidak salah jika menjadikannya

sebagai asas formulasi epistemologis yang objektif. Worldview lalu berfungsi

sebagai asas ilmu-ilmu sosial (Dilthey), dan ilmu-ilmu alam (Immanuel Kant).

Thomas S. Kuhn (1922-1996) bahkan menyulap worldview menjadi paradigma

yang menyediakan nilai standar, dan metodologi tertentu yang mengikat kuat

kerja-kerja saintifik.6

Menurut Ninian Smart worldview adalah kepercayaan, perasaan, dan

apa-apa yang terdapa-apat dalam fikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi

5Hamid Fahmy Zarkasyi, Miskyat, Refleksi tentang Islam. Westernisasi dan Liberalisasi

(Jakarta: INSIST, 2012), 270.

(34)

26

keberlangsungan perubahan sosial dan moral. Hampir serupa dengan Smart,

Thomas F. Wall mengemukakan bahwa worldview adalah kepercayaan asas yang

integral tentang hakikat diri kita, realitas, dan makna eksistensi An integrated

sytem of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of

existence.

Lebih luas dari kedua definisi di atas Alparslan mengartikan worldview

sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiah dan

teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan

hidupnya, dan dalam pengertian itu maka aktifitas manusia dapat direduksi

menjadi pandangan hidup. The faoundation of all human conduct, including

scientific and technological activities. Every human activity is ultimately

traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview.7

Ketiga definisi diatas berlaku bagi peradaban atau agama secara umum.

Namun definisi untuk Islam mempunyai nilai tambah karena sumbernya dan

cakupannya yang luas serta menyeluruh.

a) Lahirnya Islamic Worldview

Gambaran tentang tradisi intelektual dalam Islam, dapat dilacak

sejak lahirnya worldview dalam pikiran umat Islam periode awal dan

perkembangan selanjutnya. Namun perkembangan di sini, seperti yang

diingatkan Syed Muhammad Naquib al-Attas, tidak menunjukkan proses

7Nur Hasan, “Kritik Islamic Worldview Syed Muhammad Naquib Al-Attas Terhadap

(35)

27

pertumbuhan menuju kematangan atau kedewasaan, tapi lebih merupakan

proses interprestasi dan elaborasi wahyu yang bersifat permanen.8 Oleh

sebab itu, untuk melacak timbulnya ilmu dalam sejarah Islam perlu

merujuk kepada periode desiminasi ayat-ayat al-Qur’an oleh Nabi

Muhammad SAW dan pemahaman umat Islam terhadapnya.

Alparslan dalam hal itu membagi tiga periode, yaitu: lahirnya

pandangan hidup Islam (Islamic worldview), lahirnya struktur ilmu

pengetahuan dalam pandangan hidup tersebut, dan lahirnya tradisi

keilmuan Islam. Pada periode pertama lahirnya pandangan hidup Islam

(Islamic worldview) dapat digambarkan dari kronologi turunnya wahyu

dan penjelasan Nabi tentang wahyu itu. Sebab, seperti dijelaskan di atas

Nabi tentang wahyu itu. Sebab, seperti dijelaskan di atas, sebagai quasi

scientific worldview, pandangan hidup Islam (Islamic worldview) bermula

dari peranan sentral Nabi yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu. Di

sini periode Mekkah merupakan periode yang sangat penting dalam

kelahiran hidup Islam. Karena banyaknya Surah al-Qur’an yang

diturunkan di Mekkah (yakni 85 surah dari 114 surah al-Qur’an yang

diturunkan di Mekkah), maka periode mekkah dibagi menjadi dua periode,

yakni: Mekkah periode awal dan periode akhir. Pada periode awal, wahyu

yang diturunkan umumnya mengandung konsep-konsep tentang Tuhan

dan keimanan kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga,

neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainya yang

8Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition

(36)

28

semuanya itu merupakan elemen penting dalam struktur Islamic

worldview.

Pada periode akhir Mekkah wahyu memperkenalkan

konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak. Seperti konsep-konsep „ilm, nubuwwah,

ibadah, dan lain-lain.9 Dua periode Mekkah ini penting bukan hanya

karena sepertiga dari al-Qur’an diturunkan di sini, akan tetapi kandungan

wahyu dan penjelasan Nabi serta partisipasi masyarakat muslim dalam

memahami wahyu itu telah membentuk struktur konsep tentang dunia

(world-structure) baru yang merupakan elemen penting dalam pandangan

hidup Islam (Islamic worldview). Karena sebelum Islam datang struktur

konsep tentang dunia telah dimiliki oleh pandangan hidup masyarakat

pra-Islam (jahiliyah). Maka struktur konsep tentang dunia yang dibawa Islam

menggantikan struktur konsep yang ada sebelumnya. Konsep karam,

misalnya, yang pada masa jahiliah berarti kemuliaan karena ketaqwaan

(inna akramakum ‘inda al Allah atqa>kum).10

Periode kedua timbul dari kesadaran bahwa wahyu yang turun

dan dijelaskan Nabi itu telah mengandung struktur fundamental scientific

worldview, seperti struktur tentang kehidupan, struktur tentang dunia,

tentang ilmu pengetahuan, tentang etika dan tentang manusia, yang

semuanya itu sangat berpotensi bagi timbulnya kegiatan keilmuan.

9Nur Hasan, “Kritik Islamic Worldview ..,” 12 .

10Hamid Fahmy Zarkasy, “Islam Sebagai Pandangan Hidup”, dalam Tantangan

(37)

29

istilah konseptual seperti „ilm, ima>n, us}u>l, kala>m, wuju>d, tafsi>r, ta’wi>l, fiqih, khalq, hala>l, h}ara>m, iradah dan lain-lain telah memadai untuk

dianggap sebagai kerangka awal konsep keilmuan, yang juga berarti

lahirnya elemen-elemen epistemologis yang mendasar dalam pandangan

hidup Islam (worldview). Periode ini penting karena menunjukkan

wujudnya struktur pengetahuan dalam pikiran umat Islam saat itu yang

berarti menandakan munculnya “struktur ilmu” dalam pandangan hidup

Islam (Islamic worldview), meskipun benih beberapa konsep keilmuan

telah ada pada periode Mekkah.11

Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam Islam. Periode

ini memerlukan penjelasan yang lebih panjang dan detail. Seperti

diketahui tradisi keilmuan dalam Islam adalah konsekuensi logis dari

adanya struktur pengetahuuan dalam pandangan hidup Islam (Islamic

worldview). Karena tradisi memerlukan adanya keterlibatan masyarakat,

Alparslan mencanangkan bahwa untuk menggambarkan tradisi keilmuan

Islam, pertama perlu ditunjukkan adanya komunitas ilmuwan dan proses

kelahirannya pada awal abad pertama dalam Islam. Kemudian

menunjukkan adanya kerangka konsep keilmuan Islam (Islamic scientific

conceptual scheme) yang merupakan framework yang berperan aktif

dalam tradisi keilmuan itu.

(38)

30

b) Karakteristik Islamic worldview

Worldview dapat dikatakan sebagai kepercayaan dan pikiran

seseorang yang berfungsi sebagai asas atau motor bagi segala perilaku

manusia. Jadi worldview adalah istilah netral yang dapat diaplikasikan ke

dalam berbagai dinominasi agama, kepercayaan, atau lainnya. Sebab ia

adalah faktor dominan dalam diri manusia yang menjadi penggerak dan

landasan bagi aktivitas seluruh kegiatan kehidupan manusia.12 Dalam

tradisi pemikiran Islam sebenarnya juga terdapat faktor dominan dalam

diri menentukan keberagaman dan juga kehidupan seseorang, tapi tidak

memakai istilah, worldview secara eksplisit. Islam sebagai agama dan

peradaban sebenarnya dapat ditangkap dari konsep di>n yang secara

sistematik mirip dengan worldview. Namun, ketika konsep tersebut masuk

dalam acara berfikir seseorang dan mempengaruhi tingkah laku, belum ada

istilahnya yang baku. Para ulama abad kedua puluh mengemukakan istilah

berbeda untuk menggambarkan worldview, antara lain:

Menurut al-Maududi istilah untuk Islamic worldview adalah

Islami Nazariya>t yaitu pandangan hidup yang dimulai dari konsep

ke-Esaan Tuhan (syahadad) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan

manusia di dunia. Sebab shahadad adalah pernyataan moral yang

mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupan secara

menyeluruh. Pengertian Islamic worldview menurut Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-Isla>mi, yaitu aqidah fikriyah (kepercayaan yang rasional)

(39)

31

yang berdasarkan pada akal, sebab setiap muslim wajib beriman kepada

hakikat wujud Allah SWT, kenabian Muhammad SAW, dan kepada

al-Qur’an dengan akal, Iman kepada hal-hal yang gaib berdasarkan dengan

cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat

dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai di>n yang diturunkan melalui

Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,

dengan dirinya dan lainnya. Menurut Sayyid Quthb istilah yang tepat

untuk Islamic worldview adalah al-Tas}awwur al-Isla>mi, yaitu akumulasi

dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim

yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat

di balik itu.13

Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islamic worldview

adalah visi tentang realitas dan kebenaran, yang terbaca oleh mata hati kita

dan yang menerangkan tentang hakikat wujud yang sesungguhnya, sebab

totalitas dunia wujud itulah yang diproyeksikan Islam. Oleh sebab itu,

istilah worldview ini diterjemahkan oleh al-Attas ke dalam terminologi

Islam (bahasa Arab) sebagai Ru’yat al-Isla>m li al-Wuju>d yang berarti

pandangan terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta. Definisi

para ulama tersebut di atas secara umum hampir sama, tapi jika dicermati

lebih detail dan dihubungkan dengan gerakan yang mereka lakukan hanya

menunjukkan perbedaan penekanan pada tingkat aksi. Definisi al-Maududi

lebih berorientasi pada struktur kekuasaan politik yang membuka ruang

(40)

32

bagi pelaksanaan ibadah yang luas, Sayyid Quthb menekankan pada

pandangan ideologis, sedangkan Syed Muhammad Naquib al-Attas lebih

menekankan pada aspek epistemologisnya, yaitu penekanan pada aspek

visi tentang realitas dan kebenaran.

Dibandingkan definisi umum worldview yang disebutkan

sebelumnya, definisi para ulama tersebut di atas menunjukkan dua poin

penting yakni sumbernya yang berasal dari wahyu dan aqidah, dan sudut

pandangnya yang menjangkau realitas yang lebih luas. Dalam kondisi

ketika serangan pemikiran dari pandangan hidup barat (western

worldview) begitu gencar, penekanan epistemologi Syed Muhammad

Naquib al-Attas sangat relevan. Sebab, apa yang membedakan suatu

worldview, kebudayaan, atau agama dengan lainnya adalah dalam cara

menafsirkan apa makna kebenaran dan realitas, dan itu termasuk dalam

domain epistemologi yang berbasis pada pemahaman realitas di balik fisik

(metafisika). Dalam menentukan sesuatu itu benar dan nyata setiap

kebudayaan dipengaruhi oleh sistem metafisika masing-masing yang

terbentuk oleh worldview.14

Sebelum memahami lebih jauh pandangan hidup Islam (Islamic

worldview), kelahirannya dan perannya dalam melahirkan ilmu-ilmu

dalam Islam, perlu dipaparkan terlebih dahulu karakteristik pandangan

hidup Islam (Islamic worldview), untuk lebih mendalam dalam tulisan ini

berusaha mengupas dan membandingkan pandangan Sayyid Quthb dan

(41)

33

Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai usaha memahamkan agar lebih muda dicerna. Dalam pandangan Sayyid Quthb karakteristik al-Tas}awwur

al-Isla>mi terdiri dari tujuh, yaitu:15

Pertama: ia bersifat Rabbani artinya berasal dari Tuhan sehingga

dapat disebut visi keilahian. Sifat ini membedakan Islam dari worldview

lain. Ia diturukan oleh Tuhan dengan segenap komponennya. Berbeda

dengan Islam, worldview lain seperti pragmatism, idealism atau dialektika

materialism bersumber dari akal pikiran dan kehendak manusia. Bahkan

kitab suci agama lain selain Islam telah tercampur oleh pandangan akal

pikiran manusia. Sedangkan Islam kitab sucinya masih terjaga (QS.

Al-Hijr: 9).

Kedua: bersifat konstan tsabat artinya tas}awwur al-Isla>mi itu

tidak dapat diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk struktur

masyarakat dan bahkan berbagai macam masyarakat. Namun esensinya

tetap konstan, tidak berubah, dan tidak berkembang. Ia tidak memerlukan

penyesuaian terhadap kehidupan dan pemikiran, sebab ia telah

menyediakan ruang dinamis yang bergerak dalam suatu kutub yang

konstan. Alam semesta dengan sunnatullah, manusia dengan sifat

kemanusiannya adalah desain yang konstan. Sifat konsisten ini berlawanan

dengan perkembangan yang tidak terbatas yang terjadi di Barat dan bukan

menjadi tameng bagi westernisasi atau pengaruh kebudayaan Eropa,

nilai-nilai, dan metodologinya.

15Sayyid Quthb, Khasais al-Tasawwur al-Islami, wa Muqawwamatuhu (Kairo: Isa al-

(42)

34

Ketiga: Komprehensif syumu>l artinya tas}awwur al-Isla>mi itu

bersifat komprehensif. Sifat komprehensif ini didukung oleh prinsip tauhid

yang dihasilkan dari sumber Tuhan yang Esa. Tauhid yang

termanifestasikan ke dalam kesatuan antara pemikiran dan tingkah laku,

antara visi dan inisiatif, antara doktrin dan sistem, antara hidup dan mati,

antara cita-cita dan gerakan, antara kehidupan dunia dan kehidupan

sesudahnya. Kesatuan ini tidak dapat dipecah-pecah ke dalam

bagian-bagian yang tidak saling bersesuaian, termasuk memisahkan anatara

ibadat dan muamalat. Jika Islam dipahami di luar konsep tauhid ini,

pemahaman itu dapat meletakkan seseorang diluar konsep Islam.16

Keempat: Seimbang tawazun artinya pandangan hidup Islam

(Islamic worldview) merupakan keseimbangan antara wahyu yang dapat

dipahami oleh manusia dan yang diterima dengan penuh keyakinan dan

keimanan karena keterbatasan akal manusia. Selain itu keseimbangan ini

juga berarti keseimbangan antara yang diketahui al-ma’lum dan yang tidak

diketahui ghair ma’lum, antara yang nyata dan yang tidak nyata.

Kelima: Positif ija>bi, artinya dari aktivitas ketaatan kepada Allah

SWT manusia menghasilkan sikap positif dalam hidupnya. Segala

aktivitas dalam hidup manusia dan relevansinya dan konsekuensinya

dalam agama. Pernyataan syahadad dalam lidah harus diaplikasikan ke

dalam setiap amal.

(43)

35

Keenam: Pragmatisme al-waqi>’iyyah artinya sifat pandangan

hidup Islam (Islamic worldview) itu tidak selau idealistis, tapi juga

membumi ke dalam realitas kehidupan. Jadi, ia idealistis dan realistis yang

sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dalam Islam, peran manusia yang

dibutuhkan hanyalah sejauh kapasitasnya sebagai manusia. Ia tidak

diletakkan lebih rendah dari itu atau dituntut untuk berperan pada tingkat

ketuhanan. Ia berbeda dari visi Brahma dalam agama Hindu yang

menganggap raga manusia sebagai tidak riil, atau dari pandangan hidup

Kristen (Kristen worldview) yang menganggap manusia terdiri dari jiwa

dan raga, tapi menganggap segala yang berhubungan dengan raga sebagai

kejahatan.17

Ketujuh: Tauhid, artinya karakteristik yang paling mendasar dari

pandangan hidup Islam (Islamic worldview) adalah pernyataan bahwa

Tuhan itu adalah Esa dan segala sesuatu diciptakn oleh-Nya. Karena itu

tidak ada penguasa selain Dia. Tidak legislator selain Dia, tidak ada

siapapun yang mengatur kehidupan manusia, hubungan dengan dunia,

makhluk hidup atau manusia kecuali Allah. Petunjuk, undang-undang, dan

semua sistem kehidpan, norma atau nilai yang mengatur hubungan antara

manusia dengan-Nya.

Karakteristik yang dikemukakan Sayyid Quthb menunjukkan

luasnya jangkauan yang menjadi bidang cakupan pandangan hidup Islam

(Islamic worldview), akan tetapi penggambaran tentang luasnya cakupan

(44)

36

pandangan hidup Islam (Islamic worldview) menjadikan kurang detail.

Untuk melengkapi gambaran pandangan hidup Islam (Islamic worldview).

Perlu juga dihadirkan pandangan Syed Muhammad Naquib

al-Attas.18 Menurutnya, pandangan hidup Islam (Islamic worldview)

mempunyai elemen penting yang menjadi karakter utamanya. Elemen

penting pandangan hidup Islam (Islamic worldview) itu digambarkan

dalam poin-poin berikut ini:

Pertama: Dalam pandangan hidup Islam (Islamic worldview),

realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika

terhadap dunia yang nampak visible world dan yang tidak nampak

invisible world. Sedangkan pandangan Barat terhadap realitas dan

kebenaran. Terbentuk berdasarkan akumulasi pandangan terhadap

kehidupan kultural, tata nilai, dan berbagai fenomena sosial. Meskipun

pandangan ini tersusun secara koheren, tapi sejatinya bersifat artificial.

Pandangan ini juga terbentuk secara gradual melalui spekulasi filosofis

dan pemenuan ilmiah yang terbuka untuk perubahan. Spekulasi yang terus

berubah itu Nampak dalam dialektika yang bermula dari thesis kepada

antithesis, dan kemudian synthesis. Juga dalam konsep tentang dunia,

mula-mula bersifat God centered. Perubahan-perubahan ini tidak lain dari

adanya worldview yang berdasarkan pada spekulasi yang terus berubah

karena perubahan kondisi social, tata nilai, agama, dan tradisi intelektual

Barat.

(45)

37

Kedua: Pandangan hidup Islam (worldview) bercirikan pada

metode berfikir yang tauhid integral. Artinya, dalam memahami realitas

dan kebenaran pandangan hidup Islam (Islamic worldview) menggunakan

metode yang tidak dikotomi, yang membedakan antara objektif dan

subjektif, historis-normatif, tekstual-kontekstual dan sebagainya. Sebab

dalam Islam, jiwa manusia itu bersifat kreatif dan dengan persepsi,

imaginasi, dan intelegensinya ia berpartisipasi dalam membentuk dan

menerjemahkan dunia indera dan pengalaman inderawi, serta dunia

imajinasi. Karena worldview yang seperti itulah, tradisi intelektual di Barat

diwarnai oleh munculnya berbagai sistem pemikiran yang berdasarkan

pada materialism, pragmatism, dan lain-lain. Akibatnya, di Barat dua

kutub metode pencarian kebenaran tidak pernah ketemu dan terjadilah cul

de sac.

Ketiga: Pandangan hidup Islam (Islamic worldview)

bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama dan didukung

oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah

sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan

kesejarahan untuk menentukan posisi dan peran historisnya. Subtansi

agama seperti; nama, keimanan, dan pengalamannya, ritus-ritus, doktrin

serta sistem teologisnya telah ada dalam pentas sejarah, Islam telah

“dewasa” sebagai sebuah sistem dan tidak memerlukan pengembangan. Ia

hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber

(46)

38

worldview) adalah otentisitas dan finalitas. Lalu apa yang Barat disebut

klasifikasi dan periodesisasi pemikiran, seperti periode klasik, pertengahan

modern, dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam.

Periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen

mendasar dalam worldview dan sistem nilai mereka.

Keempat: Elemen-elemen pandangan hidup Islam (Islamic

worldview) terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep

penciptaan-Nya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama,

konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan.

Elemen-elen mendasar yang kontekstual inilah yang menentukan bentuk

change (perubahan), development (perkembangan) dan progress

(kemajuan) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang

pemersatu yang meletakkan sistem makna, standar tata kehidupan, dan

nilai dalam suatu kesatuan sistem yang koheren dalam bentuk worldview.

Kelima: Pandangan hidup Islam (Islamic worldview) memiliki

elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan. Konsep

Tuhan dalam Islam adalah sentral dan tidak sama dengan konsep-konsep

yang terdapat dalam tradisi keagamaan lain, seperti dalam tradisi filsafat

Yunani dan Hellenisme, tradisi filsafat Barat, atau tradisi mistik Timur dan

Barat sekaligus. Kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep

Tuhan antara Islam dan tradisi lain tidak dapat dibawah kepada

kesimpulan adanya satu Tuhan universal, sebab sistem konsektualnya

(47)

39

B. Pandangan Dunia (WorldView) Dalam Wacana Tokoh Atheis

Karl Marx menganggap agama sebagai salah satu suprastruktur yang tidak

dapat membangkitkan kesadaran sosial, namun hanya sebagai refleksi produksi

yang dapat menghambat kemajuan. Pandangan Karl Marx mengenai agama

tersebut merupakan konsekwensi dari kepercayaannya akan kebenaran

materialisme yang menyangkal adanya Tuhan. Lebih jauh, Karl Marx berpendapat

bahwa akal adalah refleksi materi dan bukan sebaliknya, bahwa materi adalah

refleksi bagi akal sebagaimana yang dikatakan oleh Hegel. Akal, menurut Marx,

adalah cermin yang memantulkan alam materil. Sedangkan kehidupan secara

keseluruhan adalah materi dan tidak ada

Referensi

Dokumen terkait

---, Konsep Islam Sebagai Agama Wahyu, dalam Islamic Worldview (Bahan bahan kuliah di Program Doktor Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas

orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan

a. Dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Dunia adalah tempat menanam dan akhirat tempat menuai. Islam tidak mengenal istilah

adalah merealisir tujuan umum yang dibawa oleh al-Qur’an untuk menyeru dan memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar. Agar mereka selamat di dunia dan

Jika mengacu pada teks-teks agama, maka kita bisa mendapati bahwa hukuman bagi para pelaku riddah adalah mati di dunia, dan neraka selamanya di akhirat (Wahbah, 2012:348). Namun jika

Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu‟min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu‟min lebih baik dari orang musyrik,

Al-Qur’an merupakan fitrah dan pedoman hidup setiap muslim yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat, namun apa yang seha- rusnya diketahui dan diimani

akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramau dan orang- orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Agar ilmu yang diperoleh itu bermanfaat, maka harus