WACANA
BERNAS
JOGJA
Euforia
Inilek
hingga
Tiket
Polilik
SEJAK
(ius Dur
menjadiPresi-den
RI
kecrlrpat, katup penyumbat kebebasarr warga Tionghoa terbuka. Paling tidak ada dua kebijakan'pentingyang dikeluarkan oleh Gus Dur terkait dengan keberadaan Tionghoa
di
In-donesia. Pertama, KeppresNo.
6Tahun 2000 yang mencabut Inpres
No.
14Tahun
1967. Dalam inpresyang dikeluarkan oleh pen-euasa Orde
Baru
ini
dinyatakan bahwa segalawujud budaya dan tradisi Tionghoa
seperti Tahun Baru Imlek, pertunjukan
wayang potehi,
barongsai,
dan sebagainya hanyaboleh
dirayakan di kalangan keluarga di dalam rumahatau kelenteng.
Kedua, Gus
Dur juga
meng-umumkan Tahun Baru Imlek sebagaihari
libur
nasional fakultatif. Tidak lama kemudian Tahun Baru Imlekditetapkan sebagai hari
libur
nasio-nal,
sebagaimanahari
rayaagama-a-eama lainnya melalui Keppres No.
19 Tahun
2ffi2
yang ditandatanganioleh Presiden Megawati
Soekamo-putri. Pada masa Reformasi
ini
pulaKonghucu
diakui
sebagai agama keenamdi
Indonesia sehinggake-bebasan
bagi
para
pemeluknya untuk beribadah lebih terjamin.Kebijakan Gus
Dur
ini
sangat bertolak belakang dengan perlakuandiskriminatif
yang diterapkan olehrezim
OrdeBaru.
Saatini
hingar-bingar dan gegap-gembita perayaanTahun
Baru Imlek
sangat terasa.Bahkan menariknya setelah Tahun Baru Imlek resmi dinyatakan sebagai
hari libur
nasional, banyak warga bukan Tionghoa ikut pula menikmati kemeriahannya.Tentu
suasana inijauh
berbeda
bila
dibandingkandengan masa Orde Baru.
Melalui
kebijakan diskrirrrinatifdan asimilasi yang dipaksakan, Orde
Baru telah menjerumuskan
masya-rakat Tionghoa menjadi economic
animal yang
memiliki
sifat apolitisdan
asosial. Masyarakat Tionghoa merasa sebagai outsider yang pada akhirnya semakin menutupdiri
dancenderung memposisikan
dirinya
secara eksklusif dalam masyarakat. Sikap apolitis dan asosial ini akhirnya
menjadi turun-temurun.
dan
selalumuncul perasaan curiga dalam
diri
warga Tionghoa
sendiri
bahwadirinya
akan selalu mendapat per-lakuan diskrimin4tif dari orang lain.Maka
generasi baru Tionghoake-Oleh:
Hendra
Kurniawan
Kamis Wage,
30
Januari 2014
HALAlllAtil4
Tionghoa bisa berjaya
memenang-kan
pemilukada.Maka di,tingkat
nasional, pencalonan Wiranto-Hari
Tanoesoedibjo sebagai
presiden danwakil
presiden merupakan hal baru. Majunya Hary Tanoesoedibjo,seorang
Tionghoa
bermarga Tan, se$agaiwakil
presiden dapatmen-jadi
suatu test casepolitik
pertamabagi
partisipasi
politik
Tionghoapada
tingkat
nasional.,
Kontribusi
menarik
Populasi masyarakat Tionghoa
di
Indonesia memang tidak banyak. Akan tetapi petludiperhatikan bahwademokrasi bukanlah
monopoli
mayoritas. Partisipasi
politik
kaumminoritas
yang
dilakukan
secara demokratis justru memberikankon-tribusi
yang menarik dan memberiwarna dalam proses demokratisasi itu sendiri. Meskipun tentu sajatidak rnudah dan banyak tantangan bagi
'
warga Tionghoa yang hendak terjun ke duniapolitik.
Keberadaan kaderpolitik
Tionghoadi
tengahmasya-rakat tentu inembuat mereka tidak
hanya dipilih untuk mewakili kelom-poknya namun harus mampu
menye-rap aspirasi masyarakat lintas etnis.
Keterlibatan secara
aktif
dalampolitik
praktis bagi warga Tionghoabukan sekedar
untuk
menunjukkan eksistensi, namunjuga
luapanke-beba'san setelah sekian lama potorsi
dan kemampuan mereka
tidak
ter-aktualisasikan. Oleh karena itu, negara sebagai penyelenggara pemerintahanharus menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan
tidak
melakukan praktik-praktik
diskiminasi
terhadap etnis maupun kelornpok apa ppa. Kemajemukan diIndonesia merupakan suatu
kenyata-an ykenyata-ang tidak
dapat dipungkiri.
Keanekaragaman agama, suku, dan budaya hendaknya dipahami sebagai
kekayaan bangsa.
Maka
memberi tempat bagi berkembangnya tiap+iap agama, suku, dan budaya merupakanwujud kesadaran untuk "menjadi In-donbsia" sesungguhnya
yang
ber-Bhinneka Tun-egal lka.Akhirnya saya ucapkan: Selamat
Tahun Baru
Imlek
2565!Xin
Nian Kuai Le, Wan Shi Ru Yi,'Xen Ti JianKang, Gong
Xi
Fa
Cai! ***
.*
Hendra Kurniawan
MPd,'boserr
Pendidikan Sejarah
IJniversitus'Sana.ta
Dlnrma
Yogyaka,rta. banyakan lebih memilih profesi yangmenurut mereka "aman" dan "sesuai
jatah" seperti pedagang, pengusaha, pegawai bank, pemborong, dan
se-jenisnya. Mereka
tidak melirik
pe-kerjaan sebagai guru, PNS, pejabat pemerintahan, polri, maupun militer.Partisipasi
politik
Sejak zaman kejayaan
Nusan-tara,
masyarakatTionghoa
telah turut mewarnai kehidupan bernegarasaat
itu.
Tionghoa
merupakanbagian
dari
entitas keban-9saanIn-donesia seperti halnya suku bangsa
lainnyd.
Di
era reformasi sekarangini, dengan hak dan kewajiban yang sama, warga Tionghoa mulai berani
terjun ke berbagai bidang termasuk
politik. Keterbukaan dan penerimaan masyarakat terhadap hal
ini
menun-jukkan
kedewasaandalam
hidupberbangsa
dan
bernegara.Thung Ju Lan (2010) mengemu-kakan bahwa setelah Peristiwa 1998
bermunculan berbagai perkumpulan masyarakat Tionghoa, seperti
!er-himpunan
Indonesia
Tionghoa
(INTI)
dan Paguyuban Sosial MargaTionghoa (PSMTI). Belum
lagi
perkumpulan sejenis yang sifatnya lokal. Pada ranah politik j uga muncul
beberapa
partai Tionghoa
yaitu
Partai Reformasi Tionghoa Indone-sia (Parti), Partai Pembauran Indo-nesia (Parpindo), dan Partai
Bhin-neka Tunggal Ika (PBI) yang berhasil menjadi partai peserta Pemilu 1999.
Partisipasi warga
Tionghoa
dalam kehidupan bemegara makin
dipertegas. Pada masa
pemerin-tahanSBY
lahirlahUU
Kewarga-negaraan lndonesia yang baru No.l2Tahun 2006. UU ini menempatkan
warga Tionghoa dalam persamaan
dan
kesetaraan dengan wargane-gara
lain
dalam
kehidupan
ber-bangsa
dan
berne-eara.Selain
ituhubungan .warga Tionghoa dengan warga Indonesia lainnya
juga
lebihterbuka. Budaya Tionghoa seperti
Pertunjukan Barongsai,
WayangPotehi, perayaan Imlek, Cap Go Meh,
dan budaya Tionghoa lainnya saat
ini
telah diterimaoleh
masyarakatIndonesia secara luas.
Penerimaan yang baik ini dibaca
oleh
masyarakat Tionghoa sebagaikesempatan
untuk terlibat
puladalam
politik
praktis. Dalarnpang-gung
politik
nasional sejak tahun 2.000-an bermunculan nama sepehiKwik
Kian Gie,
Tjandra
WijayaWong, Murdaya Po, Daniel
BudiSetiawan, Rudianto
len,
Alvin
Lie, EnggartiastoLukita,
dan
lainnya.Dalam kabinet beberapa nama juga sempat menduduki jabatan seba-eai
menteri seperti
Kwik
Kian Gie danMarie Elka
Pangestu sekarangini
menjabat sebagai
Menteri
Pari-wisata dan Ekonomi Kreatif.
Sejak Pemilu 2004 hingga
men-jelangPemilu 2014ini tidak satu pun partai Tionghoa yang berhasil lolos sebagai peserta
pemilu.
Meskipundemikian sejumlah calon legislatif Tionghoa tersebar dalam berbagai
partai
politik.
Betierapa pengamat menilai bahwa keikutsertaanTiong-hoa dalam pemitu cenderung
seke-dar
untuk menarik
pemilih
(votegetter) dan
seba-eai pendukungdana kampanye partai. Akan tetapi
apapun
itu
kehadiran warga
Ti-onghoa dalam politik praktis
menun-jukkan bahwa ada kemajuan dalam
partisipasi
politik
Tionghoa, merekatidak
memikirkan keselamatandiri
mereka
sendiri
tetapijuga
peduli pada nasib bangsa dan negara. Halini juga
menunjukkan pembauran yang alami bahwa dalam alamdemo-krasi upaya warga Tionghoa untuk
berpolitik tidak
bersifat
eksklusifmelalui suatu partai
bercirikan
Tionghoa namun terintegrasi dalam partai-partai
politik
yang sudah ada.Di
tingkat
politik
lokal
juga
muncul tokoh-tokoh
Tionghoa
yang bertarung dalam
pemilihan kepala daerah.Paling
fenomenaltentu saj a Ir. Basuki Tjahaja Purnama
MM
alias Tjun-e BanHok
(Ahok) yang pernah duduk sebagai BupatiBelitung
Timur,
anggota DPR RI, dan sekaran-eini
menjabat sebagaiWakil Gubernur
DKI.
Adiknya, Ba-suri Tjahaja Puinama- juga berhasilmenjadi,Bupati Belitung Timur.
Di
Kalirnantan Barat terpilih pula
Chris-tiandy
Sanjaya(Bong
Hou
San)setagai
wakil
gubernur dan HasanKannan
(Bong
SauFan)
sebagaiwalikota
Singkawang.Jika
padatingtat lokal
sudah