• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA."

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF HAMKA

SKRIPSI

Oleh :

MOH. AFIF EFENDI NIM. D71213117

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Moh. Afif Efendi

NIM : D71213117

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam E-mail address : effendy.afif0@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

 Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………) yang berjudul :

Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 8 Agustus 2017

Penulis

( Moh. Afif Efendi )

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

(6)

ABSTRAK

Judul : Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA

Nama : Moh. Afif Efendi

NIM : D71213117

Pembimbing I & II : Dr. H. Amir Maliki Abitolkha, M.Ag dan Drs. H. Achmad Zaini, MA

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimana konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan degradasi moral para anak-anak remaja dan krisis panutan di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini. Oleh karena itu perlunya meneliti tokoh yang menjadi panutan dan pemikiran-pemikiran tentang budi pekerti agar menghasilkan bibit-bibit penerus bangsa yang berbudi pekerti luhur.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya pendekatan dengan melalui pemikiran pendapat para ahli atau fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi. Sementara untuk teknik analisis datanya menggunakan analisis isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik.

Tokoh yang dipilih ialah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disebut dengan HAMKA atau Buya Hamka. Beliau adalah sosok ulama’ dan pujangga yang masyhur di Indonesia dan Malaya. Lika-liku kehidupan HAMKA patut untuk ditelaah lebih lanjut. Karena dari lika-liku kehidupan beliau, HAMKA dapat menerbitkan puluhan karya dan pengakuan dari masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar negeri. Adapun karya-karyanya yang berkaitan dengan budi pekerti ialah Akhlaqul Karimah, Lembaga Budi, Falsafah Hidup, Pelajaran Agama Islam, dan karya monumentalnya yakni Tafsir Al-Azhar.

Konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA ialah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan Akal. Tujuan dari

pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA ialah menggapai i’tidal

(keseimbangan jiwa) yang dicapai dengan mengembangkan empat faktor, yakni

syaja’ah, ‘iffah, hikmat, dan ‘adalah. Metode yang menonjol dari pendidikan budi perpektif HAMKA ialah metode keutamaan, metode keteladanan, metode live in, dan metode pembiasaan. Evaluasi yang paling mengena untuk pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA ialah muhasabah (evaluasi diri).

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGATAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 9

F. Definisi Operasional ... 13

G. Metode Penelitian ... 16

H. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II KAJIAN TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ... 23

B. Landasan Pendidikan Budi Pekerti ... 33

1. Landasan Hukum ... 34

2. Landasan Religius ... 34

3. Landasan Psikologis ... 36

4. Landasan Sosiologis ... 36

(8)

D. Materi Pendidikan Budi Pekerti ... 38

1. Budi Pekerti Terhadap Allah SWT ... 39

2. Budi Pekerti Terhadap Sesama Manusia ... 40

3. Budi Pekerti Terhadap Alam ... 45

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budi Pekerti ... 46

1. Naluri (Insting) ... 46

2. Keturunan ... 47

3. Lingkungan ... 48

F. Metode Pendidikan Budi Pekerti ... 52

1. Metode Keteladanan ... 53

2. Metode Pembiasaan ... 54

3. Metode Ceramah ... 56

4. Metode Nasihat... 56

5. Metode Live In... 57

6. Metode Ibrah ... 57

7. Metode Kisah Qur’ani Dan Nabawi ... 58

8. Metode Motivasi Dan Intimidasi ... 58

G. Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti ... 59

1. Evaluasi Dengan Penilaian Kuantitatif... 60

2. Evaluasi Dengan Penilaian Kualitatif... 64

BAB III BIOGRAFI SOSIAL HAMKA A. Riwayat Hidup HAMKA ... 76

B. Riwayat Pendidikan HAMKA ... 83

C. Riwayat Kerja Dan Karier HAMKA ... 91

D. Karya-Karya HAMKA ... 93

1. Bidang Sastra ... 93

2. Bidang Agama Islam ... 95

3. Karya-Karya Lain ... 98

(9)

1. Pemikiran HAMKA Tentang Akidah Tauhid ... 100

2. Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan ... 102

3. Pemikiran HAMKA Tentang Politik ... 103

4. Pemikiran HAMKA Tentang Sastra... 105

5. Pemikiran HAMKA Tentang Tasawuf... 106

6. Pemikiran HAMKA Tentang Tafsir al-Qur’an ... 108

7. Pemikiran HAMKA Tentang Budi Pekerti ... 109

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF HAMKA A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA ... 112

B. Landasan Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA ... 115

1. Al-Qur’an Dan al-Sunnah ... 116

2. Akal ... 121

C. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA ... 123

D. Materi Pendidikan Budi Pekerti Perpsektif HAMKA ... 126

1. Budi Pekerti Terhadap Allah SWT ... 126

2. Budi Pekerti Terhadap Sesama Manusia ... 129

3. Budi Pekerti Terhadap Alam ... 133

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budi Pekerti ... 135

1. Hikmat ... 135

2. Syaja’ah ... 136

3. ‘Iffah ... 136

4. ‘Adalah ... 137

F. Metode Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA... 137

1. Metode Keutamaan... 137

2. Metode Pembiasaan ... 139

3. Metode Keteladanan ... 140

4. Metode Live In... 141

(10)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 144 B. Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA

(11)

[image:11.595.134.486.236.560.2]

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 67

2.2. Format Pedoman Wawancara ... 67

2.3. Format Daftar Cek ... 72

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa (the founding father) menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Tantangan yang pertama adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat. Tantangan yang kedua adalah membangun bangsa. Dan tantangan yang ketiga adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep negara bangsa (nation-state) dan pembangunan karakter bangsa (nation and character building). Pada implementasinya kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untuk membangun bangsa dan karakter. Kedua hal terakhir itu terbukti harus diupayakan terus-menerus, tidak boleh putus di sepanjang sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia.1 Dn dalam hemat penulis, salah satu langkah untuk membangun bangsa dan karakter ialah dengan pendidikan.

Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai dengan pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra memberikan pengertian tentang “pendidikan” adalah merupakan suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk

1

(13)

2

menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.2

Di samping itu penddikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik, mental, dan moral bagi individu- individu, agar mereka mejadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam, sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.3

Bangkitnya dunia pendidikan yang dirintis oleh Pahlawan kita Ki Hajar Dewantara untuk menentang penjajah pada masa lalu, sungguh sangat berarti apabila kita cermati dengan seksama. Untuk itu tidak terlalu berlebihan apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini, sebagai bentuk refleksi perhargaan sekaligus bentuk penghormatan yang tiada terhingga kepada para perintis kemerdekaan dan pahlawan nasional. Di samping itu, betapa jiwa nasionalisme dan kejuangannya serta wawasan kebangsaan yang dimiliki para pendahulu kita sangat besar, bahkan rela

2

Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasuonal: Rekonstruksi Dan Demokratisasi, (Jakarta: Kompas, 2002), h. 8.

3

(14)

3

berkorban demi nusa dan bangsa. Namun perkembangannya sekarang ini sangat ironis. Banyak para pemuda kita yang tidak memiliki jiwa besar, bahkan sangat mengkhawatirkan.

Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional kita masih jauh dari harapan, apalagi untuk mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif, pendidikan nasional memiliki banyak kelemahan mendasar. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik, melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and character buliding), bahkan terjadi adanya degradasi moral.4

Contoh konkrit dari degradasi moral adalah maraknya seks bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba, tawuran pelajar, perederan foto dan video porno pada kalangan pelajar. Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M. Masri Muadz, 63% remaja Indonesia melakukan seks bebas pada tahun 2008.5 Tidak hanya menjangkiti pelajar sekolah dasar dan menengah, di perguruan tinggi hal yang sama juga terjadi. Hal yang amat memprihatinkan di samping fenomena mencontek di kalangan mahasiwa adalah hilangnya rasa malu dan berkembangnya plagiarisme pada sejumlah mahasiswa tingkat akhir. Di

4

Ibid., h. 49-50.

5

(15)

4

sebuah perguruan tinggi ternama terungkap disertasi seorang promovendus mencontek skripsi hasil karya mahasiswa bimbingannya. Tragisnya bahkan seorang yang telah menyandang jabatan guru besar terbukti melakukan plagiarisme. Sementara itu telah terjadi rahasia umum bahwa ada dosen di perguruan tinggi tertentu yang dapat dengan mudah memberikan nilai A jika mahasiswa yang akan ujian semester mau membayar sejumlah uang.6

Menurut penulis sendiri, sebenarnya masih banyak contoh-contoh degradasi moral dan tidak hanya menjangkiti para pelajar dan akademisi, tetapi juga para politisi dan beberapa masyarakat biasa. Hal ini menurut penulis dikarenakan kurang seriusnya penerapan pendidikan budi pekerti dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan budi pekerti. Ditambah lagi, Indonesia kekurangan sosok yang dapat dijadikan teladan dalam bidang budi pekerti.

Sesungguhnya pendidikan budi pekerti selama ini telah diterapkan lewat pendidikan agama, khususnya pendidikan agama Islam, di sekolah- sekolah telah diberikan dalam berbagai aspek, yakni keimanan, ibadah,

syari’ah, akhlak, al-Qur’an, mua’malah dan tarikh. Di dalam materi yang terkait langsung dengan pendidikan budi pekerti adalah akhlak. Dengan demikian pendidikan akhlak secara langsung berhubungan dengan pendidikan budi pekerti.7

6

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Ibid, h. 5.

7 Su’adah,

Pendidikan Budi Pekerti: Integrasi Nilai Moral Agama Dengan Pendidikan Budi

(16)

5

Disebabkan karena berbagai faktor, maka aktualisasi pendidikan agama di sekolah belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Hal ini disebabkan antara lain pertama, Pendidian Agama terlalu kognitif, pendekatan yang dilakukan terlalu berorientasi pengisisn otak, memberi tahu mana yang baik dan mana yang buruk, yang sepatutnya dilakukan dan yang tidak sepatutnya, dan seterusnya. Aspek afektif dan psikomotornya tidak tersinggung, kalaupun terseinggung sangat kecil sekali, kedua, problema yang bersumber dari anak itu sendiri, yang datang dari latar belakang keluarga yang beraneka ragam yang sebagaian ada yang sudah tertata dengan baik akhlaknya di rumah dan ada yang belum. Ketiga, terkesan bahwa tanggungjawab pendidikan agama tersebut berada di pundak guru agama saja. Keempat, keterbatasan waktu yang tersedia dengan bobot materi pendidikan agama yang dicanangkan.8

Orientasi pendidikan nasional yang cenderung melupakan

pengembangan dimensi nilai (affective domain) telah merugikan peserta didik secara individual maupun kolektif. Tendensi yang muncul adalah, peserta didik akan mengetahui banyak tentang sesuatu, namun ia menjadi kurang memiliki sistem nilai, sikap,minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahui. Anak akan mengalami perkembangan intelektual tidak seimbang dengan kematangan kepribadian sehingga

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/article/download/545/488, tanggal 9 Mei 2017, pukul 22.34 WIB.

8 Su’adah,

Pendidikan Budi Pekerti: Integrasi Nilai Moral Agama Dengan Pendidikan Budi

(17)

6

melahirkan sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya dan rentan mengalami distorsi nilai. Sebagai dampaknya, peserta didik akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari belum begitu kokoh.9

Bercermin pada keterbatasan upaya lembaga pendidikan dalam membekali nilai-nilai moral peserta didik selama ini telah mengilhami munculnya komitmen dari sejumlah kalangan untuk memberikan pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti sebagai bagaian yang memperkaya pendidikan agama bertujuan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti.10 Hal ini selaras dengan tujuan penting dari pendidikan Islam yaitu mencetak/ mencapai suatu akhlak budi pekerti yang mulia dan sempurna, karena ruh dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak.11

Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba mempelajari pemikiran Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) Sebagai salah satu tokoh

serta ulama’ besar di Minangkabau. Kajian ini bertujuan mengetahui pemikirannya dalam bidang pendidikan budi pekerti bagi masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Terlebih bahwa beberapa pemikiran HAMKA

9

Suyanto dan Jihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium Ketiga, (Yogyakarta: Adi Cita Karya, 2000), h. 153.

10

Haidar Putra Dauly, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indoenesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 220.

11

(18)

7

tentang pendidikan budi pekerti yang ada dalam buku karangan beliau sendiri disana banyak menyatakan bahwa segala bentuk pemikirannya tentang pendidikan adalah lebih menekankan pada pendidikan budi pekerti atau akhlaq al-karimah, sehingga dalam hal ini penulis ingin lebih mengetahui secara lebih jauh beberapa pendapat HAMKA yang ia kemukakan mengenai pendidikan budi pekerti.

Beberapa alasan yang menjadi tolak ukur untuk meneliti pemikiran HAMKA adalah beliau bukan hanya seorang ilmuan maupun sastrawan,

melainkan sesosok ulama’ di era modern yang banyak memberikan

kontribusi bagi pengembangan peradaban dan munculnya dinamika intelektualitas masyarakat (Islam). Ia merupakan sosok ulama’ yang dengan gigih berupaya mengubah pola hidup tradisionalis kepada pola hidup

dinamis dan rasional, ia juga merupakan sosok pendidik umat dan ulama’

yang memiliki keluasan ilmu. Selain itu secara umum karya-karyanya merupakan sintesis dari perkembangan pola pendidikan yang dilaksanakan umat manusia Islam pada waktu itu (Masyarakat Minangkabau).12

Keistimewaan buku-buku yang dikarang beliau adalah pemikirannya tidak hanya berlaku di zamannya, namun masih sangat kontekstual di masa kini. Produktivitas gagasannya di masa lalu sering menjadi inspirasi dan rujukan gagasan-gagasan kehidupan di masa kini. Keutamaan budi, itulah tujuan yang akhir. Menyingkirkan diri dari kebinatangan, itulah cita-cita yang mulia. Bukit itulah yang didaki orang budiman, setengah jatuh dan

12

(19)

8

setengah bangun, ada yang tidak tahan, ada yang lemah kakinya, lalu terjatuh dan tidak bangun lagi. Ada pula yang tegak kembali, dan melangkah terus perlahan-lahan tapi pastinya, tidak mengenal putus asa. Hidup berbudi itu tujuan kita, kata Prof. Dr. Hamka : Diribut runduklah padi, Dicupak Datuk Temanggung; Hidup kalau tidak berbudi, Duduk tegak ke mari canggung.13

Berdasarkan hal tersebut merupakan alasan yang mendasar bagi penulis ingin membahas permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul

“Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif HAMKA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus masalah yang akan diteliti adalah bagaimana konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat ditarik tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

a. Mendapatkan data dan fakta yang sesuai mengenai pokok-pokok konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA sehingga dapat

13

(20)

9

menjadi solusi alternatif untuk permasalahan pendidikan budi pekerti di Indonesia.

b. Memberikan kontribusi pemikiran bagi pendidikan Islam berupa konsep pendidikan budi pekerti sehingga bisa memberikan gambaran ide bagi para pemikir pemula.

2. Kegunaan praktis

a. Bagi Fakultas Tarbiyah (UIN Surabaya), dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai pustaka bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang konsep pemikiran cendikiawan Islam Indonesia.

b. Bagi penulis, sebagai bahan latihan dalam penulisan ilmiah sekaligus memberikan tambahan khazanah pemikiran konsep pendidikan budi pekerti.

3. Pengembangan keilmuan

Sebagai acuan, bahan reflektif dan konstruktif dalam

pengembangan keilmuan di Indonesia,khususnya pengembangan keilmuan pendidikan Islam yang didalamnya juga mencakup pendidikan budi pekerti.

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

(21)

10

Skripsi yang ditulis oleh Maryati, yang berjudul Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hadjar Dewantara Dan Relevansinya Dengan

Pendidikan Akhlak Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.14 Dalam skripsi tersebut menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pengajaran dan bukan konep yang bersifat teoritis sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya, dan bukan pula pendidikan budi pekerti dalam arti mengajar teori tentang baik buruk, benar salah, dan seterusnya. Tujuan dari pendidikan budi pekerti Ki Hadjar Dewantara ialah untuk memanusiakan manusia dan untuk mengembangkan potensi yang tersimpan dalam diri manusia. Dan pendidikan budi pekerti Ki Hadjar Dewantara sejatinya relevan dengan akhlak dalam Islam.

Skripsi yang ditulis oleh Taifurrohman, yang berjudul Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Ibn Miskawah, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam skripsi tersebut menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kebahagiaan yang sejati dan sempurna.15

14

Maryati, Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hadjar Dewantara Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Akhlak Islam, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011.

15

(22)

11

Skripsi yang ditulis oleh Nurul Farida Paraswati, yang berjudul Upaya Penerapan Kedisiplinan Dalam Pembentukan Karakter Islam Siswa Di

SMAN 1 Wringinanom Gresik, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam skripsi tersebut menyimpulkan bahwa penerapan kedisiplinan di SMAN 1 Wringinanom Gresik berkembang cukup baik. Metode kedisiplinan yang dipakai menggunakan metode poin. Sebab saat sekolah menggunakan metode tersebut, siswa berubah, takut, dan menjadi taat pada tata tertib sekolah SMAN 1 Wringinanom Gresik. Karena pihak sekolah telah sepakat bahwa jika siswa mendapat poin sampai 20, maka siswa yang bersangkutan akan mendapat surat dari pihak sekolah yang berisikan panggilan utnuk oprang tua siswa yang melanggar aturan. Siswa yang takut akan hukuman yang telah diberikan oleh pihak sekolah, maka lebih mudah pula siswa terbentuk karakter Islamnya.16

Skripsi yang ditulis oleh Solikha Karimah, yang berjudul Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kontrol Diri Siswa Dari

Pengaruh Negatif (Studi Kasus Kenakalan Remaja Di SMP Raden Rahmat

Surabaya), Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam skripsi tersebut menyimpulkan bahwa kondisi kontrol diri siswa sangat buruk terbukti dengan banyaknya siswa yang terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan tidak sesuai dengan

16

(23)

12

norma yang berlaku, seperti berperilaku negatif, suka berbicara kotor, dan bertengkar. Jadi guru pendidikan agama Islam berupaya untuk meningkatkan kontrol diri siswa dengan cara :

1. Menjadi imam dan pengontrol dalam setiap sholat berjama’ah.

2. Selalu mengingatkan dan menegur perilaku siswa yang menyimpang. 3. Menerapkan peraturan tersendiri dan tegas di dalam kelas,

4. Mengajar dengan aktif dan menyenangkan.

5. Bekerjasama dengan organisasi siswa intra sekolah untuk menerapkan peraturan.

6. Mengajak siswa untuk selalu membaca surah Al- Fatihah ketika akan memulai pelajaran dan mengakhiri pelajaran.17

Skripsi yang ditulis oleh Aminatuz Zuhriyah, yang berjudul Pengaruh Interaksi Sosial Antara Guru Dengan Siswa terhadap Pembentukan Akhlak

Siswa Di SMPN 4 Surabaya, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam skripsi tersebut menyimpulkan bahwa interaksi sosial antara guru dengan siswa memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap variabel pembentukan

17

(24)

13

akhlak di SMPN 4 Surabaya karena hasil Adjusted R Square hanya sebesar 6%.18

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan secara operasional tentang apa yang dimaksud dari beberapa istilah dalam karya tulis ini agar tidak terjadi kerancuan makna atau salah persepsi.

Untuk memudahkan agar pembaca mengerti maksud yang terkandung di dalam judul skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan tentang beberapa bagian kata atau kalimat yang ada di dalamnya. Adapun uraiannya sebagai berikut :

1. Konsep

Kata konsep berasal dari bahasa Inggris, conceptual yang berarti pengertian, atau conception yang berarti gambaran.19 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konseo ialah rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.20

2. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku

18

Aminatuz Zuhriyah, Pengaruh Interaksi Sosial Antara Guru Dengan Siswa terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Di SMPN 4 Surabaya, Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

19

John M. Elchos dan Hasan Shadiq, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 185.

20

(25)

14

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik.21 Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.22

3. Budi Pekerti

Budi adalah alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk, sedangkan pekerti adalah perangai, tabiat, akhlak, watak.23 Sedangkan menurut Ahmad Fawa’id Syadzili, budi pekerti ialah tata cara berperilaku dan berhubungan dengan orang lain.24 Dan menurut HAMKA, budi pekerti ialah Budi pekerti adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran.25

21

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), ed.. Ke-3, cet. Ke-3, h. 263.

22

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 4.

23

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), ed.. Ke-3, cet. Ke-3, h. 170.

24

Ahmad Fawaid Syadzili, Ensiklopedi Tematis al-Qur’an, (Jakarta: Kharisma Ilmu, 2005), h. 7.

25

(26)

15

Definisi budi menurut HAMKA sama dengan pengertian akhlak menurut Ibnu Miskawaih dan Al-Ghazali. Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak ialah keadaan jiwa yang mengajaknya untuk melakukan perbuatan tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Sedangkan menurut Al-Ghazali, akhlak ialah keadaan jiwa yang tetap pada diri manusia yang daripadanya timbullah perbuatan- perbuatan dengan mudah dan tidak perlu berfikir (terlebih dahulu).26

Jadi menurut penulis, definisi budi pekerti dan akhlak ialah sama-sama kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

4. Pendidikan Budi Pekerti

Program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap), tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah psikomotorik (keterampilan).27

Dari uraian di atas, maka maksud konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA menurut penulis ialah rancangan program pengajaran yang bertujuan mengembangkan budi pekerti atau akhlak yang meliputi

26Ali Mas’ud,

Akhlak Tasawuf, (Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), h. 2.

27

(27)

16

pengertian pendidikan budi pekerti, dasar dan tujuan pendidikan budi pekerti, materi pendidikan budi pekerti, metode materi pendidikan budi pekerti, dan penilaian materi pendidikan budi pekerti menurut sudut pandang HAMKA.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang diterapkan oleh peneliti menggunakan beberapa metode yang relevan untuk mendukung dalam pengumpulan data dan penganalisan data. Yang meliputi :

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu sutau pendekatan yang digunakan untuk mengolah data tanpa menggunakan hitungan angka (statistik), namum melalui pemaparan pemikiran pendapat para ahli atau fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.28

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research

yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.

28

(28)

17

2. Sumber data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah karya-karya yang ditulis sendiri oleh tokoh yang diteliti. Dalam penelitian ini data primer yang digunakan adalah buku yang merupakan karya HAMKA seperti:

a. Akhlaqul Karimah

b. Lembaga Budi

c. Falsafah Hidup

d. Tasawuf Modern

e. Pandangan Hidup Muslim

f. Dari Hati Ke Hati Tentang Agama, Sosial Budaya, Politik g. Pelajaran Agama Islam

h. Tafsir Al-Azhar

Sedangkan yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur baik berupa buku atau tulisan-tulisan tokoh lain yang didalamnya terdapat uraian tentang pemikiran HAMKA tentang pendidikan atau yang lebih khusus lagi tentang pendidikan Akhlak ataupun literatur lainnya yang sesuai dengan pembahasan.

3. Teknik pengumpulan data

(29)

18

itu yang bersumber dari buku atau sumber tertulis lainnya (makalah, artikel, atau laporan penelitian).29 Maka, dalam pengumpulan data penulis menggunakan teknik dokumentasi artinya data dikumpulkan dari dokumen-dokumen baik yang berbentuk buku, jurnal, majalah, artikel maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul yang diangkat penulis tentang pendidikan akhlak bagi peserta didik yaitu sumber primer dari karangan HAMKA sendiri dan juga buku-buku sekunder karangan tokoh-tokoh lainnya.

4. Teknik analisis data

Analisis data merupakan tahap terpenting dari sebuah penulisan. Sebab pada tahap ini dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah penyampaian yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola. kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dirumuskan oleh data.30

Namun sebelum dianalisis, data perlu diuji dengan cara-cara tertentu supaya data dan informasi itu harus merupakan fakta. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.

29

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 17.

30

(30)

19

a. Observasi

Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi (semua fakta, kesaksian, informasi, dan autoritas yang ada yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran) mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Maka penulis atau pengarang perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu. Sesudah mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak.31

b. Kesaksian

Untuk memperkuat evidensinya, pengarang dapat

mempergunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa berikut. Ia coba memancing sebuah fakta yang berada di sekitar peristiwa itu. Yang dimaksudkan kesaksian di sini tidak hanya mencakup apa yang didengar langsung dari seseorang yang mengalami suatu peristiwa, tetapi juga diketahui melalui buku-buku, dikumen-dokumen, dan sebagainya.

c. Autoritas

Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang

31

(31)

20

telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu. d. Konsistensi

Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi kalau evidensi- evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi yang bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain. Bila evidensi itu pertentangan satu sama lain atau saling melemahkan, maka argumentasi itu tidak akan meyakinkan pembaca atau pendengar.32

Adapun teknik analisis penulisan ini adalah Content Analysis atau analisa isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya dikategorisasikan (dikelompokkan) dengan data yang sejenis, dan dianalisis isinya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang kongkrit dan memadai, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.33

Secara keseluruhan langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian analisis isi yaitu: pertama, menentukan permasalahan, karena permasalahan merupakan titik tolak dari keseluruhan penelitian. Kedua, menyusun

32

Ibid.

33

(32)

21

kerangka pemikiran (conceptual atau theoritical framework), dan penelitian deskriptif cukup hanya mengemukakan conceptual definition dengan dilengkapi dimensi dan subdimensi yang akan diteliti. Ketiga, menyusun perangkat metodologi. Keempat, analisis data yaitu analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui perangkat metodologi tertentu. Kelima, interpretasi data yaitu interpretasi terhadap hasil analisis data.34

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini sehingga dapat mempermudah dalam memahami pembahasan yang akan ditulis. Berikut ini sistematikanya:

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini didalamnya terdapat: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian teoritik tentang pendidikan budi pekerti yang meninjau tentang pengertian pendidikan budi pekerti, landasan dan tujuan pendidikan budi pekerti, materi pendidikan budi pekerti, metode pendidikan budi pekerti, dan penilaian pendidikan budi pekerti secara umum.

BAB III : Biografi sosial HAMKA. Mencakup riwayat hidup, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan dan karir, karya-karya dan pemikiran-pemikiran HAMKA.

34

(33)

22

BAB IV : Analisis konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA. Yang meliputi konsep pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA. Mencakup pengertian pendidikan budi pekerti, landasan dan tujuan pendidikan budi pekerti, materi pendidikan budi pekerti, metode pendidikan budi pekerti, dan penilaian pendidikan budi pekerti perspektif HAMKA.

(34)

BAB II

KAJIAN TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Pada bab II ini akan dijelaskan hasil kajian teoritik tentang pendidikan budi pekerti. Untuk selanjutnya akan dijelaskan lebih detail pengertian pendidikan budi pekerti, landasan pendidikan budi pekerti, tujuan pendidikan budi pekerti, materi pendidikan budi pekerti, metode pendidikan budi pekerti, dan evaluasi pendidikan budi pekerti secara umum.

A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

Meskipun barangkali sebagaian diantara kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi ketika pendidikan tersebut diartikan dalam satu bahasan tertentu, maka terdapatlah bermacam-macam pengertian yang diberikan. Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani yakni

pedagogiek” yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan “education” yang berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.35 Sedangkan menurut KBBI, pendidikan ialah pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik.36

Sedangkan menurut terminologi, banyak tokoh yang mengartikan pendidikan antara lain:

35

Hasbullah, ed. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Ibid, h.1.

36

(35)

24

1. Langeveld

Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hiduonya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.37

2. John Dewey

Pendidikan ialah proses pembentukan kecakapan- kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.38

3. J.J. Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.39

4. Driyakarya

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.40

37

Langeveld, Paedagogik Teoritis/Sistematis (Jakarta: FIP-IKIP, 1971), fatsal 5, 5a.

38

Hasbullah, ed. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Ibid, h. 2.

39

Ibid.

40

(36)

25

5. Ahmad D. Marimba

Pendidikan ialah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.41

6. Ki Hajar Dewantara

Pendidikan umunya berarti daya upaya untuk mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tumbuh anak. Dan dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.42

7. HAMKA

Pendidikan ialah upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu mana yang baik dan yang buruk.43

8. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

41

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 19.

42

Ki Hajar Dewantara, Karya Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: MLTM, 1964), h. 14.

43

(37)

26

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.44

Di dalam Islam, ada tiga istilah yang dipakai untuk pendidikan yaitu

tarbiyah”, “ta’dib”, dan “ta’lim”.

1. Tarbiyah (

ً ةَيبْرت

-

ً ري

َبر

)

Menurut Naquib al-Atas, tarbiyah secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi dapat dipakai pada spesies

lain, seperti tanaman dan hewan. Selain itu, “tarbiyah” berkonotasi

material; ia mengandung arti mengasuh, menanggung,

mengembangkan, dan memelihara. Mari kita lihat penggunaan kata tersebut didalam Al-Quran:

ضلف خٱقؼ

قحڅقۆقج څقۃكۉق

ل

مظَٰٱ

قۄلۂ

لډق حٯڛ ٱ

لمبٯر ھكققؼ

څقۃكۉ قح رٱ

لِڅقيٯبقر څقۃ

قڼ

اًۡلغ قص

Artinya : Dan ucapkanlah: "Wahai Allahku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu

kecil". (QS. Al-Israa’ [17]: 24)45

Kata ”tarbiyah” tidak pernah muncul dalam literatur-literatur pendidikan sejak masa Rasulullah SAW sampai khalifah Bani Abbasiyah. Barulah abad modern kata ini mencuat ke permukaan

44

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Ibid,h. 4.

45

(38)

27

sebagai terjemahan dari kata “education” sebagaimana disebutkan

diatas.46

2. Ta’dib

ً)

بْيدأت

ً

ً دْأي

ًً

-

ً َدأ

(

Menurut al-Atas, istilah “ta’dib” lebih cocok dipergunakan untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam.

Pada masa klasik, orang hanya kenal “ta’dib” untuk menunjuk

kepada pendidikan, seperti tersebut dalam hadits Nabi;

...

ىبـْيدْأتًنس ْحاًىِبرًىنبَدأ

Artinya: Allahku telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik.

Pengertian semacam ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam; hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia, baik yang berhubungan dengan Islam maupun tidak menggunakan kata “ta’dib”.

Kemudian ketika para ulama’ menjurus kepada bidang spesialisasi

dalam ilmu pengetahuan, maka pengertian “ta’dib” menyempit; hanya

dipakai untuk menunjuk kasusastraan dan etika (akhlak).

Konsekuensinya, kata “ta’dib” sebagai konsep pendidikan Islam hilang

dari peredaran dan diganti oleh kata “tarbiyah” hingga sekarang.47

46

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 2

47

(39)

28

3. Ta’lim

) مْيلْعت

ً

ًمِلعي

ً

ً-

ًمَلع

(

Kata “ta’lim” dengan kata kerja “’allama” juga sudah digunakan

pada zaman Nabi. Baik dalam Quran, Hadits, atau pemakaian

sehari-hari, kata ini lebih banyak digunakan ketimbang kata ”tarbiyah”.48

Allah berfirman;

قہٯۀقعقؼ

قمقلاقح

قحهڅقۃ س

ق

ۡٱ

ق قل ہكۉ قڧقڛقع ٯہك څقۉٯ كݏ

لډقڽلئٓ

ق قۃ ٱ

لبۢ

ق

أ قظڅقںق

كو

ليۊ

قيل لڙٰ قص ہكتۆكڼ غلإ لح

ه قَكڀٓ قه لحهڅقۃ سقٿلڇ

ناۊك څقق

ٯ

َلإ

هڅق قن قہ ۀلع قَ قڻقۆٰ ق ڈكس

قڊۅ

ق

أ قڻٯۅلإ

هڅقۆقت ۃٯۀقع څقۂ

كہيلۀقع ڿٱ

كہيلڽق

ۡٱ

Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para

Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda

itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". Mereka

menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain

dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya

Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32)49

Dari dua ayat tersebut, M. Tholib memberikan pengertian bahwa ketika malaikat enggan mematuhi perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Adam dengan alasan mereka merupakan makhluk yang baik, sedangkan manusia merupakan makhluk yang masih dipertanyakan kebaikannya, maka Allah SWT memberikan keistimewaan kepada

48

Zakiah Daradjat,dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h. 26

49

(40)

29

Adam dengan memberitahukan nama-nama benda yang terdapat dihadapan

Adam. Setelah itu Allah SWT memperlihatkan benda-benda tersebut kepada para Malaikat agar mereka menyebutkan nama-namanya, ternyata Malaikat tidak dapat menyebutnya.50

Hal ini disebabkan karena mereka tidak tahu nama-namanya walaupun mereka melihat benda-benda tersebut, sebab mereka tidak diberitahu oleh Allah SWT nama-nama benda itu. Para Malaikat dengan jujur menjawab bahwa mereka tidak tahu, mereka pun menjelaskan alasannya yaitu belum diberitahu oleh Allah SWT. Adam AS kemudian diperintahkan oleh Allah SWT menyebutkan nama-nama benda yang telah Allah SWT beritahukan dihadapan para Malaikat, para Malaikat menyadari kekurangannya dihadapan Adam AS dan disaksikan oleh Allah SWT. Selanjutnya Thalib mengatakan bahwa "ta’lim memiliki arti memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu.51

Menurut beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan ialah suatu usaha untuk mengembangkan potensi manusia baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Sedangkan pendidikan budi pekerti menurut Nurul Zuriah ialah program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau

50

M. Thalib, Pendidikan Islam, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, Bandung), h. 15.

51

(41)

30

tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap), tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah psikomotorik (keterampilan).52

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan budi pekerti sebagai sikap dan perilaku sehari-hari baik individu, keluarga, maupun masyarakat, bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku yang dianut dalam bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas, dan kesinambungan masa depan dalam suatu sistem moral dan yang menjadi pedoman perilaku manusia Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan bersumber pada falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama dan budaya.53

Penulis menyimpulkan budi pekerti ialah sifat yang tertanam dalam diri manusia dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berfikir panjang,merenung dan memaksakan diri yang dihasilkan dari kombinasi antara fikiran yang bersumber pada nilai-nilai kemasyarakatan dan nurani yang bersumber pada nilai-nilai wahyu (al-Quran dan Hadits).

52

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 19-20.

53 Su’addah,

Pendidikan Budi Pekerti (Integrasi Nilai Moral Agama Dengan Pendidikan Budi

Pekerti), Jurnal Kependidikan, Vol. II, no. 1 Mei 2014, dilihat di http://ejournal.iainpurwokerto.ac.

(42)

31

Sementara itu, pengertian pendidikan budi pekerti menurut draft

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disusun oleh Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan (Pusbangkurandik) dapat ditinjau secara konsepsional dan operasional yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengertian pendidikan budi pekerti secara konsepsional mencangkup hal-hal sebagai berikut:

a. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang.

b. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perilaku peserta didik agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang (lahir batin, material spiritual, dan individu sosial).

c. Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran,dan latihan serta keteladanan.54

2. Pengertian pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dririnya sebagai bekal masa depannya, agar memilki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan sesama makhluk. Dengan demikian terbentuklah pribadi

54

(43)

32

seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.55

Menurut Pusbangkurandik, pendidikan budi pekerti dikategorikan menjadi tiga komponen yaitu :

1. Keberagamaan, terdiri dari nilai-nilai:

a. Kekhusukan hubungan dengan Allah.

b. Niat baik dan keihklasan. c. Perbuatan baik.

d. Pembalasan atas perbuatan baik dan buruk. 2. Kemandirian, terdiri dari nilai-nilai:

a. Harga diri. b. Disiplin

c. Etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni).

d. Rasa tanggung jawab. e. Keberanian dan semangat.

f. Keterbukaan.

g. Pengendalian diri.

3. Kesusilaan, terdiri dari nilai-nilai: a. Cinta dan kasih sayang.

b. Kebersamaan.

55

(44)

33

c. Kesetiakawanan.

d. Gotong royong.

e. Tenggang rasa.

f. Hormat menghormati.

g. KepaAllah.

h. Rasa malu.

i. Kejujuran.

j. Pernyataan terima kasih dan permintaan maaf (rasa tahu diri).56 Setelah pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti ialah usaha untuk menanamkan pengetahuan tentang kebaikan dan keburukan sehingga bisa membedakan di antara keduanya dan kemudian mencintai setiap kebaikan serta kebaikan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai agama serta moral dan budaya yang tidak bertentangan dengan agama sehingga perbuatan-perbuatan baik mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

B. Landasan Pendidikan Budi Pekerti

Setiap sesuatu idealnya mempunyai landasan yang kuat agar tidak mudah goyah atau rusak karena beberapa hal. Dengan landasan yang kuat, maka sesuatu tersebut dapat berjalan dengan baik57, seperti pendidikan budi

56

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 222.

57

(45)

34

pekerti. Di bawah ini adalah beberapa dasar landasan dari pendidikan budi pekerti (akhlak), yaitu :

1. Landasan Hukum

Landasan dari sisi ini berasal dari peraturan- peraturan perundang-undangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan dan pembinaan akhlak (budi pekerti).

Adapun dasar yuridis pendidikan akhlak (budi pekerti) ini adalah dasar yang bersifat operasional, yaitu dasar yang secara langsung mengatur tentang pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah UU Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 4 dinyatakan bahwa, Pendidikan

nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.58

2. Landasan Religius

Landasan religius adalah landasan yang didapatkan dari norma-norma atau ajaran-ajaran religi atau keagamaan. Di dalam Islam, landasan religius dari pendidikan akhlak (budi pekerti) tertulis dalam

58

(46)

35

ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW, sebagaimana di bawah berikut :

لښكخ

قۊ فقع ڿٱ

ڛك

أقؼ

لڇ

لط ڛكع ڿٱ

لۄقع ضلڛ ع

ق

أقؼ

قيلۀلۉٰ ق

ڿٱ

٩

Artinya: “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan

yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.

(Al-A’raaf [7]: 199)59

څقۃلڈقف

قۄلمۂ يډق حقر

ل ٯلٱ

ۆكڼ ۊق قؼ ہكۉ

ق قڊلن

قڬيلۀقغ څ ًظق قڊ

لچ

ۀقں ڿٱ

ق

ل

ناۊ ٰضقفۅ

قف قڻل ۊقح ۄلۂ

كف عٱ

قؼ ہكۉ ۆقع

ڛلف غقت سٱ

لِ ہكۈ رلؼڅقشقؼ ہكۉ

ق

لڛ

ق

ۡٱ

اقملځقف

ق قل ٯَقۊقتق قڊ ۂقڜقع

ۚلٯلٱ

ٯغلإ

ق ٯلٱ

ٰچل كُ

للمكقۊقتكۃ

ٱ

قي

٩

Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,

dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian

apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada-Nya”. (Q.S. Ali Imran [3]: 159)60

59

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya: Edisi Yang Disempurnakan, Ibid, Jilid III, h. 554.

60

(47)

36

ق ا ْحأْا مراكم امِمت أ تْثعب امَنا

Artinya: “Aku diutus Allah hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti”61

3. Landasan Psikologis

Semua manusia normal akan merasakan dirinya pada perasaan percaya dan mengakui adanya kekuatan dari luar dirinya. Ia adalah zat yang Mahakuasa, tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hal ini nampak terlihat di dalam sikap dan tingkah laku seseorang maupun mekanisme yang bekerja pada diri seseorang. Di sinilah letaknya keberadaan akhlak (budi pekerti), bahwasanya kehidupan berakhlak tidak dapat dipisahkan dari keyakinan agama.62

4. Landasan Sosiologis

Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia harus bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain terkait dengan statusnya manusia sebagai makhluk sosial. Yang mana mempunyai pembawaan untuk hidup bermasyarakat. Agar hubungan antara anggota masyarakat tersebut harmonis, maka tiap-tiap individu harus dapat bersikap dan bertingkah laku toleran, ramah-tamah dan pandai beradaptasi.63

61

HAMKA, Akhlaqul Karimah, Ibid. h. 2.

62

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. Ke-XV, h. 155.

63

(48)

37

C. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Segala bentuk usaha atau kegiatan haruslah punya tujuan agar yang akan dicapai dari usaha atau kegiatan dapat diketahui. Karena usaha atau kegiatan tanpa tujuan akan berjalan tanpa arah. Tujuan merupakan suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education).64 Tujuan adalah

sesuatu yang dituju atau sesuatu yang dicapai. Ia merupakan “dunia cita”

yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan.65

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural dunia pendidikan secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai konteks sosial-budaya yang berbhineka sepanjang hayat.66

Menurut Haidar Putra Dauly, tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur. Dengan kata lain dalam pendidikan budi pekerti nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai nilai akhlak yang

64

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Ibid. h. 49.

65

Zuharaini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, Ibid, h. 159.

66

(49)

38

mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.67

Tujuan pendidikan akhlak menurut Prof. Dr. M. Athiyah al-Abrasyi adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, jujur, dan suci.68

Selanjutnya Drs. Anwar Masyari juga berpendapat bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang baik dan menjauhi perangai-perangai yang jelek, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci, tidak saling mencurigai, serta tidak ada persengketaan di antara hamba Allah.69

Penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan budi pekerti ialah tercapainya budi pekerti atau akhlak yang setinggi-tingginya, dalam pencapainnya tersebut apabila melalui proses yang jelas dan terencana itulah tujuan akhir dari pendidikan budi pekerti itu sendiri.

D. Materi Pendidikan Budi Pekerti

Materi pendidikan budi pekerti ada tiga, yakni budi pekerti terhadap Allah, terhadap sesama manusia, serta terhadap lingkungan. Dalam hal ini ruang lingkup pendidikan budi pekerti (akhlak) tidak berbeda dengan ruang lingkup ajaran Islam yang berkaitan dengan pola hubungannya dengan

67

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Ibid. h. 223.

68

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Ibid, h. 102.

69Anwar Masy’ari,

(50)

39

Tuhan, sesama makhluk dan juga alam semesta.70 Di bawah ini akan dijelaskan akhlak terhadap Allah SWT, terhadap diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap lingkungan.

1. Budi Pekerti Terhadap Allah SWT.

Budi pekerti atau akhlak terhadap Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada tuhan sebagai khalik. Sehingga akhlak kepada

Allah dapat diartikan “Segala sikap atau perbuatan manusia yang

dilakukan tanpa dengan berfikir lagi yang memang seharusnya ada pada diri manusia sebagai hamba kepada Allah SWT.71

Menurut Quraish Shihab, budi pekerti atau akhlak manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT yang memiliki segala sifat terpuji dan sempurna.72

Titik tolak akhlak terhadap Allah SWT. adalah pengakuan dankesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat-sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah.73

70

M. Sholihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, Dan Makna Hidup, (Bandung: Nuansa, 2005), h. 97-98.

71

M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 356.

72

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), cet.Ke-11, h. 261.

73

(51)

40

Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang ada di sekeliling kita adalah mahluk ciptaan Allah yang Maha Kuasa. Kita harus percaya kepada Allah yang menciptakan alam semesta ini, artinya kita wajib mengikuti dan meyakini bahwa Allah Yang Maha Esa itu ada. Kita harus beriman dan bertakwa kepada-Nya dengan yakin dan patuh serta taat dalam menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semua agama mempunyai pengertian tentang ketakwaan, secara umum takwa berarti taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi, kita harus ingat dan waspada serta hati-hati jangan sampai melanggar perintah-Nya.74

Abuddin Nata memberikan empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Karena, pertama, Allah-lah yang telah menciptakan manusia itu sendiri. Kedua, Allah-lah yang memberikan panca indera berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga, Allah-lah yang telah menyediakan segala bahan dan sarana demi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.75

2. Budi Pekerti Terhadap Sesama Manusia a. Terhadap Diri Sendiri

Selaku individu, manusia diciptakan oleh Allah SWT, dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniahnya. Ia diciptakan

74

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Ibid. h. 27.

75

(52)

41

dengan dilengkapi rohani seperti akal pikiran, hati nurani, naluri, perasaan dan kecakapan batiniah atau bakat. Maka berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjalankan perintah Allah SWT dan bimbingan Nabi

Muhammad SAW.76

Manusia memang unik, berbeda dengan makhluk lain karena terdiri dari dua esensi yang menyatu, mono-dualistik, tersusun dari bentuk lahir (khalq) dan bentuk batin (khuluq). Kedua dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan.77

Oleh karena itu, setiap manusia perlu menjaga dan mengembangkan dirinya sendiri, memelihara dua unsur yang dimilikinya itu sekaligus juga mengembangkannya. Memelihara dua unsur tadi tentu tidak hanya dari hawa nafsu semata, melainkan juga dari segala yang membahayakan. Maka manusia mempunyai kewajiban moral terhadap dirinya sendiri, antara lain; memelihara kesucian diri, baik jasmani atau ruhani, memelihara kerapian, menambah pengetahuan dan membina disiplin.78

76

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Ibid, h. 103.

77

Hamzah Tualeka, dkk., Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), cet. Ke-3, h. 113.

78Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf,

(53)

42

b. Terhadap Manusia Lain

Akhlak kepada sesama manusia mempunyai arti sikap atau perilaku baik terhadap sesama manusia. Petunjuk di dalam al-Qur’an terkait hal ini tidak hanya mengenai larangan melakukan hal-hal negatif semisal membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga tentang hal terkecil semisal berkata-kata yang baik, saling mengucapkan salam, berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin.79

Akhlak kepada sesama manusia adalah sikap atau perbuatan manusia yang satu terhadap yang lain. Akhlak kepada sesama manusia meliputi akhlak kepada orang tua, akhlak kepada saudara, akhlak kepada tetangga, akhlak kepada sesama muslim, akhlak kepada kaum lemah, termasuk juga akhlak kepada orang lain yaitu akhlak kepada guru-guru merupakan orang yang berjasa dalam memberikan ilmu pengetahuan. Maka seorang murid wajib menghormati dan menjaga wibawa guru, selalu bersikap sopan kepadanya baik dalam ucapan maupun tingkah laku, memperhatikan semua yang diajarkannya, mematuhi apa yang diperintahkannya, mendengarkan serta melaksanakan segala

79

(54)

43

nasehat-nasehatnya, juga tidak melakukan hal-hal yang dilarang atau yang tidak disukainya.80

Al-Qur’an menjelaskan bagaimana akhlak terhadap manusia lain. Contohnya adalah sebagai berikut :

لبقؼ كػڅٯيلإ

ه ٯَلإ ناهؼكڙكڈ عقت ٯَقأ قڻٰبقر ٰ قَقققؼ

لۄ يق لدٰقو

ڿٱ

ٯۄقغكۀ ڈقي څٯۂلإ ۚڅًۆٰ قس حلإ

قكقڙۆلع

ققبلڽ ڿٱ

ق

َقؼ ي

مطكأ هڅقۃكۉٯ ھكںقت قَقف څقۃكۈ قلل ؼقأ هڅقۃكۈكڙقحقأ

څًۃيلڛ

قڼ ًَ ۊقق څقۃكۉٯ ھكققؼ څقۃكۈ ڛقۉ ۆقت

ضلف خٱقؼ

قحڅقۆقج څقۃكۉق

ل

مظَٰٱ

قۄلۂ

لډق حٯڛ ٱ

لمبٯر ھكققؼ

څقۃكۉ قح رٱ

اًۡلغ قص لِڅقيٯبقر څقۃ

قڼ

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu

mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu t

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 2.1. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Tabel 2.3. Format Daftar Cek
Tabel 2.4. Format Skala Penilaian

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam Pupuh IV,24-29, menurut ajaran Islam merupakan larangan besar, tetapi dalam hal ini titik tolak pendidikan budi pekerti

Pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar penanaman / internalisasi nilai-nilai akhlak / moral dalam sikap dan perilaku manusia peserta didik agar memiliki

Buku untuk siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas IV ini ditulis dalam semangat pendidikan nasional dan semangat pendidikan katolik.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti disusun secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh

Dalam konteks yang lebih luas, Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1997) mengartikan istilah budi pekerti sebagai sikap dan prilaku sehari-hari, baik

Tujuan pendidikan budi pekerti di sini adalah memberikan nasehat-nasehat, materi-materi, anjuran-anjuran yang bisa mengarahkan pada anak akan perbuatan yang baik, disesuaikan

Haidar mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku

Satuan Pendidikan : SDN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas : V Tahun Pelajaran : 2022 / 2023 Capaian Pembelajaran Pada akhir Fase C, pada elemen