ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW
PERSPEKTIF AL-
QUR’AN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
NUR KHOLIDAH NAMIROH NIM. E83212123
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Nur Kholidah Namiroh, Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif al-Qur’a>n
. Fokus masalah yang akan diteliti adalah Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif al-Qur’a>n terdapat ayat-ayat secara praktis menjelaskan pandangan dunia (worldview). Namun dalam realitanya masih banyak masyarakat yang belum bisa memahami betul makna worldview itu sendiri orang Islam khususnya, mempunyai cara para pandang berbeda dalam memahami kehidupan dunia. Bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview? Bagaimana perspektif al-Qur’an tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literatur-literatur yang terkait dengan topik Islamic Worldview dan Atheis Worldview, jenis penelitian ini menggunakan (library reseach) Data yang dihimpun melalui kajian literatur tersebut kemudian dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode mawdu>’i dengan merujuk pada karya-karya tafsir al-Qur’a>n yang terkait dengan topik Islamic Worldview dan Atheis Worldview.
Ayat tentang Islamic worldview dan Atheis worldview, bahwa Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan akhirat dengan keimanan yang tetap dan mantap dalam batin. Orang atheis tidak percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang akan ada hidup lagi dan pertemuan dengan Tuhan tidak ada. Islam menghendaki agar mereka bertujuan kepada Allah dalam segala urusannya dan tidak berpandangan sempit menjadikan dunia sebagai pagar yang membatasi mereka dalam urusan duniawi saja. Memandang dunia kita harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ketauhidan sebagaimana yang telah di paparkan oleh Ali Syari’ati, “mengikis diri dari jiwa-jiwa materialis yang selalu menjebak diri manusia, dan senantiasa menuju jiwa kesederhanaan dan menjaga (balance of live) kehidupan semata-mata untuk mencari ridho Allah.
Kata kunci : Islam, atheis, materialis, dan tauhid
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii
KATA PENGANTAR ... x
ABSTRAK ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 13
C. Rumusan Masalah ... 14
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 14
E. Telaah Pustaka ... 15
F. Metode Penelitian ... 17
G. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II. PANDANGAN DUNIA (WORLDVIEW) DALAM PERSPEKTIF KEHIDUPAN ORANG ATHEIS DAN ORANG ISLAM A. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Filsafat ... 23
B. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Atheis ... 39
BAB III. PENAFSIRAN ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW PERSPEKTIF AL-QUR’AN MENURUT MUFASSIR
A. Term “Worldview” (Tashawwur Islami) dalam al-Qur’an ... 70 B. Penafsiran Terminologi “al-Hayat al-Dunya” dalam al-Qur’an.. 71 C. Terminologi “Worldview” Menurut orang Atheis dalam
al-Qur’an ... 77 D. Terminologi “Worldview” Menurut Orang Islam dalam
al-Qur’an ... 93 BAB IV. ISLAMIC WORLDVIEW DAN ATHEIS WORLDVIEW
PERSPEKTIF AL-QUR’AN DENGAN MENGETAHUI PERBEDAAN CARA PANDANG TOKOH ATHEISDAN ISLAM
A. Pandangan Dunia (worldview) Atheis ... 120
B. Pandangan Dunia (worldview) Islam ... 129
Bab V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 140
B. Saran-saran ... 141
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pandangan tentang dunia adalah cara di mana seseorang melihat dan
menjelaskan dunia dan tempat dia hidup di dalamnya. Pandangan tentang dunia
tidak hanya akan mempengaruhi cara berpikir. Ia juga mempengaruhi cara
bertindak atau bertingkah laku. Ia akan menentukan kualitas hidup. Dalam sejarah
panjang ummat manusia, ada beberapa cara untuk menjelaskan dunia, bagaimana
dunia ini terjadi, bagaimana dunia bekerja dan di mana tempat manusia di
dalamnya. Sebagian orang memandang dunia sebagai suatu tempat yang
misterius, di mana kekuatan-kekuatan gelap dan menakutkan bekerja.1
Dalam pandangan tentang dunia seperti ini, kehidupan seseorang
dikendalikan oleh takhayul dan ketakutan. Yang lain memandang dunia sebagai
tempat yang terang, berkilauan dan indah. Mereka tidak perlu sama sekali tentang
bagaimana dunia ini terjadi atau apa yang akan terjadi dengan dunia ini. Mereka
senang “memanfaatkan dunia sebaik-baiknya”, makan, minum dan menikmati
kehidupan. Jika mereka memikirkan kehidupan dan kematian, mereka hanya
berkata “Kita hidup dan mati dan tak ada sesuatu pun yang menyebabkan
kematian kita selain waktu.” Ada orang yang memandang alam semesta sebagai
arena pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara cahaya dan kegelapan,
atau antara yang positif dan yang negatif. Sebagian orang memperoleh pandangan
2
tentang dunianya dari agama-agama mereka yang beryakinan bahwa ada pencipta
atau pembuat alam semesta, atau disebut Yang Maha Agung. Agama-agama
berbeda tentang hakikat dari Yang dari Maha Agung-Nya ini. Sebagian
mengatakan bahwa wujud tersebut memiliki kekuatan mutlak, dia dapat
melakukan apa saja yang dia kehendaki dan tak ada sesuatu pun yang dapat
menyamai kekuatan-Nya. Sebagian yang lain menghubungkan wujud tersebut
dengan dewa-dewa, setan-setan atau roh halus.2
Sekarang banyak orang yang telah berpaling dari agama-agama dan
kepercayaan kepada Tuhan. Beberapa di antara mereka bahwa ide tentang Tuhan
dan Penciptaan hanyalah rekaan imajinasi manusia semata. Mereka merasa bahwa
manusia memiliki kekuatan dan hak untuk memutuskan apa yang terbaik
untuknya. Orang-orang seperti ini disebut golongan ateis, agnostik atau humanis.
Golongan ateis adalah orang-orang yang mengatakan bahwa mereka dan tidak
tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak. Lebih jauh mereka bahkan berkata bahwa
mereka tidak peduli. Mereka benar-benar mirip kelompok ateis. Golongan
humanis (boleh jadi seorang ateis atau agnostik) beranggapan bahwa manusia
sendiri yang harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya karena tak ada
hukum ilahi.3
Pada saat yang sama karena mereka cenderung menjadi humanis, banyak
orang sekarang beralih kepada “ilmu pengetahuan” dan metode-metode ilmiah
tentang pengumpulan data-data, eksperimentasi, observasi dan deduksi sebagai
satu-satunya cara untuk mendapatkan pengetahuan, untuk menentukan apa yang
3
benar dan apa yang salah. Sebagian orang mencari dan memilih untuk membentuk
pandangan tentang dunianya sendiri. Untuk beberapa pertanyaan, mereka
mungkin beralih kepada agama, terutama pada saat berduka-cita. Untuk
jawaban-jawaban yang lain, mereka berpaling kepada astrolog, horoskop di surat kabar
harian atau mingguan, kepada guru terkenal, atau kepada ideologi seperti
Marxisme. Untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu, mereka akan mencari
berdasarkan ilmu dan sebagainya.4
Ilmu pengetahuan merupakan sebuah pandangan tentang dunia yang
terbatas, tidak ada seorang manusia, betapapun pintarnya dia, dapat memberikan
jawaban-jawaban lengkap, benar dan memuaskan terhadap pertanyaan-pertanyaan
tentang asal mula dunia dan tempat manusia di dalamnya, tentang kehidupan serta
harapan. Juga tidak ada sekelompok manusia yang dapat berbuat seperti itu.
Misalnya, semua pengetahuan tentang dunia dan alam semesta yang dihimpun
oleh para ilmuwan dari segala zaman hanyalah pengetahuan tentang sebagian
kecil realitas. Namun demikian, betapapun makin banyaknya pengetahuan di
masa yang akan datang yang dikuasai para ilmuan pasti ada titik di mana mereka
harus mengatakan, “Kami tidak tahu”. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan,
alam semesta ibarat buku tua yang halaman-halaman pertama dan halaman
terakhir hilang. Tidak ada yang diketahui tentang permulaan dan akhir dunia. Jadi,
pandangan tentang dunia dalam ilmu pengetahuan hanyalah pengetahuan tentang
suatu bagian, bukan keseluruhan. Ilmu pengetahuan sebagaimana di katakan
sebelumnya, bagaikan sebuah lampu sorot di kegelapan malam di musim dingin,
4
yang menerangi wilayah kecil dalam sorotannya itu. Hal ini bukan untuk
menyatakan ketidakmanfaatannya atau hal yang lainnya, namun untuk
menegaskan bahwa ilmu pengetahuan itu terbatas.
Ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari pandangan dunia dan sistem
keyakinan. Dari pada “meng-Islamkan” disiplin-disiplin yang telah berkembang
dalam miliu sosial, etik dan kultural barat, kaum cendekiawan muslim lebih baik
mengarahkan energi mereka untuk menciptakan paradigma-paradigma Islam,
karena dengan itulah tugas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan urgen
masyarakat-masyarakat muslim bisa dilaksanakan.5
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di berbagai
penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan
oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu
mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap
kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang
diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang
memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah
menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan
tersebut tidak seimbang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi
sebagian individu dan sekelompok tertentu. Kemajuan Iptek di Barat, yang
didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (IPTEK) yang
5Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains Islam,
5
empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada
akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan
psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. Krisis
multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali
nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama.
Karl Marx, adalah salah satu tokoh yang kental yang penulis cantumkan,
dunia kapitalisnya (capitalisme world) tokoh yang memandang dunia hanya
berujung pada materi, dan miskin spiritual. Dan dia mengajak para buruh untuk
kerja keras. Gagasan Karl Marx yang populer dengan ”Agama/Tuhan adalah
candu kehidupan”, gagasan ini menyeret para kalangan bahwa dengan kehidupan
mencari profit (keuntungan) dalam bentuk materi, urusan immateri tidak menjadi
problem besar. Pandangan Karl Mark seperti ini dalam satu sisi ada nilai positif
dan negatif, bahwa di dunia ini diperlukan kesejahteraan hidup individual bukan
secara kolektif, dan sisi negatifnya setiap jiwa yang meraup banyak materi, tidak
memperdulikan hidup orang lain. Namun, Agama menganjurkan hidup dalam
(keseimbangan) kesejahteraan serta kebersamaan dalam mencari kehidupan,
sebagai dijelaskan dalam al-Qur’an Surat at-Takatsur
ۡ
ل
أ
َ
ۡ ىَۈ
ۡهمهك
ۡٱ
ۡهرهث ََََ
ۡ
ۡ ََّح
ۡ
ۡ رهز
ۡهمهت
ۡٱۡ
ل
َۡرقباَقَۂ
ۡ
َۡ َل
ۡ
ۡ ۉَس
ۡ َع
ۡ
ۡ عَت
َۡنۉهۂَڿ
ۡ
َۡمهۡ
َۡ َل
ۡ
ۡ ۉَس
ۡ َع
ۡ
ۡ عَت
َۡنۉهۂَڿ
ۡ
َۡ َل
ۡ
ۡ ۉَل
ۡ
ۡ عَت
َۡنۉهۂَڿ
ۡ
ۡ ڿقع
َۡمۡ
ٱَۡ
ِ
ۡقيقق
ۡ
َۡنهوَ َܪَل
ۡٱ
َۡ
ل
َۡميقي
ۡ
َۡمهۡ
اَۈَنهوَ َܪَل
ۡ
َۡ يَع
ۡٱ
َۡ
ِ
ۡقيقق
ۡ
َۡمهۡ
ۡ سهتَل
َ
َۡۃهل
ۡ
ۡ ۉَي
ۡ ڙقئَم
ۡ
ۡقۃَع
ۡٱ
ۡقميقعَن
ۡ
6
dengan ’ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahan di dunia itu).6
Dalam tafsir al-Azhar ayat ini memberi peringatan kepada manusia di ayat
pertama dikatakan bahwa kamu telah terlalai oleh kesukaanmu bermegah-megah
dengan harta, dengan pangkat dan kedudukan, dengan anak dan keturunan.
Bermegah-megahan dengan kehidupan yang mewah, dengan rumah tangga yang
laksana istana, kendaraan yang baru dan modern, emas perak dan sawah ladang.
Padahal semua itu adalah keduniaan yang fana belaka. dan kamu tidak insaf
bahwa apabila kamu masuk ke dalam kubur itu kamu tidak akan balik lagi ke
dunia ini. Maka terbuang percumalah umurmu yang telah habis mengumpulkan
harta, mencari pangkat, pengaruh dan kedudukan. Bahwasannya hidup yang telah
terlalai karena mengumpulkan harta dan kemegahan itu ”sekali-kali tidaklah”
perbuatan terpuji yang akan membawa selamat. Bahwa perbuatanmu seperti itu
tidak ada faedanya sama sekali. Bahwa nanti suasana alam kubur hartamu,
bajumu, pangkatmu tidak akan kau bawa ke liang lahatmu.7
Semua memang adalah nikmat dari Tuhan. Tetapi ketahuilah oleh kamu
bahwa akan bertubi-tubi pertanyaan datang tentang sikapmu terhadap segala
nikmat itu? Adakah dari yang halal atau dari yang haram? Adakah kamu
memperkaya diri dengan menghisap keringat, darah dan air mata sesamamu
manusia? Dan lain-lain. Ibnu Abbas mengatakan:“Bahkan nikmat karena
kesehatan badan, kesehatan pendengaran dan pengelihatan, pun akan ditanyakan.
Allah tanyai langkah laku hamba-Nya dengan serba nikmat itu, meskipun Allah
6Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2012),
1265.
7
tahu apa pun yang mereka perbuat dengan dia.” Ibn Jarir Al-T{abari mengatakan:
“Seluruh nikmat yang dimaksud Tuhan akan dipertanggung jawabkan, akan
ditanyai, tidak berbeda apa jua pun nikmat itu. Mujahid mengatakan:”Segala
kepuasan duniawi adalah nikmat, semua akan ditanyakan. Qatadah
mengatakan:”Allah akan menanyakan kepada hamba-Nya bagaimana dia
memakai nikmat-Nya itu dan bagaimana dia membayarkan haknya.” Sebab itu
hati-hatilah kita mensyukuri segala nikmat Allah dan janganlah lupa kepada yang
menganugerahkan nikmat, karena dipesona oleh nikmat itu sendiri.8
Di era modern ini, tidak dapat dihindari kita akan terkena dampak
worldview Barat (westernisasi). Oleh karena itu, jika umat Islam ingin membangun
kejayaan peradaban Islam dimasa mendatang, maka kedua kakinya haruslah secara
kokoh masuk dalam worldview Barat disatu kakinya dan masuk ke worldview
Islam dikaki lainnya. Ketika umat Islam menghadapi tantangan pemikiran modern
atau post modern (berasal dari worldview barat) dewasa ini, dalam rangka
membangun peradaban agung dimasa depan, maka langkah pertama yang harus
umat lakukan adalah merumuskan dan memantapkan terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan agama Islam. Kita juga harus meyakini bahwa Islam adalah
satu-satunya agama yang benar.
Ketika umat Islam memahami agama Islam hanya sekedar aspek ubu>di>yah
(h}ablun min al Lah) ibadah semata, maka jangan harap umat Islam akan mampu
membangun ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang cemerlang di masa
depan. Namun jika umat Islam memahami Islam sebagai agama ilmu atau agama
8
yang memuliakan ilmu pengetahuan dan cendekiawan atau ulama, maka
InsyaAllah agama Islam akan dapat dikembangkan sebagai fondasi potensial
membangun peradaban Islam yang agung bersumber dari worldview Islam yang ka>ffah (menyeluruh).
Gambaran kokohnya worldview Islam dalam kehidupan dunia sampai
akhirat adalah ibarat pohon yang baik dan benar/ haq (“kalimah al T{ayyibah”)
yang akarnya teguh dan cabangnya menjulang kelangit yang memberikan
buahnya disetiap musim atas izin Allah SWT., sebaliknya rapuhnya worldview
Barat, worldview di luar Islam yang bersifat bathil dan bermuatan
materialistik-sekularistik-liberalistik adalah ibarat pohon yang buruk “(kalimat khabi>thah)”
yang akarnya mudah tercabut dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun”
(Lihat dalam QS.Ibrahim, 14 : 24 – 27). Pentingnya ”Pandangan Hidup Islam”
(Worldview of Islam) adalah karena arti, tujuan, dan nilai hidup sangat ditentukan
oleh pandangan hidup masing-masing manusia. Lalu apa itu pandangan hidup?
Paling tidak definisi utuhnya dari pandangan hidup Islam menurut Fahmy Hamid
Zarkasyi adalah:”Aqi>dah fikri>yah atau kepercayaan yang berdasarkan rangkuman
pada akal, yang asasnya adalah keesaan Tuhan (tauhid/ shaha>dah), yang terbentuk
dalam pikiran dan hati setiap Muslim dan berpengaruh terhadap pandangannya
tentang keseluruhan aspek kehidupan terutamanya tentang realitas dan kebenaran”
Dengan adanya westernisasi yaitu proses pembaratan, pengambilan, atau
9
budaya material.9 Jadi, westernisasi adalah suatu kesatuan paham yang
membentuk suatu gaya hidup yang masuk ke dalam sistem secara totalitas,10 atau
dengan pengertian yang hampir sama bahwa westernisasi adalah proses
transformasi nilai-nilai yang berasal dari Barat ke dalam masyarakat lain.11
Tentunya nilai yang ditransformasikan di sini adalah nilai-nilai way of life, tidak
hanya transformasi teknologi dan ilmu semata. Sebagai contoh budaya pakaian
dalam pernikahan, gaya hidup, dan budaya ulang tahun. Hal inilah yang
membedakan antara modernitas dan westernisasi, walaupun di antara term
tersebut memiliki kemiripan sehingga terdapat bias makna.
Dipandang dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa pengaruh dari
westernisasi dalam modernisme Islam ini menyerang generasi muda
dimana-mana, baik para mahasiswa, berbagai kelompok di kalangan menengah, dan juga
para pedagang serta pekerja. Karena kelompok Muslim inilah yang keimanan dan
kesetiannya kepada Islam yang paling muda dihancurkan, baik oleh berbagai
pengaruh dari pendidikan Barat, mekanisme kehidupan modern, maupun berbagai
macam propaganda kelompok misionaris, rasionalis atau komunis.12 Mengamati
hal yang demikian Islam harus difahami tidak hanya merupakan sistem ajaran
agama tetapi juga merupakan padangan hidup (worldview) yang sudah mentradisi
dalam jangka waktu lama. Selain itu apologetika kelompok modernis pun
9Janu Murdiyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Bandung:
Grafindo, 2007), 21.
10Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 2008),
201.
11M. Dawam Rahardjo, Intelektual, intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa (Bandung:
Mizan, 1996), 13.
12H. A. R Gibb, Aliran-Aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, cet. Ke-6
10
menjangkau seluruh ajaran dan lembaga, etika dan juga peribadatan dalam Islam,
bahkan menjangkau masa lampau Islam pula. Maka dengannya modernis itu
sendiri merupakan salah satu fungsi dari liberalism Barat. Dengan demikian,
kecendrungan umum kalangan modernis itu hanya menafsirkan Islam sejalan
dengan gagasan-gagasan dan nilai-nilai humanitarian liberal.
Pandangan tentang dunia kata Ali Syari’ati adalah pemahaman yang
dimiliki seseorang tentang “wujud” atau “eksistensi”. Misalnya, seseorang yang
menyakini bahwa dunia ini mempunyai Pencipta Yang Sadar dan mempunyai
kekuatan atau kehendak. Sehingga manusia akan menerima ganjaran atas amal
perbuatannya atau dia akan dihukum lantaran amal perbuatannya itu, maka ia
adalah orang yang mempunyai pandangan dunia religius. Berdasarkan pandangan
tentang dunia inilah seseorang lalu mengatakan: “Jalan Hidupku mesti begini dan
begitu dan aku mesti mengerjakan ini dan itu”. Ini menjelaskan makna kehidupan,
masyarakat, etika, keindahan dan kejelekan.13
Ali Syari’ati menawarkan gagasan pandangan tentang dunia religius
humanistik untuk memerangi dualisme kelas antara kelas penguasa dan yang
dikuasai, antara kelas borjuasi dan proletariat, sehingga manusia pada misinya
sebagai sebagai wakil atau khalifah Tuhan di muka bumi. Menurutnya, manusia
adalah makhluk merdeka dan memiliki potensialitas tanpa batas untuk
menentukan nasibnya sendiri dan bukan ditentukan oleh kekuatan eksternal
dengan membangun semangat tauhid. Berkebalikan dengan pandangan Marx dan
Weber yang berpandangan ideologi dibentuk oleh struktur masyarakat. Ali
13Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. Afif Muhammad, (Bandung:
11
syari’ati justru menyatakan bahwa, dengan kesadaran diri (ideologi) inilah
manusia membentuk masyarakat.14
Memperhatinkan dari segala persoalan tersebut dan melihat pula bahwa
pembaruan (mondernisme) dalam Islam merupakan agenda besar dari westernisasi
maka Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai pemikir Islam berusaha
memberikan gambaran bahwa Islam juga mempunyai suatu pandangan dunia
(worldview) yang bebas dari pengaruh-pengaruh dunia Barat. Di mana
westernisasi berlandaskan kepada nilai-nilai konsep dualism dikotomik dan
sekularisme.15 Begitu juga menurut pandangan salah satu muridnya, Hamid
Fahmy Zarkasyi dalam hal ini tentang ilmu pengetahuan, bahwa gelombang
westernisasi (globalisasi) yang dibawa Barat memuat pandangan hidup
(worldview) sekular baik dalam nilai, kultur tradisinya yang lepas dari
kepercayaan transenden. Sistem yang berlaku sangat positivistik, menafikan
agama dan nilai ketuhanan dalam kegiatan ilmu. Inti pandangan hidup sekular
tersebut adalah, dikotomi ilmu, anti-otoritas, humanisme, relativisme,
desakralisasi, dan nihilisme. Ilmu yang terselimuti pandangan demikian disebut
ilmu yang sekular. Sehingga melahirkan paradigma pendidikan yang dikotomis,
menafikan nilai ketuhanan dalam sains dan cenderung materialis. Hal itu akan
menimbulkan pandangan hidup (worldview) yang berbeda dari apa yang
diharapkan Islam, dengan demikian pandangan hidup Islam (Islamic worldview)
perlu dibahas untuk memberikan imbangan terhadap akar pandangan hidup Barat
14Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, terj. Haidar Bagir(Cet,
II; Bandung: Mizan, 1989), 57.
15Muhammad Naquib al Attas, Konsep Pendidikan Islam, Suatu Rangka Fikir Pembinaan
12
(western worldview) yang ada, hidup dan berkembang sampai sekarang, yaitu;
pandangan hidup idealistis (idealistic worldview) dan pandangan hidup
materialistis (materialistic worldview) sebagai pokok.
Dunia Barat merumuskan pandangannya terhadap kebenaran dan realitas
bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar-dasar keyakinan agama, tetapi
berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar-dasar filosofis.16
Dasar-dasar filosofis ini berangkat dari dugaan yang berkaitan hanya dengan
kehidupan sekular yang berpusat pada manusia sebagai diri manusia sebagai
satu-satunya kekuatan yang akan menyikap sendiri rahasia alam dan hubungannya
dengan eksistensi, serta menyikap hasil pemikiran spekulatif itu bagi
perkembangan nilai etila dan moral yang berevolusi untuk membimbing dan
mengatur kehidupannya. Tidak akan ada kepastian dalam spekulasi filosofis
seperti kepastian keagamaan yang berdasarkan ilmu yang diwahyukan
sebagaimana yang di fahami dan dialami dalam Islam. Inilah sebabnya ilmu serta
nilai-nilai yang memancarkan worldview dan mengarahkan kehidupan peradaban
tersebut akan senantiasa ditinjau ulang dan berubah.
Islamic worldview bersumber pada petunjuk wahyu Tuhan (al-Qur’an dan
Hadist). Hal ini memang perlu dihadirkan selain untuk mengimbangi, sekaligus
memberikas solusi atas worldview lain yang hanya berorientasi keduniaan. Namun
wahyu Tuhan di sisi lain juga mempunyai daya dalam mendorong manusia
berfikir dan memikirkan alam semesta serta berusaha mencari kebenaran
16Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, terj. Khalif Muammar, cet. ke-2
13
sebagaimana yang telah dirindukan sendiri oleh hati nurani setiap manusia. Maka
dalam usaha mencari kebenaran hendaknya manusia tidak menyandarkan diri
kepada hasil pemikiran semata, tetapi hendaknya menerima dan mengikuti ajaran
Tuhan kemudian memikirkannya, karena disanalah terletak kebenaran mutlak.17
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Untuk mengantisipasi segala bentuk interpretasi yang keliru terhadap
maksud yang terkandung dalam judul penelitian ini, penulis menganggap perlu
memberikan batasan terhadap permasalahan diatas.
Uraian singkat pada latar di atas, mengerucut pada pembahasan tentang
cara pandang kehidupan manusia (worldview) antara atheis dan Islam atau lebih
jelas mengenai Islam dan Barat yang mengartikan kehidupan dengan cara
pandang berbeda dari segi orang atheis seperti Karl Marx yang tidak percaya akan
hal metafisik dan kehidupan dipandang kasat mata, yang lebih mementingkan
materi semata dan ilmu pengetahuan modern dari Barat, berbeda dengan orang
Islam yang dijelaskan oleh Ali Syari’ati yang menjujung tinggi nilai tauhid dan
selalu memikirkan kehidupan akhirat berbanding terbalik dengan, Islamic
worldview berdasarkan asas: wahyu, hadis, akal, pengalaman dan intuisi berbeda
dengan atheis berdasarkan asas: rasio spekulasi, filosofis.
Kemudian untuk itu diangkatlah sebuah penelitian yang berkonsentrasi
terhadap penafsiran ayat-ayat tentang Islamic Worldview dan Atheis Worldview.
17Nasruddin Razzak, Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu aqidah dan
14
C. Rumusan Masalah
Agar lebih jelas dan memudahkan operasional penelitian, maka perlu
diformulasikan beberapa rumusan permasalahan pokok, sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang pandangan dunia (Worldview)
atheis dan Islam?
2. Bagaimana perspektif al-Qur’an tentang pandangan dunia (Worldview)
atheis dan Islam?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang pandangan
dunia (Worldview) atheis dan Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif al-Qur’an tentang pandangan
dunia (Worldview) atheis dan Islam.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam
bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan benar-benar berguna
untuk perkembangan Ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari
penelitian ini.
Adapun kegunaan hasil penelitian ini ada dua yaitu:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah
keilmuan di dalam studi al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan kajian
15
2. Secara praktis, penelitian ini mampu berkontribusi secara lebih, baik
dalam hal akademis, terlebih untuk masyarakat luas, terutama bagi orang
Islam yang tidak selalu terbuai dengan materi semata dan perkembangan
Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan
meniru-niru gaya hidup peradaban Barat, yang akhirnya ketidakbahagiaan
ruhaniah pada manusia baik di Barat maupun di Timur. Akibat
perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan
dan Agama. Selain itu juga untuk membantu peningkatan dan penghayatan
serta pengamalan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalam
al-Qur’an.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka ini dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan ilmiah
untuk memberikan kejelasan tentang informasi yang digunakan melalui khazanah
pustaka, yang relevan dengan tema yang terkait. Agar dapat menemukan jawaban
kegelisahan dalam masalah-masalah yang telah disebutkan. Ada dua pembicaraan
yang bisa penulis golongkan yakni; Pertama, apa dan bagaimana pandangan
dunia (wordview) tersebut. Kedua, bagaimana ayat-ayat al-Qur’an
memperbincangkan mengenai Islamic worldview dan Atheis worldview, penulis
melakukan penelitian melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan Pandangan
dunia (worldview) atheis dan Islam. Sumber yang menjadi tujuan pustaka bagi
penulis adalah dalam bentuk buku, artikel, skripsi, hasil presentassi (power point)
dan hasil penelitian yang berkaitan dengan ayat-ayat yang menjelaskan cara
16
Adapun pembahasan tentang Pandaangan Dunia (worldview) dalam
penelitian terdahulu antara lain:
1. Kritik Islamic Worldview Syed Muhammad Naquib Al-Attas Terhadap
Western Worldview. Skripsi, Nur Hasan – E01210010 UIN Sunan Ampel
Surabaya, menurut penulis bahwa Islamic worlview ada bersamaan pula
dengan hadirnya Western worldview, dimana worldview ini berpandangan
hanya kepada orientasi empiris, yakni, segala aspek kehidupan hanya
dipandang dari kasat mata. Western worldview berasas pada ideologi
sekulerisme yang memisahkan antara urusan duniawi dan agama.
Adapun buku-buku yang mengkaji tentang pandangan dunia (worldview)
yaitu “Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an” Dr. Ahzami Samiun Jazuli,
“Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj Afif Muhammad, cet II” Ali
Syari’ati, “Karl Marx, Marxisme-analisis Kritis, terj. Sudarmaji” John Elster, “
Membumikan al-Quran jilid 2 Menfungsikan wahyu dalam kehidupan” M.
Quraish Syihab, “Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains
Islam” Ziauddin Sardar, “Islam Warna-Warni Ragam Ekspresi Menuju Jalan
Lurus” John L. Esposito, “Islam, Kemoderenan, Keindonesiaan” Nurcholish
Madjid, “Islam dan Sekularisme” Muhammad Naquib al-Attas terj. Khalif
Muammar, “Miskyat, Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi”
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu
Aqidah dan Way of Life, cet. ke-10” Nasruddin Razzak dan masih banyak lagi. “Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner” Ali Rahnema, “Para
17
Syari’ati, “Ideologi Kaum Intelektual” Ali Syari’ati, “Islam Mazhab Pemikiran
dan Aksi, Terj. M.S. Nasrullah” Ali Syari’ati,“Marxisme Dan Agama, Lihat juga
Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet III” O, Hashem, dan masih banyak
lagi. Namun buku ini sangat berguna sebagai pembanding.
Dengan demikian, belum ada yang membahas secara spesifik tentang
Islamic worldview dan Atheis worldview dalam al-Qur’an perspektif para
mufasir. Oleh sebab itu, penulis mengadakan penelitian skripsi dengan pokok
masalah mengenai "Islamic Worldview dan Atheis Worldview Perspektif
al-Qur’an."
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ilmiah diperlukan metode tertentu untuk menjelaskan
obyek penelitian. Ini dilakukan agar penelitian dapat berjalan secara tepat, terarah,
dan mencapai sasaran yang diharapkan. Secara terperinci metode dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.Model dan jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk
mendapatkan data tentang aspek metode penafsiran melalui riset kepustakaan
dan disajikan secara deskriptif-analitis. Dengan kata lain, penelitian ini
berusaha mendiskripsikan tujuan, kerangka berfikir para mufassir dalam
membangun teori tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam,
langkah-langkah metodis yang ditempuh para mufasir dalam menafsirkan
18
worldview atheis dan Islam. Untuk itu dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode maudhu’i (tematik), yaitu membahas satu judul
tertentu secara mendalam dan tuntas, yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan yang diangkat secara tuntas sehingga diperoleh suatu
kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan.
2. Sumber Data Penelitian
Data primer dalam penelitian ini adalah Beberapa kitab tafsir yang dapat
menunjang pemahaman ayat yang penulis kaji. Seperti:
a) Tafsir ibn Kathi>r, Karya Ibn kathi>r. Tafsir ini merupakan salah satu bentuk
kitab tafsir yang model penafsirannya masih di dominasi oleh
riwayat-riwayat atau yang disebut tafsir bi} al-ma’tsu>r, dan kitab ini terdiri dari 12
jilid.
b) Tafsir al-Azhar, Karya Hamka. Kitab tafsir ini adalah merupakan tafsir di
Indonesia dan tafsir ini sudah didominasi oleh bi} al-Ra’yu, dan kitab ini
terdiri dari 14 jilid.
c) Tafsir al-Misbah, Karya M. Quraish Shi}hab. Kitab ini adalah kitab tafsir
di Indonesia, dan model penafsirannya sudah didominasi oleh bi} al-Ra’yu.
Dan kitab ini terdiri dari 15 jilid.
d) Tafsir Al-Ja>mi’ Li Ahkamil Qur’an, Karya Al-Qurtuby. Kitab tafsir ini
merupakan tafsir klasik dan model penafsirannya bi} Ra’yu.
e) Tafsir Ru>h al-Ma’ani, Karya al-Alu>si. Kitab ini merupakan kitab tafsir bi}
19
f) Tafsir al-Kabi>r, Karya ar-Razi. Kitab ini merupakan kitab bi} Ra’yi (tafsir
yang menggunakan pendekatan aqli). g) Tafsir al-Mara>ghi>
h) Tafsir fi> Dhila>l al Qu’ran.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang melengkapi atau
mendukung data primer yang ada. Dalam hal ini adalah karya-karya tulis berupa
buku atau artikel yang yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam
penelitian ini, antara lain: Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan
al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani), 2006, Quraish Syihab, Membumikan al-Quran
jilid 2 Menfungsikan wahyu dalam kehidupan, (Jakarta: Lentera Hati), 2011,
Abdul Wahid Hamid, Islam Cara Hidup Alamiah, (Yogyakarta: Lazuardi), 2001,
Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual; Merumuskan Parameter-parameter Sains
Islam, (Surabaya: Risalah Gusti), 1998, Nurcholish Madjid, Islam, Kemoderenan,
Keindonesiaan (Bandung: Mizan), 2008, Hamid Fahmy Zarkasyi, Miskyat,
Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi (Jakarta: INSIST), 2012. Ali
Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj Afif Muhammad, cet
II, (Bandung: Pustaka Hidayah), 1996, John Elster, Karl Marx, Marxisme-analisis
Kritis, terj. Sudarmaji, (Prestasi Pustakaraya), 2000, Amsal Bahtiar, Filsafat
Agama, (Jakarta: Logos), 1997, Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan
Sekularisme. terj. Khalif Muammar, cet. ke-2. (Bandung Pimpin), 2011,
Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An
20
Lumpur: ISTAC), 2001, Amin Abdullah, Studi agama: Normatif atau Historisitas,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1996,
3. Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang menyangkut aspek metode penafsiran al-Qur’an yang
mengenai pandangan dunia (worldview) Islam dan Barat dari beberapa
mufassir yang notebene sebagai sumber primer. Sedangkan data yang
berkaitan dengan analisis dilacak dari literatur dan hasil penelitian terkait.
Sumber sekunder ini diperlukan, terutama dalam rangka mempertajam
analisis persoalan.
4.Metode Analisis Data
Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder
diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub-pembahasan masing-masing.
Setelah itu dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek
penelitian dengan menggunakan content analysis. Dalam hal ini content
analysis yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan
mengelolahnya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau
beberapa pernyataan.18 Selain itu, analisis isi dapat juga berarti mengkaji
bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam benak peneliti.
18Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1993),
21
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengarahkan alur pembahasan secara sitematika dan
mempermudah pembahasan maka penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa
Bab dengan rasionalitas sebagi berikut.
Bab pertama menjelaskan latar belakang penelitian, Identifikasi Masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik,
metode penelitian serta sistematika pembahasan, sehingga posisi penelitian ini
dalam wacana keilmuan metodologi tafsir al-Qur’ân akan diketahui secara jelas.
Bab kedua Tinjauan umum tentang pandangan dunia (Worldview) orang
atheis dan Islam meliputi: Bagaimana pandangan tokoh-tokoh filsafat mengenai
kehidupan dunia, bagaimana pandangan tokoh orang atheis tentang kehidupan
dunia dan bagaimana pandangan tokoh orang Islam mengenai kehidupan dunia
yang menjelaskan berbagai unsur kehidupan orang Islam di dunia.
Bab ketiga Penafsiran pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam
dalam al-Quran meliputi : Terjemah dan Uraian Bahasa Terhadap Ayat-ayat tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam, Arti Global Ayat-ayat
tentang pandangan dunia (worldview) atheis dan Islam, Penafsiran Surat dan
Ayat dari Beberapa Mufassir, Penafsiran kontekstual ayat-ayat tentang
pandangan dunia (Worldview) atheis dan Islam.
Bab keempat Islamic worldview dan atheis worldview Perspektif
22
membandingkan pandangan, Kontekstualisasi perspektif al-Qur’an tentang
pandangan dunia (worldview) dalam keseharian orang atheis dan orang Islam
Bab kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari
uraian-uraian yang telah dibahas dan diperbincangkan dalam keseluruhan penulisan
penelitian. Bahasan ini sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan
BAB II
PANDANGAN DUNIA (
WORLDVIEW)
DALAM PERSPEKTIF
KEHIDUPAN ORANG ATHEIS DAN ORANG ISLAM
A. Pandangan Dunia (worldview) dalam Wacana Tokoh Filsafat
Worldview dapat dipahami sebagai pandangan hidup, dalam KBI
pandangan adalah hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dan
sebagainya)1 dan dunia adalah bumi dengan segala yang terdapat diatasnya; jagat
tempat kita hidup ini; alam kehidupan; semua manusia yang ada di muka bumi;
segala yang bersifat kebendaan; yang tidak kekal.2 Sedangkan term yang dipakai
dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa Jerman yang semakna yakni,
weltanschauung dengan arti, “pandangan hidup” atau “pandangan dunia”, dengan
pengertiannya tentang realitas sebagai suatu keseluruhan atau pandangan tentang
kosmos. Pandangan umum tentang dunia ini berarti pandangan yang menyangkut
soal hakikat, nilai, arti, dan tujuan dunia serta hidup manusia.3 Selain itu dapat
dikatakan bahwa worldview merupakan sistem prinsip, pandangan dan keyakinan
yang dapat menentukan arah kegiatan individu, kelompok sosial, kelas atau
masyarakat.
Worldview pada hakikatnya lebih dari sekadar gambaran yang hanya
merupakan sinopsis dan perluasan konseptual hasil-hasil dari ilmu-ilmu alam ke
dalam suatu pandangan ilmiah atas dunia. Pandangan ilmiah tetap teoritis murni
1Dendy Sugiono dkk, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1035 2Ibid., 369.
24
dan tidak mengajukan pertanyaan metafisis dan mendalam mengenai eksistensi
dan arti dunia sebagai suatu keseluruhan.4
Menurut asal-usul pengetahuan, weltanschauung atau worldview secara
filosofis harus dibedakan dari yang berdasarkan pada wahyu adikodrati.
Berhubungan dengan hal itu, maka akan didapati worldview yang Ateis, atau
panteis. Kemungkinan worldview ateis yang berorientasi materialis atau ateis.
Kemungkinan worldview bukan hal yang sama. Bahkan worldview yang bersifat
religius tidak sama dengan agama. Memang agama dapat memuat worldview
religius, tetapi yang bersifat religius belum tentu terikat dengan agama tertentu,
dan dapat dicapai melalui analisis filosofis.
Orang beragama dalam arti umum dapat dikatakan bahwa bagi mereka
tidak terdapat worldview lain di samping pandangan hidup agamanya, karena arti
dan penilaian terakhir tentang hidup atau dunia tidak dapat dilepaskan dari
kepercayaan kepada Tuhan dan hal-hal yang terkait yang menjadi isi ortodoksi
agama yang bersangkutan. Kendati demikian, pada tataran individual pernyataan
itu harus direlativikasikan, karena worldview terbentuk oleh khazanah
pengalaman, pengetahuan kodrati maupun adikodrati. Karena itu, penganut agama
tertentu, amat mungkin memiliki worldview yang tidak seluruhnya sesuai dengan
ortodoksi agamanya, dan dalam arti ini dia menjadi unsur kritis dan komunitas
agamanya.
25
Sebenarnya banyak lapisan makna yang terdapat di dalam worldview.
Membahas worldview bagaikan jorney into landless-sea (berlayar ke lautan tidak
bertepi) kata Nietzsche. Meskipun begitu, di dunia barat masalah worldview tetap
hanya sejauh jangkauan panca indera. Luasnya worldview bagi Immanuel Kant,
G. W. Hegel (1770-1831), dan Goethe, hanya terbatas dunia inderawi.5
Menurut Shaykh Atif al Zayn bukan luasnya yang penting, tetapi darimana
ia bermula, maka worldview adalah mabda’ (tempat bermula) atau bermakna
ideologi. Sedangkan Islamic worldview seperti yang digambarkan al-Attas tidak
sesempit luasnya lautan dalam planet bumi, tetapi seluas skala wujud Ru’yah al -Isla<m li al-wuju<d. Worldview dijadikan sebagai matrik agama, peradaban,
kepercayaan atau lainnya boleh saja. Sebab worldview bisa diukur dari apa yang
ada dalam pikiran orang.
William Dilthe (1833-1911) kemudian tidak salah jika menjadikannya
sebagai asas formulasi epistemologis yang objektif. Worldview lalu berfungsi
sebagai asas ilmu-ilmu sosial (Dilthey), dan ilmu-ilmu alam (Immanuel Kant).
Thomas S. Kuhn (1922-1996) bahkan menyulap worldview menjadi paradigma
yang menyediakan nilai standar, dan metodologi tertentu yang mengikat kuat
kerja-kerja saintifik.6
Menurut Ninian Smart worldview adalah kepercayaan, perasaan, dan
apa-apa yang terdapa-apat dalam fikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi
5Hamid Fahmy Zarkasyi, Miskyat, Refleksi tentang Islam. Westernisasi dan Liberalisasi
(Jakarta: INSIST, 2012), 270.
26
keberlangsungan perubahan sosial dan moral. Hampir serupa dengan Smart,
Thomas F. Wall mengemukakan bahwa worldview adalah kepercayaan asas yang
integral tentang hakikat diri kita, realitas, dan makna eksistensi An integrated
sytem of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of
existence.
Lebih luas dari kedua definisi di atas Alparslan mengartikan worldview
sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiah dan
teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan
hidupnya, dan dalam pengertian itu maka aktifitas manusia dapat direduksi
menjadi pandangan hidup. The faoundation of all human conduct, including
scientific and technological activities. Every human activity is ultimately
traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview.7
Ketiga definisi diatas berlaku bagi peradaban atau agama secara umum.
Namun definisi untuk Islam mempunyai nilai tambah karena sumbernya dan
cakupannya yang luas serta menyeluruh.
a) Lahirnya Islamic Worldview
Gambaran tentang tradisi intelektual dalam Islam, dapat dilacak
sejak lahirnya worldview dalam pikiran umat Islam periode awal dan
perkembangan selanjutnya. Namun perkembangan di sini, seperti yang
diingatkan Syed Muhammad Naquib al-Attas, tidak menunjukkan proses
7Nur Hasan, “Kritik Islamic Worldview Syed Muhammad Naquib Al-Attas Terhadap
27
pertumbuhan menuju kematangan atau kedewasaan, tapi lebih merupakan
proses interprestasi dan elaborasi wahyu yang bersifat permanen.8 Oleh
sebab itu, untuk melacak timbulnya ilmu dalam sejarah Islam perlu
merujuk kepada periode desiminasi ayat-ayat al-Qur’an oleh Nabi
Muhammad SAW dan pemahaman umat Islam terhadapnya.
Alparslan dalam hal itu membagi tiga periode, yaitu: lahirnya
pandangan hidup Islam (Islamic worldview), lahirnya struktur ilmu
pengetahuan dalam pandangan hidup tersebut, dan lahirnya tradisi
keilmuan Islam. Pada periode pertama lahirnya pandangan hidup Islam
(Islamic worldview) dapat digambarkan dari kronologi turunnya wahyu
dan penjelasan Nabi tentang wahyu itu. Sebab, seperti dijelaskan di atas
Nabi tentang wahyu itu. Sebab, seperti dijelaskan di atas, sebagai quasi
scientific worldview, pandangan hidup Islam (Islamic worldview) bermula
dari peranan sentral Nabi yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu. Di
sini periode Mekkah merupakan periode yang sangat penting dalam
kelahiran hidup Islam. Karena banyaknya Surah al-Qur’an yang
diturunkan di Mekkah (yakni 85 surah dari 114 surah al-Qur’an yang
diturunkan di Mekkah), maka periode mekkah dibagi menjadi dua periode,
yakni: Mekkah periode awal dan periode akhir. Pada periode awal, wahyu
yang diturunkan umumnya mengandung konsep-konsep tentang Tuhan
dan keimanan kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga,
neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainya yang
8Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition
28
semuanya itu merupakan elemen penting dalam struktur Islamic
worldview.
Pada periode akhir Mekkah wahyu memperkenalkan
konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak. Seperti konsep-konsep „ilm, nubuwwah,
ibadah, dan lain-lain.9 Dua periode Mekkah ini penting bukan hanya
karena sepertiga dari al-Qur’an diturunkan di sini, akan tetapi kandungan
wahyu dan penjelasan Nabi serta partisipasi masyarakat muslim dalam
memahami wahyu itu telah membentuk struktur konsep tentang dunia
(world-structure) baru yang merupakan elemen penting dalam pandangan
hidup Islam (Islamic worldview). Karena sebelum Islam datang struktur
konsep tentang dunia telah dimiliki oleh pandangan hidup masyarakat
pra-Islam (jahiliyah). Maka struktur konsep tentang dunia yang dibawa Islam
menggantikan struktur konsep yang ada sebelumnya. Konsep karam,
misalnya, yang pada masa jahiliah berarti kemuliaan karena ketaqwaan
(inna akramakum ‘inda al Allah atqa>kum).10
Periode kedua timbul dari kesadaran bahwa wahyu yang turun
dan dijelaskan Nabi itu telah mengandung struktur fundamental scientific
worldview, seperti struktur tentang kehidupan, struktur tentang dunia,
tentang ilmu pengetahuan, tentang etika dan tentang manusia, yang
semuanya itu sangat berpotensi bagi timbulnya kegiatan keilmuan.
9Nur Hasan, “Kritik Islamic Worldview ..,” 12 .
10Hamid Fahmy Zarkasy, “Islam Sebagai Pandangan Hidup”, dalam Tantangan
29
istilah konseptual seperti „ilm, ima>n, us}u>l, kala>m, wuju>d, tafsi>r, ta’wi>l, fiqih, khalq, hala>l, h}ara>m, iradah dan lain-lain telah memadai untuk
dianggap sebagai kerangka awal konsep keilmuan, yang juga berarti
lahirnya elemen-elemen epistemologis yang mendasar dalam pandangan
hidup Islam (worldview). Periode ini penting karena menunjukkan
wujudnya struktur pengetahuan dalam pikiran umat Islam saat itu yang
berarti menandakan munculnya “struktur ilmu” dalam pandangan hidup
Islam (Islamic worldview), meskipun benih beberapa konsep keilmuan
telah ada pada periode Mekkah.11
Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam Islam. Periode
ini memerlukan penjelasan yang lebih panjang dan detail. Seperti
diketahui tradisi keilmuan dalam Islam adalah konsekuensi logis dari
adanya struktur pengetahuuan dalam pandangan hidup Islam (Islamic
worldview). Karena tradisi memerlukan adanya keterlibatan masyarakat,
Alparslan mencanangkan bahwa untuk menggambarkan tradisi keilmuan
Islam, pertama perlu ditunjukkan adanya komunitas ilmuwan dan proses
kelahirannya pada awal abad pertama dalam Islam. Kemudian
menunjukkan adanya kerangka konsep keilmuan Islam (Islamic scientific
conceptual scheme) yang merupakan framework yang berperan aktif
dalam tradisi keilmuan itu.
30
b) Karakteristik Islamic worldview
Worldview dapat dikatakan sebagai kepercayaan dan pikiran
seseorang yang berfungsi sebagai asas atau motor bagi segala perilaku
manusia. Jadi worldview adalah istilah netral yang dapat diaplikasikan ke
dalam berbagai dinominasi agama, kepercayaan, atau lainnya. Sebab ia
adalah faktor dominan dalam diri manusia yang menjadi penggerak dan
landasan bagi aktivitas seluruh kegiatan kehidupan manusia.12 Dalam
tradisi pemikiran Islam sebenarnya juga terdapat faktor dominan dalam
diri menentukan keberagaman dan juga kehidupan seseorang, tapi tidak
memakai istilah, worldview secara eksplisit. Islam sebagai agama dan
peradaban sebenarnya dapat ditangkap dari konsep di>n yang secara
sistematik mirip dengan worldview. Namun, ketika konsep tersebut masuk
dalam acara berfikir seseorang dan mempengaruhi tingkah laku, belum ada
istilahnya yang baku. Para ulama abad kedua puluh mengemukakan istilah
berbeda untuk menggambarkan worldview, antara lain:
Menurut al-Maududi istilah untuk Islamic worldview adalah
Islami Nazariya>t yaitu pandangan hidup yang dimulai dari konsep
ke-Esaan Tuhan (syahadad) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan
manusia di dunia. Sebab shahadad adalah pernyataan moral yang
mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupan secara
menyeluruh. Pengertian Islamic worldview menurut Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-Isla>mi, yaitu aqidah fikriyah (kepercayaan yang rasional)
31
yang berdasarkan pada akal, sebab setiap muslim wajib beriman kepada
hakikat wujud Allah SWT, kenabian Muhammad SAW, dan kepada
al-Qur’an dengan akal, Iman kepada hal-hal yang gaib berdasarkan dengan
cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat
dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai di>n yang diturunkan melalui
Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
dengan dirinya dan lainnya. Menurut Sayyid Quthb istilah yang tepat
untuk Islamic worldview adalah al-Tas}awwur al-Isla>mi, yaitu akumulasi
dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim
yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat
di balik itu.13
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islamic worldview
adalah visi tentang realitas dan kebenaran, yang terbaca oleh mata hati kita
dan yang menerangkan tentang hakikat wujud yang sesungguhnya, sebab
totalitas dunia wujud itulah yang diproyeksikan Islam. Oleh sebab itu,
istilah worldview ini diterjemahkan oleh al-Attas ke dalam terminologi
Islam (bahasa Arab) sebagai Ru’yat al-Isla>m li al-Wuju>d yang berarti
pandangan terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta. Definisi
para ulama tersebut di atas secara umum hampir sama, tapi jika dicermati
lebih detail dan dihubungkan dengan gerakan yang mereka lakukan hanya
menunjukkan perbedaan penekanan pada tingkat aksi. Definisi al-Maududi
lebih berorientasi pada struktur kekuasaan politik yang membuka ruang
32
bagi pelaksanaan ibadah yang luas, Sayyid Quthb menekankan pada
pandangan ideologis, sedangkan Syed Muhammad Naquib al-Attas lebih
menekankan pada aspek epistemologisnya, yaitu penekanan pada aspek
visi tentang realitas dan kebenaran.
Dibandingkan definisi umum worldview yang disebutkan
sebelumnya, definisi para ulama tersebut di atas menunjukkan dua poin
penting yakni sumbernya yang berasal dari wahyu dan aqidah, dan sudut
pandangnya yang menjangkau realitas yang lebih luas. Dalam kondisi
ketika serangan pemikiran dari pandangan hidup barat (western
worldview) begitu gencar, penekanan epistemologi Syed Muhammad
Naquib al-Attas sangat relevan. Sebab, apa yang membedakan suatu
worldview, kebudayaan, atau agama dengan lainnya adalah dalam cara
menafsirkan apa makna kebenaran dan realitas, dan itu termasuk dalam
domain epistemologi yang berbasis pada pemahaman realitas di balik fisik
(metafisika). Dalam menentukan sesuatu itu benar dan nyata setiap
kebudayaan dipengaruhi oleh sistem metafisika masing-masing yang
terbentuk oleh worldview.14
Sebelum memahami lebih jauh pandangan hidup Islam (Islamic
worldview), kelahirannya dan perannya dalam melahirkan ilmu-ilmu
dalam Islam, perlu dipaparkan terlebih dahulu karakteristik pandangan
hidup Islam (Islamic worldview), untuk lebih mendalam dalam tulisan ini
berusaha mengupas dan membandingkan pandangan Sayyid Quthb dan
33
Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai usaha memahamkan agar lebih muda dicerna. Dalam pandangan Sayyid Quthb karakteristik al-Tas}awwur
al-Isla>mi terdiri dari tujuh, yaitu:15
Pertama: ia bersifat Rabbani artinya berasal dari Tuhan sehingga
dapat disebut visi keilahian. Sifat ini membedakan Islam dari worldview
lain. Ia diturukan oleh Tuhan dengan segenap komponennya. Berbeda
dengan Islam, worldview lain seperti pragmatism, idealism atau dialektika
materialism bersumber dari akal pikiran dan kehendak manusia. Bahkan
kitab suci agama lain selain Islam telah tercampur oleh pandangan akal
pikiran manusia. Sedangkan Islam kitab sucinya masih terjaga (QS.
Al-Hijr: 9).
Kedua: bersifat konstan tsabat artinya tas}awwur al-Isla>mi itu
tidak dapat diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk struktur
masyarakat dan bahkan berbagai macam masyarakat. Namun esensinya
tetap konstan, tidak berubah, dan tidak berkembang. Ia tidak memerlukan
penyesuaian terhadap kehidupan dan pemikiran, sebab ia telah
menyediakan ruang dinamis yang bergerak dalam suatu kutub yang
konstan. Alam semesta dengan sunnatullah, manusia dengan sifat
kemanusiannya adalah desain yang konstan. Sifat konsisten ini berlawanan
dengan perkembangan yang tidak terbatas yang terjadi di Barat dan bukan
menjadi tameng bagi westernisasi atau pengaruh kebudayaan Eropa,
nilai-nilai, dan metodologinya.
15Sayyid Quthb, Khasais al-Tasawwur al-Islami, wa Muqawwamatuhu (Kairo: Isa al-
34
Ketiga: Komprehensif syumu>l artinya tas}awwur al-Isla>mi itu
bersifat komprehensif. Sifat komprehensif ini didukung oleh prinsip tauhid
yang dihasilkan dari sumber Tuhan yang Esa. Tauhid yang
termanifestasikan ke dalam kesatuan antara pemikiran dan tingkah laku,
antara visi dan inisiatif, antara doktrin dan sistem, antara hidup dan mati,
antara cita-cita dan gerakan, antara kehidupan dunia dan kehidupan
sesudahnya. Kesatuan ini tidak dapat dipecah-pecah ke dalam
bagian-bagian yang tidak saling bersesuaian, termasuk memisahkan anatara
ibadat dan muamalat. Jika Islam dipahami di luar konsep tauhid ini,
pemahaman itu dapat meletakkan seseorang diluar konsep Islam.16
Keempat: Seimbang tawazun artinya pandangan hidup Islam
(Islamic worldview) merupakan keseimbangan antara wahyu yang dapat
dipahami oleh manusia dan yang diterima dengan penuh keyakinan dan
keimanan karena keterbatasan akal manusia. Selain itu keseimbangan ini
juga berarti keseimbangan antara yang diketahui al-ma’lum dan yang tidak
diketahui ghair ma’lum, antara yang nyata dan yang tidak nyata.
Kelima: Positif ija>bi, artinya dari aktivitas ketaatan kepada Allah
SWT manusia menghasilkan sikap positif dalam hidupnya. Segala
aktivitas dalam hidup manusia dan relevansinya dan konsekuensinya
dalam agama. Pernyataan syahadad dalam lidah harus diaplikasikan ke
dalam setiap amal.
35
Keenam: Pragmatisme al-waqi>’iyyah artinya sifat pandangan
hidup Islam (Islamic worldview) itu tidak selau idealistis, tapi juga
membumi ke dalam realitas kehidupan. Jadi, ia idealistis dan realistis yang
sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dalam Islam, peran manusia yang
dibutuhkan hanyalah sejauh kapasitasnya sebagai manusia. Ia tidak
diletakkan lebih rendah dari itu atau dituntut untuk berperan pada tingkat
ketuhanan. Ia berbeda dari visi Brahma dalam agama Hindu yang
menganggap raga manusia sebagai tidak riil, atau dari pandangan hidup
Kristen (Kristen worldview) yang menganggap manusia terdiri dari jiwa
dan raga, tapi menganggap segala yang berhubungan dengan raga sebagai
kejahatan.17
Ketujuh: Tauhid, artinya karakteristik yang paling mendasar dari
pandangan hidup Islam (Islamic worldview) adalah pernyataan bahwa
Tuhan itu adalah Esa dan segala sesuatu diciptakn oleh-Nya. Karena itu
tidak ada penguasa selain Dia. Tidak legislator selain Dia, tidak ada
siapapun yang mengatur kehidupan manusia, hubungan dengan dunia,
makhluk hidup atau manusia kecuali Allah. Petunjuk, undang-undang, dan
semua sistem kehidpan, norma atau nilai yang mengatur hubungan antara
manusia dengan-Nya.
Karakteristik yang dikemukakan Sayyid Quthb menunjukkan
luasnya jangkauan yang menjadi bidang cakupan pandangan hidup Islam
(Islamic worldview), akan tetapi penggambaran tentang luasnya cakupan
36
pandangan hidup Islam (Islamic worldview) menjadikan kurang detail.
Untuk melengkapi gambaran pandangan hidup Islam (Islamic worldview).
Perlu juga dihadirkan pandangan Syed Muhammad Naquib
al-Attas.18 Menurutnya, pandangan hidup Islam (Islamic worldview)
mempunyai elemen penting yang menjadi karakter utamanya. Elemen
penting pandangan hidup Islam (Islamic worldview) itu digambarkan
dalam poin-poin berikut ini:
Pertama: Dalam pandangan hidup Islam (Islamic worldview),
realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika
terhadap dunia yang nampak visible world dan yang tidak nampak
invisible world. Sedangkan pandangan Barat terhadap realitas dan
kebenaran. Terbentuk berdasarkan akumulasi pandangan terhadap
kehidupan kultural, tata nilai, dan berbagai fenomena sosial. Meskipun
pandangan ini tersusun secara koheren, tapi sejatinya bersifat artificial.
Pandangan ini juga terbentuk secara gradual melalui spekulasi filosofis
dan pemenuan ilmiah yang terbuka untuk perubahan. Spekulasi yang terus
berubah itu Nampak dalam dialektika yang bermula dari thesis kepada
antithesis, dan kemudian synthesis. Juga dalam konsep tentang dunia,
mula-mula bersifat God centered. Perubahan-perubahan ini tidak lain dari
adanya worldview yang berdasarkan pada spekulasi yang terus berubah
karena perubahan kondisi social, tata nilai, agama, dan tradisi intelektual
Barat.
37
Kedua: Pandangan hidup Islam (worldview) bercirikan pada
metode berfikir yang tauhid integral. Artinya, dalam memahami realitas
dan kebenaran pandangan hidup Islam (Islamic worldview) menggunakan
metode yang tidak dikotomi, yang membedakan antara objektif dan
subjektif, historis-normatif, tekstual-kontekstual dan sebagainya. Sebab
dalam Islam, jiwa manusia itu bersifat kreatif dan dengan persepsi,
imaginasi, dan intelegensinya ia berpartisipasi dalam membentuk dan
menerjemahkan dunia indera dan pengalaman inderawi, serta dunia
imajinasi. Karena worldview yang seperti itulah, tradisi intelektual di Barat
diwarnai oleh munculnya berbagai sistem pemikiran yang berdasarkan
pada materialism, pragmatism, dan lain-lain. Akibatnya, di Barat dua
kutub metode pencarian kebenaran tidak pernah ketemu dan terjadilah cul
de sac.
Ketiga: Pandangan hidup Islam (Islamic worldview)
bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama dan didukung
oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah
sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan
kesejarahan untuk menentukan posisi dan peran historisnya. Subtansi
agama seperti; nama, keimanan, dan pengalamannya, ritus-ritus, doktrin
serta sistem teologisnya telah ada dalam pentas sejarah, Islam telah
“dewasa” sebagai sebuah sistem dan tidak memerlukan pengembangan. Ia
hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber
38
worldview) adalah otentisitas dan finalitas. Lalu apa yang Barat disebut
klasifikasi dan periodesisasi pemikiran, seperti periode klasik, pertengahan
modern, dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam.
Periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen
mendasar dalam worldview dan sistem nilai mereka.
Keempat: Elemen-elemen pandangan hidup Islam (Islamic
worldview) terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep
penciptaan-Nya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama,
konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan.
Elemen-elen mendasar yang kontekstual inilah yang menentukan bentuk
change (perubahan), development (perkembangan) dan progress
(kemajuan) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang
pemersatu yang meletakkan sistem makna, standar tata kehidupan, dan
nilai dalam suatu kesatuan sistem yang koheren dalam bentuk worldview.
Kelima: Pandangan hidup Islam (Islamic worldview) memiliki
elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan. Konsep
Tuhan dalam Islam adalah sentral dan tidak sama dengan konsep-konsep
yang terdapat dalam tradisi keagamaan lain, seperti dalam tradisi filsafat
Yunani dan Hellenisme, tradisi filsafat Barat, atau tradisi mistik Timur dan
Barat sekaligus. Kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep
Tuhan antara Islam dan tradisi lain tidak dapat dibawah kepada
kesimpulan adanya satu Tuhan universal, sebab sistem konsektualnya
39
B. Pandangan Dunia (WorldView) Dalam Wacana Tokoh Atheis
Karl Marx menganggap agama sebagai salah satu suprastruktur yang tidak
dapat membangkitkan kesadaran sosial, namun hanya sebagai refleksi produksi
yang dapat menghambat kemajuan. Pandangan Karl Marx mengenai agama
tersebut merupakan konsekwensi dari kepercayaannya akan kebenaran
materialisme yang menyangkal adanya Tuhan. Lebih jauh, Karl Marx berpendapat
bahwa akal adalah refleksi materi dan bukan sebaliknya, bahwa materi adalah
refleksi bagi akal sebagaimana yang dikatakan oleh Hegel. Akal, menurut Marx,
adalah cermin yang memantulkan alam materil. Sedangkan kehidupan secara
keseluruhan adalah materi dan tidak ada