PENGARUH WARNA TERHADAP KEBUDAYAAN
BAGI MASYARAKAT TIONGHOA
(
STUDI KASUS KLENTENG AVALOKITESVARA SURAKARTA
)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Ahli Madya pada Diploma III Bahasa China FSSR
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Sigit Satrio Pribadi
C.9606064
PROGRAM DIPLOMA III BAHASA CHINA
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa kita bayangkan bagaimana membosankan jika dunia kita hanya
terdiri dari satu atau dua warna saja, dunia hanya terlihat hitam dan putih saja.
Selain berfungsi menghidupkan suasana ternyata warna mempunyai makna
tersendiri serta efek tertentu bagi seseorang. Warna juga digunakan dalam
sebuah Negara yang diimplementasikan kedalam warna bendera, seperti bendera
Negara kita yang terdiri dari warna merah dan putih yang mengandung arti:
merah lambang semangat perjuangan, keberanian, dan juga kasih sayang, sedang
warna putih diartikan sebagai kesucian jiwa, kemurnian, kebersihan, kewajiban,
prasahajaan, putih juga lambang seorang pria, perasaan persahabatan.
Apakah artinya ketika kita mengatakan bahwa mawar itu merah dan langit
itu biru, ketika mata kita mampu memisahkan ratusan gelombang cahaya,
leksikons kita jauh lebih terbatas. Penamaan warna merupakan persepsi kita
terhadap jangkauan gelombang prototype. Persepsi psikologis terhadap warna
adalah pengalaman subyektif. Dasar penglihatan warna yang kita miliki secara
biologis akan dapat pula menimbulkan derajat universalitas yang tinggi antar
budaya dan bahasa dalam memperepsi warna.
Warna amat penting dalam kehidupan manusia. Warna juga memainkan
peranan yang penting dalam berbagai aspek kehidupan. Warna turut mempunyai
berbagai fungsi dalam kehidupan harian kita. Warna yang disukai seseorang,
sering dipakai untuk mengidentifikasikan kepribadian dan suasana hatinya.
Warna suram menunjukan hati yang sedang berduka. Warna cerah menunjukan
hati yang sedang bahagia atau sukacita. Warna lembut menunjukan kedamaian
dan ketenangan.
Warna sering dipakai untuk mencerminkan sesuatu arti atau makna yang
ingin dikomunikasikan. Berbicara atau kata-kata, gambar, simbol, tulisan, bahasa
isyarat dll, merupakan sarana untuk berkomunikasi antar manusia. Namun,
manusia mempunyai cara lain untuk untuk berkomunikasi sesuai dengan budaya
masing-masing Negara.
Dalam budaya Tionghoa setiap unsur yang ada dialam mengandung arti
serta makna tertentu, begitu juga dengan warna, ilmu fengshui menganggap
warna adalah getaran. Getaran dapat respon sadar ataupun tidak. Warna
mempengaruhi kenyamanan,lingkungan dan mood. Warna berpengaruh terhadap
pandangan seseorang terhadap diri kita. Bagi masyarakat Tionghoa warna merah
merupakan warna yang sangat agung, yang mempunyai makna positif dapat
berarti sebuah lambang sebuah kemakmuran, dan warna ini identik dengan
masyarakat Tionghoa sendiri, merah merupakan simbol tertingi dalam budaya
Tionghoa atau China. Di sisi lain warna merah dapat bermakna negatif sebagai
Sama halnya warna merah dalam masyarakat Tionghoa, Setiap warna
mempunyai sisi positif dan juga sisi negatif, warna hijau merupakan warna
perempuan, dapat dilambangkan sebagai pertumbuhan, kesuburan, harmoni,
optimisme, kebebasan dan keseimbangan, keagungan, kesejahteraan,
kebijaksanaan. Dipandang dari sisi negatif, warna hijau juga mempunyai makna
iri hati dan sombong, cemburu, licik, gila.
Berbeda dengan warna hijau, warna kuning atau emas memiliki daya
pantul paling tinggi dibandingkan dengan warna lain, warna ini mempunyai
makna sebagai pencerahan dan intelektual, optimisme, akal dan ketegasan,
kejayaan, kebesaran, baju raja-raja dinasti jaman kuno, keemasan. Sering kita
lihat benda berwarna kuning atau emas yang terdapat di sebuah toko yang
dimiliki warga Tionghoa, itu ditujukan sebagai lambang kejayaan dan kebesaran.
Warna kuning juga mempunyai sisi negatif yang dilambangkan sebagai sifat
berlebihan atau kegagalan
Sama halnya dengan warna lain dalam masyarakat Tionghoa, warna biru
mempunyai makna yang dilambangkan sebagai penyejuk dan memberikan kesan
damai, spiritualitas, kontemplasi, misteri, kesabaran, rasa percaya dan stabilitas,
keta’atan, taqwa. Sisi negatif yang diberikan oleh warna biru adalah lebih
bersifat curiga dan melankolis.
Warna putih dilambangkan sebagai simbol awal baru, kemurnian dan
kesucian, bersih dan segar, kemurnian, kebersihan, kesucian, kewajiban. Warna
adalah dingin dan tanpa kehidupan, kehampaan, karena warna putih
menggambarkan hal yang masih terlihat polos atau kembali ke awal, kosong.
Warna putih bila digabungkan dengan warna merah berarti keberuntungan.
Warna hitam dalam budaya Tionghoa kebanyakan mempunyai arti
misterius kematian, kegelapan dan kejahatan. Tidak hanya dalam budaya
Tionghoa, kebanyakan bangsa-bangsa didunia memakai pakaian hitam pada
waktu upacara kematian.
B. Perumusan Masalah
Warna merupakan salah satu hal yang paling berpengaruh dalam
kebudayaan Tionghoa, untuk itu perumusan masalah dalam uraian adalah :
1. Bagaimanakah pengaruh warna terhadap kebudayaan Tionghoa di klenteng
Avalokitesvara,Surakarta?
2. Bagaimana perbedaan makna dari warna yang menjadi bagian kebudayaan
masyarakat Tionghoa di klenteng Avalokitesvara,Surakarta?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian
ini adalah:
1. untuk mengetahui perbedaan makna antara warna yang satu dengan warna
2. untuk lebih mengetahui sisi positif dan sisi negatif yang ditampilkan oleh
warna tertentu dalam kebudayaan Tionghoa di Klenteng
Avalokitesvara,Surakarta.
D. Manfaat.
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari uraian di atas, diantaranya
adalah:
1. Manfaat Praktis :
a. Bagi penulis dapat menambah wawasan pengetahuan tentang warna dan
kebudayaan, khususnya yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa.
b. Bagi penulis dan pembaca bisa memilih warna yang tepat yang dapat kita
jadikan sebagai media komunikasi atau penyampaian pesan.
c. Bagi penulis dan pembaca dapat memilih warna yang tepat untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang terjadi.
2. Manfaat Teoritis :
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan
pertimbangan bagi peneliti selanjutnya,
b. Memberikan sumbangan tentang konsep dan penerapan pengaruh warna
terhadap kebudayaan bagi masyarakat Tionghoa kepada mahasiswa DIII
E. Teknik penulisan
Untuk proses pengambilan data”Pengaruh Warna Terhadap
Kebudayaan Bagi Masyarakat Tionghoa”,khususnya di klenteng
Avalokitesvara,Surakarta. penulis melakukan beberapa cara diantaranya :
1. Observasi.
Untuk melakukan penulisan tugas akhir ini penulis melakukan
pengamatan langsung di klenteng yang terletak di Jl. R.E Martadinata,
Surakarta. Sama seperti tempat ibadah yang lain, di sini penulis melihat
berbagai benda yang berada di dalam klenteng yang tentu saja di pakai
sebagai sarana ibadah ,diantaranya terdapat beberapa patung Budha dan juga
dewi Kuan yim. Selain beberapa dewa,di sana juga terdapat sebuah kotak
kecil yang disediakan untuk tempat abu, tempat tersebut diberi nama Youlo.
Selain itu, dalam klenteng terdapat beberapa lilin berwarna merah yang
berukuran cukup besar yang berfungsi sebagai penerangan. Di atas
langit-langit terdapat lampion yang betuliskan nama-nama orang yang masih hidup,
yang mempunyai maksud kalau orang tersebut menggantungkan harapan atau
keinginanannya setinggi mungkin.
Klenteng ini kebanyakan didominasi oleh warna merah yang
merupakan warna yang paling diagungkan atau warna yang paling mulia
dalam kebudayaan Tionghoa yang bermakna kebahagiaan. Selain warna
seperti warna merah, warna kuning juga mempunyai makna yang berpengaruh
sebagai lambang dari kejayaan dalam kebudayaan Tionghoa.
2. Wawancara
Pada awalmya penulis bermaksud mencari data mengenai semua hal
yang berkaitan dengan klenteng avalokitesvara melalui buku yang dimiliki
klenteng Avalokitesvara. Tetapi buku yang dianggap sebagai pedoman
tersebut tidak ada dan data yang dimiliki tidak valid. Maka dari itu penulis
malakukan teknik wawancara untuk mencari data-data yang berkaitan dengan
klenteng avalokitesvara.
Penulis melakukan wawancara kepada Bp. Henry Susanto. Beliau
merupakan salah satu orang yang dianggap mengetahui semua hal yang
berkaitan dengan klenteng Avalokitesvara. Penulis melakukan wawancara 2
kali kepada Bp. Henry Susanto, karena terbatasnya tempat yang disediakan,
penulis melakukan wawancara di depan klenteng. Dari teknik wawancara ini
lah penulis mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan klenteng
Avalokitesvara.
Di sini Bp.Henry Susanto juga mengatakan kelemahan dari klenteng
Avalokitesvara, tidak adanya data yang valid dan tidak tersedianya buku-buku
yang dijadikan pedoman awal mula berdirinya klenteng Avalokitesvara, hal
tersebut menjadikan kendala bagi pengurus klenteng Avalokitesvara untuk
3. Dokumentasi
Untuk melengkapi tugas akhir ini, penulis juga menambahkan
beberapa foto-foto dari klenteng avalokitesvara di daftar lampiran, foto
tersebut dimaksudkan sebagai dokumentasi untuk penulisan tugas akhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. WARNA
Menurut J. linchoten dalam bukunya Riwayat Tionghoa Peranakan di
jawa, warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang
dipancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman
indra penglihatan. Secara subyektif atau fisik warna dapat diberikan panjang
gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata
merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang
sempit dari gelombang elektromagnetik.
Cahaya yang ditangkap indra manusia mempunyai panjang gelombang
380-780 nanometer. Cahaya antara dua nanometer tersebut dapat diurai melalui
prisma kaca menjadi warna-warna pelangi yang disebut spektrum atau warna
cahaya, mulai berkas cahaya warna ungu,violet, biru, kuning, hingga warna
merah. Diluar cahaya ungu/violet terdapat gelombang-gelombang ultraviolet,
sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic. Diluar cahaya merah terdapat
gelombang atau sinar inframerah, gelombang hertz, gelombang radio pendek,
dan gelombang radio panjang, yang banyak digunakan sebagai pemancaran radio
atau Tv. Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang
menimpa suatu benda, dan cahaya tersebut memantukan warna ke mata(retina)
kita hingga terlihat warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda
tersebut berwarna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam
karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya,
suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan
semua warna pelangi.
Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peranan sebagai
sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah
karya desain. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi
untuk memperkuat aspek identitas. Warna digunakan dalam simbol-simbol grafis
untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut. Sebagai contoh adalah
warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan dalam
traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk siap-siap dan hijau untuk jalan.
Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberi impresi yang
cepat dan kuat.
Kemampuan warna untuk menciptakan impresi mampu menimbulkan
efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh Drs.mansyur tentang warna
sebagai berikut : “warna-warna itu bukanlah sebagai gejala yang hanya dapat
diamati saja, warna itu mempengaruhi perilaku, memegang peranan penting
dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan
Dari pemahaman tersebut dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya
dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang,
mempengaruhi penilain estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang
pada suatu benda. Berikut ini ada bermacam-macam makna dari warna-warna
yang ada.
1. MERAH
Merah sifat umumnya yaitu religius, suci, berani, perlu perhatian
atau perlu mendapatkan perhatian lebih. Warna merah mempunyai sisi positif
yang bermacam-macam. Warna ini melambangkan panas, api, darah, gairah,
cinta, kehangatan, kekuasaan, kesenangan dan agresi. Warna merah dapat
meningkatkan tekanan darah dan rating pernafasan. Warna merah juga dapat
menstimulasi seseorang untuk membuat keputusan secara cepat dan
meningkatkan harapan. Merah adalah penarik perhatian, kata dan obyek
dalam warna merah dapat menarik perhatian seseorang secara seketika. Dalam
dunia desain dan dekorasi, obyek warna merah adalah sesuatu yang sempurna
karena dapat menarik perhatian, jika itu adalah sebuah mobil, maka terdapat
korelasi yang positif antara warna dan resiko kemalingan. Merah adalah
warna yang extrim dan memiliki ketegangan emosional didalamnya. Baju
berwarna merah dapat meningkatkan dan menyalurkan kekuatan secara energi,
tetapi dapat pula menyulut konfrontasi, merah mendominasi secara extrim.
belakang. Ruangan berwarna merah dapat membuat orang merasa cemas,
tetapi ruangan dengan aksen warna merah dapat membuat orang lupa waktu,
maka dari itu banyak tempat-tempat hiburan yang memakai ornament warna
merah di dalam ruangnya.
Merah merupakan warna yang paling diagungkan atau warna yang
paling tinggi kedudukannya. Dalam budaya Tionghoa merah merupakan
warna yang mempunyai makna sebagai sebuah lambang kemakmuran,
kehangatan, keberanian, dinamika, kasih sayang, dan warna merah identik
dengan masyarakat China sebagai lambang penghargaan tertinggi. Selain itu,
warna merah dalam budaya Tionghoa bisa dikatakan sebagai warna yang
membawa hoki, hal itu terlihat dari warna amplop yang berisi uang yang
dalam budaya Tionghoa dinamakan angpao. Sisi positif warna merah dalam
budaya Tionghoa terlihat dalam upacara pernikahan dan hal-hal yang berbau
kebahagiaan. Warna merah dalam budaya Tionghoa dikombinasikan dengan
warna apa saja dan selalu mengandung makna kebahagiaan.
Warna merah juga mempunyai sisi negatif yang bermacam-macam
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang yang identik
memakai warna merah bisa dikatakan sebagai orang yang mempunyai rasa
amarah yang tinggi dan mudah tersinggung, pemalu dan kebencian.
Hijau selalu terkait dengan beberapa makna simbolis, dimana
kebanyakan mengarah pada konsep alam. Terkait dengan hal itu, maka warna
hijau mencerminkan kehidupan, muda dan harapan. Hijau merupakan warna
yang paling ringan untuk mata dan dapat meningkatkan penglihatan. Hijau
adalah warna yang kalem dan memiliki efek netral terhadap sistem saraf
manusia. Warna hijau sangat cocok diterapkan dalam ruangan-ruangan santai
atau cocok buat seseorang yang ingin relaks.
Warna hijau diasosiasikan dengan obyek-obyek natural seperti
tumbuhan. Warna hijau tidak hanya cocok diterapkan dalam ruangan atau
dalam kehidupan luar ruangan. warna hijau juga identik dengan warna
modern, hal ini terlihat dalam film matrix, sangat mampu dalam
meningkatkan kesan futuristik dan kecanggihan tekhnologi.
Dalam kebudayaan Tionghoa warna hijau merupakan warna kedua
setelah warna merah, karena warna hijau dalam budaya Tionghoa tidak begitu
diagungkan seperti halnya warna merah. Dalam budaya Tionghoa meskipun
warna hijau dianggap sebagai warna kedua, tetap mempunyai sisi positif,
dalam hal yang berhubungan dengan pangan, warna hijau dianggap sebagai
simbol dari pertumbuhan dan kesuburan. Dalam hal lain, warna hijau
mempunyai makna sebagai harmoni, opotimisme, kebebasan, keseimbangan,
keagungan, kesejahteraan, dan kebijaksanaan. Sedangkan sisi negatif dari
warna hijau dalam budaya Tionghoa adalah iri hati dan kebohongan. Maka
hijau, karena akan dianggap sebagai orang yang iri hati, tetapi bagi yang
menganggap warna hijau sebagai hal positif, mereka tidak
mempermasalahkan hal itu.
Selain itu warna hijau juga memiliki arti simbolis, diantaranya
sebagai berikut : hijau tua melambangkan maskulinitas, konservatif dan
kemakmuran. Emerald green melambangkan kematian. Olive green
melambangkan ketenangan. Dan yellow green merupakan warna yang paling
jarang digunakan konsumen.
3. KUNING
Warna kuning merupakan warna yang sangat terang dan dapat
menyilaukan mata. Warna yang direfleksikan oleh warna terang ini akan
menghasilkan stimulasi yang dapat melelahkan mata dan dapat menyebabkan
iritasi mata. Warna kuning juga dapat mempercepat metabolisme. Jika warna
kuning digunakan untuk mewarnai suatu ruangan, hal itu dapat membuat
seorang bayi menangis sepanjang waktu dan kehilangan temperamennya
karena warna tersebut akan membuat mata sang bayi sangat lelah dan
membuat sakit.
Warna kuning juga digunakan dalam jumlah yang sedikit dapat
menghasilkan sensasi kehangatan dan ketajaman. Warna kuning
easygoing terhadap kehidupan. Warna kuning identik dengan hari yang
bersinar dan hangat karena warna kuning mempunyai banyak bayangan.
Karena warnanya yang sangat mencolok, maka dalam kebudayaan
Tionghoa warna kuning sangat identik dengan makna-makna kemulyaan,
kemakmuran, keemasan dan kemahsyuran. Warna kuning juga dianggap
sebagai warna yang paling berpengaruh dalam hal ekonomi dan perdagangan.
Karena pengaruh warna tersebut banyak warga Tionghoa yang menghiasi
rumah ataupun took-toko mereka dengan warna kuning yang dimaksudkan
sebagai lambang kemakmuran dan kejayaan. Masyarakat Tionghoa yang
mempunyai tempat usaha biasanya menggunakan hiasan menyerupai kucing
yang berwarna kuning keemasan, yang dimaksudkan sebagai penarik
perhatian orang yang sedang berjalan didepannya dan berharap orang tersebut
mau untuk membeli barang yang menjadi usaha mereka. Selain itu, sisi
negatif dari warna kuning adalah berlebihan dan kekakuan, sifat nagatif
tersebut dapat terlihat dengan sakitnya mata kita kalau terlalu sering melihat
benda berwarna kuning yang berlebihan dan dapat pula menimbulkan iritasi.
Sifat kekakuan warna kuning terlihat dari matahari yang sangat terang yang
dapat menyinari alam semesta, kalau diterapkan dalam hal negatif warna
kunig dapat membuat orang merasa paling hebat dan mempunyai sifat kaku.
Selain itu, warna kuning juga memiliki makna simbolis seperti pure
yellow adalah spectrum warna yang melambangkan keceriaan. Sedangkan
kecemburuan. Warna kuning juga banyak digunakan sebagai lambang
rambu-rambu lalu lintas.
4. BIRU
Warna biru sering diaspsiasikan sebagai warna yang melambangkan
kejujuran, kesetiaan, harapan dan hamoni. cinta, spiritualisme, perlindungan
dan kecantikan juga diwakili oleh warna biru. Apabila warna biru diterapkan
dalam sebuah ruangan, maka kesan yang didapat adalah ketenangan,
ketentraman dan kenyamanan. Sehingga efeknya adalah dapat memperlambat
denyut jantung, menurunkan tekanan darah, menghilangkan stress dan
membuat kita bisa bernafas lebih dalam. Warna biru juga mempunyai simbol
sebagai sesuatu yang sangat luas, hal itu dapat terlihat dari warna laut yang
berwarna biru yang memantulkan warna ke langit dan itu mempengaruhi
warna langit juga menjadi biru yang melambangkan sebagai sesuatu yang
sangat luas.
Meskipun warna biru tidak menarik seperti halnya warna merah dan
kuning, dalam budaya Tionghoa warna biru juga mempunyai makna sebagai
simbol kedamaian dan kesejukan, hal itu terpengaruh dari warna langit biru
yang dapat membuat sejuk dan memberi kesan damai/tenang. Selain itu,
dalam hal kepercayaan masyarakat Tionghoa melambangkan warna biru
sebagai ketaatan dan taqwa, ketaatan kepada pemerintahan dan taqwa kepada
percaya dan stabilitas, misteri. Masyarakat Tionghoa beranggapan kalau
seseorang memakai baju bercorak biru menandakan seseorng tersebut
mempunyi sifat sabar. Dalam budaya Tionghoa Sifat curiga dan melankolis
menjadi bagian negatif dari warna biru.
Selain itu warna biru juga bisa memperluas imajinasi dan
memperlancar komunikasi, sehingga warna ini sangat pas bila diterapkan di
kamar tidur yang dapat membuat penghuni merasa nyaman, tapi kalau terlalu
banyak menggunakan warna biru bisa menimbulkan rasa malas dan terisolasi.
Warna biru kalau digunakan dalam tes wawancara dapat
melambangkan dedikasi dan loyalitas. Biru termasuk dalam warna yang
favorit, tetapi harus hati-hati dalam mengasosiasikan warna biru dalam
makanan, karena warna biru tidak lazim digunakan dalam makanan, sehingga
dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Warna biru dapat
merilekskan sistem saraf kita, sebaliknya warna biru yang terlalu gelap dapat
menimbulkan rasa dingin dan depresi.
Biru dalam konsep lingkungan dapat meningkatkan produktifitas.
Sebuah stusi menunjukan kalau seorang siswa akan mendapatkan nilai yang
baik kalau belajar dalam ruangan yang berwarna biru, dan tulisan yang ditulis
dalam alas berwarna biru lebih mudah diingat.
Warna yang dipilih biasanya digunakan untuk melambangkan suatu
hal, seperti warna suram yang menggambarkan suasana hati yang sedang
berduka. Seperti warna hitam adalah lambang kematian, kebanyakan
bangsa-bangsa di dunia mengenakan pakaian berwarna hitam dalam upacara
kematian. Hitam sendiri mempunyai tafsir yang sangat banyak karena warna
ini merupakan kombinasi dari berbagai warna. Yang paling umum dari makna
warna hitam adalah kesan misterius. Dalam film-film fiksi sosok hantu,
penyihir, mahkluk jadi-jadian sering digambarkan dengan kostum serta atribut
yang berwarna hitam.
Selain itu warna hitam adalah warna yang kontroversial. Di satu sisi
dihubungkan dengan kegelapan (hantu, penyihir, setan). Di sisi lain
dilambangkan sebagai kekokohan dan keandalan. Di satu sisi melambangkan
otoritas dan kekuasaan di sisi lain bisa dikatakan sebagai keputusasaan dan
berkabung. Di satu sisi menandakan kejahatan, karakter jahat, malapetaka., di
sisi lain menandakan kesetiaan dan kebijaksanaan.
Warna hitam mempunyai makna sebagai hal yang misterius dan
independen. Tidak berbeda dengan kebudayaan lain, dalam kebudayaan
Tionghoa hitam juga termasuk sebagai sesuatu yang misterius. Selain itu
warna hitam juga mempunyai makna sebagai hal yang positif, daya tarik dan
kekuatan. Jadi dalam budaya Tionghoa seseorang mempunyai kekutan yang
lebih bila dibandingkan dengan orang lain, bisa dilambangkan dengan warna
hitam dalam kebudayaan Tionghoa. Sama dengan makna negatif dari warna
hitam di semua kebudayaan, dalam kebudayaan Tionghoa pun makna negatif
dari warna hitam adalah kematian, kegelapan dan kuasa jahat. Semua hal yang
berhubungan dengan warna hitam pasti mempunyai makna negatif seperti itu.
Dalam hal lainnya, hitam menjadi pilihan bagi kebanyakan orang
dengan berbagai alasan. Beberapa mempunyai alasan pemakaian warna hitam
untuk menampilkan kesan kuat dan formal. Alasan yang lain orang memakai
warna hitam untuk menampilkan kesan slim(langsing) pada penampilannya.
Penampilan dengan pakaian hitam minimalis dilihat sebagai hal yang penuh
gaya dan kesempurnaan.
6. PUTIH
Sebuah warna dapat memberi ketenangn dalam diri seseorang,
menentramkan dan memberi kesan damai. Sama dengan warna putih yang
dapat memberi kesan sebagai sesuatu yang bersih dan segar. Warna putih
dilambangkan sebagai kemurnian, kesucian, keadaan tidak bersalah.
Kebanyakan budaya barat menggunakan gaun berwarna putih untuk
menandakan kemurnian atau kesucian. Selain itu putih juga memberi kesan
bersih. Dokter, suster dan teknisi laboratorium menggunakan warna putih
untuk menyatakan kesterilan. Putih mencerminkan keterangan dan ketenangan.
Dalam budaya Tionghoa warna putih mempunyai makna sebagai
simbol baru, kemurnian dan kesucian, bersih dan segar, kewajiban, kesahajaan,
dan bulan. Hampir sama dengan kebudayaan lain warna putih juga
melambangkan sebagai hal yang suci. Maka dari itu ketika bayi yang baru
lahir hampir setiap hari memakai pakaian yang berwarna putih, malmbangkan
sebagai kesucian, karena bayi yang baru lahir belum memiliki dosa. Sisi
negatif dari warna putih adalah dingin dan tanpa kehidupan.
B. Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari budhi yang berartii “budi” atau “akal”. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada
ahli lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk
budi daya, yang berarti “daya dari budi”. Karena itu mereka membedakan
“budaya”dan “kebudayaan”. Sehingga “budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta rasa dan karsa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta,
rasa dan karsa itu (Koentjoroningrat, 1990:181)
Kebudayaan atau budaya dalam bahasa belanda diistilahkan dengan
cultuur. Dalam budaya inggris, budaya berasal dari kata culture. Sedangkan
dalam bahasa latin budaya berasal dari kata colere.
Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya
“mengolah,mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dalam arti ini
berkembang arti culture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia
untuk mengolah tanah dan merubah alam”.
Banyak orang bicara tentang kebudayaan, akan tetapi pengertian yang
dipakai oleh setiap orang belum tentu sama. Sebagian orang menggunakan istilah
kebudayaan untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau
dengan kata lain terbatas dengan kesenian. Di lain pihak orang menggunakan
istilah kebudayaan untuk menyatakan ciri-ciri yang nampak dari sekelompok
anggota masyarakat tertentu sehingga dapat digunakan untuk membedakan
dengan kelompok masyarakat lain.
Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan
tingkat kemajuan teknik yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan
kebudayaan yang belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya
masih terbelakang.
Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil manusia dalam usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan, dan meningkatkan taraf
kesejahteraannya dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta
sumber-sumber alam yang berada disekitarnya. Kebudayaan dapat dikatakan
sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap tantangan-tantangan yang
Kebudayaan menurut Koentjoroningrat(1990:180), adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Dari definisi diatas menunjukan pendirian Koentjoroningrat bahwa
kebudayaan mempunyai tiga wujud:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan,
nilai-nilai, norma-norma dan sebagainya yang disebut sebagi wujud ideal
kebudayaan.
2. Wujud kedua kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Yang
disebut sistem sosial (social sistem)
3. Wujud ketiga kebudayaan adalah hasil fisik dari aktifitas, perbuatan, dan
karya manusia dalam masyarakat, disebut kebudayaan fisik.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataan kehidupan tidak
terpisahkan antara satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal mengatur dan
memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, serta menghasilkan
benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu
lingkungan hidup manusia yang semakin lama semakin menjauhkan manusia
dari lingkunag alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya dan
bahkan cara berpikirnya.
Para Sarjana Antropologi yang biasa menanggapi kebudayaan sebagai
suatu keseluruhan yang terintregasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan
universal). Istilah universal itu menunjukan bahwa unsur-unsur tadi bersifat
universal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan disemua kebudayaan
dari semua bangsa didunia. Dengan mengambil inti dari berbagai kerangka
tentang unsur-unsur kebudayaan yang disusun oleh beberapa Sarjana
Antropologi, maka Koentjoroningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu
Antropologi (1990-203) berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang
dapat ditemukan pada semua bangsa yang ada didunia.
Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap
kebudayaan didunia ini adalah:
1. Bahasa.
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi, dan
7. Kesenian.
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam
ketiga wujud kebudayaan yang sudah dijelaskan diatas, yaitu wujudnya yang
berupa sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik.
Dengan demikian sistem ekonomi misalnya mempunyai wujud sebagai
konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang berhubungan
tindakan-tindakan dan interaksi berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli
transportasi, pengecer dengan konsumen, dan diluar itu dalam sistem ekonomi
terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan
barang-barang ekonomi.
Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing tentu juga
mempunyai wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk keseluruhan
dari satu unsur kebudayaan universal. Namun semua unsur kebudayaan fisik
sudah tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan,
Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana,
ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga
merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep
ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan
warga masyarakatnya.
Menurut seorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn, tiap sistem
nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam
kehidupan manusia. Atas dasar konsepsi tersebut, ia mengembangkan suatu
kerangka yang dapat dipakai oleh para ahli antropologi untuk menganalisa secara
universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya yang terdapat didunia.
Menurut C. Kluckhohn kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia
yang menjadi landasan bagi kerangka variasi dalam sistem nilai budaya adalah
sebagai berikut:
2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia ( MK )
3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
( MW )
4. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
( MA )
5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya ( MM )
Menurut Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang
meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan (politik).
C. Masyarakat
Masyarakat merupakan terjemahan dari kata society adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata “masyarakat”sendiri berakar dalam bahasa arab,
musyarak. Lebih abstraknya, masyarakat adalah suatu jaringan-jaringan,
yang interdependen ( saling tergantung satu sama lain ). Umumnya istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu pada sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan
persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata spacius yang
berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara
implicit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai
perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam
bermatapencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat
pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyakat bercocoktanam, dan
masyarakat agricultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca industri sebagian
kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agricultural tradisional.
Manusia merupakan mahkluk yang ingin menyatu dengan sesamanya,
serta alam lingkungan sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri perasaan,
keinginan dsb, manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan
lingkunganya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang
berkesinambungan dalam masyarakat. Berikut ini beberapa pengertian menurut
berbagai sumber:
Menurut karl marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita
suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan
antara kelompk-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
Sebelum revolusi prancis tahun 1848, Karl Marx menulis
buku ,manifesto komunis yang terbit pada bulan januari 1848. Dalam buku itu
dituliskan masyarakat borjuis modern yang muncul dari keruntuhan
masyarakat feodal tidak menyingkirkan antagonisme kelas itu. Malah ia
memunculkan kelas-kelas baru, kondisi baru untuk melakukan tekanan,
bentuk-bentuk baru persaingan untuk menggantikan yang lama.
Borjuis menempatkan negeri ditangan penguasa kota. Ia telah
menciptakan kota-kota besar, telah banyak menambah penduduk kota
dibandingkan penduduk pedesaan dan dengan demikian menyelamatkan
sebagian besar penduduk dari kehidupan desa yang bodoh. Persis seperti yang
berlaku bagi suatu negri dengan ketergantungan kota. Borjuis telah membuat
negri barbar dan negri semi barbar bergantung pada negri beradab, bangsa
petani bergantung pada bangsa borjuis, timur pada barat.
Senjata yang digunakan borjuis untuk merobohkan feodalisme ini
dipergunakan untuk borjuis itu sendiri. Akan tetapi borjuis tidak
menggunakan senjata untuk membunuh dirinya sendiri, tapi juga digunakan
untuk membunuh orang-orang yang mengadakan senjata tersebut yaitu kelas
pekerja modern di kalanan proletar. Dengan perkembangan industri, proletar
bertambah besar, kekuatannya berkembang dan mereka merasakan
kekuatannya yang bertambah itupun mulai membentuk kombinasi (organisasi
buruh) melawan borjuis. Di sana sini pertentangan berkobar dan berkembang
menjadi kerusuhan.
Sejarah materialisme dan Dialektika. Pandangan materialis sejarah
adalah teori Karl Marx tentang hokum perkembangan masyarakat. Inti dari
pandangan ini adalah bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh
bidang produksi. Bidang ekonomi adalah basis, sedangkan dua dimensi
lainnya, institusi-intitusi sosial, terutama Negara dan bentuk-bentuk kesadaran
merupakan bangunan atas.
Karena faktor penentu adalah basis, maka harus memperhatikan
bidang ekonomi. Ciri yang paling menentukan bagi semua bentuk ekonomi
adalah pemisahan antara pemilik dan pekerja. Masyarakat terdiri dari
kelas-kelas sosial yang membadakan diri dengan yang lainnya. Berdasarkan
kedudukan dan fungsi masing-masing dalam proses produksi. Pada garis
besarnya (terutama semakin produksi masyarakat mendekati pola kapitalis)
kelas sosial termasuk salah satu dari dua kelompok kelas, yaitu
kelas-kelas pemilik dan kelas-kelas-kelas-kelas pekerja. Yang pertama memiliki sarana-sarana
kerja dan yang kedua hanya memiliki tenaga-tenaga kerja mereka sendiri.
Karena kelas-kelas pemilik begitu berkuasa berarti para pemilik dapat
menghisap tenaga kerja para pekerja. Jadi mereka hidup dari penghisapan
dan kelas-kelas pekerja merupakan kelas-kelas bawah dalam masyarakat.
Menurut Marx ciri khas semua pola masyarakat sampai sekarang adalah
masyarakat dibagi dalam kelas-kelas bawah dan kelas atas. Struktur ekonomi
tersusun sedemikian rupa hingga yang pertama dapat hidup dari penghisapan
tenaga kerja yang kedua.
Bangunan atas mencerminkan keadaan itu. Negara adalah
kelas-kelas atas untuk menjamin kedudukan mereka, jadi untuk seperlunya untuk
menindas kelas-kelas bawah untuk membebaskan diri dari penghisapan oleh
kelas-kelas atas, sedangkan “bangunan atas idealis” istilah marxis bagi agama,
filsafat, pandangan-pandangan moral, hukum, estetis dan lain sebagainya
berfungsi untuk memberikan legimitasi pada hubungan kekuasaan itu.
Oleh karena itu marx menolak paham bahwa Negara mewakili
kepentingan seluruh masyarakat. Negara dikuasai oleh dan berpihak pada
kelas-kelas atas, meskipun kadang juga menguntungkan kelas bawah.
Walaupun Negara mengataka bahwa negara adalah milik semua golongan dan
bahwa kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh masyarakat, namun
sebenarnya Negara melindungi kepentingan kelas atas ekonomis. Menurut
Marx Negara adalah merupakan lawan dari masyarakat kelas bawah, Negara
bukan milik dan kepentingan mereka. “bangunan atas idealis” itu menciptakan
kesan bahwa kesedian masing-masing kelas untuk menerima kedudukannnya
adalah membuat kelas bawah bersedia untuk menerima kedudukan mereka
sebagai kelas bawah.
Dalam teori Marx tentang masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan
bidang ekonomi. Teori ekonomi berupa teori nilai berdasar pada tenaga, teori
lebih, teori akumulasi capital, teori konsentrasi capital, dan teori pemiskinan,
semua pada pokoknya merupakan teori eksploitasi untuk memperlihatkan
bahwa golongan berpunya hidup dari golongan tidak berpunya. Teori seperti
ini muncul ketika melihat masyarakat, sekurang-kurangnya mengingat
masyarakat yang telah berupa Negara. Dalam kehidupan primitif komunal
dimana alat-alat produksi dimiliki bersama, pengisapan manusia oleh manusia
tidak didapati, kelas masyarakat tidak ada, masyarakat tidak mengenal
kekuasaan, oleh karena itu tidak mengenal Negara. Bentuk Negara itu tidak
selamanya ada, maka sejarah manusia sesudah terbentuknya Negara
memperlihatkan empat tingkatan produksi. Produksi berdasar penghambaan,
feodalisme, produksi kapitalis atau borjuis, dan produksi sosialisme.
Teori dialektika dengan tesis, anti tesis, dan sintesis dapat diterapkan
baik dalam hubungan kelas-kelas itu, maupun pada tingkat-tingkat produksi
itu sendiri. Demikianlah tesis bangsawan menimbulkan anti tesis golongan
peminjam tanah, tetapi keduanya ini menumbuhkan sintesis golongan borjuis.
Hal itu merupakan tesis kembali dan anti tesis adalah golongan pekerja.
Sintesisnya adalah manusia komunis yang terdapat dalam golongan
dengan tingkat feodalisme, maka anti tesisnya adalah tingkat produksi borjuis
atau kapitalisme, sintesisnya adalah tingkat produksi sosialisme. Dengan
demikian Negara merupakan alat dari kelas penguasa (berpunya) untuk
menindas kelas yang dikuasai (tidak berpunya). Negara dan pemerintah
identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya, berturut-turut
dalam sejarah manusia dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (tuan
tanah), kelas borjuis.
Komunisme dan masyarakat tanpa kelas. Yang dimaksud Marx
dengan komunisme bukanlah sebuah kapitalisme Negara. Marx mengatakan
hanya ada permulaan, sosialisasi berarti nasionalisasi, jadi Negara mengambil
alih hak milik pribadi.
Ciri-ciri masyarakat komunis adalah penghapusan hak mlik pribadi
atas alat-alat produksi penghapus adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya
Negara, penghapusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara
khusus sesudah kelas kapitalis ditiadakan, karena kapitalis sendiri sudah
menghapus semua kelas, sehingga hanya tinggal proletariat. Itulah sebabnya
revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat dengan kelas atas dan
kelas bawah.
Marx tidak pernah menguraikan bagaimana ia membayangkan
organisasi masyarakat setelah penghapusan hak milik pribadi. Ia hanya
berbicara secara abstrak dan umum. Satu-satunya tempat dia berbicara banyak
orang tidak terbatas pada bidang kegiatan eksklusif, melainkan dapat
mencapai kecakapan dalam bidang apapun, masyarakat mengatur produksi
umum, dengan memungkinkan hal ini saya kerjakan hari ini, hal itu besok,
pagi hari berburu, siang hari memancing ikan, sore hari memelihara ternak,
sesudah makan mengkritik…”( MEW 3.33 )
Marx menggunakan istilah sosialisme dan komunisme dalam arti
yang sama, yaitu keadaan masyarakat sesudah penghapusan hak milik pribadi
atas alat-alat produksi. Langkah pertama adalah kediktatoran proletariat dan
sosialisme Negara, lalu sesudah kapitalisme dihancurkan, Negara semakin
kehilangan fungsinya. Sosialisme tercapai apabila tidak ada lagi sedangkan
Negara komunis yang dimaksud Marx adalah bahwa Negara bukan hanya
menghilang bahkan menjadi yang maha kuasa.
Bagi Marx perhatian pada kebebasan manusia menjadi masalah
bagaimana orang menjadi tidak teralienasi secara sosial. Hal ini merupakan
proses yang membutuhkan bentuk ekonomi khusus yakni sosialisme. Suatu
kondisi perkembangan khusus suatu pemahaman bahwa rantai yang
membelenggu rakyat adalah politik dan bahwa hal itu diakibatkan oleh
dominasi kelas.
2. Menurut Emile Durkheim
Masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi
yang menjadi anggotanya. Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana
modern, ketika hal-hal seperti latar belakang, keagamaan, dan etnik bersama
tidak ada lagi. Untuk memepelajari kehidupan sosial dikalangan masyarakat
modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah
pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim
merupakan salah satu orang pertama yang menjelaskan berbagai bagian dari
masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat. Suatu hal yang
bakal dikenal dengan fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih dari sekedar
jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan Max Webber, ia
memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan
dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada
penilitian “faktor-faktor sosial”, istilah yang diciptakannya untuk
menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan tidak terikat
dengan tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai
keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada
tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat
dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnnya, misalnya melalui adaptasi
masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893),
Durkheim meneliti bagaimana tatanan social dipertahankan dalam berbagai
meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan
masyarakat moden. Para penulis sebelum dia, seperti Herbert Spencer dan
Ferdinand Toeenis berpendapat bahwa masyarakat berevolusi dengan
organisme hidup, bergerak dari keadaan yang sederhana kepada yang lebih
komplek yang mirip dengan kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim
membalikkan rumusan ini sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan
teori yang harus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial
dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat
tradisional bersifat “mekanis” dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap
oaring lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan
diantaranya sesamanya. Dalam masyarakat tardisional, kata Durkheim,
kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual. Norma-norma
sosial kuat, dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat komplek
menghasilkan solidaritas organik. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam
bidang pekerjaan dan peranan sosial mnciptakan ketergantungan yang
mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat mekanis, misalnya seorang
petani gurem hidup dengan masyarakat swa-sembada dan terjalin bersama
oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern
yang organik, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang
kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang sangat rumit ini,
kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran
kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat
tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hokum. Ia menemukan bahwa
masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum sering kali bersifat
represif, yaitu pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena
hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh
kejahatan itu, hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan
kesadaran. Sebaliknya dalam amsyarakat yang memiliki solidaritas organik,
hokum bersifat restitutif, yaitu bertujuan bukan untuk menghukum melainkan
untuk memulihkan aktifitas normal dari suatu masyarakat yang komplek.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin
meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatau kebingungan tentang
norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan
sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang
mengatur perilaku. Durkheim menyebut keadaan ini sebagai anomie. Dari
keadaan anomie muncullah beberapa perilaku menyimpang, dan yang paling
menonjol adalah bunuh diri.
Dalam bukunya yang berkonsep anomie dalam “bunuh diri” yang
diterbitkan tahun 1897. Dalam bukunya ini, Durkheim meneliti tentang bunuh
sosial yang lebih tinggi diantara orang khatolik menghasilkan tingkat bunuh
diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang yang mempunyai suatu
tingkat keterikatan tertentu kepada kelompok-kelompok mereka, yang
disebutnya integritas social. Tingkat integritas yang secara abnormal tinggi
atau rendah dapat menghasilkan bertanbahnya tingkat bunuh diri. Tingkat
yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integritas menghasilkan
masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh
diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi yang menyebabkan
orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarkat. Menurut
Durkheim, masyarakat khatolik mempunyai tingkat integritas yang normal,
sementara masyarakat protestan mempunyai tingkat integritas yang rendah.
Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori control, dan seringkali
disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Pengertian masyarakat selain menurut Karl Marx dan Emile
Durkheim, disebutkan juga oleh beberpa orang yang dijelaskan secara singkat,
diantaranya:
a. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama yang menghasilkan kebudayaan.
b. Menurut paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang
sama serta melakukan kegiatan di dalam satu kelompok atau organisasi
tersebut.
c. Menurut Syeikh Taqyudin An-Nabhani, sekelompok orang bisa dikatakan
sebagai masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem
atau aturan yang sama. Dengan kesamaan tersebut, manusia kemudian
berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Manusia merupakan mahkluk yang memiliki keinginan untuk
menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan sekitar. Dengan
menggunakan pikiran, naluri, pikiran keinginan dan sebagainya manusia
memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan alam sekitarnya. Pola
interaksi sosial dihasilkan oleh perilaku yang berkesinambungan dalam suatu
masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto dalam masyarakat setidaknya memuat
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Beranggotakan minimal dua orang.
b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan
c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia
baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan
antar anggota masyarakat.
d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta
Selain unsur-unsur tersebut, masyarakat juga harus mempunyai
cirri-ciri atau kriteria, menurut Marion Levy masyarakat bisa dikatakan
sebagai masyarakat yang baik apabila mempunyai kriteria sebagai berikut
a. Ada sistem tindakan utama
b. Saling setia pada sistem tindakan utama
c. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota
d. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran atau proses
reproduksi.
D. Tionghoa
Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga China) adalah salah satu etnis
di indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya tenglang (hokkien), tengnang
(Thiociu), atau Thongnyin (hakka). Dalam bahasa mandarin mereka disebut
Tangren (orang tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang
Tionghoa-indonesia mayoritas berasal dari China selatan yang menyebut diri mereka
sebagai orang tang, sementara orang China utara menyebut diri mereka orang
han (hanren).
Leluhur orang Tionghoa-indonesia berimigrasi secara bergelombang
sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka
beberapa kali muncul dalam sejarah indonesia, bahkan sebelum Republik
Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari China menyebutkan
dinasti-dinasti yang berkuasa di China. Faktor inilah yang kemudian membuat
lalu lintas perdagangan barang dari China ke Indonesia atau sebaliknya menjadi
semakin lancar.
Setelah Negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang
berkewarganegaraan Indonesia digolongkan dalam salah satu suku dalam
lingkup nasional Indonesia sesuai pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang
keturuan China yang ada di Indonesia, yang berasal dari kata Zhonghua dalam
bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Wacana cung hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu
adanya keinginan dari orang-orang China untuk terbebas dari kekuasaan dinasti
kerajaan dan membentuk suatu Negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana
ini sampai terdengar oleh orang asal China yang bermukim di Hindia Belanda
yang ketika itu dinamakan orang China.
Sekelompok orang yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda merasa
perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900 mereka
membuat sekolah di Hindia Belanda, dibawah naungan suatu badan yang diberi
nama “Tjung Hwa Hwei Kwan”, bila dilafalkan Indonesia menjadi “Tiong Hoa
Hwe Kwan”(THHK). THHK dalam perjalanannya bukanhanya memberikan
orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah
“China” menjadi “Tionghoa” di Hindia Belanda.
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara China,
menyebabkan banyak sekali orang-orang yang merasa perlu untuk keluar
berlayar untuk berdagang, tujuan utama saat itu adalah asia tenggara. Karena
pelayaran sangat tergantung dengan angin musim, maka setiap tahunnya para
pedagang akan sering bermukim di wilayah asia tenggara yang disinggahinya.
Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan
menikahi wanita setempat, ada juga pedagang yang pulang ke China untuk
kembali berdagang.
Orang-orang Tionghoa yang bermukim di Indonesia, umumnya berasal
dari tenggara China, mereka termasuk suku-suku : Hakka, Hainan, Hokkien,
Kantonis, Hokchia, Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara
ini dapat dimengerti, karena sejak jaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di
pesisir tenggara China memang telah menjadi Bandar perdagangan yang ramai.
Quanzhou pernah tercatat sebagi Bandar perdagangan tersibuk dan terbesar di
dunia pada jaman itu.
Sebagian besar orang-orang China di Indonesia menetap di pulau jawa.
Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain
dalam perkotaan adalah di daerah : Sumatra utara, Bangka-belitung, Sumatra
Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin, dan beberapa
a. Hakka : Aceh, Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Lampung,
Jawa, Kalimantan Barat, Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado,
Ambon, Jayapura.
b. Hinan : Riau (pekanbaru & batam) dan Manado.
c. Hokkien : Sumatra Utara, Padang, Pekanbaru, Jambi, Sumatra Selatan,
Bengkulu, Jawa Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja),
Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar,
Kendari, Sulawesi Tengah, Manado dan Ambon.
d. Kantonis : Jakarta, Makassar dan Manado.
e. Hokchia : Jawa, terutama di Bandung, Cirebon dan Surabaya.
f. Tiochiu : Sumatra Utara, kepulauan Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan
Barat (khususnya Pontianak dan Ketapang)
Di tangerang, banten, masyrakat Tionghoa telah menyatu dengan
masyarakat sekitar dan telah menyatu lewat perkawinan, sehingga waktu kulit
mereka lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Sehingga julukan untuk merka
menjadi “China Benteng”. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah
tarian lawan jenis secara bersamaan dengan iringan paduan campuran music
jawa, China, Sunda, dan Melayu.
Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di nusantara, para imigran
Tiongkok mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada
prasasti-prasasti jawa orang China disebut sebagai warga asing yang menetap
anak benua india. Dalam prasasti perunggu di tahun 860 dari jawa timur disebut
suatu istilah Juru China, yang berkait dengan jabatan orang-orang Tionghoa yang
tinggal disana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga mendapat pengaruh
dari kain-kain sutra tiongkok.
Catatan Ma-Huan ketika ikut dalam expedisi Ceng Ho menyebut secara
jelas bahwa pedagang China muslim menghuni ibu kota dan kota-kota Bandar
majapahit(abad 15) dan membentuk satu dari komponen penduduk kerajaan
tersebut. Expedisi CengHo juga meninggalkan jejak di kota semarang, ketika
orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan terpaksa melepas sauh di Simongan
(sekarang bagian kota semarang). Wang kemudian menetap karena tidak dapat
mengikuti Expedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi cikal bakal
masyarakat Tionghoa di kota Semarang. Wang mengabadikan Cengho menjadi
sebuah patung (disebut “Mbah Ludakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong”)
serta membangun klenteng klenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. di
komplek ini Wang juga di kuburkan dan mendapat julukan “Mbah Juragan
Dampo Awang”.
Reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 telah banyak memberi
perubahan bagi warga Tionghoa di Indonesia, walau belum 100% perubahan
tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukan tren perubahan pandangan
pemerintah dan warga pribumi kepada masyarakat Tionghoa. Bila pada masa
Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang untuk
tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatra Utara, misalnya hal biasa warga
Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien atau menggunakan aksara Tionghoa di
depan toko-toko atau rumah mereka. Sekarang warga Tionghoa telah membaur
bersama warga pribumi yang lainnya, baik itu di kota-kota besar dan juga di
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Klenteng Avalokitesvara
Klenteng Avalokitesvara merupakan Klenteng paling tua yang ada di
Surakarta. Klenteng tersebut terletak di jln R.E Martadinata No 14 Surakarta,
atau yang lebih sering dikatakan dekat dengan pasar gedhe, sebuah pasar yang
dianggap mempunyai sejarah yang berpengaruh di kota Surakarta.
Sama seperti tempat agama-agama yang lain, Klenteng ini juga digunakan
sebagai tempat ibadah bagi warga Tionghoa yang tinggal di Surakarta. Di dalam
Klenteng ini juga terdapat beberapa bagian dan beberapa Dewa, seperti halnya
tepat setelah kita masuk terdapat sebuah kolam kecil yang tujuannya digunakan
sebagai tempat membersihkan kaki dan tangan. Sesudah melewati kolam
tersebut terdapat sebuah meja yang digunakan sebagai tempat sembahyang yang
dinamakan Bilekhud, sebelah kanan dan kiri dari Bilekhud terdapat dua ukiran
naga dan singa. sebuah pembakar uang kertas yang disebut Jin Li terletak di
bagian depan Klenteng. Diruang tengah Klenteng Avalokitesvara tampak banyak
patung Buddhis yang berkualitas baik, tiga patung besar di belakang patung
Kwan Im pada tembok belakang yang melambangkan San-Zun fo-Zu, semacam
Tri Tunggal Buddhis yang disertai sejumlah patung yang lebih kecil.
Klenteng Avalokitesvara terdapat sebuah lampion yang digunakan sebagai
penerangan dan di bawah lampion dituliskan nama seseorang yang dimaksudkan
sebagai pengharapan bagi apa yang diinginkan orang tersebut, selain memakai
lampion, orang-orang Tionghoa juga memakai lilin untuk media
menggantungkan harapan, seperti di Klenteng Avalokitesvara terdapat dua buah
lilin yang berukuran besar yang digunakan sebagai pengharapan orang tersebut.
B. Sejarah Berdirinya Klenteng
Pada masa dinasti Tang ( 618-907 ) China berhasil mengirim ekspedisi
militernya ke China selatan, sejak itu orang China banyak yang menyebar ke
Asia Tenggara dan menetap di sana. Pada masa dinasti Sung ( 907-1127 ) mulai
banyak pedagang-pedagang China yang berdagang di Asia Tenggara termasuk di
Indonesia dengan membawa barang dagangan teh dan benda porselin dari China
yang indah, kain sutra yang halus dan obat-obatan, sedangkan mereka membeli
dan membawa pulang hasil bumi Indonesia. Orang-orang China mulai merantau
ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Daerah pertama yang
di datangi adalah Palembang yang pada masa itu merupakan pusat perdagangan
kerajaan sriwijaya kemudian mereka datang ke pulau jawa untuk mencari
rempah-rempah. Orang China datang ke Indonesia dengan membawa unsur
kebudayaan, termasuk unsur agama, dengan demikian kebudayaan china menjadi
Keberadaan masyarakat Tionghoa di Indonesia umumnya, khususnya
dipulau jawa telah tercatat dalam sejarah berabad-abad lamanya. Mereka telah
bermukim lama sebelum kadatangan pedagang dari Eropa. Masyarakat Tionghoa
yang berada di pulau jawa kebanyakan berprofesi sebagai pedagang. Dengan
adanya kegiatan perdagangan ini mereka membuat kelompok hunian yang
berdekatan dengan jalur transportasi dan tempat berdagang.
Dalam masyarakat Tionghoa dikenal tiga agama yaitu Khong Hu Cu, Tao
dan Buddha. Tetapi dalam prakteknya tidak ada fanatisme terhadap salah satu
ajaran agama tersebut, dengan kata lain kegiatan agama dilakukan secara
bersamaan, ajaran ketiga agama tersebut dikenal dengan nama Tridharma.
Kepercayaan terhadap ajaran agama diwujudkan dalam suatu upacara suci
dimana upacara tersebut juga melibatkan masyarakat. Oleh karena itu
dibutuhkan tempat atau bangunan suci yang digunakan sebagai tempat
melakukan upacara keagamaan. Semua masyarakat beragama di dunia ini pasti
memiliki tempat yang digunakan sebagai tempat upacara keagamaan, demikian
juga dengan masyarakat Tionghoa, mereka juga mempunyai tempat keagamaan
yang dinamakan Klenteng.
Kota Surakarta terdapat sebuah Klenteng yang dianggap sebagai Klenteng
yang paling tua. Klenteng tersebut dinamakan Klenteng Avalokitesvara atau
Tien kok Sie yang terletak di Jln, R.E Martadinata No 14, tepatnya di sebelah
selatan pasar gedhe, sebuah pasar yang menjadi saksi penting perjalanan
semua terlibat dalam transaksi jual beli. Klenteng Avalokitesvara yang sudah
berusia 264 tahun tepatnya dibuat tahun 1745, merupakan tempat ibadah Tri
Dharma ( Khong Hu Cu, Tao dan Buddha ) bangunan ini kental dengan
bangunan Tiongkok. Nilai sejarah Klenteng ini membuat banyak pengunjung
untuk singgah dan berdo’a. Klenteng ini dulunya dibuat untuk tempat tinggal
para pedagang Tiongkok yang singgah di Surakarta, tanah tersebut diberikan
oleh pihak kraton Surakarta. Klenteng avalokitesvra mempunyia
bermacam-macam Dewa-Dewi yang diagungkan, diantaranya adalah:
1. Tho Ti Kong ( Fu De Zheng Sen )
Bagi masyarakat Tionghoa Dewa Tho Ti Kong disebut sebagai Dewa
Bumi, Dewa Tho Ti Kong juga disebut sebgai Dewa yang paling tua. Beliau
lahir pada tahun 1134 SM pada zaman dunasti Zhou ( masa kaisar Zhou Wu
Wang ). Sejak kecil sudah menunjukan bakat sebagai orang pandai dan
berhati mulia. Pada masa itu beliau menjabat sebagai Menteri Urusan
pemungutan pajak, beliau selalu bertindak bijaksana dan tidak memberatkan
rakyat, sehingga rakyat sangat mencintainya. Tho Ti Kong ditampilkan
dengan sosok orang tua yang berambut dan berjenggot putih dengan senyum
ramah, biasanya Tho Ti Kong tampak menggenggam sebongkah emas di
2. Thien Shang Shen Mu ( Mak Co )
Thien Shang Shen Mu dikenal dengan sebutan Mak Zu atau Mak Co.
karena kehidupannya yang sederhana dan suka berbuat baik, orang-orang
menyebut dirinya sebagai Lin San Ren yang berarti orang baik. Nama asli dari
Dewi Thien Shang Shen Mu adalah Lin Mo Niang, dia dilahirkan pada masa
pemerintahan kaisar Tai Zu dari dinasti Song utara. Selama sebulan setelah
dilahirkan Lin Mo Niang tidak pernah menangis. Thien Shang Shen Mu
dianggap sebagi Dewi pelindung pelaut, sosoknya digambarkan sebagai dewi
yang sangat cantik dan berpakain kebesaran seorang permaisuri dan dikawal
oleh dua siluman yang pernah ditaklukkannya, yaitu Qian Li Yan dan Sung Fe
Er. Mak Co juga bisa menyembuhkan orang yang sakit, karena keahliannya
inilah orang-orang pada jaman dulu menyebutnya sebagai Ling Nu ( gadis
mukjizat ), Long Nu ( gadis naga ), dan Shen Gu ( bibi yang sakti ). Oleh
karena itu di dalam Klenteng Avalokitesvara terdapat air berkah dari Mak co,
yang mempunyai tujuan untuk menyembuhkan orang yang sakit.
3. Xuan Tian Shang Ti
Xuan Tian Shang Ti adalah Dewa langit pengusir setan. Nama asli
Xuan Tian Shang Ti adalah Xuan Wu, ibunya mengandung Xuan Wu selama
14 bulan. Setelah melihat banyak orang-orang yang bertindak semaunya,
orang kaya hidup dengan berlebihan dan orang-orang miskin mati kelaparan,
duniawi. Xuan Tian Shang Ti ditampilkan sebagai seorang Dewa yang
mamakai pakaian perang keemasan tangan kanannya memegang pedang dan
kakinya tanpa alas menginjak kura-kura dan ular. Wajahnya berwibawa
dengan jenggot warna putih dan rambutnya terurai kebelakang.
4. Cai sen Ye
Dalam ajaran agama Buddha, Cai Sen Ye merupakn Dewa harta atau
Dewa kekayaan. Sosok Dewa kekayaan ini digambarkan dengan panglima
perang yang mempunyai wajah seram dengan pakaian perang lengkap, satu
tangan menggenggam ruyung dan tangan yang lain menggenggam sebongkah
emas menaiki seekor harimau hitam.
5. Cao Kun Kong
Di dalam Klenteng Avalokitesvara terdapat seduah dewa yang disebut
dewa dapur atau Cao Kun Kong. Cao Kun Kong dulunya adalah seseorang
yang suka judi yang selalu kalah sampai hartanya habis untuk berjudi. Sampai
pada akhirnya ia pun membujuk istrinya untuk menjual diri kepada seseorang
yang kaya raya, uang hasil penjualan istrinya ia gunakan lagi untuk berjudi.
Kemudian ia pun sadar akan kebaikan istrinya tersebut, ia pun membenturkan
kepala di dinding dapur, istrinya sendiri menguburkan Cao Kun Kong di
dapur rumah tersebut dan tiap hari Uposata ( Cap Go – Ce It ) dan hari