• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas para Suster Tarekat Misi Abdi Roh Kudus di Komunitas Roh Suci Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas para Suster Tarekat Misi Abdi Roh Kudus di Komunitas Roh Suci Yogyakarta."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA. Penulisan dan pemilihan judul skripsi ini, dilatar belakangi oleh kesan dan keprihatinan penulis terhadap situasi dan suasana komunikasi antar pribadi dalam komunitas yang kurang dipahami oleh para Suster SSpS. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang budaya, bahasa, tingkat pendidikan dan usia. Dengan demikian semangat persaudaraan di antara anggota komunitas mulai berkurang. Komunitas menjadi tempat yang membahagiakan bagi setiap anggota jika masing-masing anggota mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif.

Menanggapi situasi di atas penulis ingin mengetahui lebih konkrit tentang keadaan komunikasi antar pribadi para suster SSpS. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster SSpS dapat menerapkan komunikasi efektif dalam hidup hariannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan mereka memahami pentingnya komunikasi efektif. Di samping itu juga ada hambatan yang dialami ketika berkomunikasi dengan sesama anggota dalam komunitas, khususnya perbedaan latar belakang budaya yang beragam.

(2)

viii ABSTRACT

The title of this thesis is EFFECTIVE INTERPERSONAL COMMUNICATION TO BUILD THE SPIRIT OF BROTHERHOOD IN COMMUNITY LIFE OF CONGREGATION THE SISTER MISSION SERVICE OF HOLY SPIRIT COMMUNITY IN YOGYAKARTA. Writing and selecting the title of this paper, motivated by impressions and concerns of the authors of the situation and atmosphere interpersonal communication in the community who are less understood by the Sisters SSpS. This is caused by the differences in cultural background, language, level of education and age. Thus the spirit of brotherhood among the members of the community began to decrease. Community into a happy place for every member if each member is able to communicate well and effectively.

In response to the above situation the author would like to know more concretely about the state of inter-personal communication of SSpS sisters. Therefore. The author conducted research using observations and interviews also aimed to determine the extent of the Sisters SSpS can apply effective communication in daily life. The results showed that each of the respondents said they understand the importance of effective communication. In addition, there are also barriers experienced when communicating with fellow members of the community, especially the differences of diverse cultural backgrounds.

(3)

i

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN

SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS

PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS

DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Marieta Rosmini NIM: 091124012

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

(7)

v

MOTTO

”Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” [Luk 1:37]

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Maret 2015

Penulis,

(9)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA. Penulisan dan pemilihan judul skripsi ini, dilatar belakangi oleh kesan dan keprihatinan penulis terhadap situasi dan suasana komunikasi antar pribadi dalam komunitas yang kurang dipahami oleh para Suster SSpS. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang budaya, bahasa, tingkat pendidikan dan usia. Dengan demikian semangat persaudaraan di antara anggota komunitas mulai berkurang. Komunitas menjadi tempat yang membahagiakan bagi setiap anggota jika masing-masing anggota mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif.

Menanggapi situasi di atas penulis ingin mengetahui lebih konkrit tentang keadaan komunikasi antar pribadi para suster SSpS. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster SSpS dapat menerapkan komunikasi efektif dalam hidup hariannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan mereka memahami pentingnya komunikasi efektif. Di samping itu juga ada hambatan yang dialami ketika berkomunikasi dengan sesama anggota dalam komunitas, khususnya perbedaan latar belakang budaya yang beragam.

(10)

viii ABSTRACT

The title of this thesis is EFFECTIVE INTERPERSONAL COMMUNICATION TO BUILD THE SPIRIT OF BROTHERHOOD IN COMMUNITY LIFE OF CONGREGATION THE SISTER MISSION SERVICE OF HOLY SPIRIT COMMUNITY IN YOGYAKARTA. Writing and selecting the title of this paper, motivated by impressions and concerns of the authors of the situation and atmosphere interpersonal communication in the community who are less understood by the Sisters SSpS. This is caused by the differences in cultural background, language, level of education and age. Thus the spirit of brotherhood among the members of the community began to decrease. Community into a happy place for every member if each member is able to communicate well and effectively.

In response to the above situation the author would like to know more concretely about the state of inter-personal communication of SSpS sisters. Therefore. The author conducted research using observations and interviews also aimed to determine the extent of the Sisters SSpS can apply effective communication in daily life. The results showed that each of the respondents said they understand the importance of effective communication. In addition, there are also barriers experienced when communicating with fellow members of the community, especially the differences of diverse cultural backgrounds.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan rahmat serta penyelenggaraan-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN

SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS

PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS

ROH SUCI YOGYAKARTA. Proses penyelesaian skripsi ini merupakan

pengalaman dan pembelajaran yang luar biasa bagi penulis, karena penulis merasakan banyak pengalaman yang muncul selama penulisan skripsi ini, pengalaman gembira, sedih, cemas, takut dan gelisah. Penulisan skripsi ini merupakan proses yang sangat panjang dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rm. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini.

(12)

x

telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini

3. Rm. Drs. M. Sumarno Ds, S.J., M.A., selaku dosen penguji dan dosen wali, yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Rm. Dr. C. Putranto, S.J., selaku dosen penguji yang memberi motivasi dan

dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Staf dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

6. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Para Suster Seprovinsi SSpS Flores Timur dan Para Suster Seprovinsi SSpS Jawa dan Sr.Rosa Indrawikan,SSpS selaku pemimpin komunitas serta saudari-saudari sekomunitas Biara SSpS Roh Suci Yogyakarta, yang telah banyak memberi dukungan dalam bentuk apapun.

8. Para Suster SSpS yang telah memberikan dukungan dengan bersedia menjadi responden.

(13)

xi

10. Teman-teman Prodi IPPAK, atas kebersamaan selama ini dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini dengan tulus telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna serta masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 30 Maret 2015 Penulis

(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL………... i

PERSETUJUAN………... ii

PENGESAHAN………... iii

PESEMBAHAN………... iv

MOTTO……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN……….... vi

ABSTRAK……… vii

ABSTRACT……… viii

KATA PENGANTAR………..…. ix

DAFTAR ISI……….… xii

DAFTAR SINGKAT………. xv

BAB I. PENDAHULUAN……….….. 1

A.Latar belakang Masalah………... 1

B.Rumusan Masalah……… 6

C.Tujuan Penulisan………. 7

D.Manfaat Penelitian……….... 7

E.Metode Penulisan……… 8

D.Sistematika Penulisan………... 8

BAB II. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI…………..…….... 10

A.Komunikasi ……… 10

1. Pengertian Komunikasi………... 10

2. Pentingnya Komunikasi……….… 13

3. Proses Komunikasi……….. 15

B.Komunikasi Efektif Antar Pribadi……….. 21

1. Pengertian Komunikasi Efektif………..… 21

2. Pengertian Komunikasi antar Pribadi………... 25

3. Peranan Komunikasi antar Pribadi……….….. 27

(15)

xiii

1. Faktor Penghambat Komunikasi……….... 28

2. Faktor Pendukung dalam Berkomunikasi……….. 30

3. Ketrampilan Dasar Berkomunikasi……….... 32

BAB III. HIDUP BERKOMUNITAS………....… 36

A.Hidup Berkomunitas……….…… 36

1. Pengertian Hidup Komunitas………... 36

2. Bentuk-bentuk Komunitas Religius……… 38

3. Ciri-ciri Komunitas……… 39

B.Dasar Hidup Komunitas Religius………... 44

1. Dasar Hidup Komunitas dalam Kitab Suci………...… 44

2. Dasar Hidup Komunitas Religius………... 46

C.Hidup Persaudaraan dalam Komunitas………... 47

1. Kehadiran Kristus……….... 48

2. Kekuatan Anggota-anggota………..… 49

3. Hubungan antara Pemimpin dan Anggota………. 50

D.Gambaran Umum Kongregasi SSpS………... 51

1. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi SSpS……… 51

2. Spiritualitas Kongregasi SSpS……… 53

3. Kharisma Kongregasi SSpS………... 55

BAB IV. GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA………. 58

A.Persiapan Penelitian……… 58

1. Permasalahan Penelitian……….…… 58

2. Tujuan Penelitian……… 59

3. Manfaat Penelitian………. 59

B.Metode Penelitian……….….. 59

1. Pendekatan Penelitian……….... 60

2. Tempat dan Waktu Penelitian………..… 60

3. Responden Penelitian……….. 60

(16)

xiv

5. Teknik Analisis Data………. 61

C.Laporan Hasil Penelitian dan Pembahasan……… 61

1. Pemahaman Para Suster tentang Komunikasi Efektif……….. 62

2. Hambatan-hambatan dalam Berkomunikasi Efektif…………...… 65

3. Faktor-faktor Pendukung dalam Berkomunikasi Efektif…………. 69

4. Makna atau Pesan dalam Berkomunikasi Efektif………. 72

5. Harapan-harapan dalam Berkomunikasi Efektif……… 74

D.Kesimpulan Hasil Penelitian………... 76

BAB V. USULAN PROGRAM PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF MELALUI DINAMIKA KELOMPOK (GAME) UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN……….….. 79

A. Alasan Penulis Mengusulkan Game atau Permainan untuk Meningkatkan Komuikasi Efektif antar Pribadi………….. 79

B. Pengertian Game atau Permainan……… 80

C. Matriks Program Peningkatan Komunikasi Efektif melalui Dinamika Kelompok untuk Membangun Persaudaraan antar Pribadi……… 84

D. Contoh Usulan Game untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif……….… 87

BAB VI. PENUTUP………. 97

A. Kesimpulan………. 97

B. Saran……….….. 99

DAFTAR PUSTAKA……….…….. 101

LAMPIRAN……….……. (1)

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian……….… (2)

Lampiran 2: Panduan Pertanyaan Wawancara………... (3)

Lampiran 3: Transkip Hasil Wawancara………..… (4)

(17)

xv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahakan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 2 Februari 1993.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

Hal : Halaman

Konst : Konstitusi

Kan : Kanon

KOPTARI : Konferensi Pemimpin Tinggi Antar Religius Indonesia

R : Responden

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup dan menghidupi dirinya sendiri. Artinya, manusia memerlukan kehadiran orang lain untuk saling membantu dan melengkapi kepenuhan hidup. Demikian pula seorang yang dipanggil secara khusus dan menjalani hidup membiara. Sesungguhnya hidup berkomunitas merupakan salah satu spiritualitas dan menjadi perhatian orang-orang yang menyandang predikat sebagai biarawan dan biarawati. Dengan kata lain, hidup membiara merupakan sebuah panggilan untuk membangun misi persaudaraan dalam persekutuan berkomunitas, dimana setiap orang sanggup dan rela memberi diri untuk ditempah menjadi pribadi-pribadi terpanggil untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi dalam melaksanakan misi Allah di tengah dunia Tentunya, dasar dari semua itu adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup dalam cinta.

(19)

bersama kita dalam komunitas adalah bahwa masing-masing kita dipanggil secara pribadi dan diutus (Mrk 3:13-19). Kesatuan kita dengan Tuhan itulah yang menyatukan kita bersama. Kesatuan kita dalam komunitas bukan karena kesamaan bakat, hobi, ataupun sifat dan watak, melainkan karena kesatuan kita dengan Tuhan. Karena itu, meskipun kita memiliki latar belakang yang berbeda-beda tetapi dalam satu ikatan kasih (1 Kor 12:1-31).

Pengalaman sebagai potret realitas hidup menunjukkan bahwa dalam kehidupan berkomunitas bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, seperti mudahnya membalikkan telapak tangan atau pun mengedipkan mata. Dengan kata lain, hidup bersama tidak jarang melahirkan ketidakharmonisan antar anggota komunitas. Banyak hal positif dan bermanfaat dalam membangun hidup berkomunitas, tetapi tidak sedikit pula hal yang menjadi penghalang dalam membangun hidup berkomunitas. Artinya, tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan berkomunitas dalam sebuah tarekat religius tidak selalu harmonis dan baik-baik saja, tetapi kadang terjadi kesalahpahaman yang disebakan oleh berbagai macam hal dan permasalahan pribadi yang belum disadari dan diolah dengan baik. Hidup bersama dalam komunitas, meskipun setiap anggota berkehendak dan berniat baik mau mengungkapkan dan melaksanakan semangat

cinta kasih, namun sering kali terjadi kesalahpahaman dan benturan yang menyebabkan terjadinya konflik, pertengkaran bahkan saling mendiamkan

(20)

semangat persaudaraan. Cinta persaudaraan diperlukan untuk menghayati hidup panggilan setiap anggota komunitas sekaligus merupakan inspirasi yang mengatur hidup dan hubungan antar pribadi dalam komunitas. Semangat cinta persaudaraan mendorong setiap anggota komunitas berusaha untuk menghargai dan mengormati setiap perbedaan yang ada demi pertumbuhan dan perkembangan anggota dan komunitas.

Kongregasi Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus atau biasa disebut SSpS adalah kongregasi religius internasional yang memiliki anggota dengan latar belakang yang berbeda, baik watak, usia, tingkat pendidikan, bahasa, budaya dan kepribadian. Mereka dipanggil dan dipersatukan oleh Allah Tritunggal untuk hidup bersama sebagai satu komunitas mewartakan kerajaan Allah kepada dunia melalui berbagai karya kerasulan. Setiap anggota berusaha menjalankan hidup bersama dengan kasih. Kongregasi SSpS memiliki landasan hidup bersama dalam komunitas, sebagaimana diatur dalam konstitusi tarekat sebagai berikut:

Pertama, Konst SSpS art. 301: Allah Tritunggal dalam kesatuannya adalah

asal, citra serta penyempurnaan setiap komunitas. Di dalam pembaptisan kita dipanggil untuk ambil bagian dalam hidup Ilahi sebagai anggota umat Allah dan sebagai murid-murid Yesus Kristus. Oleh panggilan kita ke dalam kongregasi ini, Roh Allah mempersatukan kita secara baru dengan diriNya dan dengan satu sama lain. Dengan kaul-kaul kita, persatuan kita semakin diperkuat dan memberi keteguhan batin, sehingga sanggup mewartakan amanat keselamatan dengan lebih efektif. Hidup kita dalam komunitas disuburkan oleh doa, hubungan pribadi yang baik dan kegiatan misioner bersama

Kedua, Konst SSpS art. 303: Melalui pelbagai pelayanan dalam komunitas

(21)

Ketiga, Konst SSpS art. 304: Roh Kudus mempersatukan kita dalam cinta

persudaraan yang tulus. Dalam keanekaan budaya, bangsa, kepribadian, dan usia, kita mengalami kekayaan karunia Roh Kudus dalam diri kita masing-masing. Hendaknya kita saling menghargai, menyemangati, membantu, saling berbagi rasa, dan saling memberi perhatian pada hidup dan karya. Kehadiran Roh cinta di tengah-tengah kita dinyatakan dalam saling percaya dan cinta yang penuh perhatian. Ini adalah ciri khas komunitas kita.

Landasan hidup tersebut pada hakikatnya membantu setiap anggota komunitas untuk membangun hidup dalam kasih persaudaraan. Namun, terkadang terjadi kesalahpahaman dan konflik. Berdasarkan pengalaman peneliti dalam hidup bersama para suster dengan latar belakang, suku, tingkat pendidikan, usia kepribadian yang berbeda dalam satu komunitas, tidak jarang mengalami benturan bahkan adanya sikap saling mendiamkan untuk beberapa waktu. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor, seperti kurangnya pemahaman dan kepekaan dari sesama anggota, kurang mengenal latar belakang budaya, dan kurang memahami karakter dari setiap pribadi. Karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik dan efektif untuk menumbuhkembangkan semangat persaudaraan antar anggota dalam hidup bersama.

(22)

diterima dalam komunitas.

(23)

dipertegas oleh Zohar dan Marshall dalam bukunya Spiritual Intelligences: ‟‟The Ultimate Intelligence” sebagaimana disitir oleh Paul Suparno (2013: 26) bahwa:

Spiritual Quotien (SQ) ‟‟sebagai inteligensi berkaitan dengan persoalan makna dan nilai hidup. Dengan Spiritual Quotien orang dapat lebih mampu untuk mengerti dan memahami apakah tindakan ini lebih bernilai dan berarti dari pada tindakan yang lain, sehingga orang dapat memilih tindakan yang lebih tepat, kita semakin sadar akan orang lain, mengerti dampak tindakan kita pada orang lain dan terutama kita akan menjadi sadar bahwa kita adalah bagian integral dari keutuhan yang lebih luas, maka dalam pemikiran dan tindakan, kita tidak berpikir egois hanya demi diri sendiri tetapi juga berpikir bagi kepentingan orang lain”.

Komunikasi yang dilandasi dengan saling pengertian, mendengarkan, dan menghargai sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam hidup bersama karena dalam hidup bersama orang dapat merasakan makna dari suatu komunikasi. Menanggapi keprihatian di atas menggerakkan penulis untuk mengetahui keadaan komunikasi antar pribadi dan pemahaman para Suster SSpS tentang komunikasi efektif Karena itu, penulis terdorong untuk menggali lebih dalam mengenai peran komunikasi yang efektif dalam membangun hidup berkomunitas yang bersaudara. Peneliti mengambil judul KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI

UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP

BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS

DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut

1. Apa makna dari komunikasi efektif bagi para suster SSpS?

(24)

3. Bagaimana usaha para suster SSpS dalam berkomunikasi secara efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan?

4. Kegiatan apa yang dapat meningkatkan komunikasi efektif antar anggota, demi terciptanya semangat persaudaraan?

C. Tujuan Penulisan

1. Memaparkan makna komunikasi efektif bagi para suster SSpS.

2. Mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para suster SSpS dalam berkomunikasi.

3. Mendeskripsikan usaha-usaha para suster SSpS dalam berkomunikasi.

4. Menerapkan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan komunikasi efektif antar anggota.

D. Manfaat Penulisan

1. Membantu setiap suster dalam komunitas untuk menggunakan komunikasi yang efektif dalam membangun semangat persaudaraan.

2. Membantu setiap suster untuk semakin menyadari betapa pentingnya komunikasi yang efektif dalam hidup berkomunitas.

3. Membantu para anggota untuk semakin mengembangkan sikap-sikap yang positif dalam berkomunikasi di komunitas.

(25)

E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode observasi dan deskriptif analitis dengan studi pustaka, tentang komunikasi efektif sebagai cara untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas.

F. Sistematika Penulisan

Gambaran umum tentang hal yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi ini, berikut ini adalah sistematika penulisannya:

Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang komunikasi secara umum meliputi: pengertian komunikasi, pentingnya komunikasi, proses komunikasi yang terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal, mengirim pesan secara efektif, komunikasi satu arah dan dua arah, pentingnya memahami sudut pandang orang lain. Komunikasi efektif antar pribadi; pengertian komunikasi efektif: mendengarkan secara efektif, jujur terhadap diri sendiri, menerima diri dan orang lain. Pengertian komunikasi antar pribadi, peranan komunikasi antar pribadi. Faktor-faktor penghambat dan pendukung komunikasi efektif, faktor penghambat dalam berkomunikasi, faktor pendukung dalam berkomunikasi, keefektifan hubungan pribadi. Ketrampilan dasar berkomunikasi: saling memahami, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, mampu saling memberi dan menerima, mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah pribadi.

(26)

berkomunitas: dasar hidup komunitas dalam kitab suci, dasar hidup dalam konstitusi kongregasi. Hidup persaudaraan dalam komunitas: kehadiran Kristus, kekuatan anggota-anggota, hubungan antara pemimpin dan anggota. Gambaran umum tentang kongregasi SSpS, sejarah berdirinya kongregasi, spiritualitas dan kharisma kongregasi.

Bab IV berisi tentang gambaran situasi komunikasi antar pribadi dalam hidup berkomunitas para suster tarekat Misi Abdi Roh Kudus di komunitas Roh Suci Yogyakarta, yang terdiri dari dua bagian yaitu: bagian pertama, persiapan penelitian yang meliputi: permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bagian kedua metodologi penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden, teknik dan pengumpulan data teknik analisis data, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan penelitian.

Bab V berisi tentang alasan penulis mengusulkan program game atau permainan, Pengertian permainan dan contoh-contoh permainan.

(27)

BAB II

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI

Dalam bab II ini penulis menguraikan tentang komunikasi secara umum, komunikasi efektif antar pribadi, faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi.

A. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Setiap manusia tentunya membutuhkan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, berkomunikasi merupakan suatu keharusan dan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap orang dalam membangun hubungan dengan sesama. Tentunya, hal yang perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang sebelum membangun komunikasi adalah mereka harus mengetahui arti dari komunikasi itu sendiri, karena proses komunikasi yang dibangun oleh setiap orang tentunya berbeda-beda. Onong Uchjana Effendy (2004: 3) memberikan pengertian komunikasi dalam dua segi, yaitu komunikasi secara umum dan komunikasi secara paradigmatis.

a. Pengertian Komunikasi secara Umum

(28)

orang lain. Tanpa komunikasi dengan orang lain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal dan tidak dapat menghubungkan dirinya dengan orang lain.

Secara etimologis atau berdasarkan asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin “communicare” yang berarti: sama makna mengenai suatu hal Artinya, komunikasi berlangsung apa bila orang-orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat kesamaan makna atau dengan kata lain, hubungan mereka itu bersifat komunikatif. Sedangkan, secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dengan demikian, komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seseorang menyampaikan atau menyatakan sesuatu kepada orang lain dan orang yang diajak berkomunikasi merespon atau menanggapi sehingga hubungan mereka bersifat komunikatif.

b. Pengertian Komunikasi secara Paradigmatis

(29)

Robbins dan Barbara S. Jones sebagaimana disitir oleh Turman Sirait (1983: 11) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi berupa pikiran dan perasaan-perasaan dari seseorang kepada orang yang lain.

Arni Muhammad (2009: 5) mengatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Demikian halnya dengan Franz Josef Eilers (2001: 16) yang mengartikan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan dari si pengirim kepada si penerima yang berlangsung terus menerus atau berlanjut untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses kegiatan penyampaian pesan, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau informasi yang mengandung maksud dari satu pihak kepada pihak lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Dengan kata lain komunikasi merupakan interaksi antar pribadi, maka komunikasi ini perlu digunakan secara efektif, agar komunikasi yang terjadi antar pribadi itu sungguh-sungguh dipahami dan dimengerti oleh kedua belah pihak tanpa mengurangi keduanya.

(30)

orang lain. Dengan berkomunikasi, kita dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, isi hati, ide atau pendapat, serta maksud kita kepada orang lain. Melalui komunikasi juga, kita dapat memenuhi kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi lewat komunikasi antar pribadi. Tentunya, dalam berkomunikasi antar pribadi, sikap terbuka sangat diperlukan karena dengan ketebukaan hati seseorang dapat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh orang yang diajak berkomunikasi atau yang menjadi lawan bicara kita.

Banyak orang mampu berbicara panjang lebar tetapi sulit untuk dimengerti dan dipahami. Tidak sedikit pula orang yang mampu berbicara secara singkat padat dan jelas serta isi pembicaraannya dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh orang lain. Karena itu, isi atau pesan yang disampaikan dalam berkomunikasi perlu menjadi perhatian si pembicara, agar dapat diterima dengan baik tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

Dengan demikian, orang dapat berkomunikasi dengan efektif maka terlebih

dahulu, orang perlu memahami arti dan maksud komunikasi itu sendiri Ing Wursanto (2008: 108) mengatakan bahwa pembicaraan dikatakan efektif

apabila yang dibicarakan itu mudah, cepat, tepat dan dimengerti oleh pendengarnya. Suatu pembicaraan yang tidak terarah dan terlalu bertele-tele bukanlah merupakan cara bicara yang efektif. Hal ini dipertegas oleh Turman Sirait (1983: 15) bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi yang mudah ditangkap secara tepat sesuai dengan maksud pengirim pesan.

2. Pentingnya Komunikasi

(31)

Komunikasi menjadi alat untuk menyalurkan apa yang ada dalam pikiran manusia itu sendiri oleh karena itu manusia perlu berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa komunikasi dengan orang lain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal dan tidak dapat menghubungkan dirinya dengan orang lain.

Johnson sebagaimana dikutip oleh Supratiknya (2003: 9) mengatakan bahwa dalam komunikasi, orang dapat menyatakan atau mengungkapkan emosi, maksud, kebutuhan, pengalaman dan dirinya kepada orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain dapat membantu perkembangan diri baik secara intelektual, afektif dan sosial. Dalam berkomunikasi dengan orang lain kebutuhan dalam diri seseorang dapat terpenuhi. Demikian juga komunikasi, dapat memberi pengaruh terhadap pembentukan identitas atau jati diri seseorang. Terkadang dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi yang begitu penting sering kali menjadi hal yang sulit dimanfaatkan. Orang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena adanya perbedaan pandangan atau persepsi, juga nilai, budaya, kecerdasan serta kemampuan seseorang dalam menyampaikan atau mengkomunikasikan isi pesan kepada orang lain. Selain itu, kemampuan dari penerima pesan juga berbeda Bahkan, komunikasi bisa menjadi sumber terjadinya konflik karena terjadinya kesalahpahaman, rasa ketidakpuasan, rasa frustasi atau stres dalam diri seseorang

(32)

dan efektif dan juga demi kebahagiaan hidup manusia.

3. Proses Komunikasi

(33)

sudah dikenal maupun yang belum dikenal sama sekali. Artinya komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

a. Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Setiap orang selalu berupaya menjalin relasi dengan orang lain melalui komunikasi. Dalam berkomunikasi orang bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain yang diajak berkomunikasi. Terkadang pesan yang disampaikan itu sangat jelas dan mudah dipahami orang lain, namun terkadang pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami, bahkan disalahmengerti atau disalahpahami. Ketika seseorang berkomunikasi, tentunya salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah apa yang disampaikan oleh komunikator terhadap komunikan, atau pesan atau hal apa saja yang menjadi bahan yang mereka perbincangkan. Dalam hidup sehari-hari komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal.

(34)

dahulu. Sedangkan komunikasi tulisan sebagai suatu proses di mana seorang komunikator mengirim pesan kepada komunikan atau penerima pesan melalui simbol-simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat yang bisa dibaca dan dimengerti oleh komunikan. Komunikasi tulisan ini juga akan berhasil dengan baik apa bila komunikator memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi tulisan seperti penggunaan kata-kata, cara menulis, isi dan kejelasan, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima, dimengerti dan dipahami oleh orang yang menerima pesan.

(35)

non verbal, komunikasi yang pesannya tanpa menggunakan kata-kata tetapi lebih dengan ekspresi.

Ketika seseorang melakukan proses komunikasi verbal, hampir secara otomatis didukung oleh komunikasi non verbal. Karena itu, komunikasi non verbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi non verbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Oleh karena itu komunikasi verbal dan non verbal, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif.

b. Mengirim Pesan secara Efektif

(36)

Ketiga hal di atas menjadi sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam berkomunikasi, agar pembicaraan dapat dimengerti dan dapat dipahami. Dalam berkomunikasi pesan yang disampaikan hendaknya mudah dipahami. Artinya bahwa apa yang kita komunikasikan dengan orang lain secara mudah dapat ditangkap maksudnya oleh orang yang diajak berkomunikasi. Karena itu, dalam berkomunikasi, kita harus memperhatikan orang yang diajak bicara, agar apa yang kita maksudkan dapat tersampaikan dan dimengerti serta diterima dengan baik oleh lawan bicara kita.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, pengirim pesan hendaknya juga memiliki kredibilitas atau kadar kepercayaan. Kadar kepercayaan yang dimaksud adalah seseorang memiliki beberapa aspek seperti: sifat bisa dipercaya sebagai sumber informasi dan sebagai pribadi yang bisa diandalkan dan diharapkan Selain itu, dalam berkomunikasi seseorang perlu memiliki motivasi atau maksud baik, sikap hangat dan bersahabat, memiliki keahlian dalam pokok pembicaraan dan memiliki sifat dinamis (proaktif, agresif dan empatik). Pengirim pesan juga ketika berkomunikasi harus lengkap dalam menyampaikan pesan sehingga mudah dipahami maksudnya. Dengan kata lain, dalam berkomunikasi pengirirm pesan perlu memilih dan menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dipahami oleh orang yang diajak bicara. Dengan demikian, komunikasi efektif menjadi cita-cita dan harapan semua orang dan akan membawa hasil yang baik karena didukung oleh bagaimana cara ia mengirim pesan dan cara berkomunikasi.

c. Komunikasi Satu Arah dan Dua Arah

(37)

tanggapan atau umpan balik dari orang yang diajak berkomunikasi. Komunikasi satu arah yaitu komunikasi yang terjadi apabila pengirim tidak mengetahui apakah pesannya dapat dimengerti dengan baik oleh penerima. Artinya seseorang mengirim pesan tidak mendapatkan tanggapan dari lawan bicaranya. Komunikasi satu arah ini tidak membantu orang untuk lebih berkembang dalam berelasi dengan orang lain. Sedangkan komunikasi dua arah yaitu pengirim mendapatkan umpan balik dari penerima pesan secara langsung, artinya bahwa dalam berkomunikasi setiap pesan yang disampaikan mendapat tanggapan atau umpan balik dari orang yang menerima pesan. Komunikasi dua arah ini memudahkan orang untuk saling memahami dalam berkomunikasi dan saling mengembangkan relasi yang baik dan memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif (Supratiknya, 2003: 38). Dengan demikian komunikasi yang efektif mengandaikan terjadi dengan komunikasi dua arah.

d. Pentingnya Memahami Sudut Pandang Orang Lain

Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Dalam berkomunikasi terkadang terjadi kesalahpahaman. Hal ini disebabkan, karena orang sering beranggapan bahwa semua orang melihat sesuatu yang terjadi dari sudut pandang yang sama, pada hal setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Zohar dan Marshall dalam bukunya Spiritual Intelligences: “The Ultimate Intelligence” sebagaimana disitir oleh Paul Suparno (2013: 26) dijelaskan bahwa:

(38)

pada tindakan yang lain, sehingga orang dapat memilih tindakan yang lebih tepat, kita semakin sadar akan orang lain, mengerti dampak tindakan kita pada orang lain dan terutama kita akan menjadi sadar bahwa kita adalah bagian integral dari keutuhan yang lebih luas, maka dalam pemikiran dan tindakan, kita tidak berpikir egois hanya demi diri sendiri tetapi juga berpikir bagi kepentingan orang lain.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain tentu ada perbedaan pandangan tetapi sebaiknya tidak menyebabkan hubungan atau relasi dengan seseorang menjadi retak dan menjadi kurang baik. Ketika berkomunikasi orang tidak hanya mementingkan dirinya sendiri berkaitan dengan maksud dan pesan yang hendak disampaikannya tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan orang lain yang diajak berkomunikasi. Dengan demikian dalam berkomunikasi perlu memahami sudut pandang orang lain sehingga komunikasi menjadi lebih efektif.

B. Komunikasi Efektif antar Pribadi

1. Pengertian Komunikasi Efektif

(39)

sungguh-sungguh sehingga komunikasi yang dilakukan tidak efektif malahan mengecewakan.

Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim berita dapat diterima dan dimengerti oleh penerima pesan sesuai dengan maksud dari pengirim berita. Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat dari apa yang diinginkan dan lebih mengutamakan hasil. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila yang dibicarakan atau yang dikomunikasikan itu mudah dan cepat dimengerti dan dipahami maksudnya oleh pendengar.

Deddy Mulyana (2001: 22) mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Dengan kata lain komunikasi dinilai efektif apabila pesan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim relevan dengan penerima, dapat ditangkap dan dapat dipahami oleh penerima. Sedangkan, Supratiknya (2003: 34) mengatakan bahwa komunikasi efektif yaitu apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Dengan demikian komunikasi dikatakan efektif apabila antara komunikan dan komunikator terjadi komunikasi dengan baik dan lancar. Seseorang yang berbicara dengan baik adalah yang dapat mempengaruhi pendengarnya dengan sikap dan gerak geriknya Karena itu dalam berkomunikasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Mendengarkan secara Aktif

(40)

orang mengungkapkan perasaan atau pengalamannya kemudian lawan bicara langsung menanggapi tanpa sebelumnya memahami apa yang dimaksudkan dan diungkapkan oleh lawan bicara. Mendengarkan merupakan faktor penting dalam berkomunikasi. Mendengarkan secara aktif berarti memahami perasaan, kebutuhan dan keinginan pembicara, sehingga kita dapat menghargai maksud atau sudut pandang lawan bicara kita dan mengadakan interpretasi terhadap suatu pesan yang diterima. Lunandi (1989: 35) mengatakan bahwa untuk mendengarkan secara aktif harus memperhatikan beberapa hal yaitu:1) mendengarkan maksud atau arti yang hendak disampaikan si pembicara dan bukan hanya kata-kata yang diucapkan, 2) tunda penilaian sampai pihak lain selesai berbicara secara tuntas 3) usahakan tidak memotong pembicaraan dengan jawaban atau cerita yang lain, 4) pandai-pandai memetik inti sari atau pesan terpenting dari apa yang dikatakan orang, 5) tunjukkan perhatian dengan anggukan atau senyum.

Dalam berkomunikasi, pendengar harus berusaha dengan sungguh-sungguh memahami maksud atau sudut pandang dari pembicara, tanpa memberi komentar atau penilaian sebelum pembicara selesai mengungkapkan apa yang hendak disampaikan. Mendengarkan dengan baik dan sungguh-sungguh tidak mudah sebab mendengarkan tidak hanya menyangkut konsentrasi dan indra tetapi juga kemampuan intelektual yang cukup berpengaruh yaitu menyangkut kemampuan untuk menangkap arti atau maksud pembicaraan. Dengan demikian kita dapat menanggapi dengan tepat saat kita berkomunikasi dengan lawan bicara.

b. Jujur terhadap Diri Sendiri

(41)

dalam berkomunikasi. Dalam komunikasi yang baik dibutuhkan kejujuran antara kedua belah pihak yang mengadakan komunikasi. Tanpa adanya kejujuran dalam hidup bersama kemungkinan akan terjadi konflik antar pribadi ataupun kelompok Dalam menjalin relasi persaudaraan dengan orang lain dibutuhkan kejujuran dari masing-masing pribadi. Orang yang jujur pasti akan mengakui kekurangan atau kelemahan dan kelebihan dalam dirinya dengan rendah hati dan menerima kekurangan dan kelebihan dari orang lain. Kalau tidak ada kejujuran dalam pribadi seseorang dapat menghambat terjadinya komunikasi. Maka kejujuran tidak dituntut dari pribadi orang lain tetapi kejujuran itu harus dimiliki oleh setiap pribadi. Dalam berkomunikasi dengan orang lain perlu dibangun sikap jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap orang lain.

Lunandi (1989: 39) mengatakan bahwa betapa menyenangkan berbicara dengan orang yang mempunyai sikap terbuka untuk menyingkapkan diri dengan jujur. Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan tetapi juga melibatkan perasaan seperti kecemasan, harapan, kebanggaan dan kekecewaan. Dengan kata lain dalam berkomunikasi dengan orang lain kita perlu mengungkapkan diri seutuhnya dengan jujur. Jujur terhadap diri sendiri harus kita tanamkan dan kita terapkan dalam diri kita sendiri hari demi hari, sehingga dalam menjalin relasi dan berkomunikasi dengan orang lain kita akan semakin menghargai segala kelebihan dan kelemahannya.

c. Menerima Diri dan Orang Lain

(42)

baik dengan orang lain hal pertama yang harus kita lakukan adalah kita mampu untuk menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Supratiknya (2003: 84) mengatakan bahwa semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan kita terhadap diri orang lain akan semakin mudah kita menjalin dan membangun relasi yang semakin mendalam dengan orang lain. Menerima diri artinya memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri dan tidak bersikap sinis atau minder terhadap diri sendiri.

Dalam berkomunikasi efektif ada tiga hal yang berkaitan dengan penerimaan diri yaitu: pertama, kerelaan kita untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita kepada orang lain. kedua, kesehatan psikologis kita dan yang ketiga, penerimaan kita terhadap orang lain (Supratiknya, 2003: 85). Menerima diri apa adanya dengan baik serta menghargainya akan membantu kita untuk membuka diri terhadap orang lain. Semakin besar kita membuka diri semakin besar pula penerimaan orang lain atas diri kita. Semakin besar penerimaan orang lain atas diri kita semakin besar pula penerimaan diri kita.

2. Pengertian Komunikasi antar Pribadi

(43)

Kathleen S.Verderber sebagaimana dikutip oleh Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem (2011: 14) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Komunikasi antar pribadi selalu melibatkan umpan balik secara langsung antara sumber dan penerima. Komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai komunikasi dari hati ke hati dimana seseorang saling berhubungan dan saling mengungkapkan perasaan masing-masing dengan demikian kita dapat saling mengerti isi hati masing-masing.

Komunikasi antar pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Sadar atau tidak, ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan dengan berkomunikasi dengan sesamanya Dalam berkomunikasi ada kesempatan untuk saling berbagi perasaan dan pengalaman yang dialami dalam hidup sehari-hari dan masing-masing kita dapat menciptakan dan mempertahankan suatu relasi yang baik dengan sesama. Dalam berkomunikasi antar pribadi diperlukan suatu sikap terbuka sehingga seseorang dapat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh sesama.

(44)

3. Peranan Komunikasi antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan berkomunikasi yang baik kita dapat mengetahui maksud dan tujuan dari lawan bicara kita. Menurut Jonhson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 9) dikatakan bahwa ada beberapa peranan komunikasi antar pribadi dalam menciptakan kebahagiaan bersama, yaitu:

Komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial manusia. Perkembangan seseorang sejak bayi sampai dewasa dibentuk oleh ketergantungannya pada orang lain. Hal ini diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi. Lingkaran ketergantungan kita dan komunikasi menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita.

Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan, dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Oleh karena itu lewat komunikasi dengan orang lain, kita dapat terbantu untuk menemukan dan mengetahui keunikan diri kita sebenarnya.

Perbandingan sosial dapat dilakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama.

(45)

C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Komunikasi

1. Faktor Penghambat Komunikasi

Dalam berkomunikasi tak jarang terjadi hambatan-hambatan sehingga komunikasi kurang berjalan dengan baik dan lancar bahkan tidak seperti yang diharapkan. Menurut Onong Uchjana Effendy (2004: 11) dikatakan bahwa komunikasi berlangsung dalam konteks situasional, ini berarti bahwa komunikator atau pengirim pesan harus memperhatikan situasi ketika komunikasi sedang dilangsungkan sebab situasi sangat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi yaitu faktor sosiologis, antropologis dan psikologis. Secara sosiologis, komunikasi akan menjadi terhambat apabila komunikator mengkomunikasikan pesan atau informasi kepada orang lain kurang memperhatikan situasi sosial yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan atau lapisan, tingkat pendidikan usia dan sebagainya yang dapat menimbulkan perbedaan dalam status sosial Secara antropologis, dalam berkomunikasi seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya atau yang diajak berbicara. Dengan mengenal diri komunikan akan mengenal pula kebudayaannya, bahasa dan kebiasaannya. Secara psikologis, seringkali terjadi hambatan. Hal ini disebabkan karena dalam berkomunikasi komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak memperhitungkan kondisi kejiwaan komunikan.

Lunandi (1989: 47-49) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menjadi penghalang komunikasi antar pribadi, yaitu :

(46)

komunikasi bersifat mendominasi atau selalu mengungkapkan kepentingannya, sehingga membosankan dan perhatian untuk mendengarkan semakin berkurang.

faktor emosi, artinya bahwa sikap dan tindakan emosional dari komunikator tidak terkendalikan oleh pikiran-pikiran sehat.

faktor pengalaman masa lampau, artinya komunikan sudah mempunyai prasangka atau pandangan yang kurang baik tentang komunikator.

faktor status sosial atau jabatan yang berbeda dan rendah. Untuk mengungkapkan dan menyampaikan pesan atau informasi menjadi kurang lengkap oleh karena adanya perasaan takut salah berkata-kata.

faktor lingkungan, artinya komunikator saat berkomunikasi dengan orang lain dalam ruang yang panas dan pengap mempengaruhi kesabaran seseorang dalam menerima dan memahami informasi atau pesan yang disampaikan.

(47)

2. Faktor Pendukung dalam Berkomunikasi

Berkomunikasi dengan orang lain berarti memperkenalkan diri kepada orang lain dengan harapan bahwa orang itu memberi respon. Scott M. Cultip sebagaimana disitir oleh Ing Wursanto (2008: 69) mengatakan bahwa keberhasilan dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

Faktor kepercayaan

Dalam berkomunikasi antara komunikator atau yang mengirim pesan dan yang menerima pesan atau komunikan harus saling percaya. Dengan demikian pesan yang disampaikan dapat berhasil

Faktor perhubungan atau pertalian

Keberhasilan dalam berkomunikasi sangat berhubungan erat dengan situasi atau kondisi lingkungan pada waktu komunikasi sedang berlangsung

Faktor kepuasan

Komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah pihak Kepuasan ini akan tercapai apabila isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikan dan sebaliknya pihak komunikan memberikan respon atau reaksi kepada komunikator.

Faktor kejelasan

Kejelasan yang dimaksudkan di sini adalah kejelasan dalam isi pesan kejelasan dalam tujuan yang hendak dicapai juga kejelasan dalam menyampaikan atau memberikan pesan.

Faktor kemampuan pihak penerima

(48)

disampaikan dapat disesuaikan dengan kemampuan dari komunikan, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan.

(49)

Keefektifan kita dalam hubungan antar pribadi ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin kita sampaikan, menciptakan kesan yang kita inginkan atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendak kita (Supratiknya 2003: 24). Jadi dalam meningkatkan keefektifan kita dalam hubungan antar pribadi, kita perlu berlatih bagaimana mengungkapkan maksud dan keinginan dan menerima umpan balik dari orang lain tentang tingkah laku kita. Dengan belajar dan berlatih terus menerus kita dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain sesuai dengan yang kita harapkan dari orang lain.

3. Ketrampilan Dasar Berkomunikasi

(50)

a. Saling Memahami

Orang sampai pada sikap saling memahami jika diantara mereka yang melakukan komunikasi ada sikap saling percaya, pembukaan diri, keinsafan diri dan penerimaan diri. Artinya bahwa dalam berkomunikasi kita saling mengungkapkan tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi, termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh lawan bicara kita. Untuk dapat membuka diri, kita perlu menginsafi diri dengan menyadari perasaan-perasaan kita maupun tanggapan-tanggapan batin lainnya. Dan untuk sampai pada keinsafan kita perlu menerima diri, mengakui pikiran-pikiran dan perasaan kita bukan menyangkal, menekan atau menyembunyikannya dan juga kita harus mampu untuk mendengarkan orang lain. Karena itu untuk dapat saling memahami dan memelihara komunikasi yang baik kita perlu membuka diri kepada orang lain dan mendengarkan dengan penuh perhatian saat orang lain berbicara dan membuka diri kepada kita, ( Supratiknya 2003: 11).

b. Mampu Mengkomunikasikan Pikiran dan Perasaan

(51)

sebagaimana adanya merupakan keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan yang melibatkan perasaan seperti kecemasan, harapan, kebanggaan kekecewaan, atau dengan kata lain diri kita seutuhnya.

c. Mampu Saling Memberi dan Menerima

Dalam hidup sehari-hari, pada umumnya orang lebih senang menerima dari pada memberi, apa lagi memberikan sesuatu yang disukai atau yang disenangi. Memberikan sesuatu yang berharga menjadi sangat sulit untuk kita lepaskan. Kita lebih mudah menerima sesuatu yang diberikan entah itu berupa barang ataupun dalam bentuk lain dari pada kita memberi. Sering kali kita merasa sulit untuk memberikan perhatian, mendukung, mencintai, mendengarkan, menolong atau membantu orang lain karena kita harus mengeluarkan waktu, tenaga dan kesediaan hati. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif kita perlu saling menerima, saling memberikan dukungan dan saling menolong.

Supratiknya (2003: 11) mengatakan bahwa saling menerima dan saling memberi dukungan atau saling menolong, dengan maksud supaya kita mampu menanggapi keluhan orang lain, menunjukkan sikap memahami dan bersedia untuk menolong sambil memberikan jalan keluar agar orang tersebut mampu untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan demikian orang yang terlibat dalam komunikasi akan dapat berkembang secara bersama dalam segala aspek.

d. Mampu Memecahkan Konflik dan Bentuk-bentuk Masalah Pribadi

(52)

pribadi. Jonhson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 94) mengatakan bahwa setiap hubungan antar pribadi terdapat unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Yang dimaksud dengan konflik adalah situasi di mana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Untuk dapat memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi, bukanlah hal mudah untuk dihadapi atau diselesaikan dengan cepat. Orang perlu belajar terus-menerus agar dapat saling membantu dalam memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi yang muncul dalam berkomunikasi. Konflik yang ada dapat menyadarkan, membantu, dan mendorong seseorang untuk melakukan perubahan-perubahan dalam bersikap, bertindak dan berbicara. Dengan demikian, seseorang dapat memecahkan dan mengatasi konflik atau masalah yang muncul. Tentunya, dalam berkomunikasi antar pribadi kita mampu menghadapi dan memecahkan konflik yang muncul dengan tepat agar dapat menunjang perkembangan pribadi kita sendiri maupun perkembangan relasi kita dengan orang lain.

(53)

BAB III

HIDUP BERKOMUNITAS

Bab III berisi tentang hidup berkomunitas, dasar hidup berkomunitas, hidup persaudaraan dalam komunitas, gambaran umum tentang kongregasi SSpS.

A. Hidup Berkomunitas

1. Pengertian Hidup Komunitas

Setiap orang yang terpanggil menjadi religius membutuhkan komunitas karena komunitas merupakan lingkungan hidup tempat ia bertumbuh, berkembang dan berelasi dengan sesama anggota. Orang akan merasa bahagia apabila setiap anggota komunitas memiliki relasi yang baik antar pribadi, adanya keterkaitan satu sama lain, membantu perkembangan dalam diri seluruh anggota komunitas, dan menata cara hidup komunitas yang saling mendukung menjadi satu kesatuan. Martasudjita (2003: 26) mengatakan bahwa komunitas bukan sekedar kumpulan orang-orang yang hidup bersama, tetapi satu kesatuan dari orang-orang yang hidup bersama menurut pola interaksi yang baik dan mengembangkan.

(54)

Menurut Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012a: 22) dikatakan bahwa komunitas merupakan tempat dimana setiap anggota saling mendukung dan menantang, tempat menimba kekuatan, inspirasi, kegembiraan dalam pelayanan tempat setiap anggota saling mencintai dan dicintai dalam ikatan persaudaraan dengan Kristus sebagai dasar utama yang menyatukan, tempat berbagi iman kasihpengharapan, tempat saling membentuk diri menjadi manusia yang utuh dan bahagia sebagaimana dikehendaki oleh Allah.

Darminta (1984: 7) mengatakan bahwa hidup bersama dalam komunitas merupakan hidup dalam persekutuan, dimana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, meneguhkan, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi yang dilandasi dengan cinta. Dalam Konst SSpS art. 304 diterangkan mengenai peranan Roh Kudus dalam komunitas sebagai berikut:

Roh Kudus mempersatukan kita dalam cinta persudaraan yang tulus. Dalam keanekaan budaya, bangsa, kepribadian dan usia, kita mengalami kekayaan karunia Roh Kudus dalam diri kita masing-masing. Hendaknya kita saling menghargai, menyemangati, membantu, saling berbagi rasa dan saling memberi perhatian pada hidup dan karya. Kehadiran Roh cinta di tengah-tengah kita dinyatakan dalam saling percaya dan cinta yang penuh perhatian. Ini adalah ciri khas komunitas kita.

(55)

para anggotanya tetapi tanda atau kesaksian hidup yang mereka berikan kepada dunia, menghadirkan dan menyebarkan cinta yang dilandasi dengan kasih persaudaraan.

1. Bentuk-bentuk Komunitas Religius

Komunitas religius semakin ditantang untuk menjadi tanda dalam berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan kristiani. Berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan dalam komunitas sesungguhnya merupakan kekayaan hidup dalam Roh yaitu dalam ikatan kasih yang menyatukan berbagai bentuk ikatan (Kol 3:14). Berbagai bentuk hidup komunitas religius berkaitan erat dengan kemampuan persekutuan kristiani untuk menyediakan semua karunia roh. Kaum religius ditantang untuk saling berbagi. Menurut Panitia Spiritualitas KOPTARI (2012a: 13) ada beberapa bentuk komunitas.

a. Komunitas terbuka

(56)

kekuatan baru, mengalami kebersamaan dalam semangat persaudaraan. Untuk mencapai semua itu, dibutuhkan suatu komunikasi yang baik dan efektif antar pribadi. Komunitas menjadi sumber kekuatan bagi satu sama lain, mampu memberi kesaksian hidup bagi sesama di dalam komunitas maupun sesama di luar komunitas.

b. Komunitas Religius Monastik

Yang dimaksudkan dengan komunitas religius monastik ialah komunitas para rahib atau rubiah yang dalam kerendahan hati membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah dalam suasana menyendiri. Yang menjadi kekhususan dari komunitas religius monastik adalah bahwa para anggotanya mengikrarkan kaul dan bergabung tetap dengan komunitasnya. Dengan demikian diantara para anggota ada ikatan dengan komunitasnya sepanjang hidup. Mereka mencari Allah dengan membentuk persaudaraan dan diwujudnyatakan dalam hidup persaudaraan itu sendiri. Dalam menjalani hidup monastik, para rahib atau rubiah berusaha untuk tidak mengutamakan sesuatu pun melebihi kasih Kristus. Penghayatan hidup bersama melalui persembahan diri dan hidup seutuhnya dihadapan Allah. Buah dari penghayatan ini nampak dalam sikap dan perbuatan baik, sehingga setiap anggota merasa merasa kerasan. Para anggota komunitas mengenal kehendak Allah melalui tugas pelayanan, melalui segala hal dan melalui peristiwa sehari-hari, Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012a: 33-35).

3. Ciri-ciri Komunitas

(57)

sendiri dan terbuka terhadap segala masukan dan kritik. Komunitas yang menunjukkan simpatinya kepada sesama anggota komunitas dan bukan pada saat senang saja tetapi juga pada saat duka. Komunitas yang baik, komunitas yang mempunyai belas kasihan terhadap sesama, yang selalu mengajak kita perduli terhadap beban sesama kita. Komunitas harus sungguh-sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yang paling utama yaitu cinta kasih Kristus. Persatuan dalam komunitas berpangkal pada kehendak Bapa yang mengumpulkan kita menjadi satu. Komunitas diwujudkan dalam perjuangan bersama dan tidak terlepas pula dari perjuangan secara pribadi untuk mewujudkan kehendak Bapa dalam bimbingan Roh Kudus.

Komunitas religius bukanlah sekedar kelompok orang yang hanya mau melayani saja tetapi komunitas religius adalah orang-orang yang dipanggil oleh Allah agar mereka dapat menikmati anugerah rahmat khusus dalam hidup Gereja (LG, art 43) oleh karena itu hidup religius bercirikan mengikuti Kristus.

Untuk mengikuti Kristus yang hidup dalam suatu tarekat yang diakui oleh Gereja tentu memiliki aturan. Aturan tersebut untuk membantu setiap anggota untuk dapat sungguh-sungguh membaktikan diri kepada Allah lewat karya pelayanan yang ada dalam tarekat tersebut. Berdasarkan Konst SSpS (Hal: 45) ada tiga hal atau ciri-ciri yang harus dihidupi oleh seorang anggota komunitas untuk mencapai tujuan hidup dalam mengikuti Kristus yaitu: hidup berkaul, hidup doa dan hidup komunitas.

a. Hidup Berkaul

(58)
(59)

sekaligus ciri khas religius yang membedakan dari orang kristiani pada umumnya Hidup berkaul merupakan cara hidup yang ditempuh melalui nasehat-nasehat Injili. Nasehat Injili itu adalah hidup murni, miskin dan taat. Dalam Kitab Hukum Kanonik, pengertian kaul adalah: ”Kaul, yakni janji yang telah dipertimbangkan dan bebas mengenai sesuatu yang lebih baik dan terjangkau yang dinyatakan kepada Allah, harus dipenuhi demi keutamaan religi” (KHK, kan. 1191). Dengan mengikrarkan kaul para religius mempersembahkan diri kepada Allah dengan perantaraan Gereja dan digabungkan dalam ordo atau tarekat religius. Kaul yang diikrarkan oleh seorang anggota lembaga religius dan menyangkut hidup dalam kemurnian, kemiskinan dan ketaatan untuk seumur hidup. Kaul-kaul yang diucapkan para religius merupakan tantangan yang terus menerus, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Melalui kaul-kaul, hidup kaum religius diarahkan kepada pewartaan kabar baik. Para religius mewujudkan hidup hariannya melalui ketiga kaul, dengan berkomitmen dan pemberian diri yang total kepada Allah Dengan demikian dalam menghayati ketiga kaul ini, para religius lebih bebas melaksanakan karya cinta kasih kepada sesama.

a. Hidup Doa

(60)

secara pribadi maupun secara bersama. Dengan demikian semua anggota komunitas dapat hidup dengan baik dan mengalami persatuan yang akrab dengan Allah dan mampu menjalin relasi yang akrab dengan sesama anggota komunitas maupun sesama di luar komunitas.

b. Hidup Berkomunitas

Hidup religius adalah hidup dalam komunitas karena hidup religius hanya dapat diwujudkan lewat dan dalam komunitas. Sebagai religius hidup bersama dalam komunitas merupakan suatu hal atau unsur yang sangat penting. Dengan hidup bersama dalam komunitas setiap anggota komunitas diharapkan untuk saling melengkapi satu sama lain yang dilandasi dengan semangat persaudaraan. Seorang religius harus mampu untuk hidup dalam komunitas dan memiliki semangat persaudaraan.

(61)

mewartakan cinta kasih Allah kepada semua orang. Dengan demikian ketiga ciri khas hidup religius yaitu hidup berkaul, hidup doa dan hidup berkomunitas menjadi tanggung jawab setiap anggota komunitas untuk dapat mengikuti Kristus secara bebas dan total.

B. Dasar Hidup Komunitas Religius

1. Dasar Hidup Komunitas dalam Kitab Suci

Manusia, adalah makhluk sosial, yang sebenarnya tidak dapat hidup sendiri Kita membutuhkan sesama untuk saling melengkapi satu sama lain, saling mengenal, saling mendukung serta saling menghargai sebagai saudara dan sebagai satu keluarga Allah. Mengalami komunio atau persatuan dengan Tuhan dan sesama menjadi tanda-tanda yang mengawali perkembangan kekristenan perdana, seperti tertulis dalam kitab suci. Dalam Kis 2:44-47 dikatakan bahwa:

Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

(62)

atau hidup berkomunitas. Dengan hidup bersama, mereka saling menerima dan mencoba untuk berbagi apa saja yang telah mereka terima dan miliki. Sikap menghargai satu sama lain melalui tutur kata dan perilaku melambangkan adanya persaudaraan di dalam komunitas. Tanpa adanya sikap saling menghargai satu sama lain, mustahil akan terwujud persaudaraan yang jujur dan tulus persaudaraan tanpa kepura-puraan dan kecurigaan. Kebersamaan atau persaudaraan yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta merupakan tujuan terdalam dari setiap anggota dalam komunitas, yaitu cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama dan cinta akan diri sendiri.

Dengan itu kehidupan bersama menjadi tempat kita berbagi melalui berbagai macam anugerah yang kita terima. Kita saling berbagi anugerah, diantarnya: kebahagian, waktu, talenta, milik, pengalaman iman, kerasulan, humor, tugas dan tanggung jawab, juga saling menanggung dan mengatasi kelemahan, kegagalan dan keterbatasan. Kita juga perlu belajar untuk menerima dan mencintai perbedaan sebagai suatu kekayaan, saling belajar satu sama lain dan menjadi sarana untuk membangun kekuatan. Sebagaimana satu tubuh terdiri atas berbagai macam anggota yang saling melengkapi dan tak terpisahkan satu sama lain, demikian pula dalam hidup bersama, satu sama lain saling melengkapi dari keanekaragaman yang ada (1 Kor 12:12-31).

(63)

percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis 2:44). Setiap anggota hendaknya penuh perhatian terhadap sesama dan pada saat mendapat kesulitan, kurang mendapat motivasi dari orang lain dan sebagainya. Setiap anggota berusaha menawarkan dukungan bagi anggota lain menciptakan suasana kasih dan damai bagi saudara yang sedang mengalami kesusahan karena kesulitan dan cobaan-cobaan yang dialami. Hal ini juga seperti ditegaskan oleh rasul Petrus ketika memberikan pesan kepada jemaat-jemaatnya “Hendaklah kamu seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati” (1 Ptr 3:8).

2. Dasar Hidup Komunitas Religius

(64)

penghayatan kerohanian, tujuan hidup dan pelayanan yang nyata. Hidup religius juga ditandai dengan kasih persaudaraan.

Hidup persaudaraan yang menjadi kekhasan masing-masing tarekat, dengannya semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus, hendaknya ditentukan sedemikian sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Selain itu, dalam persekutuan persaudaraan yang berakar dan berdasar dalam cintakasih, para anggota hendaknya menjadi teladan dari pendamaian universal dalam Kristus (KHK, kan. 602). Menurut KHK, kan. 740 dikatakan bahwa: para anggota harus tinggal di rumah atau komunitas yang dibentuk secara legitim dan memelihara hidup bersama menurut norma hukum serikat itu sendiri; dalam hukum itu diatur pula kepergian dari rumah atau dari komunitas.

Dalam hidup religius setiap anggota yang telah mempersembahkan diri secara bebas dan total kepada Allah diharapkan harus tin

Referensi

Dokumen terkait