• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN

PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh : RURY KISTIANTARI

J 100 060 039

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

ii

Motto

Raihlah keinginanmu melebihi kemauanmu, karena kemauanmu adalah

keinginan yang berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak meridhoi sesuatu

yang berlebih-lebihan.

Allah tak pernah jenuh akan menerima persembahan untuknya, maka ketika

berbuat kesalahan hendaklah memohon maaf kepada-Nya.

Tak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu yang terbaik, sesungguhnya

yang terlambat itu adalah orang-orang yang tidak melakukan apapun.

Setinggi-tingginya ilmu adalah ilmu yang dibawa mati, yaitu ilmu orang-orang

berjihad kepada Allah.

Seorang bayi diajarkan merangkak oleh kedua orang tuanya hingga bisa berlari,

dan ketika terjatuh beliau menghiburnya. Ketika dewasa anak itu berjalan

sendirian, ketika terpeleset dia bangun sendiri dan mengobati lukanya sendiri.

Ketika sendirian teman yang paling dapat dipercaya adalah Allah, rahasia

terpenting milikku adalah milikku dan Allah.

People couldn’t expecting a help when they fault. But they had a best solution

for their self. Then when they are crying, they had sometissue. Cause they know,

they are all alone, were all alone and will be all alone without a friend.

Buah bisa aja jatuh jauh dari pohonnya.

I belive in karma, when I do something broke my self without a reason that is a

karma. When I get a unlucky thing that is a karma.

(3)

iii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah Ya Allah Dengan Ridho Engkau Aku

Dapat Menyelesaikan Tugas-Tugas Ini :

Ya

Allah

terimakasih karena telahmemberi kesempatan kepadaku

untuk menyelesaikan tugas-tugasku, dan telah menjadi sahabatku yang

memotivasi setiap jalanku, karena hanya Engkaulah sahabat karib

penyemangat hidupku dan memberi hidayah disetiap jatuhku. Terimakasih

Ya Allah.

Mama dan Papaku

tercinta yang sabar menanti keberhasilan ini,

semoga ini menjadi buah dari kerja keras mama dan papa yang selama ini

membanting tulang untuk kehidupan serta kuliahku di pulau Jawa ini.

Adikku

tersayang, terimakasih karena sudah menjadi adik yang baik

dan selalu mendukungku.

Vespa MbrebetQ

yang selalu ada untuk aku. Matur nuwun sudah

diberi 3 tahun yang tidak terlupakan ini.

Teman-temanku

“cah dhe telu fisioterapi 2006”

mari berjuang untuk

masa depan.

My best friends

; Tincek, Erni, Idha, Memet, Ndindix, and Surti,

terimakasih karena sudah menjadi sahabat karib yang setia kawan.

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui pembimbing untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Fisioterapi Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing,

(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Jurusan Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III fisioterapi.

Pada hari : Sabtu

Tanggal : 3 Oktober 2009

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah:

Tanda Tangan Penguji I : Wijianto SST.FT ( ) Penguji II : Andry Ariyanto SST.FT ( ) Penguji III : Agus Widodo SST.FT, M.Kes ( )

Disahkan Oleh:

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala sanjungan dan pujian hanya untuk Penguasa segala ilmu, Pengatur segala kejadian, Penggenggam seluruh jiwa raga manusia, Allah SWT. Dialah yang memberikan nikmat dan anugerah serta rahmat-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra dengan pemasangan plate and screw di RSAL DR. RAMELAN SURABAYA” sebagai syarat untuk melengkapi tugas-tugas guna menyelesaikan Program Studi Fisioterapi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiadji, MM, selaku rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Bapak Arif Widodo, A.Kep, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(7)

vii

4. Bapak Wijianto, SST.FT selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas yang telah memberikan arahan dan tambahan ilmunya serta meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.

5. Segenap dosen Program Studi Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ilmu, masukan serta bimbingan selama masa pendidikan. 6. Dr. Eko Poerwanto Sp.RM dan bapak Dedi selaku pembimbing lahan di RSAL Dr.

Ramelan Surabaya.

7. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan doa, ridho dan semangat. Terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangnya.

8. Adikku satu-satunya yang paling aku sayangi.

9. Keluarga besarku terimakasih atas semua do’a, dan supportnya.

10.“Vespa Mbrebet” yang always be there for me, and give me a lovly life, teach me how to survive my own self, n how to live in Solo.

11.Anak-anak kost “GARDENA” mbak Maya, mbak Ocha, mbak Via, Erni, Meita, Nita, Nobita, dek Linda, dan dek Putri yang selalu menjadi teman disaat aktifitas kuliah sudah usai.

12.“My best Friend”, Erni, Idha, Tincex, Ndi2x, Meta, dan Surti, thank you very much for everything, u all are my best life friend that I ever had.

13.And the last, untuk “cah dhe telu fisioterapi 2006” lets go back to home and bring much of Money as we can.

(8)

viii

kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya tulis imliah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2009

(9)

ix

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI

RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

RINGKASAN

( Rury Kistiantari, 2009, 98 Halaman)

Fraktur femur 1/3 distal dextra disebabkan oleh karena adanya benturan langsung pada kaki kanan bagian atas atas. Fraktur Femur dapat terjadi karena adanya benturan baik langsung maupun tidak langsung. Pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra

dilakukan pemasangan internal fiksasi dengan plate and screw, yang akan menimbulkan permasalahan impairment diantaranya adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada kaki kanan bagian atas, adanya oedem pada kaki kanan, adanya penurunan kekuatan otot flexor, extensor, adductor dan abductor hip, fleksor dan extensor knee, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi elbow, adanya penurunan kemampuan fungsional seperti pasien kesulitan beraktifitas, berjalan, dan toileting.

Dalam pelaksanaan fisioterapi pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra

dengan pemasangan plate and screw dilakukan pemeriksaan diantaranya pemeriksaan pengukuran derajat nyeri dengan skala VDS (Verbal Descriptive Scale), oedema dengan menggunakan midline, kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing), LGS dengan goneometer, dan kemampuan fungsional dengan indeks barthel. Pada kasus ini modalitas yang digunakan adalah terapi latihan.

(10)

x

pengurangan oedem pada maleolus lateralis kanan T1 = 26 cm menjadi T6 = 25 cm,5 cm ke proximal T1 = 23 cm menjadi T6 = 21 cm,10 cm ke proximal T1 = 23 cm menjadi T6 = 21 cm,5 cm ke distal T1 = 31 cm menjadi T6 = 29 cm,10 cm ke distal T1 = 27 cm tetap T6 = 27 cm, (3) adanya peningkatan kekuatan otot flexor hip kanan T1 = 2- menjadi T6 = 3, otot extensor hip kanan T1 = 2- menjadi T6 = 2, otot adductor T1 = 3- menjadi T6 = 3, otot abductor T1 = 3- menjadi T6 = 3, (4) adanya peningkatan LGS aktif pada sendi hip kanan, flexi-extensi T1 S = 0-0-5 menjadi T6 S = 0-0-10, abductor-adductor T1 F = 20-0-5 menjadi T6 R = 320-0-5-0-120-0-5, gerakan pasif flexi-extensihip T1 S = 0-0-25 menjadi T6 S = 15-0-45, fleksi-extensi knee T1 S = 0-0-11 menjadi T6 S = 0-0-30, (5) adanya peningkatan aktivitas kemampuan fungsional.

(11)

xi

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI

RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

ABSTRAK

(Rury Kistiantari, 98 Halaman)

Fraktur femur 1/3 distal dextra adalah rusaknya kontinuitas tulang femur pada sepertiga distal bagian kanan yang di sebabkan oleh trauma secara langsung maupun tidak langsung. Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya seperti ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.

Salah satu upaya pengembalian bentuk tulang yang mengalami fraktur dengan tindakan operasi. Operasi akan menimbulkan permasalahan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Pada kasus ini diantaranya adanya penurunan pada kondisi umum (KU) pasien, nyeri pada tungkai kanan, adanya bengkak pada kaki kanan, penurunan kekuatan otot flexor-extensor hip kanan, abductor-adductor hip kanan, dan flexor-extensor knee, keterbatasan gerak pada sendi hip dan knee, dan penururnan kemampuan fungsional. Untuk penanganan yang efektif dan efisien, maka dilakukan suatu metode pemeriksaan yaitu pemeriksaan nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS), pemeriksaan bengkak dengan antropometri, pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT), pemeriksaan lingkup gerak sendi dengan goneometer, serta kemampuan fungsional dengan

IndexBarthel.

Untuk membantu mengatasi masalah-masalah tersebut, salah satu modalitas fisioterapi yang dapat digunakan adalah terapi latihan berupa static contraction, gerak aktif dan gerak pasif. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali, di dapatkan hasil berupa kondisi umum pasien meningkat, nyeri berkurang, bengkak berkurang, kekuatan otot

flexor-extensor hip dan knee kanan dan abductor-adductor hip kanan meningkat, lingkup gerak sendi hip dan knee bertambah, dan kemampuan fungsional meningkat.

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan yaitu Static contraction, gerak pasif dan gerak aktif, dapat membantu mengurangi permasalahan yang timbul akibat post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

(12)

  xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN MOTTO ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

RINGKASAN ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 2

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D Manfaat penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Anatomi ... 7

B. Biomekanika ... 28

C. Patologi ... 30

D. Deskripsi Problematika Kasus ... 40

(13)

  xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Rancangan Penelitian ... 45

B. Kasus Terpilih ... 45

C. Instrument Penelitian ... 45

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

E. Cara Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Pelaksanaan Studi Kasus ... 51

B. Protokol Studi Kasus ... 78

C. Pembahasan Kasus ... 88

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan suatu Negara yang masih berusaha untuk

lebih maju dalam segala bidang, khususnya pelayanan kesehatan. Fisioterapi

adalah suatu bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan penting bagi

kemajuan dan keberhasilan pembangunan nasional. Sesuai dengan definisi

fisioterapi yaitu suatu upaya pelayanan kesehatan professional yang bertanggung

jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat. Khususnya dalam

masalah kemampuan gerak dan fungsi dilaksanakan dengan terarah dan

berorientasi pada masalah dan pendekatan ilmiah serta dilandasi etika profesi

yang mencakup aspek pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan,

penyembuhan dan pemulihan, ( KEPMENKES, 1363 ).

Semakin pesatnya kemajuan teknologi saat ini, memberikan berbagai

kemudahan dengan tercapainya berbagai sarana dan prasarana dalam berbagai

bidang. Begitu juga dengan angka transportasi yang semakin bertambah,

dikarenakan kebutuhan dalam mencapai jarak dalam waktu singkat dan mudah.

Sementara di balik kemajuan tersebut, mengakibatkan kurangnya perhatian

masyarakat pada kebutuhan yang akan menunjang aktivitas masyarakat

Sarana transportasi yang seharusnya menjadi alat bantu beraktifitas yang

aman, menjadi sebab terjadinya berbagai kecelakaan yang disebabkan oleh

kesalahan manusia. Terutama yang paling sering terjadi adalah kecelakaan

(15)

2

Unit rehabilitasi medik berperan penting dalam mengatasi

masalah-masalah akibat dari kecelakaan tersebut. Fisioterapi dengan aktif memberikan

pelayanan kesehatan yang profesional. Guna membantu individu, keluarga

ataupun masyarakat dalam pemulihan masalah kemampuan gerak dan fungsi

pasca trauma tanpa membedakan kalangan.

A. Latar Belakang

Kecelakaan yang kerap terjadi merupakan kesalahan manusia yang di

dasari dari sikap ketidak hati-hatian dari pengendara. Selain itu melunjaknya

jumlah kendaraan bermotor yang tidak ditunjang oleh kelayakan jalan raya

menjadi sebab terjadinya kecelakaan ini. Yang kemudian dari kecelakaan tersebut

dapat menyebabkan terjadinya fraktur (patah tulang).

Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang

(Apley dan Solomon, 1995). Fraktur dapat terjadi secara mendadak oleh karena

adanya kekerasan baik dari luar tubuh yang secara langsung ataupun tidak

langsung maupun yang terjadi dari dalam tubuh itu sendiri.

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.

Fraktur tertutup adalah apabila kulit diatas perpatahan masih utuh. Fraktur terbuka

adalah fraktur apabila kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang

cenderung akan mengalami kontaminasi dan infeksi (Apley dan Solomon, 1995).

Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau

(16)

3

Prinsip menangani fraktur meliputi : 1) reduksi yaitu memperbaiki posisi

fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka

(dengan operasi), 2) mempertahankan reduksi (immobilisasi) yaitu tindakan untuk

mencegah pergeseran dengan traksi terus menerus, pembebatan dengan gips,

pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal, 3)

memulihkan fungsi yang tujuannya adalah mengurangi oedem, mempertahankan

gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot, dan memandu pasien kembali

keaktifitas normal (Apley dan Solomon, 1995).

Imomobilisasi dengan internal fiksasi adalah 1) plate and screws, 2)

cortical bonegraft and screws, 3) intra medular nail, 4) screw plate and screws,

5) nail plate, 6) oblique transfixion screw, 7) circumferentential wire band

(adams, 1992). Dalam kasus ini internal fiksasi yang digunakan adalah plate and

screws.

Problematik fisioterapi pada kasus pasca ORIF (Open Reduction Internal

Fixation) Fracture Femur 1/3 Distal dextra dengan plate and screw meliputi

impairment, functional limitation, disability. Yang termasuk di dalam impairment

adalah; 1) Adanya oedem / bengkak pada ankle hingga knee dextra, 2) Nyeri

sepanjang knee hingga ke pangkal paha kanan, 3) Penurunan fungsi otot-otot

ankle, knee, dan hip dextra, 4) Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi) kaki

kanan. Yang termasuk di dalam functional limitation adalah; 1) Ketidakmampuan

berdiri, berjalan, serta ambulasi. Yang termasuk di dalam disability adalah; 1)

(17)

4

yang di alami oleh pasien, 2) Sosialisasi pasien dengan teman-teman kantor dan

tetangga (lingkungan) terganggu.

Modalitas yang digunakan fisioterapi salah satunya adalah Terapi latihan.

Terapi latihan adalah salah satu usaha dalam penyembuhan dalam fisioterapi yang

dalam pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif (

Priatna, 1985). Menurut Kisner dan Colby (1996) Terapi latihan antara lain: 1)

static contraction yaitu untuk mengurangi oedem pada tungkai yang disebabkan

proses radang karena luka incisi, 2) passive exercise untuk memelihara luas gerak

sendi, 3) active exercise untuk memelihara luas gerak sendi dan meningkatkan

kekuatan otot. Selain itu fisioterapis juga harus memberikan terapi dan latihan

berupa transfer, posisioning dan ambulasi pasien untuk meningkatkan

kemampuan aktivitas mandiri pasien.

B. Rumusan Masalah

Pada kondisi pasca ORIF Fracture Femur 1/3 Distal Dextra dapat

dirumuskan masalahnya :

1. Apakah Static Contraction yang disertai elevasi dapat mengurangi oedem

dan nyeri?

2. Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan LGS dan kekuatan otot?

3. Apakah latihan jalan dapat meningkatkan kemampuan fungsionalnnya/

(18)

5

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis harus jelas dan tepat, maka penulis akan

membagi tujuan tersebut menjadi dua bagian, yaitu:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui proses penatalaksanaan terapi latihan setelah

ORIF Fracture Femur 1/3 Distal Dextra menambah wawasan dan

pengetahuan serta menyebarluaskan informasi tambahan tentang peran

fisioterapi pada kondisi fraktur pada kalangan fisioterapi, medis dan

masyarakat luas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui manfaat static contraction yang disertai elevasi

dalam mengurangi oedem dan nyeri.

b. Untuk mengetahui manfaat Terapi Latihan dalam meningkatkan

lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot.

c. Untuk mengetahui manfaat latihan jalan dalam meningkatkan

(19)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

Hasil penelitian untuk pengembangan IPTEK diharapkan dapat

manfaat ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.

2. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk institusi

pendidikan sebagai sarana pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik

di lingkungan pendidikan fisioterapi untuk memahami serta melaksanakan

proses fisioterapi dengan modalitas yang ada khususnya terapi latihan.

3. Bagi Penulis

Manfaat hasil penelitian ini bagi penulis sendiri diharapkan dapat

menambah dan memperluas wawasan, serta pengetahuan penulis tentang

fracture fémur 1/3 distal dextra dengan modalitas terapi latihan.

4. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberitahukan serta

memberikan informasi kepada masyarakat tentang fracture fémur 1/3

distal dextra dan permasalahannya serta mengetahui program fisioterapi

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas lebih lanjut, penulis ingin menguraikan terlebih

dahulu mengenai beberapa hal merupakan bagian dari landasan teori yang

mendasari proses pemecahan permasalahan dari kasus post operasi frakturfemur

1/3distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

Dimana landasan teori ini antara lain: (1) Anatomi, Fisiologi, dan

Biomekanik, (2) Patologi, (3) Permasalahan yang dibahas, (4) Modalitas

fisioterapi yang digunakan yaitu terapi latihan.

A. Anatomi dan Fisiologi

Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1)

sistem tulang (osteo), (2) sistem sendi (joint), (3) sistem otot (muscle), (4) sistem

saraf (nervus).

1. Sistem Tulang (Osteo)

a. Os Femur

Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus,

dan collum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan

acetabullum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia

pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan

terbesar dari pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh.

Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan

(21)

Gambar 2.1

(22)

Gambar 2.2

(23)

a) Epiphysis Proximalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang

punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat

cekungan yang disebut favea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum

femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throchanter major

kearah medial juga membulat kecil disebut trachanter minor. Dilihat dari depan,

kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea

intertrochanterica (linea spirialis). Dilihat dari belakang kedua bulatan ini

dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula

maka disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut fossa

trachanterica.

b) Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang

merupakan sepertiga dengan basis menghadap ke depan pada diaphysis

mempunyai dataran yaitu facies medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang

berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan

adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositasglutea. Linea ini terbagai menjadi

dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial sendiri

merupakan lanjutan dari linea intertrochanterica. Linea aspera bagian distal

membentuk segitiga disebut planum poplitenum. Dari trachantorminor terdapat

suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen

(24)

c) EpiphysisDistalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylusmedialis dan condylus

lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah

bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epincondylus lateralis.

Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan lineaaspera bagian distal dilihat dari

depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut faciespatelaris untuk bersendi

dengan Os patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis

disebut lineainercondyloidea.

b. OsPatella

Terjadi secara desmal, berbentuk segitiga dengan basis menghadap

proximal dan apex menghadap kearah distal. Dataran muka berbentuk convex.

Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2

dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis

medialis yang sempit.

c. OsTibia

Terdiri 3 bagian yaitu epiphysisproximalis, medialys dan epipysisdistalys:

epiphysisproximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylusmedialis dan condylus

lateralis. Di sebelah atas terdapat dataran sendi disebut faciesarticularissuperior,

medial dan lateral, tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra glenoidalis.

Facies articularis superior terbagi dua menjadi facies articularis medialys dan

lateralis, oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang

disebelah lateral dan medial terdapat penonjolan disebut turbeculum

(25)

posterior. Tepi lateral margo infra glenoidalis terdapat dataran disebut facies

ariticularisfibularis untuk bersendi dengan osteum fibulae.

d. OsFibula

Os fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia terletak

disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan

episphysisdistalis, epiphysisproximalis membulat disebut capitullumfibula untuk

bersendi dengan tibia.

2. Arthrologi / Sistem sendi

Sendi adalah hubungan antar dua tulang atau lebih dari system sendi disini

meliputi system sendi panggul dan sendi lutut.

a. Sendipanggul ( hip joint )

Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caputfamoris

facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk

simetris terbentang melampaui equator labium lunata, labium acetabuli

mengandung zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium meliputi dua pertiga

caput femoris lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh

ligamentumtranversum acetabuli, dikanan terdapat bantalan lemak menuju caput

femoris. Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labiumacetabuli

sehingga labiumacetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul

(26)

a) LigamentumIliofemorale

Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterior dan inferior,

berfungsi mencegah gerakan extensi dan exorotasi tungkai atas yang berlebihan

pada sendi pangkal paha.

b). LigamentumPubofemorale

Berbentuk segitiga, dasarnya ligament pada ramus superior pubis

berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.

c). LigamentumIschiofemorale

Berbentuk spiral, melekat pada corpusischium dekat tepi acetabulum.

d). Ligamentumtransfersumacetabuli

Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya caput

femoris dari acetabulli.

e). Ligamentumcapitisfemoris

Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris, berfungsi

sebagai tempat berjalan vena dan saraf, meratakan permukaan sendi.

b. Sendi Lutut ( knee joint )

Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh

kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana

pada facet joint terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada

satu permukaan bagian medial otot vastuslateralis menarik patella ke arah medial

sehingga patella stabil. Pada posisi 300 , 400 dari ekstensi, patella tertarik oleh

(27)

Gambar 2.3

Sendi Pangul, Tampak Belakang (Putz and Pabts, 2005).

Gambar 2.4

Sendi Paggul, Tampak Depan (Putz and Pabts, 2005). 1

2

3 4 5

10

9

6 7

8

5

6 7

8

1 2

3

(28)

3. Sistem Otot (Muskuloskeletal)

Otot-otot yang akan dibahas ini hanya berhubungan dengan kondisi pasien

post operasi ORIF (Operation Reduction Internal Fixation) fraktur femur 1/3

tengah dextra dengan pemasangan intramedularnail adalah otot yang berfungsi

ke segala arah seperti regio hip untuk gerakan flexi-extensi, abduksi-adduksi, dan

eksternalrotasi-internalrotasi.

Untuk lebih terperincinya maka penulis menyertakan otot-otot yang

(29)

Gambar 2.5

(30)
[image:30.595.189.412.143.651.2]

Gambar 2.6

Otot-otot paha dan pinggul; lapisan dalam setelah sebagian besar otot

permukaan gluteal dan ischiokrural disingkirkan ; tampak belakang (Putz and

(31)
[image:31.595.90.538.195.710.2]

Tabel 1

Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, 1986).

Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Sartorius Spina illiaca anterior

superior ( SIAS )

Permukaan medial

tibia

Flexi, abduksi

rotasi, lateral arc,

coxae

N. femoralis

Illiacus Fossa illiaca di dalam

abdomen

Throchantor femur flexi N. femoralis

Pe#ctineus Ramus superior pubis Ujung atas linea

aspera femur Flexi, adduksi arc, coxae N. femoralis Quadriceps femoralis Rectus femoris

SIAS (Sacro Iliaca

AnteriorPosterior)

Tendorotasi M.

quadriceps pada

patella, via

ligamentum

patellae ke dalam

Flexi arc, coxae N. femoralis

Vatus lateralis Ujung atas dan batang

femur, septum, facialis,

lateral dalam

Tuberositas tibia Extensi lutut N.femoralis

Vatus medialis Ujungan atas dan

batang femur

Tuberositas tibia Extensi lutut dan

menstabilkan

patella

N. femoralis

Vatus

intermediaus

Permukaan anterior dan

lateral batang femur

(32)
[image:32.595.94.530.192.617.2]

Tabel 2

Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Richard, 1986).

Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Biceps

femoralis

Caput longum

tuber ischiadikum

Caput breve linee

aspera, crista supracondilair lateral batang femur Permukaan medial tibia

Flexi, abduksi, rotasi

lateral arc coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

tendonosus

Tuber ischaidicum Medial tibia Flexi dan rotasi medial

sendi tutut serta arc,

coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

membranosus

Tuber ischiadicum Condylus

medialis

tibia

Flexi dan rotasi medial

sendi lutut serta extensi

are coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Adductor

magnus

Tuber ischiadicum Tuberculum

adductor

femur

Extensi arc coxae Ramus tibialis N.

(33)
[image:33.595.69.530.183.487.2]

Tabel 3

Otot Tungkai Atas Regio Glutealis (Richard, 1986).

No Otot Region Insertion fungsi Inverse

Gutues Maximus Permuknaan luar

illium sacrum, coccyx,

ligament sacrotubelare

Tractus illiotibilais

dan tubesrositas

gluteus femoris

Extensi dan rotasi

lateral arc coxae

N. gluteus

inferior

Gluteus medius Permukaan luar illium Lateral trochantor

mayor femoris

Abduksi arc,

coxae

N. gluteus

inferior

Gluteus minimus Permukaan illium Anterior trochantor

mayor femoris

Abdukasi arc,

coxae

N. gluteus

inferior

Priformis Permukaan anteriror

sacrum

Irochantor mayor

femoris

Rotasi lateral N. gluteus

inferior Obturatorius internus Permukaan dalam membrane obturatoria Tepian atas trachantor mayor femoris

(34)
[image:34.595.96.531.164.659.2]

Tabel 4

Otot Tulang Medial Paha (Richard, 1986).

No Nama otot Orogio Insertio Persyaratan Fungsi

M. gracilis Ramus inferior

ossis pubis ossis

ischi Tuberosits tibia dibelakang m sartorium Ramus anterior N. obturatoria L,2-4

Abduktor flexor hip

flexor dan internal

rotator tungkai bawah

M. adductor logus Dataran anterior ramus superior ossis pubis Labium mediale linea aspera 1/3 medial Ramus anterios N. abtoritorium L,2-3

Abductor flexor hip

M. adductor bravis Lateral ramus interior ossis pubis Labium medial linea aspera Ramus anterior danposterior N.

abturotoial L 2-4

Adductor flexor internal

rotasi hip M. obturatoirus Mo gus Dataran anterior ramus inferior

osis ischi dan

tuber ischiadicum

Labium medial

linea aspera

Ramus posterior

N.abturatoria dan

N. tibialis dari L,

2-5 dan S1

Adductor dan ekstensor

hip M. obturatoirus externus Dataran anterior membrane abturatoria, foramen abturatorium Fossa trachantorica femoris Ramus muscularis pexus sacralis S,1-3

Exernal rorator hip

(35)
[image:35.595.158.515.114.656.2]

Gambar 2.7

(36)

4. Sistem Persyarafan (NervusSystem)

a. Nervus Femoralis

Merupakan cabang terbesar dari plexuslumbalis. Nervus ini berisi dari tiga

bagian plexus yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini

muncul dari tepi lateralpsoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati

m. psoas dan m. illiacus ia terletak di sebelah fasia illica dan memasuki pada

lateral terhadap anterior femoralis dan selubung femoral dibelakang ligament

inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis

mensyarafi semua otot anteriorhip.

b. Nervus Obturatorius

Berasal dari plexus lumbalis (L2,L3,L4) dan muncul pada bagian tepi m.

psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan depan pada lateral

pelvis untuk mencapai bagian atas foramen abturatorium, yang mana tempat ini

pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi

cabang-cabang muscular pada m. gracillis, m. adductor brevis, dan longus. Sedangkan

devisi posterior mensyarafi articulates guna memberi cabang-cabang muscular

kepada m. obturatoriusexsternus, dan adductormagnus.

c. Nervus Gluteus Superior dan Inferior

Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas dan

bawah foramen ischiadicus majus diatas m. piriformis dan mensyarafi gluteus

(37)

5. Sistem Peredaran Darah

Disini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas

atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.

1) Pembuluh Darah Arteri

Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini

selalau membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale yang

membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah arteri pada

tungkai antara lain yaitu :

a. Arteri Femoralis

Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament

inguinale dan merupakan lanjutan arterial illiaca externa, yang terletak

dipertengahan antara SIAS (SpinaIlliaca anterior), superior dan symphisis pubis.

Arteri Femoralis merupakan pemasok darah utama bagian tungkai berjalan

menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada

lubang otot magnus dengan memasuki spaticapoplitea sebagai arterispoplitea.

Pada bagian atas perjalannya, ia terletak superficial dan ditutupi kulit dan

fascia pada bagian bawah perjalannya ia melalui bagian belakang otot sartorius,

ia berhubungan dengan dinding selubung femoral dan silang oleh nervusqutaneus

femoris dan nervussaphenus bawah.

b. Arteria Profunda Femoralis

Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis dari

(38)

adductor, berjalan turun diantara otot adductorbrevis dan kemudian terletak pada

otot adductormagnus.

c. Arteria Obturatoria

Merupakan cabang arteria illiaca interna ia berjalan ke bawah dan

kedepan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus abturatoria melalui

canalisobturatorius, yaitu bagian atas foramenabturatorum.

d. Arteria Poplitea

Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke fossa

bercabang menjadi arteritibialisposterior terletak dalam fossapoplitea dari fossa

lateral ke medial adalah nervustibialis, vena poplitera, arteripoplitea.

2) Pembuluh Darah Vena

Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:

a).Vena Femoralis

Vena femoralis memasuki paha mealalui lubang pada otot adductor

magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, menaiki paha mula-mula pada sisi

lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya

meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral dan berjalan

dibelakang ligamentuminguinale menjadi vena illiacaexterna.

b).VenaProfundaFemoralis

Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan

(39)

c).VenaObturatoria

Vena obturatoria menampung cabang yang dapat disamakan dengan

cabang arterianya dimana mencurahkan isinya kedalam venailliacainternal.

d). Vena Saphena Magna

Mengangkut perjalanan darah dari ujung medialarcus venosum dorsalis

pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolusmedialis, venosumdorsalisvena,

ini berjalan di belakang lutut menelengkung ke depan melalui sisi medial paha.

Berjalan melalui bagian bawah N.sphenosus pada fasciaprofunda dan bergabung

(40)
[image:40.595.155.532.112.555.2]

Gambar 2.8

Arteri-arteri ekstremitas bawah; tampak depan dan belakang

(41)

B. Biomekanik

Merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan tubuh pada manusia

pada bab ini, penulis berusaha menjelaskan gerakan yang dilakukan oleh sendi

panggul dan lutut.

1. Sendi paha (hipjoint)

Osteokinematik dan arthrokinematiknya :

a). Gerakan Fleksi

Fleksi adalah gerakan pada bidang sagital dengan axis frontal yaitu dari

posisi anatomi bagian anterior paha mendekat arah perut. Dengan mempunyai

lingkup gerak sendi dari 0 sampai 1250 gerakan tersebut dilaksanakan oleh

otot-otot illiacus, psoas mayor, rectus femoris, tensor fascialata, sartorius dan

adductormagnus.

b). Gerakan Ekstensi

Ekstensi adalah gerak pada bidang sagital dengan axis frontal dimulai

dari posisi anatomi bagian anterior paha menjauhi perut. Dengan mempunyai

lingkup gerak sendi dari 0 sampai 150 gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot

biceps femoris, semi membranus, gluteus maximus dengan dibantu oleh otot-otot

minus, tensorfasialata, dibatasi oleh ligamentumpubofemorale.

c). Gerakan Abduksi

Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan

gerakan garis tengah tubuh. Mempunyai LGS dari 0 sampai 450 gerakan ini

dilakukan oleh otot-otot gluteus medius, tensor fasialata, dibantu oleh otot-otot

(42)

d). Gerakan Adduksi

Adduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan

gerakan mendekati garis tengah tubuh mempunyai lingkup gerak sendi dari 0

sampai 250. Gerakan ini dilaksanakan oleh otot-otot gluteus medius, adductor

magnus, adductor brevis, adductor longus, pectineus, dan dibantu oleh otot-otot

gracilis dibatasi oleh ligementumilliotrochanerica.

e). Gerakan Eksorotasi

Gerakan eksorotasi, bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomi memutar

kesamping luar dengan lingkup gerak sendi 0 sampai dengan 900 dengan otot-otot

penggeraknya yaitu m. piriformis, m. abturatorius, m. Sartorius, gemellus

superior, dan m. gemellusinferior. Dibatasi oleh ligamentumischiofemorale.

f). Gerakan Endorotasi

Gerakan endorotasi bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomis

memutar kesamping dalam dengan lingkup gerak sendi. 0 sampai 45º dengan

otot-otot pengerakanya yaitu m. qudricerpsfemoris, m. obturatoriuminternus.

2. Sendi Lutut (knee joint)

Hubungan antara tulang tibia, fibula yang merupakan syndesmosis yang

kuat dengan memperkuat beban yang diterima lutut sebesar 1/16 dari berat badan.

Meliputi osteokinematik dan arthrokinematik :

a).Gerakan Fleksi

Penggerak fleksi lutut adalah otot-otot hamstring, salain itu fleksi lutut

juga dibantu oleh grastrocnemius, popliteus, dan gracilis. Lingkup gerak sendi

(43)

b).Gerakan Ekstensi

Penggerak gerakan ekstensi adalah otot-otot quadriceps yang terdiri dari

empat otot rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus

intermedius. Lingkup gerak sendi pada saat ekstensi berkisar antara 50

hyprerxtrensi atau 00 selain itu pada gerakan flexion dan extention adalah terletak

diatas permukaan sendi yaitu melewati condylusfemoris. (Kapanji, 1987).

Dilihat dari segi anthrokinematika, pada permukaan femur cembung

(konvek) bergerak maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak

flexi femur rolling kearah belakang dan sleddingnya ke belakang. Dan pada

permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun extensi menuju ke

depan atau ventral.( Mudatsir, 2006)

C. Patologi

Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat : 1) Peristiwa trauma

tunggal, 2) Tekanan yang berulang ulang, 3) Kelemahan abnormal pada tulang

dalam kasus fraktur femur sepertiga distal dekstra kemungkinan mekanisme

terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu kareana trauma maupun kecelakaan

langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehigga mengakibatkan

perubahan pasisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).

5. Insiden

Dimana kecelakaan lalulintas merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya trauma rata-rata setiap penduduk 60 juta penduduk Amerika Serikat

mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis 3,6, juta (12%)

(44)

menderita kecacatan yang menetap (1%) dari 8,7 juta orang, menderita kecacatan

sementara (30%). Sedang di indonesia tercatat kurang lebih 12 ribu orang

pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas, dilihat dari banyaknya kecelakaan

sebagai akibat adanya kematian adalah kondisi patah tulang atau fraktur (Rasjad,

1998).

6. Perubahan Patologi atau Patofisiologis

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mepunyai kekutaan dan daya

tahan pegas untuk menahan tekanan tulang, yang mengalami fraktur biasanya

diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang

komplek karena pada fraktur tersebut tidak ditemui luka terbuka sehingga dalam

mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik, agar

tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunan fiksasi yang tepat yaitu

dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang

ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah kenormal atau tulang pada

posisi sejajar sehingga akan terjadi suatu proses penyambungan tulang (Appley,

1995).

Stadium penyembuhan fraktur yang melalui beberapa tahapan antara

(45)
[image:45.595.75.555.164.638.2]

Tabel 2.5

Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang (Appley, 1995).

Hematoma Proliferasi kalsifikasi Konsolidasi Remodeling

Tulang Tulang patah mengenai pembuluh darah Terbentuknya hematoma disekitar perpatahan Hematoma dibentuk dari jaringan lunak disekitarnya Permukaan tulang

yang patah tidak

mendapatkan

suplay

Berlangsung

selama 24 jam

setelah terjadi perpatahan Sel-sel periosteum dan endosteum paling menonjol pada tahap poliferasi

Poliferasi dari

sel-sel periosteum

yang menutupi

fraktur, sel- sel ini

merupakan tempat tumbuhnya osteoblas akan melepaskan unsur-unsur intraseluler dan kemudian menjadi fragmen lain Berlangsung

selama 3-4 hari

Jaringan seluler

yang keluar dari

masing–masing

fragmen yang sudah

matang Sel-sel memberi perlengkapan untuk osteoblas condroblas membentuk callus

yang belum masak

dan membentuk jendolan. Adanya rigiditas pada fraktur Berlangsung selama 6-12 minggu. Callus yang belum masak akan membentuk callus berlangsung bertahap dan berubah-ubah. Adanya aktifitas osteoblas menjadi tulang yang lebih

kuat dan massa

strukturnya

belapis – lapis

Berlangsung

selama 12-14

minggu

Tulang menyambung

baik dari luar maupun

dari dalam canalis

medularis Osteoblas mengabsorbsi pembentukan tulang yang lebih. Tulang ekstravasi untuk sembuh berlangsung selama

24 minggu sampai 1

(46)

7. Tanda dan Gejala

Menurut Appley (1995) dikatakan tanda dan gejala pasca operasi fraktur

adalah :

a) Oedem di sekitar daerah fraktur,

b) Rasa nyeri dikarenakan luka fraktur dan luka bekas operasi dan ada

oedem di dekat daerah fraktur,

c) Keterbatasan gerak sendi lutut,

d) Penurunan kekuatan otot,

e) Gangguan aktifitas fungsional tungkai,

f) Bila di foto Rontgen akan terlihat garis fraktur

8. Diagnosis Medis

Diagnosis medis merupakan diagnosa yang ditegakkan oleh dokter

melalui berbagai pemeriksaan termasuk didalamnya pemeriksaan penunjang yang

beruapa foto rontgen. Melalui data yang ada dirumah sakit, penulis dapat

mengetahui diagnosa medis yaitu frakturfemur 1/3 distaldextra.

9. Penatalaksanaan Fraktur

a. Konservatif

Konservatif ada beberapa macam diataranya dengan pemasangan gips

atau pembebatan dengan gips. Indikasi pemasangan gips:

1) Pada kasus patah tulang yang tertutup patahannya, tidak multiple atau

displasme dan tidak ada infeksi.

2) Pada kasus penyakit tulang dan tulang sendi, misal pada osteoartistis

(47)

3) Pada kasus cacat tulang drop wrist atau drop foot. Gips (plaste of

faris) masih banyak digunakan sebagai bebat terutama untuk fraktur

tungkai dibagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada

anak-anak maupun orang dewasa. Cara ini cukup aman, selama kita

waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan asalkan borok

akibat tekanan dapat dicegah. Kelemahannya komplikasi

immobilisasi lama, tetapi hanya kalau kewaspadaan diperhatikan

untuk mencegah komplikasi tertentu. Komplikasi ini diantaranya

adalah pembalut gips yang ketat, borok akibat tekanan dan abrasi atau

laserasi pada kulit.

b. Operatif

Meliputi ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

a).ORIF

Apabila diartikan dari masing-masing kata adalah sebagai berikut; Open

berasal dari bahasa Inggris yang berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992),

Reduction berasal dari bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang, Internal

berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam, Fixation berasal dari bahasa

Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam satu kedudukan yang tidak

dapat berubah (Ramali, 1987). Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen

atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail

yang panjang dengan atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau

(48)

Bila dipasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara

aman sehingga gerakan dapat segera dimulai, dengan gerakan lebih awal

kekakuan dan oedema dapat dihilangkan sedini mungkin.

Indikasi ORIF sering menjadi bentuk terapi yang paling diperlukan.

Indikasi utamanya adalah:

1) Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi,

2) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami

pergeseran kembali setelah reduksi, (misalnya fraktur pertengahan

batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang

bergeser). Selain itu juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah

oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau

olekranon),

3) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama

fraktur pada leher femur,

4) Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah

penyembuhan,

5) Fraktur multiple bila fleksi dini (dengan fiksasi internal atau luar)

mengurangi risiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada

berbagai sistem,

6) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia,

pasien dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia (Phillips, 1990).

Penatalakanaan ORIF yang banyak penggunaanya yaitu kawat, sekrup,

(49)

dipasang pada permukaan yang dapat ditegakkan, yang biasanya pada sisi

cembung tulang (Muller, 1991).

b). Plate and Screw

Plate berarti struktur pipih atau lapisan (Dorland,1998). Screw berarti

silinder padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk fiksasi

internal yang berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk silinder padat

untuk memfiksasi daerah yang mengalami perpatahan.

c) Fracture femur 1/3 distal

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang,

dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, faktor tekanan atau

kelelahan dan faktor patologik (Appley,1995). Menurut Lane and Cooper (1995),

fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik complete

maupun incomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan

kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.

Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan

gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald,

1965). Pada kasus ini terjadi pada 1/3 bagian distal femur dextra.

Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungannya dengan dunia luar ada dua

yaitu:

Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan

otot dankulit sehingga dapat terlihat dari luar.

Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak

(50)

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:

Grade 1: Terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan.

Grade 2: Seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot.

Grade 3: Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf,

otot dan kulit.

Berdasarkan bentuk patah tulang:

1) Complete Fracture yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen

2)Incomplete Fracture yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya

pemisahan.

3)Communitate Fracture yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen

tulang patah menjadi beberapa bagian.

4)Impacted Fracture yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang

didekatnya.

Berdasarkan garis patahnya:

1) Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada

anak-anak dengan tulang lembek.

2) Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.

3) Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang

4) Oblique yaitu garis patah miring

5) Spiral yaitu garis patah melingkar tulang

Berdasakan berat ringannya patah :

1) Communited atau crush.

(51)

3) Double atau dua sisi (bilateral).

4) Multiple atau hancur.

Berdasarkan lokasi perpatahan :

1) 1/3 proximal, medial, dan distal

2) Metafisis, diafisis, dan epipisis

3) Level vertebra

4) Nomenklatur atau anatomis tulang.

Berdasarkan Mekanisme kejadian :

1) Compression

2) Rotasi

3) Bumper

4) Whyplas

Berdasarkan Komplikasi

1) Komplikata

2) Non-komplikata

3) Ekstra/intraarticuler

10.Komplikasi

Beberapa komplikasi fraktur femur 1/3 distal menurut Appley (1995) :

a. Deep vein trombosis

Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena

pembentukan trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis,

kerusakan endotel dan hiperkoagubilitas darah. Insiden diperberat oleh

(52)

menjadi penyebab kematian pada operasi ini apabila trombus lepas dan terbawa

oleh cairan darah kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital seperti

paru dan jantung. kemungkinan terjadinya komplikasi trombosis lebih besar pada

penggunaan ortose secara general dari pada lokal maupun melalui lumbal.

b. StiffJoint ( kaku sendi )

Kekakuan sendi terjadi akibat oedema, fibrasi pada kapsul, ligament dan

otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain. Keadaan

ini bertambah lunak satusama lain. Keadaan ini bertambah jika immobilisasi

berlansung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi ligament memendek, tidak

ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya merentangkan jaringan ini dan

memulihkan gerakan yang hilang.

c. Sepsis

Sepsis adalah teralirnya suatu baksil pada sirkulasi darah sehingga dapat

menyebabkan infeksi.

11.Prognosis

Prognosis pasien pada post ORIF Fraktur femur 1/3 distal dengan

pemasangan fiksasi internal dikatakan baik apabila pasien secepat mungkin

dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, usia pasien yang relatif muda,

jenis fraktur yang ringan dan mendapatkan penanganan lebih lanjut dari tim medis

berupa tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi untuk memperbaiki

struktur tulang yang patah. Prognosis yang ada meliputi: (1) quo ad vitam, yaitu

baik apabila pasien telah dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal

(53)

pemberian anesthesi, resiko terjadi kegagalan ataupun kematian dimeja operasi

jarang sekali terjadi bahkan tidak pernah terjadi, (2) quo ad sanam, yaitu baik

apabila telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan

stabil sehingga mempercepat proses penyambungan tulang, (3) quo ad

fungsionam, berkaitan dengan tingkat kesembuhan atau sanam. Dikatakan baik

jika quo ad sanamnya baik, karena dengan semakin cepat tulang menyambung

maka pasien dapat segera kembali melakukan aktifitas fungsional. Dalam hal ini,

dibutuhkan latihan yang intensif untuk mengembalikan aktifitas fungsional secara

optimal, (4) quo ad cosmeticam, yaitu baik apabila fragmen yang telah direposisi

dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak terjadi deformitas dan

tidak mengganggu penampilan pasien.

Penderita fraktur femur segmental setelah pemasangan internal fiksasi

plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini

dangan tepat, maka kapasistas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali

normal. Keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi yang

menyertai, umumnya pada usia lanjut (Appley, 1995).

D. Deskripsi Problematika Kasus

Problematika yang dapat muncul pada pasca operasi fraktur femur 1/3

distal dextra adalah meliputi :

a) Impairment

1) Oedem di sekitar daerah fraktur

Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh

(54)

2) Nyeri di sekitar luka operasi

Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur,

menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan

menekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.

3) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka

operasi menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga lama-lama akan

mengalami gangguan atau penurunan lingkup gerak sendi.

4) Penurunan kekuatan otot

Oedem dan nyeri karena luka bekas operasi dapat menyebabkan

penurunan kekuatan otot karena pasien tidak ingin menggerakkan anggota

geraknya dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan disused atrophy.

5) Functional Limitation

Adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien mengalami penurunan

kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi, jongkok berdiri, naik turun

tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil

(BAK).

Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan karena penyambungan

tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga pasien belum mampu

(55)

6) Disability

Oleh karena nyeri, oedem dan keterbatasan fungsional, pasien tidak

mampu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya atau bersosialisasi dengan

orang lain.

E. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi

latihan. Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang

pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif

maupun pasif (Priatna,1985).

Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian

yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam keadaan

dielevasikan sekitar 30o.

1. Static Contraction

Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa

gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer

pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan

darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem,

dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan

elevasi sehingga dengan pengaruh gravitasi akan semakin memperlancar aliran

darah pada pembuluh darah vena.

2. Passive Movement

Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya

(56)

Movement merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa

nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu,

maka gerakan dihentikan (Priatna,1985).

3. Active Movement

Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan

kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner, 1996). Pada kondisi

oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan

mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga

dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi

dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari :

a.Assisted Active Movement

Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh

adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar dapat

berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini dapat

membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.

b.Free Active Movement

Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan

oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan

yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Priatna,

1985). Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan

sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri

juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan

(57)

4. Latihan Jalan

Latihan jalan dilakukan bila penderita sudah mampu dan

keseimbangannya sudah baik. Latihan jalan dapat dilakukan dengan kruk

menggunakan cara partial weight bearing (PWB) yaitu pasien berjalan dengan

menumpu sebagian berat badan, yang kemudian ditingkatkan dengan cara full

weight bearing (FWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu berat badan penuh.

Latihan berjalan dilakukan dengan metode swing through. Dimana swing through

merupakan latihan berjalan dengan carakruk diayunkan lebih dulu kemudian kaki

(58)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini

adalah dengan studi kasus.

B. KASUS TERPILIH

Kasus yang digunakan dalam penelitian karya tulis ilmiah ini adalah

penatalaksanaan terapi latihan post ORIF fracture femur 1/3 distal dextra

dengan pemasangan plate and screw.

C. INSTRUMENT PENELITIAN

Instrument dalam penelitian ini adalah proses pemilihan

pengembangan metode dan alat ukur yang tepat dalam rangka pembuktian

kebenaran hipotesis. Instrumen dalam penelitian meliputi variabel. Variabel

diartikan sebagai konsep yang mempengaruhi variabilitas. Sedangkan konsep

sendiri secara sederhana dapat diberi pengertian sebagai gambaran atau

abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Ada dua macam variabel yaitu

variabel dependent atau variabel yang dapat mempengaruhi dan variabel

independent atau variabel bebas (Notoatmojo, 1993).

Variabel dependent adalah nyeri pada kaki kanan, keterbatasan LGS

kaki kanan, bengkak pada kaki kanan, penurunan kekuatan otot kaki kanan

(flexor, extensor, adductor, abductor), penurunan ADL.

(59)

46

1. Skala nyeri dengan VDS (verbal descriptive scale)

Nyeri menurut The International Association for the study of Pain (IASP)

adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang

bekaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan.

Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien untuk memilih skala nyeri

yang kira-kira oleh pasien dirasakan atau setidak-tidaknya mendekati.

Skala tersebut merupakan hasil pemeriksaan secara langsung yang

dilakukan kepada pasien. Adapun skala nyeri dalam bentuk verbal adalah

a. Tidak nyeri, b. Nyeri sangat ringan, c. Nyeri ringan, d. Nyeri tidak

begitu berat, e. Nyeri cukup berat, f. Nyeri berat, g. Nyeri tidak

tertahankan.

2. Bengkak (oedema)

Pengukuran bengkak dilakukan secara antropometri menggunakan midline

dengan satuan cm. Pemeriksaan ini dilakukan sepanjang bengkak / oedem

dalam hal ini dilakukan mulai dari tuberositastibial ditarik 5cm, 10cm ke

distal maupun ke proksimal. Kemudian, pengukuran kedua tungkai

dibandingkan untuk mengetahui selisih.

3. LGS (Lingkup Gerak Sendi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencari titik axis pada setiap sendi,

sendi hip titik axisnya adalah trochanter mayor femur, sendi knee adalah

epycondylus lateral femur, sendi ankle adalah maleolus lateralis atau

(60)

47

4. Kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing)

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot-otot penggerak

berkontraksi kemudian diberi nilai. Menurut Lovett, Daniel dan

Worthingham (Medical Research Council) nilai kekuatan otot dinilai

dengan sebagai berikut :

Nilai Keterangan

5 N (normal) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi dan melawan tahanan maximal

4+ G+ (good plus) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi dan tahanan hampir maksimal

4 G (good) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan sedang moderat

4- G- (good minus) subyek bergerak dengan LGS penuh

melawan gravitasi dan tahanan minimal

3+ F+(fair plus) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi tanpa melawan tahanan

3 F (fair) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi tanpa melawan tahanan

3- F- (Fair minus) subyek bergerak mealawan tahanan denan

LGS lebih besar dari posisi middle range

2+ P+ (Poor plus) subyek bergerak sedikit dengan melawan

gravitasi atau bergerak dengan LGS penuh dengan tahnan

(61)

48

2 P (Poor) subyek bergerak dengan lgs penuh tanpa melwan

gravitasi

2- P- (Poor minus) subyek bergerak dengan LGS tidak penuh

tanpa melawan gravitasi

1 T (Trace) kontraksi otot bisa dipalpasi tetapi tidak ada

gerakan sendi

0 0 (Zero) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan dilakukan

palpasi

5. Kemampuan fungsional dengan index barthel

Index Barthel merupakan pemeriksaan fungsional untuk

mengetahui kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas khusus

dalam hubungan dengan kehidupan sehari-hari, penilaian ini meliputi

kemampuan makan, transfer (dari tempat tidur ke berdiri), kebersihan diri,

aktivitas toileting, mandi, berjalan di jalan yang datar dengan alat bantu,

berpakaian, mengontrol BAB dan BAK.

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Kasus penelitian KTI ini diambil dari RSAL dr. Ramelan, yang

(62)

49

PROSEDUR PENGAMBILAN DAN PENGUMPULAN DATA

1) ANAMNESIS

Anamnesis yang dilakukan pada kondisi ini adalah auto anamnesis.

Pada anamnesis ini akan diperoleh data yang berupa identitas pesien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit penyerta, riwayat keluarga serta anamnesis system.

Dimana anamnesis sistem untuk mengetahui adanya gangguan pada kepala

dan leher, kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, urogenital,

musculoskeletal, dan nervorum.

2) PEMERIKSAAN

Pemeriksaan disini mencakup pemeriksaan umum dan pemeriksaan

spesifik. Dimana pemeriksaan umum meliputi: anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pamariksaan gerak. Sedangkan pemeriksaan spesifik meliputi:

derajat nyeri, odema, lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan kemampuan

ADL.

3) EVALUASI

Dalam hal ini evaluasi harus terus dilaksanakan untuk mengetahui

tingkat

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2 Tulang femur tampak belakang (Putz and Pabts, 2005).
Gambar 2.4 Sendi Paggul, Tampak Depan (Putz and Pabts, 2005).
Gambar 2.6 Otot-otot paha dan pinggul; lapisan dalam setelah sebagian besar otot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST OPERASI PEMASANGAN PLATE AND SCREW FRAKTUR COLLUM HUMERUS DEXTRA DI RS.PKU MUHAMMADIYAH

otot pada pasien fraktur collum humerus pasca operasi pemasangan plate.

Tujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, bengkak, meningkatkan LGS, kekuaktan otot dan kemampuan fungsional pada kasus fraktur

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi static contraction dapat mengurangi nyeri dan oedema, memelihara lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot dan

Problematika fisioterapi yang dapat ditemukan pada kasus tersebut diantaranya adalah nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah wrist dan hand, penurunan Lingkup

Pada terapi latihan post operasi fraktur femur 1/3 tngah dextra dengan pemasangan plat and screw dengan menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk mengetahui proses asuhan

Operasi akan menimbulkan permasalahan pada kapasitas fisik yaitu: penurunan kekuatan otot, keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi), adanya oedem atau bengkak, adanya nyeri

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Infra Red (IR) dan Terapi Latihan pada fraktur femur 1/3 proksimal dextra dengan pemasangan plate and screw terhadap : penurunan nyeri,