• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Kolom yang Diperkuat dengan Lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Kolom yang Diperkuat dengan Lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG

DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS

CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

TUGAS AKHIR

Oleh :

I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari struktur beton bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang diperkuat dengan penambahan lapisan Carbon Reinforced Polymer (CFRP) sebagai

external confinement sebanyak 3 lapis dan 5 lapis. Analisis dilakukan dengan memodel 3 jenis struktur menggunakan SAP 2000v15. Struktur 1 (M1) merupakan struktur SRPMK yang mengalami level kinerja collapse pada elemen struktur kolomnya, kemudian struktur tersebut diperkuat dengan cara mengubah penampang persegi pada kolom menjadi lingkaran dan dilapisi dengan CFRP sehingga menjadi struktur 2 (M2) dengan 3 lapis CFRP dan Struktur 3 (M3) dengan 5 lapis CFRP. Struktur dianalisis terhadap beban gravitasi dan beban gempa yang mengacu pada ketentuan SNI 1726:2012 (SNI-Gempa) dan kemudian dilakukan analisis pushover menggunakan bantuan program SAP 2000v15. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) M1 mencapai kondisi batas pada nilai base shear 4525647 N untuk arah X dan 4597137 N untuk arah Y yang lebih kecil 29,68% arah X dan 31,19% arah Y dibandingkan M2 dan nilai base shear M1 lebih kecil 29,3% arah X dan 29,88% arah Y dibandingkan M3, ini menandakan bahwa kemampuan struktur M1 lebih lemah dalam memikul gaya gempa. Tetapi dengan displacement yang lebih besar pada kondisi batas struktur M1 memiliki kemampuan inelastic yang lebih baik dibandingkan M2 dan M3.

(3)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Penelitian

dengan judul “Analisa Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Kolom yang

Diperkuat Lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)” dapat diselesaikan,

yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan studi strata 1 (satu) di Jurusan

Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah turut membantu secara langsung maupun

tidak langsung dalam proses penelitian maupun saat penulisan penelitian. Terima

kasih secara khusus saya sampaikan kepada Ida Bagus Rai

Widiarsa,ST,.MASc.,Ph.D dan Ir. Ida Ayu Made Budiwati, MSc., Ph.D., selaku

Dosen Pembimbing Penelitian, kepada kedua orang tua, serta teman-teman kost

dan seluruh keluarga atas dorongan semangat dan doa yang diberikan. Terima

kasih pula kepada teman-teman mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2010 dan

semua yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini masih banyak terdapat

kekurangan, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

Laporan ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Denpasar, 19 Januari 2016

(4)

iii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang ... 5

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pemodelan Struktur ... 31

3.2 Data Struktur ... 33

3.3 Prosedur Analisis ... 38

(5)

iv

4.4 Evaluasi Kinerja Struktur ... 60

4.4.1 Model 1 Struktur Awal Tanpa Perkuatan dan Modifikasi Dimensi Kolom ... 60

4.4.1.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis pada M1 Arah X ... 60

4.4.1.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis pada M1 Arah Y ... 62

4.4.2 Model 2 Struktur yang Mengalami Modifikasi pada Dimensi Kolom dan Pelapisan 3 Lapis CFRP pada Kolom ... 63

4.4.2.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M2 Arah X ... 63

4.4.2.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M2 Arah Y ... 65

4.4.3 Model 3 Struktur yang Mengalami Modifikasi pada Dimensi Kolom dan Pelapisan 5 Lapis CFRP pada Kolom ... 67

4.4.3.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M3 Arah X ... 67

4.4.3.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M3 Arah Y ... 68

4.5 Cek Evaluasi Kinerja Struktur ... 70

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kedudukan Batang-Batang Tulangan dalam Balok Beton

Bertulang ... 5

Gambar 2.2 Effective Core for Steel Straps-Confined Columns ... 9

Gambar 2.3 Mekanisme Keruntuhan Ideal Suatu Struktur Gedung dengan Sendi Plastis Terbentuk pada Ujung-Ujung Balok dan Kaki Kolom ... 11

Gambar 2.7 Kurva Hubungan Gaya-Perpindahan Serta Karakteristik Sendi Plastis dan Informasi Level Kinerja Bangunan ... 19

Gambar 2.8 Idealisasi Kurva Pushover ... 20

Gambar 2.13 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Beton Tidak Terkekang dan Beton Terkekang ... 30

Gambar 4.12 Simpangan Antar Lantai Masing-Masing Model Gempa Arah X ... 50

(7)

vi Gambar 4.14 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Gempa

Arah X ... 52

Gambar 4.15 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Gempa Arah Y ... 53

Gambar 4.16 Titik Perpindahan ... 54

Gambar 4.17 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 1 ... 54

Gambar 4.18 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 2 ... 55

Gambar 4.19 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 3 ... 55

Gambar 4.20 Perbandingan Kurva Pushover Arah X Model 1, Model 2, dan Model 3 ... 56

Gambar 4.21 Perbandingan Kurva Pushover Arah Y Model 1, Model 2, dan Model 3 ... 56

Gambar 4.22 Perbandingan Kurva Pushover dengan dan tanpa Perkuatan Lapisan CFRP ... 58

Gambar 4.23 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 1 Arah X ... 61

Gambar 4.24 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 1 Arah Y ... 62

Gambar 4.25 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 2 Arah X ... 64

Gambar 4.26 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 2 Arah Y ... 66

Gambar 4.27 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 3 Arah X ... 67

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Fiber ... 7

Tabel 2.2 Koefisien Situs Fa ... 14

Tabel 2.3 Koefisien Situs Fv ... 14

Tabel 2.4 Level Kinerja Struktur ... 25

Tabel 2.5 Hasil Pengujian Benda Uji dibawah Beban Konsentrik ... 28

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Lentur Benda Uji ... 28

Tabel 3.1 Koefisien Situs Fa ... 36

Tabel 3.2 Koefisien Situs Fv ... 36

Tabel 4.1 Dimensi Struktur ... 43

Tabel 4.2 Dimensi Keseluruhan Model 1,Model 2,dan Model 3 ... 44

Tabel 4.3 Simpangan Antar Lantai Masing-Masing Model Arah X dan Y Akibat Pembebanan Gempa ... 50

Tabel 4.4 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Arah X dan Y Akibat Pembebanan Gempa ... 52

Tabel 4.5 Nilai Parameter Target Perpindahan ... 59

Tabel 4.6 Nilai Performance Point ... 59

Tabel 4.7 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 1 Arah X ... 60

Tabel 4.8 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 1 Arah Y ... 62

Tabel 4.9 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 2 Arah X ... 64

Tabel 4.10 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 2 Arah Y ... 65

Tabel 4.11 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 3 Arah X ... 67

Tabel 4.12 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 3 Arah Y ... 69

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

ix

DAFTAR NOTASI

Cm = Faktor massa efektif. Cs = Koefisien respons seismik. Cvx = Faktor distribusi vertikal.

C0 = Koefisien faktor bentuk.

C1 = Faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastic.

C2 = Koefisien untuk memperhitungkan efek “pinching”.

C3 = Koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya

efek P-delta.

= Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk

dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, & peralatan layan tetap.

d = diameter

= Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726:2012.

e = Regangan total yang terjadi < em.

ԑc

= Regangan tekan beton sesuai tegangan aksial

ԑco

= Regangan beton terkekang sesuai tegangan maksimum; 0,002

ԑ

cc = Regangan beton terkekang pada tegangan puncak

em = Kapasitas regangan maksimum.

ey = Regangan leleh.

f

’c = Kuat tekan beton

f

’co = Kuat tekan beton awal

f

cc = Kuat tekan beton terkekang

f

1,a = Efektif tekanan keliling.

Fi = Bagian dari gaya geser dasar seismik yang timbul di tingkat i.

ffrp

=Tegangan putus FRP

fst

= Kuat leleh tali baja

f

y = Tegangan leleh penampang.

(11)

x

Ie = Faktor keutamaan hunian.

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur.

ke

= Faktor efisiensi FRP

k

s = Faftor efisiensi kurungan untuk tali baja

= Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,

tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, & lain-lain

= Beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan

benda bergerak.

P = Beban Aksial

ρ = Rasio tulangan longitudinal

R = Faktor modifikasi respons.

s = Jarak vertical antara tali baja

SA = Batuan keras.

SB = Batuan.

SC = Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak.

SD = Tanah sedang.

SE = Tanah lunak.

SF = Tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik.

S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan.

SDS =Parameter percepatan spektrum respons disain dalam rentang perioda pendek. SD1 =Parameter percepatan spektrum respons disain pada perioda 1 detik.

T = Perioda struktur dasar (detik).

Te = Waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic. Ts = Waktu getar karakteristik.

V = Gaya lateral disain total.

W = Total beban mati dan beban hidup yang dapat tereduksi.

wi dan wx= Bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau

dikenakan pada tingkat I atau x.

δm = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul

beban dari balok. Beton bertulang adalah salah satu material dari kolom dimana

merupakan gabungan antara material yang tahan terhadap tarikan dan tekanan.

Baja adalah material yang tahan terhadap tarikan, sedangkan beton adalah

material yang tahan terhadap tekanan. Gabungan kedua material ini dalam

struktur beton bertulang memungkinkan kolom atau bagian struktur lain seperti

balok mampu menahan gaya tekan dan gaya tarik akibat beban.

Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan

penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan

lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang

bersangkutan dan juga keruntuhan total seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).

Keruntuhan kolom merupakan hal kritis yang perlu mendapat penanganan serius,

karena keruntuhan kolom akan menimbulkan akibat yang fatal terhadap

konstruksi yang telah dibangun. Keruntuhan pada kolom dapat diakibatkan oleh

adanya peningkatan gaya gempa yang terjadi pada wilayah dimana struktur

tersebut berdiri. Peningkatan gaya gempa ini menyebabkan pengaruh gaya geser

yang terjadi pada kolom meningkat, sehingga daya dukung geser awal kolom

tersebut tidak mampu menahan peningkatan gaya geser yang terjadi pada kolom

dan menyebabkan terjadinya collapse pada kolom.

Pencegahan terjadinya keruntuhan total pada kolom maka kolom yang

sudah mencapai level kinerja collapse harus segera ditangani dengan

perbaikan/perkuatan. Perbaikan pada kolom dapat dilakukan dengan beberapa

metode, diantaranya dengan concrete jacketing, melapisi dengan

Fiber-Reinforced Polymer (FRP) atau bisa dengan penambahan tulangan.

Perbaikan pada kolom saat ini banyak dijadikan penelitian untuk

menemukan cara yang tepat serta efisien untuk perbaikan tersebut . Pelapisan

kolom menggunakan FRP (Fiber-Reinforced Polymer) menjadi hal yang dapat

(13)

2 meningkatkan kekuatan , kekakuan serta daktilitas dari perkuatan pada kolom

tersebut (Tumatar, 2010).

Carbon Fibre Reinforced Polymer (CFRP) merupakan salah satu jenis dari

FRP. CFRP digunakan untuk meretrofit dan memperkuat elemen struktural pada

konstruksi. Teknik perkuatan menggunakan CFRP dapat dibuat efisien, tidak

menyebabkan karat seperti plat baja eksternal. Fungsi perkuatan dengan sistem

komposit CFRP adalah untuk meningkatkan kekuatan atau memberikan

peningkatan kapasitas geser, aksial dan daktilitas, atau berbagai kombinasi

diantaranya. Daya tahan CFRP yang tinggi lebih ekonomis digunakan pada

lingkungan korosif (baja akan mudah berkarat). Penggunaan CFRP lebih populer

dibandingkan jenis FRP lain seperti Glass dan Aramid. Beberapa keunggulan dari

CFRP seperti kekuatan yang tinggi, bobot unit yang kecil, mudah diaplikasikan

dan ditangani, biaya instalasi dan pemeliharaan yang rendah (Meier, 1997).

Konstruksi gedung di lapangan biasanya menggunakan kolom dengan

bentuk persegi atau bulat, tetapi dalam realitasnya kebanyakan dari konstruksi

gedung menggunakan kolom persegi karena proses yang lebih mudah dan biaya

lebih murah dalam pembuatan cetakan (bekisting) dibandingkan dengan

pembuatan kolom bulat. Namun berdasarkan beberapa penelitian yang telah

dilakukan untuk menentukan perbandingan efektifitas perkuatan menggunakan

CFRP pada kolom bulat maupun persegi, kolom dengan penampang bulat

mengalami peningkatan kuat tekan aksial serta daktilitas yang lebih tinggi

dibandingkan kolom dengan penampang persegi setelah diberikan perkuatan

CFRP. Berdasarkan Penelitian Tarigan (2010) kuat tekan aksial pada kolom bulat

dengan 1 layer CFRP (tebal 0,127mm) meningkat sebesar 46,05% (dari 19,763

MPa menjadi 28,864 MPa) sementara pada kolom persegi dengan 1 layer CFRP

meningkat sebesar 31,4% (dari 19,763 MPa menjadi 25,97 MPa).

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis pada kolom persegi yang

mengalami overstress dan mencapai level kinerja collapse yang kemudian

diperkuat dengan cara mengubah kolom dari berbentuk bujursangkar menjadi

bulat dengan perkuatan lapisan CFRP dan dengan jumlah tulangan yang sama

dengan kolom awal. Struktur dengan perkuatan kolom tersebut dianalisis

(14)

3 material beton awal (f’co) dengan nilai kuat tekan aksial beton setelah dirubah

dimensi penampangnya menjadi lingkaran dan diperkuat dengan CFRP (f’cc)

(mengacu ke penelitian yang dilakukan oleh Hadi dkk, 2007). Level kinerja dari

struktur tersebut kemudian dicek dan diharapkan struktur tersebut mampu

mencapai level kinerja life safety. Penelitian ini penting dilakukan dengan harapan

akan diperoleh suatu perbaikan yang tepat, praktis, dan efisien pada kolom yang

masuk atau akan berada pada fase collapse.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka dirumuskan

permasalahan berikut ini :

1. Bagaimana perbandingan tingkat kinerja kolom awal dengan kolom yang

telah mengalami perkuatan dengan pelapisan CFRP sebagai jacketing kolom ?

2. Bagaimana perbandingan tingkat kinerja kolom yang diperkuat lapisan

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dengan jumlah lapisan yang

berbeda ?

3. Bagaimana perbandingan kinerja (base shear dan displacement) struktur

dengan kolom awal persegi dengan kolom yang telah diperkuat dengan

lapisan CFRP ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kinerja kolom awal dengan kolom

yang telah mengalami perkuatan dengan pelapisan CFRP sebagai jacketing

kolom tersebut.

2. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kinerja kolom yang diperkuat lapisan

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dengan jumlah lapisan yang

berbeda.

3. Untuk mengetahui perbandingan kinerja (base shear dan displacement)

struktur dengan kolom awal persegi dengan kolom yang telah diperkuat

(15)

4

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan pada bagian struktur khususnya

kolom yang mengalami collapse.

2. Sebagai bahan terhadap retrofit atau perkuatan pada elemen struktural

bangunan yang mengalami keruntuhan atau kerusakan, khususnya pada

kolom untuk mencapai hasil terbaik pada suatu struktur bangunan dengan

penerapan yang lebih mudah dan efisien.

1.5 Batasan Masalah

Dalam menganalisis struktur beton bertulang banyak sekali yang perlu

dibahas, dengan demikian perlunya batasan-batasan permasalahan dalam

penulisan penelitian ini diantaranya :

1. Dalam pemodelan dan analisa kinerja struktur, perletakan pondasi pada

pemodelan dianggap jepit.

2. Kolom yang diperkuat diasumsikan hanya dilapisi dengan 3 dan 5 lapis

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP).

3. Beban horizontal dalam analisis hanya akibat beban gempa.

4. Terjadi hubungan monolit pada sambungan kolom lama dengan beton

(16)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori-teori yang diambil dari berbagai sumber

pustaka dan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan efisiensi dan

kinerja struktur yang diperkuat dengan Carbon Fiber Reinforced Polymer

(CFRP).

2.1. Beton Bertulang

Material konstruksi beton bertulang mempunyai sifat yang unik

dibandingkan dengan material lain seperti kayu, baja, aluminium atau plastik

karena beton bertulang adalah material konstruksi yang menggunakan dua jenis

bahan yang berbeda secara bersamaan. Beton bertulang adalah merupakan

gabungan yang logis dari dua jenis bahan: beton yang memiliki kekuatan tekan

yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah, dan batang baja

yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang

diperlukan. Dengan demikian prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur

dari beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan prinsip-prinsip yang

mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari satu macam saja.

Gambar 2.1 memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat ditingkatkan

dengan menambahkan batangan-batangan baja di daerah tarik. Baja tulangan yang

mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk menyediakan sebagian

(17)

6 Baja dan beton dapat bekerja sama atas beberapa alasan yaitu (1) lekatan

(bond atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras disekelilingnya)

yang mencegah slip relatif antara baja dan beton, (2) campuran beton yang

memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah

karat baja dan (3) angka kecepatan muai yang hampir serupa yaitu dari 0,0000055

sampai dengan 0,000075 (Nuryadin, 2012)

2.2 FRP

Material komposit dibentuk oleh campuran / kombinasi dua atau lebih

unsur-unsur utamanya yang secara makro berbeda di dalam bentuk dan atau

komposisi material pada dasarnya tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984). Pada

fiber komposit, dua material itu adalah fiber mutu tinggi dan resin. Sifat mekanik

komposit adalah yang paling bertanggung jawab pada jenis ini, tergantung dari

arah dan jumlah serat. Sedangkan fungsi resin adalah untuk mentransfer tegangan

dari dan ke serat fiber.

Secara spesifik, fiber sebagai material yang diaplikasikan sebagai

perkuatan dapat berupa serat kaca, karbon dan kevlar. Masing-masing mempunyai

kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Nilai karakteristik

masing-masing fiber diberikan pada Tabel 2.1. Pemilihan tipe fiber untuk aplikasi tertentu

sangat tergantung pada beberapa faktor seperti: tipe struktur, beban yang

direncanakan, kondisi lingkungan, dan lain-lain.

Fiber diproduksi berbentuk:

1. Lembaran, pada umumnya mempunyai arah serat sembarang meskipun ada

yang mempunyai arah serat biaxial dan triaxial, diatas lapisan bagian belakang

yang dapat dilepas atau berbentuk anyaman.

(18)

7 Fiber produksi pabrik, kemungkinan mempunyai perbandingan kekuatan searah

serat 70 % dan ke arah melintang serat sebesar 30 %. Fiber mempunyai ketebalan

minimum 0,1 mm dengan lebar 500 mm atau lebih.

Carbon Fibre Reinforced Polymer (CFRP) yang merupakan aplikasi

lanjutan dari FRP itu sendiri merupakan plastik yang diperkuat serat yang sangat

kuat dan ringan yang mengandung serat karbon. CFRP mahal untuk dihasilkan

tetapi umum digunakan di mana pun pada rasio kekuatan tinggi-berat dan

kekakuan yang diperlukan, seperti aerospace, teknik otomotif dan teknik sipil,

barang olahraga dan peningkatan jumlah aplikasi konsumen dan teknis lainnya.

2.3 Perekat (Adhesive)

FRP direkatkan pada permukaan elemen struktur secara kimiawi dengan

perekat. Perekatan secara kimiawi sangat praktis karena tidak menyebabkan

terjadinya konsentrasi tegangan, lebih mudah dilaksanakan dibandingkan dengan

perekat mekanis dan tidak menyebabkan kerusakan pada material dasar atau

material kompositnya. Perekat yang paling cocok digunakan pada material

komposit adalah perekat yang mempunyai bahan dasar epoxy resin. Perekat ini

dibuat dari campuran dua komponen. Komponen utamanya adalah cairan organik

yang diisikan kedalam kelompok epoxy, mengikat susunan satu atom oksigen dan

dua atom karbon (Nuryadin, 2012). Reaksi ini ditambahkan pada campuran untuk

(19)

8 dipersiapkan untuk mendapatkan lekatan yang efektif. Permukaan harus bersih

dan kering, bebas dari kontaminan seperti: oxida, oli, minyak dan debu.

2.4 Model Pengekangan

Tegangan tekan triaksial disediakan oleh penundaan ekspansi

pengekangan dan kerusakan propagasi dengan membatasi pertumbuhan retak dan

penurunan rasio pelebaran beton. dimana tegangan dalam beton mendekati

kekuatan unaxial, volume mulai meningkat karena patahan internal yang progresif

dan beton memikul tulangan tranversal, yang mana beton menjadi terkekang

(Kent and Park 1971). Experimen ini menggunakan model pengekangan beton

dengan FRP untuk menentukan kuat tekan beton yang dikekang FRP, yang

diusulkan oleh Lam dan Teng (2003) sebagai berikut:

'

kemudian diambil sebagai 0.586 oleh Lam dan Teng (2003). Model ini digunakan

untuk perhitungan kekuatan kolom bulat dibungkus dengan CFRP.

Untuk kolom dengan kekangan tali baja, model yang diusulkan oleh

Mander et al (1988), digunakan untuk menghitung kekuatan kekangan sebagai

berikut:

kekangan f1,a, dapat dihitung sebagai berikut:

(20)

9 di mana fst dan t = kuat leleh dan ketebalan tali baja, masing-masing: d = diameter

kolom itu, dan ks = faktor efisiensi kurungan untuk tali baja seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.5.Faktor dimodifikasi sesuai kasus

Gambar 2.2 Effective core for steel straps-confined columns

(Hadi, 2013)

di mana ρ = rasio tulangan longitudinal dan s = jarak vertikal antara tali baja.

Sebuah kurva kontinu dari model tegangan-regangan yang diusulkan oleh

Popovics (1973) digunakan untuk mengekspresikan tegangan tekan beton dalam

(21)

10

cc cc

f E

 '

sec  (2.9)

dimana ԑc = regangan tekan beton sesuai tegangan aksial fc, ԑco = regangan beton

terkekang sesuai tegangan maksimum, yang dapat diambil sebagai 0,002, dan ԑcc

= regangan tekan beton terkekang pada tegangan puncak, yang dapat dihitung dari

ACI 440.2R-08 [ACI 2008]

Modulus elastisitas beton terkekang, Ec, dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan yang diberikan oleh SNI 2847:2002

Wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3 √ MPa

Beton Normal √ Mpa

2.5 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa

Akibat pengaruh gempa rencana, setiap struktur gedung menurut standar

SNI 1726:2012 direncanakan untuk tetap masih berdiri, tetapi sudah mencapai

kondisi diambang keruntuhan. Bagaimana riwayat beban – perpindahan suatu

struktur gedung sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan ini, bergantung

pada tingkat daktilitas struktur gedung tersebut.

Faktor daktilitas suatu struktur gedung merupakan dasar bagi penentuan

beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Karena itu, tercapainya tingkat

daktilitas yang diharapkan harus terjamin dengan baik. Hal ini dapat tercapai

dengan menetapkan suatu persyaratan yang disebut “kolom kuat balok lemah”.

Hal ini berarti, bahwa akibat pengaruh Gempa Rencana, sendi-sendi plastis di

dalam struktur gedung hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki

kolom dan kaki dinding geser saja (Riza,2014). Secara ideal, mekanisme

(22)

11 Gambar 2.3 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi

plastis terbentuk pada ujung-ujung balok dan kaki kolom Sumber : SNI 03-1726-2003

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami

simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat

beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan

pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup sehingga

struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di

ambang keruntuhan. Faktor daktilitas adalah rasio antara simpangan maksimum

struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan

struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung.

2.6 Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 1726:2012

Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 2500 tahun, agar

probabilitas terjadinya terbatas pada 2% selama umur gedung 50 tahun. Terdapat

2 buah peta Wilayah Gempa, yaitu untuk gempa dengan periode pendek (T=0,2

detik), dan gempa dengan periode 1 detik (T=1 detik), seperti yang terdapat pada

Gambar 2.4 dan Gambar 2.5. Pembebanan gempa pada struktur bisa dilakukan

dengan pembebanan statik ekivalen dengan menggunakan parameter-parameter

sesuai SNI 1726:2012. Berikut ini adalah langkah-langkah menghitung beban

gempa statik ekivalen yang terdapat dalam pasal 6 SNI 1726:2012.

a. Menentukan SS (didapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun

dan T = 0,2 detik) dan S1 (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang

2500 tahun dan T = 1 detik) yang nilainya didapat dari peta Gempa dan

(23)
(24)
(25)

14 b. Menentukan kelas situs dan koefisien situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, situs diklasifikasikan sebagai kelas

situs yaitu SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah keras, sangat padat

dan batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak), dan SF (tanah

khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik). Setelah kelas situs

ditentukan, dengan nilai SS dan S1 yang diperoleh di langkah 1, dan dengan

Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 pada SNI 1726:2012 (pasal 6.2), maka di dapat Fa

dan Fv . Nilai Fa dan Fv ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 di bawah

ini.

Tabel 2.2 Koefisien Situs Fa

Kelas situs

Parameter respons spectral percepatan gempa terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik,

Tabel 2.3 Koefisien Situs Fv

Kelas situs

Parameter respons spectral percepatan gempa terpetakan pada perioda 1 detik,

(26)

15 c. Menghitung SMS dan SM1.

SMS dan SM1 (parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

dan perioda 1 detik) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs,

harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = Fa SS (2.10)

SM1 = Fv S1 (2.11)

d. Menghitung parameter percepatan spektral disain.

Parameter percepatan spektral disain untuk perioda pendek, SDS dan perioda

1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

SDS = 2/3 SMS (2.12)

SD1 = 2/3 SM1 (2.13)

Selanjutnya parameter SDS dan SD1 digunakan untuk menghitung koefisien

respons seismik dan menetukan gaya geser dasar gempa.

2.6.1 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa

Sesuai pasal 7.8 SNI 1726:2012, gaya dasar seismik, V, dalam arah yang

ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

V = Cs.W (2.14)

Keterangan :

Cs : koefisien respons seismik

W : berat seismik efektif

Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai persamaan berikut:

(2.15)

Nilai Cs yang dihitung di atas tidak boleh melebihi berikut ini:

(2.16)

Cs harus tidak kurang dari :

Cs = 0,044 SDSIe≥ 0,01

Untuk struktur yang berlokasi di S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g,

(27)

16

(2.17)

Keterangan :

T : perioda struktur dasar (detik), dimana T = 0,1 x jumlah tingkat

(SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2.1), bisa digunakan untuk bangunan

dengan jumlah tingkat < 12

R : faktor modifikasi respons

Ie : faktor keutamaan hunian

Sesuai pasal 7.8.3 SNI 1726:2012, gaya gempa lateral yang timbul di semua

tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:

(2.18)

dan

(2.19)

Keterangan :

Cvx : faktor distribusi vertikal

V : gaya lateral disain total

wi dan wx : bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau

dikenakan pada tingkat ke i atau x

hi dan hx : tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x

k : eksponen yang terkait dengan perioda struktur,

untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, k = 1

untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, k = 2

untuk struktur dengan 0,5 ≤ T ≤ 2,5 detik, harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

Sesuai pasal 7.8.4, gaya tingkat disain gempa di semua tingkat harus

ditentukan dari persamaan berikut:

∑ (2.20)

dimana :

Fi adalah bagian dari gaya geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat I,

(28)

17

2.7 Analisis Statik NonlinierPushover

Analisis statik nonlinear Pushover merupakan analisis yang dilakukan

untuk menggambarkan perilaku keruntuhan dan kapasitas dari suatu struktur

secara keseluruhan, mulai dari kondisi elastis, plastis, hingga elemen-elemen

struktur mengalami keruntuhan akibat beban gempa. Analisis ini dilakukan

dengan cara memberikan pola beban lateral statik pada struktur yang nilainya

terus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target perpindahan

(displacement) dari suatu titik acuan (titik pada lantai atap).

Dalam analisis pushover, struktur dikenai beban lateral statik hingga

mengalami leleh di satu atau lebih lokasi pada elemen struktur. Urutan terjadinya

leleh ini merupakan urutan terjadinya sendi plastis pada struktur. Dari urutan

terjadinya sendi plastis ini dapat diketahui lokasi pada elemen struktur yang

mengalami keruntuhan terlebih dahulu. Sendi plastis terus berlangsung dan

bermunculan hingga batas deformasi pada struktur tercapai. Tahapan dari analisis

beban dorong statik adalah sebagai berikut :

a. Menentukan titik kontrol untuk meninjau besarnya perpindahan struktur.

Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar

digunakan untuk menyusun kurva pushover.

b. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi

gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia

sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati

deformasi yang terjadi akibat gempa.

c. Mengestimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target

perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut,

mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas

gempa rencana yang ditentukan. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika

titik kontrol tepat berada pada target perpindahan (performance point) :

merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja (performance

based design).

Analisis beban dorong statik (pushover) akan menghasilkan kurva hubungan

antara Perpindahan (displacement) titik kontrol/ (δ) dan gaya geser dasar (V).

(29)

18 Gambar 2.6 Kurva hubungan perpindahan dan gaya geser dasar

Sumber : SNI 03-1726-2003

Dari kurva pushover dapat ditentukan parameter daktilitas (μ), kekakuan, dan

kekuatan. Parameter-parameter tersebut mencerminkan perilaku struktur akibat

beban lateral (gempa) yang terjadi pada struktur.

2.7.1 Mekanisme Sendi Plastis

Pada Analisis Pushover, struktur didorong sampai mengalami keruntuhan

dengan pola beban lateral yang menyerupai gaya inersia bangunan. Pada FEMA

356, pola distribusi beban lateral yang digunakan harus berjumlah minimal 2 pola,

karena gempa rencana yang terjadi bisa berubah dan menyerupai 2 pola tersebut,

dan dari 2 pola tersebut diambil kinerja bangunan yang terburuk, yaitu :

- Besarnya pola distribusi gaya lateral yang pertama adalah proporsional

dengan distribusi gaya geser hasil analisis respon spektrum gempa

rencana. Pola ini berbentuk segitiga yang semakin besar sepanjang tinggi

lantai. Pola ini digunakan jika periode fundamental struktur melebihi 1

sekon.

- Besarnya pola distribusi gaya lateral yang kedua adalah proporsional

dengan total massa tiap lantai. Pola ini berbentuk beban merata sepanjang

(30)

19 Pola keruntuhan menunjukkan tahapan terjadinya sendi plastis pada

elemen-elemen struktur, balok, bressing, dan kolom. Secara umum, pada model

struktur yang memiliki bressing, harus terhindar dari tekuk inelastis, dan terhindar

dari mekanisme kolom (terjadi sendi plastis pada kolom). Sendi plastis hanya

diperbolehkan terjadi pada balok (mekanisme balok) dan ujung bawah kolom

lantai dasar atau ujung kolom atas lantai teratas. Oleh karena itu, perlu diterapkan

konsep “strong column weak beam” agar dipastikan terjadinya sendi plastis hanya

pada elemen balok saja (mekanisme balok). Adapun keterangan mengenai

karakteristik sendi plastis ditampilkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kurva hubungan gaya – perpindahan serta karakeristik sendi plastis

dan informasi level kinerja bangunan

Sumber : FEMA 273

Kurva diatas menunjukkan hubungan gaya – perpindahan yang bergerak dari titik

A – B – C – D – kemudian E. Titik tersebut merepresentasikan karakteristik sendi

plastis yang timbul pada elemen struktur. Titik A adalah titik origin, titik B

menandakan leleh pertama, C menandakan kapasitas ultimit, D adalah kekuatan

sisa (residual strength), dan E menandakan elemen struktur tersebut telah

mengalami keruntuhan (failure). Level kinerja bangunan (IO, LS, dan CP) terletak

di antara sendi plastis leleh pertama sampai mencapai batas ultimitnya. Dan warna

yang tertera pada huruf-huruf tersebut merupakan indikator karakteristik sendi

(31)

20

2.7.2 Idealisasi Kurva Pushover

Hubungan nonlinier antara gaya geser dasar dan perpindahan titik kontrol,

dapat diidealisasikan agar mendapatkan kekakuan efektif Ke dan gaya geser dasar

saat leleh Vy pada bangunan seperti terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Idealisasi kurva pushover

Sumber: FEMA 356

Hubungan ini harus membentuk garis bilinier dengan kemiringan awal Ke

dan kemiringan pasca leleh berupa sudut α. Kekakuan lateral Ke merupakan nilai

secant stiffness yang dihitung dari gaya geser dasar yang mempunyai nilai sama

(32)

21 kesetimbangan statik, dengan mengambil gaya geser dasar gempa yang terjadi dan

simpangan pada saat struktur masih berperilaku elastis, bisa juga nilai tersebut

diambil melalui kurva pushover yang sudah ada pada tiap-tiap model. Sedangkan

kemiringan pasca leleh α, penentuan titk awalnya merupakan perpotongan garis

Ke dengan Vy kemudian penentuan titik garis yang melewati kurva pushover

aktual dan berhenti pada target perpindahan yang telah ditentukan.

2.8 Target Perpindahan

Gaya dan deformasi setiap komponen/elemen dihitung terhadap

perpindahan tertentu di titik kontrol yang disebut sebagai target perpindahan (δt)

dan dianggap sebagai perpindahan maksimum yang terjadi saat bangunan

mengelami gempa rencana. Untuk mendapatkan perilaku struktur pasca

keruntuhan maka perlu dibuat analisa pushover untuk membuat kurva hubungan

gaya geser dasar dan perpindahan lateral titik kontrol sampai minimal 150% dari

target perpindahan, δt, agar dapat dilihat perilaku bangunan yang melebihi kondisi

rencananya. Perencana harus memahami bahwa target perpindahan hanya

merupakan rata-rata nilai dari beban gempa rencana. Adapun cara menentukan

target perpindahan yang cukup terkenal yaitu Displacement Coeficient Method

atau Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 273/356) secara otomatis sudah

built-in pada SAP2000v15.

2.9 Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 273/356)

Metode koefisien perpindahan merupakan metode utama yang terdapat

dalam FEMA 273/356 untuk prosedur statik nonlinier. Penyelesaian dilakukan

dengan memodifikasi respons elastis linier dari sistem SDOF ekivalen dengan

faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga diperoleh perpindahan global maksimum (elastis dan inelastis) yang disebut “target perpindahan” δt.

Proses dimulai dengan menetapkan waktu getar efektif Te, yang

memperhitungkan kondisi inelastis bangunan dan mencerminkan kekakuan linier

dari sistem SDOF ekivalen. Jika diplotkan pada spektrum respons elastis akan

menunjukkan percepatan gerakan tanah pada saat gempa yaitu akselerasi puncak,

(33)

22 level yang diharapkan terjadi pada struktur yang mempunyai respons pada daerah

elastis. Puncak perpindahan spektra elastis Sd, berhubungan langsung dengan

akselerasi spektra Sa, dengan hubungan berikut:



Selanjutnya target perpindahan pada titik kontrol δt, ditentukan sebagai berikut

(FEMA 273/356):

Te : waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic

C0 : koefisien faktor bentuk, untuk merubah perpindahan spectral menjadi

perpindahan atap, umumnya memakai faktor partisipasi ragam yang

pertama (first mode participation factor)

C1 : faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastic

maksimum dengan perpindahan yang dihitung dari respon elastic linier.

= 1.0 untuk Te≥ Ts

= [1.0+(R-1)Ts/Te]/R untuk Te < Ts (2.23)

Ts : waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons spectrum

pada titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke bagian

kecepatan konstan.

R : rasio “kuat elastik perlu” terhadap “koefisien kuat leleh terhitung”

Sa : akselerasi respons spektrum yang berkesesuaian dengan waktu getar

alami efektif pada arah yang ditinjau.

Vy : gaya geser dasar pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover menjadi

bilinier

W : total beban mati dan beban hidup yang dapat tereduksi.

Cm : faktor massa efektif yang diambil dari tabel 3.1 dari FEMA 356.

(34)

23 deformasi akibat degradasi kekakuan dan kekuatan, berdasarkan tabel 3-3

dari FEMA 356.

C3 : koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya efek

P-delta. Koefisien diperoleh secara empiris dari studi statistik analisa

riwayat waktu nonlinier dari SDOF dan diambil berdasarkan

pertimbangan engineering judgement, dimana perilaku hubungan gaya

gaya dasar – lendutan pada kondisi pasca leleh kekakuannya posistif

(kurva meningkat) maka C3=1, sedangkan jika perilaku pasca lelehnya

negative (kurva menurun) maka

α : rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan elastis efektif, dimana hubungan gaya-lendutan diidealisasikan sebagai kurva bilinier.

g : percepatan gravitasi 9,81 m/det2

2.10 Performance Based Earthquake Engineering (PBEE)

ATC 40 dan FEMA 356/440 menawarkan suatu pendekatan baru dalam

desain/perencanaan gempa terhadap struktur bangunan tahan gempa yaitu konsep

Performance Based Earthquake Engineering (PBEE). PBEE adalah suatu metode

untuk mendesain, mengevaluasi, merancang dan memonitor fungsi dan

maintenance fasilitas-fasilitas engineering yang kinerjanya di bawah target dan

respon bebannya ekstrim untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan owner dan

masyarakat sekitar. Metode PBEE memungkinkan seorang engineer untuk dapat

lebih dahulu menetapkan sasaran kinerja struktur dari beberapa magnitudo beban

gempa. Respon yang terjadi diharapkan tidak melebihi batas ketentuan

penerimaan maksimum. Pada PBEE, batas yang dimaksud adalah kategori level

kinerja Life Safetty (LS) dimana level kinerja ditentukan berdasarkan kriteria Roof

(35)

24 Gambar 2.9 Roof Drift dan Roof Drift Ratio

Sumber: ATC 40

Metode PBEE terdiri atas dua konsep, yaitu konsep Performance Based

Seismic Design (PBSD) dan Performance Based Seismic Evaluation (PBSE).

Performance based seismic design adalah suatu konsep yang menetapkan level

kinerja (performance level) yang diharapkan dapat dicapai saat struktur dilanda

gempa dengan intensitas tertentu, sedangkan performance based seismic

evaluation adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengevaluasi struktur

bangunan yang sudah ada, apakah memenuhi level kinerja yang telah

direncanakan pada desain awal sehingga dapat diketahui tindakan apa yang

hendaknya dilakukan, seperti perkuatan ataupun rehabilitasi. Konsep Performance

Based Earthquake Engineering (PBEE) menggunakan per-bandingan dasar antara

kurva pushover dengan kurva demand pada suatu bagian, kelompok atau struktur

secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa level kinerja struktur menurut FEMA

356 yang dapat dijadikan acuan untuk menetapkan level kinerja (performance

level) yang diharapkan dapat dicapai saat struktur dilanda gempa dengan

(36)

25 Tabel 2.4 Level Kinerja Struktur

Sumber : FEMA 356

2.11Kombinasi Pembebanan

Untuk pemodelan rangka dengan pembebanan gempa berdasarkan SNI 1726:2012

adalah sebagai berikut:

Collapse Prevention Life Safety Immediate Occupancy Primary Ekstensive cracking and hinge

formation in ductile elements. Spalling of cover and shear cracking (<1/8" width) for ductile columns. Minor spalling in nonductile columns. Joint cracks <1/8" wide.

Minor hairline cracking. Limited yielding possible at a few locations. No crushing (strains below 0.003).

Secondary Extensive spalling in columns (limited shortening) and and/or splice failure in some nonductile columns. Severe damage in short columns.

Minor spalling in a few places in ductile columns and beams. Flexural cracking in beams and columns. Shear cracking in joints <1/16" width.

Drift 4% transient or permanent 2% transient; 1% permanent 1% transient; negligible permanent

Primary Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Hinges form. Local buckling of some beam elements. Severe joint distortion; isolated moment connection fractures, but shear connections remain intact. A few elements may experience partial fracture.

Minor local yielding at a few places. No fractures. Minor buckling or observable permanent distortion of members.

Secondary Same as primary. Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Same as primary.

Drift 5% transient or permanent 2.5% transient; 1% permanent 0.7% transient; negligible permanent

Primary Extensive yielding and buckling of braces. Many braces and their connections may fail.

Many braces yield or buckle but do not totally fail. Many connections may fail.

Minor yielding or buckling of braces.

Secondary Same as primary. Same as primary. Same as primary. Drift 2% transient or permanent 1.5% transient; 0.5%

permanent

Structural Performance Levels and Damage - Vertical Elements

(37)

26

6) 0,9 D + 1,0 E (2.31)

Kombinasi beban gempa

7) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.32)

8) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.33)

9) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.34)

10) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.35)

Sumber : SNI 1726:2012

Pengaruh beban gempa

E = Eh + Ev (2.36)

E = Eh - Ev (2.37)

Pengaruh beban gempa horizontal

Eh = .QE (2.38)

Pengaruh beban gempa vertikal

Ev = 0,2.SDS.D (2.39)

Keterangan:

= Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,

termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan

peralatan layan tetap.

= Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk

kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan,

dan lain-lain.

= Beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh

pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh

orang dan benda bergerak.

= Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

= Beban angin.

= Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726:2012

(38)

27

2.12 Penelitian yang Berkaitan

1. Hadi dkk (2013), Sebanyak 16 kolom RC persegi, diklasifikasikan

menjadi empat kelompok, yang dicor dan diuji di High Bay Laboratory of the

University of Wollongong. Dimensi kolom tersebut adalah 150x150 mm2 untuk

penampang dan 800 mm untuk panjangnya. Kelompok pertama (group N)

dianggap sebagai kelompok referensi tanpa kekangan eksternal atau modifikasi

pada bagian penampangnya. Kelompok kedua (kolom kelompok RF) dicor

memiliki 20-mm sudut bulat yang secara horizontal dibungkus dengan tiga lapis

CFRP (dengan lebar 75 mm). Kelompok ketiga dan keempat, Grup CF dan CS,

yang diikat dengan empat beton melingkar segmental untuk memodifikasi bentuk

dari penampang bujursangkar ke lingkaran. Kolom kelompok CF yang horizontal

dibungkus dengan tiga lapis CFRP, sementara kolom kelompok CS dikurung

dengan tali baja (dengan lebar 19,1 mm) pada jarak 30 mm. Dari masing-masing

kelompok kolom pertama dibebani secara konsentris, sedangkan kolom kedua dan

ketiga menjadi sasaran beban eksentrik pada 15 dan 25 mm, masing-masing.

Keempat benda uji diuji di bawah empat titik pembebanan sebagai balok untuk

mengamati perilaku lentur. Semua benda uji diuji dengan menggunakan mesin

Denison 5000 KN.

Gambar 2.10 Gambar Rencana Benda Uji

(39)

28 Tabel 2.5 Hasil Pengujian Benda Uji dibawah Beban Konsentrik

( Hadi,2013)

Benda uji di masing-masing kelompok diuji di bawah empat titik

pembebanan sebagai balok. Tabel 2.5 merangkum hasil tes. Benda uji NF gagal

oleh debonding beton dan baja memanjang di ujung. Benda uji RF-F dan CF-F

gagal oleh defleksi besar, yang dihasilkan dari lebar retak yang sangat besar dan

retak panjang di wilayah ketegangan antara cincin CFRP di tengah bentang dan

pada ujung balok, masing-masing. Diagram defleksi beban-tengah bentang dari

Spesimen RF-F dan CF-F dibagi menjadi dua tahap dengan dua perbedaan

kemiringan diagram seperti yang ditunjukan perilaku konsentris. Perilaku yang

sama Spesimen CS-F diamati ketika gagal, tapi satu tali baja pecah di celah

terbesar di dekat ujung. Semua kekangan benda uji mengambil jalan panjang

untuk mencapai beban ultimate, yang menunjukkan bahwa daktilitas mereka

sangat tinggi.

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Lentur Benda Uji

(40)

29

2. Tao dkk (2007), Sebanyak total 30 prisma beton yang diuji untuk

kegagalan, di mana enam dari mereka tidak terkekang dan sisanya dibungkus

dengan lembar CFRP. Benda uji kemudian dikelompokan lagi berdasarkan kuat

tekan (19,;22;dan 49,5), aspek ratio penampang H/B(1;1,5;dan 2), jumlah lapisan

CFRP (0,1 dan 2) dan radius sudut (20,35 atau 50). Semua spesimen dites dalam

mesin uji universal berkapasitas 5000 kN dilengkapi dengan data sistem akuisisi.

Data yang diperoleh meliputi penyusutan aksial dan regangan melintang dari jaket

CFRP. Pengamatan uji dan mode kegagalan untuk semua spesimen tak terkekang,

mereka dikompresi sampai mencapai kegagalan karena kombinasi geser dan

pecah tarik. Sebaliknya, semua spesimen CFRP dibungkus gagal oleh pecahnya

FRP yang umumnya terjadi pada dekat pertengahan tinggi (Gambar 2 dan 4) dan

pecah itu terjadi di dekat sudut karena konsentrasi tegangan. Berdasarkan

penelitian, pengaruh yang tejadi pada kuat tekan beton setelah mendapat

perkuatan lapisan CFRP yaitu terjadi peningkatan pada kuat tekan beton untuk

beton dengan kuat tekan rendah dan untuk beton dengan kuat tekan normal terjadi

penurunan efektivitas dari lapisan CFRP sebagai perkuatannya. Hal ini

disebabkan oleh beton berkekuatan rendah dilatasi lebih cepat dibawah

pembebanan aksial yang tinggi daripada beton berkekuatan tinggi, sehingga

pengekangan lapisan CFRP lebih efektif pada beton berekuatan rendah.

Gambar 2.11 Gambar diagram tegangan regangan benda uji

(41)

30

3. Lin dkk (2001), Penelitian ini menggunakan tiga set percobaan untuk

menguji kekuatan silinder beton terkekang. Set pertama uji kekuatan silinder

beton bertulang oleh jumlah lapisan yang berbeda dari lapisan komposit glass atau

carbon. Fenomena mekanis kegagalan dan hubungan antara kekuatan silinder dan

jumlah lapisan komposit merupakan poin yang diperhatikan. Set kedua percobaan

berfokus pada kekuatan silinder beton terkekang oleh kedua komposit glass dan

carbon bersama-sama. Ini set percobaan meneliti efek dari penumpukan\ urutan

pada kekuatan silinder beton terkekang. Set ketiga percobaan diselidiki kekuatan

silinder oleh sebagian komposit carbon dan glass membungkus silinder. Dua jenis

beton dan dua jenis komposit serat yang digunakan dalam percobaan. Dimensi

beton yang digunakan adalah φ 120 × 240 mm. Peningkatan kuat tekan terjadi pada setiap spesimen yang mendapat perkuatan dengan lapisan komposit carbon

maupun glass. Besar peningkatan kekuatan beton juga dipengaruhi jumlah lapisan

yang dipasang pada spesimen uji , dimana bertambahnya jumlah lapisan yang

dipasang mempengaruhi peningkatan kekuatan spesimen uji tersebut.

Gambar 2.12 Benda uji yang diperkuat dengan glass dan carbon composite

Gambar

Gambar 2.1 memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat ditingkatkan
Gambar 2.2 Effective core for steel straps-confined columns
Gambar 2.3 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok dan kaki kolom Sumber : SNI 03-1726-2003
Tabel 2.2 Koefisien Situs Fa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terjadi peningkatan daktilitas kurvatur dan momen pada eksperimen balok terkekang CFRP dua lapis dibandingkan dengan balok tanpa pengekang CFRP dari analisa

Dari analisa yang dilakukan Wu dan Wang (2009), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbandingan kekuatan kolom dengan berbagai nilai

Berdasarkan hasil penelitian kolom pendek beton bertulang dengan kekangan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) yang dikenai beban konsentrik yang dilakukan

(2014), Studi Perilaku Kolom Pendek Beton Bertulang Dengan Kekangan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) Yang Dikenai Beban Konsentrik”, Tesis Magister Teknik Sipil,

Metode ACI memberikan hasil yang lebih besar untuk balok yang diperkuat dengan GFRP dibandingkan hasil eksperimen hal ini dikarenakan metode ACI 440 mengasumsikan

Alhamdulillah, Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, Tugas

Makalah ini meneliti mengenai peningkatan kekuatan dengan adanya beban gempa yang bekerja pada elemen struktur kolom beton bertulang pada bangunan tinggi yang telah

Suatu elemen struktur baik balok, kolom ataupun pelat yang telah terbakar akan mengalami penurunan kapasitas momennya. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa