• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elemen-elemen Arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi Di Kabupaten Badung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Elemen-elemen Arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi Di Kabupaten Badung."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPO RAN HASIL PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL

TINGGALAN KERAJAAN MENGWI

DI KABUPATEN BADUNG

Tim Pengusul:

1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyanti, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

(2)

LAPO RAN HASIL PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL

TINGGALAN KERAJAAN MENGWI

DI KABUPATEN BADUNG

Tim Pengusul:

1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyanti, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

MEI 2015

(3)
(4)

DAFTAR ISI

2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan diBali 5 BAB III METODE PENELITIAN ... 7

3.1 Materi Penelitian ... 7

3.2 Lokasi Penelitian ... 7

3.3 Informan Penelitian ... 8

3.4 Metode Penelitian ... 8

3.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian ... 10

(5)

1 ABSTRAK

Penelitian ini diajukan atas dasar adanya keinginan melakukan penelusuran dan inventarisasi wujud arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi yang tersebar di wilayah Kabupaten Badung. Wujud arsitektural yang diperoleh diperkirakan dapat dikategorisasikan sebagai kompleks-kompleks bangunan puri; kom pleks bangunan pura; elemen-elemen jalan dan ruang terbuka; bangunan suci tunggal (pelinggih); situs-situs suci; dan area-area lokasi terjadinya peristiwa bersejarah atau event-event budaya dan ritual pada masa lalu.

Metode penelitian yang diterapkan dalam riset ini terdiri dari dua tipe metode sesuai tahapan penelitian yang dijalankan. Pada tahap pengumpulan data, dijalankan metode eksploratif, studi pustaka, dan wawancara. Pada tahap pembahasan hasil. Dilakukan metode rekonstruksi sejarah, rekonstruksi keruangan, dan komparasi. Pada tahap penyimpulan hasil temuan diterapkan teknik penalaran secara induktif.

Hasil penelitian yang diperoleh diperkirakan akan dapat menunjukkan: (a) adanya relasi sejarah antarelemen tinggalan; (b) adanya kesatuan style tata ruang dan tata bangunan antarelemen tinggalan; (c) adanya rangkaian kronologis sejarah antarelemen tinggalan; dan (d) adanya satu konsep keruangan yang melatarbelakangi semua elemen tinggalan arsitektural Kerajaan Mengwi tersebut.

(6)

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kerajaan Mengwi adalah sebuah kerajaan besar Bali yang mencapai masa kejayaan dalam era Bali Pertengahan. Kerajaan ini berlokasi di suatu wilayah yang saat ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Badung yang dikenal pada saat ini. Kerajaan ini didirikan oleh I Gusti Agung Putu yang selajutnya berposisi sebagai raja pertama di kerajaan ini. Dalam pendiriannya, kerajaan ini memiliki sejarah keterkaitan spiritual yang sangat kuat dengan Pura Pucak Mangu yang berlokasi di Gunung Mangu yang sisi timur laut Danau Beratan.

Selayaknya sebuah kerajaan di Bali, Mengwi juga pernah mengalami masa pasang surut dalam pemerintahannya. Beberapa peristiwa peperangan, kemenangan, kekalahan, hingga pada penjajahan mewarnai tata kehidupan kerajaan ini. Pada tahun 1891 misalnya, akibat serangan pasukan gabungan antara Kerajaan Badung dan Kerajaan Tabanan, Mengwi pernah tertaklukkan. Peristiwa sejarah ini juga telah menghancurkan bangunan Puri Gede Mengwi yang menjadi kediaman raja pada waktu itu. Dalam perkembangan selanjutnya, putra mahkota kerajaan yang lama mengasingkan diri selanjutnya membangun Puri Agung Mengwi kembali di atas lokasi puri sebelumnya. Dalam masa kejayaannya, Mengwi termasuk satu kerajaan utama di Bali yang memiliki pengaruh luas pada masanya. Tercatat beberapa tinggalan arsitektural yang telah teridentifikasi dalam riset-riset selama ini, seperti Puri Agung Mengwi, Pura Taman Ayun, Pura Sada Kapal, dan Pura Uluwatu.

Membicarakan tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi, sesungguhnya ada banyak tinggalan yang masih belum banyak terulas secara komprehensif selama ini. Selain bangunan kompleks pura dan puri, sesungguhnya masih ada bangunan-bangunan dan elemen arsitektural lain yang kaya muatan sejarah sebagai tinggalan Kerajaan Mengwi, seperti elemen pasar, wantilan, pem patan agung, sumber air dan daerah alirannya, hingga pada bangunan-bangunan hunian para pengelola puri. Semua elemen arsitektural tersebut sangat layak untuk segera ditelusuri dan diinventarisasi keberadaannya untuk pengembangan pengetahuan keruangan dan penyelamatan properti bersejarah daerah Bali.

(7)

3

Badung, sebagai daerah konsentrasi terbanyak tinggalan. Hasil yang diperoleh diperkirakan akan mampu memberikan gambaran tentang ciri khas keruangan dan kronologis sejarah pendirian elemen-elemen arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi tersebut.

1.2 Tujuan Khusus

Penelitian yang diajukan ini memiliki beberapa tujuan khusus yang dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Menginventarisir dan menemukan latar konseptual dari keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.

2. Memperoleh gambaran pola aktivitas dan pola kegiatan ritual yang berlaku pada elemen-elemen tersebut dari masa ke masa.

3. Menyusun kronologis pendirian elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi tersebut. 4. Menghasilkan materi ajar tentang elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di

Kabupaten Badung.

5. Menghasilkan setidaknya sebuah artikel dalam jurnal nasional non akreditasi.

1.3 Urgensi Penelitian

Penelitian ini layak untuk dilaksanakan berdasar pada beberapa pertimbangan tentang aspek keutamaan dari permasalahan penelitian ini. Beberapa aspek keutamaan dari topik penelitian ini secara umum dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Penelitian yang bertujuan menginventarisasi nilai budaya lam a

Penelitian ini pada hakikatnya berupaya menemukan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.

2. Penelitian dengan topik yang belum pernah dilakukan

Penelitian secara keruangan dengan topik tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Badung ini belum pernah dijalankan secara mengkhusus oleh peneliti lainnya.

3. Penelitian untuk pengembangan pengetahuan

Hasil penelitian ini akan dapat memperkaya pengetahuan tentang eksistensi elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung.

4. Penelitian yang sejalan dengan pola kebijakan Universitas Udayana

(8)

4

(9)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di kota Klungkung beserta dengan lokasinya.

2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali

Pola tata kota kerajaan di Bali yang berhasil diidentifikasikan hingga saat ini menunjukkan bahwa hampir semua tata ruang pusat kota kerajaan mengambil pola

Cathus Patha. Pola ini mudah dikenali dengan adanya perempatan utama di pusat kota yang dikenal dengan sebutan Pem patan Agung. Perempatan utama ini terbentuk dari persilangan dua ruas jalan utama kota, yaitu ruas jalan yang mengarah utara-selatan dan yang mengarah timur-barat (Patra, 1985: 21). Pada daerah sekitar Pempatan Agung

lazimnya akan dibangun elemen-elemen utama kota, seperti puri, pura kerajaan, pasar utama kota, alun-alun kota, dan bangunan musyawarah rakyat. Pada daerah di luar zona inti kota akan dibangun perumahan rakyat dan sawah-ladang yang status kedudukannya makin menurun ke daerah tepi kota. Satu pusat kota kerajaan di Bali yang tidak diketahui dengan pasti polanya adalah Kerajaan Bali Kuno. Banyak prasasti menyebutkan bahwa kerajaan yang berdiri pada abad 8 Masehi ini memiliki ibu kota yang bernama Singhamandawa yang diduga berlokasi di wilayah Gianyar (Soekmono, 1990: 52).

Gambar 2.2 Pura Kerajaan Denpasar

(10)

6 2.2 Elem en-elemen Kota Kerajaan

Pada bagian berikut ini dipaparkan tentang bangunan-bangunan utama kota yang pada umumnya terdapat di zona inti kota kerajaan di Bali.

a. Pem patan Agung merupakan perempatan utama di pusat kota yang memiliki nilai penting secara sosioreligius.Kompleks bangunan puri atau kediaman keluarga raja. Lazimnya berada di pojok timur laut Pem patan Agung kota.

b. Pura Tri Kahyangan Desa adalah tiga pura pemujaan untuk masyarakat di kota yang masing-masing terdiri Pura Puseh di daerah hulu kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Wisnu (dewa pemeliharan); Pura Desa di daerah pusat kota, di dekat Pempatan Agung sebagai tempat suci pemujaan Dewa Brahma (dewa pencipta); dan Pura Dalem di daerah hilir kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Siwa (dewa pelebur). Beberapa kota ada kalanya menggabungkan dua atau ketiga pura Kahyangan Desa ini dalam satu area kompleks pura yang bernama Pura Kahyangan Tiga.

c. Pura Kerajaan adalah sebuah kom pleks pura yang dibangun dan dikelola oleh raja untuk keperluan kegiatan ritual wilayah kerajaan. Bangunan pura ini dapat difungsikan secara bersama oleh keluarga raja dan masyarakat umum kota pada masa lalunya. Beberapa kerajaan di Bali disebutkan membangun dan mengelola tiga buah pura kerajaan yang terdiri dari pura kerajaan pegunungan, pura kerajaan di dataran (di pusat kota), dan pura kerajaan pesisir pantai.

d. Alun-alun merupakan ruang terbuka kota.

e. Pasar utama kota atau peken yang ada kalanya disatukan dengan alun-alun di pusat kota.

2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali

Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari satu titik awal yang akhirnya berkembang ke empat arah berbeda secara seimbang. Gambaran ini direpresentasikan sebagai sosok Brahma sebagai dewa pencipta dan gunung Meru sebagai gunung utama kosmik yang sama-sama digambarkan memiliki empat wajah serupa itu (lihat gambar 13). Konsep tentang keberadaan empat wajah serupa ini sangat nyata terlihat pada perwujudan pusat kota Cakranegara maupun kota-kota di Bali yang berbentuk pem patan agung. Pusat kota berbentuk pertemuan empat ruas jalan - dari utara, timur, selatan, dan barat - yang saling bertemu di satu titik bernama pempatan agung.

(11)

7

klasik pada umumnya juga dirancang memiliki empat wajah serupa dengan empat pintu dan empat tangga masuk yang menghadap empat arah yang berbeda pula.

Dalam konsepsi yang berkenaan tentang tata wilayah kerajaan dan tata pemerintahan raja-raja Asia Tenggara, dikenal adanya konsepsi Dewa Raja. Konsepsi ini pada intinya menguraikan bahwa raja-raja di kawasan Asia Tenggara – termasuk Indonesia – adalah diposisikan dan memposisikan dirinya sebagai titisan satu tokoh dewa untuk bertugas menata dan mengelola kerajaan di bumi. Seorang raja sebagai kepala suatu negara di tataran dunia adalah analogi dari sosok Dewa Indra sebagai raja para dewata yang memerintah kerajaan sorga di puncak Gunung Meru. Adapun wilayah kerajaannya di dunia dianalogikan sebagai pusat dunia atau wilayah kerajaan sorga yang diperintah Dewa Indra (Geldern, 1982: 2-4). Di Indonesia, konsepsi semacam ini pernah diterapkan dalam penataan lingkungan dan wilayah kerajaan-kerajaan kuno yang bercorak Hindu. Konsepsi pempatan agung desa-desa di Bali atau konsepsi monco pat di Jawa merupakan titik pusat wilayah dan simbolisasi dari konsepsi gunung mitologis, Meru.

Konsepsi pem patan agung sebagai pusat kerajaan dan wilayah ini ditiruterapkan pada hampir semua desa adat di Bali. Eksistensinya itu ditunjukkan oleh keberadaan elemen-elemen arsitektural utama suatu wilayah pada zone di sekitar pempatan agung

seperti elemen puri (rumah keluarga bangsawan penguasa wilayah pada masa lalu), pura, sendiri merupakan simbolisasi garis edar 'perjalanan' matahari yang dilihat berdasarkan sudut pandang mata manusia di bumi (Sudhi, 1988: 234-235). Konsepsi ini memiliki kesesuaian yang cukup besar dengan gambaran mitologi Gunung Meru sebagai pusat utama alam semesta yang pada puncaknya terdapat kerajaan sorga dengan sebuah matahari utama (Skt. Mahāvairocana) sebagai sumber cahaya abadinya (Snodgrass, 1985: 25).

(12)

8 BAB III

METO DE PENELITIAN

Penelitian yang diusulkan ini tergolong penelitian kualitatif yang dalam proses pelaksanaannya akan menerapkan beberapa metode penelitian sesuai tahapan yang dijalankan. Pada bagian berikut ini dijelaskan secara berurutan tentang (1) materi penelitian; (2) informan penelitian; (3) metode penelitian; dan (4) instrumen penelitian.

3.1 Materi Penelitian

Materi penelitian ini adalah berwujud objek, ruang, dan elemen-elemen arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi yang berlokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Ada beberapa jenis objek penelitian yang dicermati, di antaranya:

a. Kompleks bangunan pura tinggalan Kerajaan Mengwi b. Bangunan puri tinggalan Kerajaan Mengwi

c. Zona-zona tinggalan Kerajaan Mengwi yang disakralkan, semacam pempatan agung

d. Bangunan-bangunan tinggalan Kerajaan Mengwi

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Pada bagian berikut ini dipaparkan gambaran elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi yang utama sesuai hasil grand tour yang dijalankan pada tanggal 25 Maret 2015.

(13)

9

Gambar: Pura Uluwatu Gambar: Pura Pucak Mangu Gambar: Pura Sada Kapal

Gambar: Pura Taman Ayun Gambar: Pura Dalem Sakenan Gambar: Pura Sakenan

Gambar: Pura Bukit Sari Gambar: Puri Agung Mengwi Gambar: Pempatan Agung Mengwi

3.3 Informan Penelitian

Informan penelitian ditetapkan berdasarkan kompetensi pengetahuan yang dikuasainya berkenaan dengan topik penelitian yang diangkat. Ada beberapa informan yang sedianya dipilih sebagai narasumber penelitian ini, seperti: (a) warga inti puri; (b) pemuka agama dan adat desa setempat; (c) tetua desa; dan (d) akademisi.

3.4 Metode Penelitian

a. Tahap Pengumpulan Data Awal

(14)

10

penelitian yang akhirnya ditetapkan adalah berkenaan dengan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi yang terdapat di dalam wilayah Kabupaten Badung.

b. Tahap Pengumpulan Data Lanjutan

Kegiatan pengumpulan data lanjutan sedianya dijalankan setelah adanya pengumuman resmi tentang pembiayaan rencana penelitian ini. Pada tahap pengumpulan data lanjutan ini, tim peneliti akan menjalankan setidaknya tiga tipe kegiatan pengkoleksian data berdasarkan karakter data target, yaitu sesuai tabel berikut ini.

No. Kegiatan Data/hasil target capaian Durasi

1. Pengumpulan data lapangan

 Data fisik elemen-elemen tinggalan

 Jumlah dan lokasi persebaran objek amatan  Varian wujud objek amatan

 Fungsi dan aktivitas yang berlangsung di objek  Elemen atribut objek

tiga bulan

2. Pengumpulan secara oral/ wawancara

 Tradisi aktivitas sakral dan sekular sekitar objek

 Kepercayaan masyarakat terhadap objek  Rekonstruksi wujud fisik dan fungsi objek

tiga bulan

3. Pengumpulan data

instansional  Data kependudukan Data sosial, ekonomi, budaya terkait objek sebulan

c. Tahap Analisis

Tahap analisis data pada dasarnya dijalankan tentang beberapa teknik kajian, yaitu (1) analisis tipomorfologi objek studi; (2) analisis rekonstruksi berdasarkan data oral informan; (3) analisis komparatif antarobjek amatan serta antara objek amatan dan objek setara di luar wilayah studi; dan (4) analisis secara rasionalis dengan menggunakan beberapa teori dan konsep lokal keruangan yang relevan. Tahap analisis ini diperkirakan akan berlangsung selama empat bulan kalender penelitian. Dalam tabel berikut ini terpaparkan gambaran kegiatan analisis penelitian yang sedianya akan dijalankan.

No. Kegiatan O bjek studi/penjelasan Target hasil

1. Analisis tipomorfologi Wujud elemen-elemen tinggalan Tipologi objek berdasarkan wujudnya diperoleh Fungsi dan prosesi ritual di

elemen-elemen tersebut

Wujud elemen tinggalan pada masa lalu

Tradisi ritual pada masa lalu

(15)

11

studi tinggalan pada masa

lalu Atribut zona sakral di lokasi

Aspek-aspek lain yang terkait Ritual di zona sakral di lokasi Ritual di zona sakral di daerah lain

4. Analisis rasionalis Telaah wujud objek dan tradisi ritual penyertanya dikaji berdasarkan teori dan konsep lokal tentang keterkaitan antarelemen yang diperoleh pada tahap analisis. Hasil telaah pada tahap ini belum dapat digambarkan, mengingat gambaran hasil analisis data yang sedianya akan dijalankan pada tahap sebelumnya. Tahap sintesis ini dapat diartikan juga sebagai tahap pendialogan antara komponen-kom ponen hasil analisis yang saling berkaitan.

Pada bagian akhir tahap sintesis dilakukan pula pendialogan antara hasil telaah atau hasil studi lapangan dan teori-teori keruangan secara umum yang memiliki relevansi dengannya. Tahap ini dijalankan dalam dua bulan kalender penelitian.

e. Tahap Penyimpulan

Tahap penyimpulan hasil penelitian merupakan tahap paling akhir dari rangkaian penelitian ini. Tahap ini diperkirakan berlangsung dalam waktu sebulan kalender penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini tentunya peneliti sendiri yang memiliki peran sebagai pencari, kolektor, katalisator, dan analisator data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ada beberapa alat bantu penelitian yang juga digunakan oleh tim peneliti, yaitu:

(a )

Tiga unit komputer jinjing (laptop) dan satu unit komputer tablet sebagai alat penyimpan data, hasil analisis, dan penyusunan laporan final penelitian ini. Komputer tablet dapat pula difungsikan pada saat melakukan kegiatan perekaman gambar, video, serta rekaman audio di lapangan.

(b Satu unit printer berwarna untuk mencetak segala macam laporan penelitian. (c

)

Satu unit video camera untuk merekam data gambar bergerak di lokasi studi.

(d )

Dua unit kamera digital merekam gambar objek diam.

(16)

12 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di kota Mengwi beserta dengan lokasinya.

4.1 Sejarah Kerajaan Mengwi

Sejarah Kerajaan Mengwi berkaitan dengan keberadaan Pura Pucak Mangu yang diperkirakan sudah ada sejak peradaban megalitikum berkembang di Bali. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti berupa sebuah peninggalan berupa lingga besar pada bangunan pura ini. Pura ini tercatat juga sebagai sebuah pura tempat I Gusti Agung Putu, sang pendiri dari Kerajaan Mengwi, melakukan persemadian dalam upayanya menenangkan pikirannya setelah kalah dalam suatu perang tanding.

Berkat tapa bratanya itu, akhirnya I Gusti Agung Putu kembali menemukan jati diri dan mulai bangkit dari segala kekecewaan dan kekalahannya. Agung Putu pun melajutkan keberhasilannya itu dengan terus meraih kemenangan sampai akhirnya berhasil mendirikan sebuah kerajaan baru yang bernama Kerajaan Mengwi. Tempat suci yang menjadi lokasi I Gusti Agung Putu melakukan tapa bratanya itu dinamai dengan nama Pura Pucak Mangu. Bangunan suci ini telah dipugar beberapa kali dan telah ditata sedemikian rupa sebagai tempat suci bagi umat Hindu.

Puncak dari Gunung Mangu tidak terlalu tinggi dan sulit untuk dicapai. Lokasinya yang sangat hening memang sangat ideal untuk dijadikan sebagai lokasi melakukan rangkaian tapa brata dan perenungan diri. Dalam lontar tentang Pura Kahyangan Jagat dan Lontar Babad Mengwi disebutkan bahwa nama Gunung Mangu disebutkan memiliki kaitan dengan keberadaan leluhur Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah secara kesatria dalam suatu perang tanding melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng yang berasal dari Puri Kekeran.

(17)

13

Sebelum menjalankan upaya membalas kekalahannya, I Gusti Agung Putu terlebih dahulu bersiap-siap menjalankan tapa di puncak Gunung Mangu yang menjadi lokasi Pura Pucak Mangu pada masa sekarang. Di puncak Gunung Mangu, I Gusti Agung Putu memperoleh petunjuk gaib (Bali: pewisik) keagamaan tentang kemenangannya itu. Setelah memperoleh berkat itu I Gusti Agung Putu pun kembali menantang bertarung I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Hasil tapa bratanya ternyata tidak sia-sia, di Gunung Mangu itulah selajutnya I Gusti Agung Putu berhasil meraih kemenangannya saat melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng beserta para musuhnya. Berdasarkan penuturan oleh Keluarga Kerajaan Mengwi, I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak Mangu, kemudian beliau dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:

ngelengan). Daerah mana pun yang terlihat olehnya terang dari puncak itu maka daerah itu di kemudian hari akan menjadi wilayah kekuasaannya. Sejak itulah maka Pucak Mangu juga dikenal dengan nama Pucak Pengelengan.

(18)

14 4.2Sejarah Puri Mengwi

I Gusti Agung Putu adalah putra dari I Gusti Agung Anom. Ia bergelar I Gusti Agung Made Agung mendirikan kerajaan Mengwi dan menjadi Raja Mengwi I pada tahun 1723. Sebelum menjadi Raja, I Gusti Agung Putu di tawan oleh Raja Tabanan yang bergelar Sri Megada Sakti/I Gusti Alit Dawuh dan dibesarkan di Kerajaan Marga. Kemudian, oleh Raja Marga I Gusti Balangan diberikan bimbingan spiritual, sehingga I Gusti Agung Putu diberikan sebidang tanah untuk mendirikan Kerajaan/Puri pertamanya di Desa Peken dengan nama Puri Balayu. Namun tidak bertahan lama I Gusti Agung Putu melanjutkan perjalanan ke selatan dengan tujuan balas dendam dengan I Gusti Ngurah Batu Tumpang dari Kekeran. Kemenangan inilah membawa masa kejayaan sampai ke Blambangan.

Mengwi pada zaman dahulu merupakan sebuah kerajaan mandiri. Namun, Mengwi kalah perang dan akhirnya pada tahun 1891 wilayahnya dibagi-bagi antara Tabanan dan Badung.

Gambar 27. Puri Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

(19)

15

Blambangan di Jawa Timur. Di atas puing kehancurannya tersebut, Puri Agung Mengwi mulai dibangun kembali pasca gempa bumi sepulang Gusti Ketut Agung yang merupakan putra mahkota yang baru pulang dari tempat pengasingan yaitu di Puri Abiansemal. Sampai saat ini Puri Ageng Mengwi telah menjadi pusaka budaya seperti keberadaan puri di Bali pada umumnya hingga menjadi spirit kekerabatan dengan basis akar sejarah. Selain mengunjungi Puri Ageng Mengwi, para pengunjung juga bisa mengunjungi pasar Mengwi, hingga Pura Taman Ayun, maupun Museum Yadnya yang jaraknya sangat dekat dengan Puri Ageng Mengwi.

4.3Elemen – elemen Utama Kota Kerajaan Mengwi dan Lokasinya

Pada bagian berikut ini akan menjelaskan tentang elemen-elemen Kota Kerajaan Mengwi beserta beberapa peninggalan, yaitu:

1) Pempatan Agung Mengwi

Pempatan Agung Mengwi menjadi titik nol dari Puri Agung Mengwi.

Gambar 28. Pempatan Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi 2) Taman Ayun

(20)

16

kesenian dan kebudayaan serta sering dipergunakan juga sebagai tempat menyabung ayam (tajen).

Taman Ayun dengan penataan pertamanan tradisional Bali yang dikelilingi dengan sungai buatan, juga ditanami dengan berbagai jenis tanaman langka khas Bali. Taman Ayun juga merupakan satu kesatuan pura yang penataannya menyatu dengan lingkungan taman dan kolam di sekitarnya. Pura Taman Ayun pada tahun 2002 diajukan oleh PEMDA Bali kepada UNESCO agar dapat menjadi sebagai salah satu warisan budaya. Pembugaran pertama sendiri terjadi pada tahun 1937, pembugaran kedua terjadi pada tahun 1949 yang berpusat pada pembenahan Kori Agung, Candi Bentar, dan wantilan dalam skala yang cukup besar. Tahun 1972 dan 1976 terjadi pula renovasi pada Pura Taman Ayun.

Gambar 29. Taman Ayun Sumber: dokumentasi pribadi

Pura Taman Ayun menggunakan konsep bangunan Bali yang menggunakan peninggian bangunan, pada sisi luar bangunan peletakan bangunan lebih rendah dan pada bangunan yang letaknya semakin menuju kedalam atau menuju inti bangunan maka semakin tinggi pula peletakannya.

(21)

17

Gambar 30. Bagian Luar Pura Taman Ayun Sumber: Dokumentasi Pribadi

(22)

18

Gambar 32. Bagian Dalam Pura Taman Ayun Sumber: Dokumentasi Pribadi

3) Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi

Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi difungsikan untuk melaksanakan pemujaan kehadapan Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya. Pura Desa merupakan tempat pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pencipta (Dewa Brahma), dan Pura Puseh merupakan tempat pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pemelihara alam semesta (Dewa Wisnu).

Gambar 33. Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

4) Pura Dalem Jambangan Mengwi

(23)

19 Niskala.

Gambar 34. Pura Dalem Jambangan Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Pura Dalem Jambangan merupakan Pura yang terletak pada sebelah timur setra gede Desa Adat Pekraman Mengwi. Pura yang tidak megah dan besar, tetapi Pura ini memiliki keistimewaan yang luar biasa. Spiritual merupakan salah satu hal yang penting didalam hidup ini. Pada Jaba Pura terdapat pohon matua yang berfungsi sebagai penyejuk dan menciptakan suasana damai dan hening. Nama lain dari Pura Dalem Jambangan memiliki nama lain yaitu Pura Kawisesaan dan Pura Tegal Penangsaran, banyak warga yang berdatangan guna meningkatkan kerohanian, spiritual, dan penyembuhan pengobatan secara niskala, didalam Lontar Panca Durga disebutkan terdapat pengertian Jambangan yang berarti kawah perputaran mandara giri. Pura Dalem Jambangan ini juga memiliki fungsi sebagai penampih Pura Dalem.

5) Pura Pucak Mangu

Pura Pucak Mangu merupakan Pura peninggalan Kerajaan Mengwi. Secara lebih mendetail kisah tersebut dapat diceritakan sebagai berikut. Dalam suatu penggalan cerita dikisahkan bahwa salah satu anggota keluarga Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung Putu, dikisahkan akan melakukan persemadian di daerah gunung itu. Ketika itu I Gusti Agung Putu memperoleh kesulitan dalam perjalannnya mengingat lebatnya hutan yang dilaluinya itu.

(24)

20

pun segera menuju asal suara gerombolan lebah tersebut. Ketika diselidikinya, ternyata tepat di lokasi sumber dengungan suara gerombolan lebah tersebut ditemukan suatu reruntuhan bangunan suci pelinggih yang lengkap dengan sebentuk lingga di dalamnya. Kuat dugaan bahwa bangunan suci tersebut selanjutnya dipugar kembali oleh I Gusti Agung Putu dan diberi nama Pura Pucak Mangu. Selanjutnya, setelah I Gusti Agung Putu berhasil menjadi Raja Mengwi, didirikanlah sebuah Pura Penataran di tepi Danau Beratan.

Sampai pada abad ke-13, bangunan pelinggih utama di Pura Pucak Mangu ini hanya berupa Lingga Yoni dan beberapa bangunan suci pelengkap lainnya. Memasuki era pemerintahan I Gusti Agung Nyoman Mayun yang bergelar Cokorda Nyoman Mayun, pura tersebut selanjutnya dilengkapi dengan sebuah bangunan Meru Tumpang Lima yang merupakan bangunan pelinggih untuk Ida Batara Pucak Mangu; bangunan Meru Tumpang Tiga tempat m elinggih Batara Teratai Bang; dan bangunan Tepasana sebagai tempat menyimpan Lingga tersebut.

Gunung Mangu berada di timur laut Danau Beratan. Berkat lokasinya itu, gunung ini dikenal juga dengan nama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan. Orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Beratan pada umumnya menyebut gunung ini sebagai Pucak Beratan. Adapun orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Tinggan menyebutnya sebagai Pucak Tinggan.

Nama Pucak Pengelengan sesuai penuturan dari keluarga Raja Mengwi adalah berkaitan dengan peristiwa pada saat I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak Mangu, dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:

(25)

21

Gambar 35. Pura Pucak Mangu Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 36. Pura Pucak Mangu Sumber: dokumentasi pribadi 6) Pura Sada Kapal

(26)

22

Siwa pada atap kedua arah barat. Langgam yang digunakan merupakan langgam seperti yang dapat ditemukan pada daerah jawa timur, sehingga dapat dipastikan dibangun pada awal abad ke-16 masehi. Namun berdasarkan lontar kapal. Pura ini dibangun pada kisaran tahun 830 masehi sebagai pemujaan terhadap Siwa Guru.

Pura Sada ini telah direnovasi pada tahun 1917 akibat gempa bumi, sehngga I Made Nama seorang insinyur yang ditugaskan oleh kepala dinas kebudayaan bedulu pada tahun 1945 untuk merestorasi, sehingga Pura Sada memiliki ketinggian hingga 16 meter tersebut menjadi kokoh dan indah, namun menurut lontar kapal. Pura ini sudah direnovasi pada tahun1260 isaka, pada masa pemerintahan Dalem Bali dengan rajanya yang bergelar Asta Aura Ratna Bumi Banten. Pada saat itu Kebo Iwa diutus guna mengawasi Pura Sada yang direnovasi, Kebo Iwa membuat sebuah tempat pemujaan pada sebelah tenggara Pura Sada. Pada tahun 1400 terjadi renovasi juga yang diutus oleh Pangeran Kapal Beringkit dan pada tahun 1600an juga dilaksanakan renovasi.

Gambar 37. Pura Sada Kapal Sumber: dokumentasi pribadi 7) Pura Ulun Suwi

(27)

23

Agung Madhe Alangkajeng, raja III yang bergelar Cokorda Nyoman Bagus Munggu, kemudian dilanjutkan I Gusti Agung Putu Mbahyun raja IV, dan raja V adalah I Gusti Agung Madhe Munggu.

Gambar 38. Pura Ulun Suwi Sumber: dokumentasi pribadi 8) Pura Bukit Sari Sangeh

(28)

24

Gambar 39. Pura Bukit Sari, Sangeh Sumber: dokumentasi pribadi

(29)

25

Gambar 40. Pohon Pule menyerupai Lanang Wadon Sumber: dokumentasi pribadi

9) Pura Uluwatu

(30)

26

Gambar 41, Pura Uluwatu Sumber: dokumentasi pribadi

10)Setra Adat Mengwi

Setra Adat Mengwi difungsikan sebagai tempat pembakaran atau penguburan jenazah masyarakat Desa setempat. Setra ini tepat berada pada sebelah barat Pura Dalem Jambangan.

(31)

27 11)Pura Agung Mengwi

Pura Agung Mengwi merupakan Pura dari Puri Agung Mengwi

Gambar 43. Pura Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

12)Pasar Tradisional Mengwi

Pasar tradisional Mengwi menjadi salah satu pusat perekonomian masyarakat Mengwi.

(32)

28 BAB V

PEMBIAYAAN DAN JADWAL KEGIATAN

5.1 Pembiayaan

Pada bagian berikut ini diperlihatkan gambaran umum tentang alokasi dana penelitian yang diusulkan pada empat pos penelitian sebagai berikut.

Tabel Pembiayaan Penelitian

No. Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)

1. Gaji dan upah 3.000.000,00

2. Bahan Habis Pakai dan Peralatan 3.000.000,00

3. Perjalanan 2.500.000,00

4. Lain-lain (publikasi artikel, laporan, dll) 1.500.000,00

Total Biaya 10.000.000,00

5.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

Adapun jadwal kegiatan penelitian dalam tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut.

(33)

29

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Mengenal Pura Sad Kahyangan & Kahyangan Jagat. Denpasar: Pustaka Balipost.

Anonim. 2007. Balipost edisi 24 Oktober 2007.

Geldern, Robert von Heine. Konsepsi tentang Nagara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Diterjemahkan oleh Deliar Noer. Jakarta: CV. Rajawali, 1982. Hermanislamet, Bondan. 1999. Tata Ruang Kota Majapahit: Analisis Keruangan Bekas

Pusat Kerajaan Hindu Jawa Abad XIV di Trowulan Jawa Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (disertasi belum diterbitkan).

Mulyadi, Lalu. 2001. Verifikasi Spasial Permukim an Hindu di Cakranegara Lom bok Nusa Tenggara Barat. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (tesis belum diterbitkan).

Patra, Made Susila. 1985. Hubungan Seni Bangunan dengan Hiasan dalam Rum ah Tinggal Adati Bali. Jakarta: Balai Pustaka.

Purna, I Made. 1994. Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.

Snodgrass, Adrian. 1985. The Sym bolism of The Stupa. New York: Southeast Asia Program, 120 Uris Hall, Cornell University, Ithaca.

Soekmono, R. 1990. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.

Gambar

Gambar 2.1 Pola Pem patan Agung
Gambar 27. Puri Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 28. Pempatan Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 29. Taman Ayun Sumber: dokumentasi pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait