• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) (Study Literatur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) (Study Literatur)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PELAT BETON BERTULANG YANG DIPERKUAT

DENGAN FIBER REINFORCED POLYMER (FRP)

(STUDY LITERATUR)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

O l e h :

ZULFARIZA

030404049

SUB JURUSAN : STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Pada pelaksanaan suatu proyek, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan dari bangunan itu sendiri yang didukunng oleh faktor ekonomis, efisien dan estetika bangunan yang direncanakan. Untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang dibangun dengan cepat tanpa mengabaikan aspek keindahan, kenyamanan dan keamanan strukturnya khususnya dari pengaruh gempa dan pembebanan.

Penelitian ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkuatan FRP terhadap kekuatan lentur pada pelat beton bertulang dengan terlebih dahulu menguraikan secara umum tentang teori pelat. Adapun pelat beton yang diteliti adalah pelat dengan dukungan balok ( bukan pelat datar).

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat

Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat saya selesaikan

dengan baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan,

dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui Tulisan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT dan Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku Dosen

Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk

memberikan dukunga dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak / Ibu Staff pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan ilmunya kepada seluruh

anak didiknya termasuk penulis.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Ayahanda, Ibunda dan segenap keluarga khususnya bang Jon Kennedi yang telah

banyak berkorban demi penyelesaian pendidikan saya.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Arman,

Rustam, Sahdan,Ardani, Masana Bangun, Ade satria dan yang lainnya tanpa saya

sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi

(4)

Penulis menyadari manusia tidak luput dari khilaf dan salah, demikian juga penulis

dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga Tugas Akhiir ini masih memiliki kesalahan

dan kekurangan walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritikan yang

positifdemi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan pen ulis, semoga Tugas Akhir ini

dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam bidang Teknik

Sipil.

Medan, 2009

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR NOTASI ... vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR...x

BAB I. PENDAHULUAN ... I-1

I.1. Umum... I-1

I.2. Latar Belakang Masalah... I-1

I.3. Maksud Dan Tujuan ... I-2

I.4. Pembatasan Masalah ... I-2

I.5. Metode Penelitian... I-3

BAB II. TEORI DASAR PELAT ...II-1

II.1. Teori Dasar Elastis Linier ...II-1

II.2. Komponen Tegangan ...II-2

II.3. Komponen Regangan...II-5

II.4. Hubungan Tegangan-Regangan...II-7

II.5. Perilaku Umum Pelat Terlentur ...II-10

II.6. Hubungan Regangan- Kelengkungan ...II-12

II.7. Tegangan dan Resultan Tegangan ...II-14

II.8. Variasi Tegangan Di Dalam Pelat...II-19

II.9. Persamaan Lendutan Pelat ...II-21

II.10. Beberapa Syarat Batas ...II-22

BAB III PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR ... III-1

III.1. Umum ... III-1

(6)

III.3. Evaluasi ... III-4

III.4. Metode Perbaikan ... III-4

III.5. Material Perbaikan... III-6

III.6. Metode Perkuatan ... III-8

III.7. Pelaksanaan Perbaikan Dan Perkuatan... III-9

III.8. Fiber Reinforce Polymer ... III-10

III.8.1. Keuntungan dan Kerugian FRP Secara Umum ... III-10

III.8.2. Beberapa Penelitian Tentang FRP... III-12

III.9. Material Perkuatan... III-13

III.9.1. Komponen – komponen Komposit... III-14

III.9.2. Durabilitas FRP ... III-17

III.10. Analisa dengan Program Lusas V. 14. 03 ... III-18

BAB IV. APLIKASI ... IV-1

IV.1. Penampang Pelat Beton Bertulang Tanpa FRP

Secara Teoritis... IV-1

IV.2. Penampang Pelat Beton Bertulang Dengan FRP

Secara Teoritis... IV-4

IV.3 Penampang Pelat Beton Tanpa FRP (Program Lusass) ... IV-6

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... V-1

(7)

DAFTAR NOTASI

A Luas penampang

P Gaya aksial

x, y, z Komponen- komponen tegangan yang sejajar dengan sumbu x, y, z

Tegangan geser

u, v, w Komponen- komponen perpindahan

ε Regangan

E Modulus elastisitas pada tarikan dan tekanan

υ Poisson Ratio

G Modulus Geser

Regangan Geser

e Pertambahan Volume

D Ketegaran Lentur Dari Pelat

r, θ Koordinat Kutub

x, y, z Koordinat persegi panjang

Mx, My, Mz Momen-momen lentur per panjang satuandari potongan pelat yang

tegak lurus dengan sumbu x, y, z

Nx, Ny Gaya-gaya normal persatuan panjangdari potongan pelat yang tegak

lurus terhadap arah-arah x dan y

Qx, Qy, Gaya-gaya geser yang sejajar dengan sumbu z persatuan panjang

dari potongan pelatyang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu x dan y

Ffe, Fs Tegangan ijin FRP dan tegangan ijin baja tulangan

F’c Kuat tekan beton

ρf, ρs Ratio penulangan FRP dan ratio penulangan dengan baja

Lx, Ly Panjang bentang arah x dan y

b Lebar penampang pelat

h Tebal pelat

d Tinggi effektif penampang pelat

qu Beban ultimit

ttf Tebal FRP

km Factor pengali untuk membatasi regangan pada FRP

(8)

Faktor reduksi kekuatan

Ψ Faktor reduksi tambahan untuk FRP

Ø

Diameter tulangan baja
(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Perbandingan Performancce Bahan untuk Perbaikan ...III-7

Tabel 3.2 : Perbandingan Performance FRP ...III-13

Tabel 3.3 : Sifat Mekanis Material ...III-15

Tabel 3.4 : Sifat Material...III-17

Tabel 4.1 : Momen Untuk Pelat 2 Arah...IV-2

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Respon Suatu Benda Elastis Terhadap Gaya Luar ... II-1

Gambar 2.2 : Metode Irisan... II-2

Gambar 2.3 : Elemen Tiga Dimensi ...II-3

Gambar 2.4 : Deformasi Suatu Benda ...II-5

Gambar 2.5 : Distribusi Sudut yang Diproyeksikan...II-6

Gambar 2.6 : Type Konstruksi Pelat Lantai ...II-11

Gambar 2.7 : Geometri Elemen Pelat...II-12

Gambar 2.8 : Sumbu Lokal Puntir Elemen Pelat...II-14

Gambar 2.9 : Komponen – Komponen Tegangan Pelat...II-15

Gambar 2.10 : Komponen Gaya Dan Momen Elemen Pelat...II-20

Gambar 2.11 : Tranpormasi Puntir Mxy ...II-23

Gambar 3.1 : Perbedaan Sifat Fiber dan Baja ...III-15

Gambar 3.2 : Jenis – Jenis FRP di Jepang...III-17

Gambar 3.3 : Bentuk – Bentuk Elemen Solid 3D...III-22

Gambar 3.4 : Geometri Elemen Interface...III-26

Gambar 3.5 : Jenis Mode Patah Elemen Interface...III-28

Gambar 3.6 : Material Interface ...III-28

Gambar 3.7 : Parameter Interface...III-29

Gambar 4.1 : Plat Lantai dengan Tumpuan Jepit ...IV-1

Gambar 4.2 : Pemodelan FRP dengan Program Lusass ...III-7

Gambar 4.3 : Elemen Beton yang digunakan ...IV-7

Gambar 4.4 : Elemen FRP...IV-8

Gambar 4.5 : Model Pembebanan ...IV-8

Gambar 4.6 : Pemodelan Tumpuan Sendi ...IV-9

Gambar 4.7 : Pembagian Mesh Pada Plat Beton ...IV-9

Gambar 4.8 : Pembagian Mesh Pada Elemen Interface ...IV-10

(11)

Gambar 4.10 : Properti FRP yang digunakan...IV-11

Gambar 4.11 : Properti Interface yang digunakan...IV-11

Gambar 4.12 : Beban yang dipakai ...IV-12

Gambar 4.13 : Diagram Tegangan Plat ...IV-13

Gambar 4.14 : Beban Batas untuk Mencapai Tegangan Beton...IV-13

Gambar 4.15 : Tegangan Batas Beton ...IV-14

Gambar 4.16 : Beban Batas Untuk Regangan beton ...IV-15

Gambar 4.17 : Regangan Beton ...IV-15

Gambar 4.18 : Tegangan Batas Beton ...IV-16

(12)

ABSTRAK

Pada pelaksanaan suatu proyek, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan dari bangunan itu sendiri yang didukunng oleh faktor ekonomis, efisien dan estetika bangunan yang direncanakan. Untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang dibangun dengan cepat tanpa mengabaikan aspek keindahan, kenyamanan dan keamanan strukturnya khususnya dari pengaruh gempa dan pembebanan.

Penelitian ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkuatan FRP terhadap kekuatan lentur pada pelat beton bertulang dengan terlebih dahulu menguraikan secara umum tentang teori pelat. Adapun pelat beton yang diteliti adalah pelat dengan dukungan balok ( bukan pelat datar).

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Penanganan yang biasanya dilakukan pada bangunan yang mengalami kerusakan atau

kesalahan desain adalah retrofit yang berupa perbaikan atau perkuatan struktur, sehingga struktur mampu memikul berbagai kombinasi beban. Salah satu metode

perbaikan/perkuatan struktur adalah dengan pemberian bahan Fiber Reinforced Polymer (FRP) yang dilakukan dengan cara menempelkannya pada permukaan beton dengan bantuan perekat epoxy. Perbaikan/perkuatan struktur dengan bahan ini berupa komposit dengan tulangan external yang direkatkan pada permukaan beton. Pada prinsipnya sama dengan metode steel plat bonding, steel & concrete jacketing dan prategang external. Secara umum perbaikan /perkuatan struktur dengan metode ini dapat diterapkan pada

kolom, pelat dan balok beton bertulang.

Dalam tugas akhir ini akan dibahas metode perkuatan pada pelat beton bertulang

yang menggunakan Fiber Reinforced Polymer ( FRP). Sebelumnya akan disajikan tentang kerusakan struktur pada pelat akibat lentur. Kemudian dengan menggunakan rumus praktis

untuk analisa pelat yang diperkuat dengan Fiber Reinforced Polymer ( FRP) dengan keuntungan dan kerugian pemakaian FRP tersebut.

1.2 Latar Belakang Masalah

Carbon Fiber Reinforced Polymer adalah material bangunan yang dibuat untuk memperkuat struktur bangunan yang memakan tempat seminimal mungkin sehingga tidak

mempersempit ruangan ataupun merusak nilai arsitektural bangunan.

Masalah kerusakan struktur bangunan akibat beban gempa maupun akibat kekurangan

daya dukung karena kesalahan dalam perencanaan ataupun pembangunan dan

(14)

penyokong bukan hal yang baru lagi, namun penggunaan fiber reinforced polymer adalah sesuatu hal yang baru dan perlu diteliti lebih lanjut karena penggunaan FRP hampir dapat

dikatakan tidak memakan tempat.

Metode ini diperkenalkan oleh Meier (1995) dan Neale (2000). Konsep Carbon Fiber Reinforce Polymer umumnya digunakan pada struktur bangunan untuk melakukan perkuatan terutama pada daerah yang mengalami daerah tarik dan geser.

1.3 Maksud Dan Tujuan

Adapun maksud dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Memaparkan metode pelaksanaan pemasangan Fiber Reinforce Polymer pada struktur beton khususnya pelat.

2. Mengetahui dampak teknis dari penggunaan FRP pada struktur beton khususnya pelat. Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengetahui besarnya pertambahan kapasitas momen setelah penambahan FRP.

2. Mengetahui perbandingan hasil perhitungan dengan cara analitis dan program Lusas.

1.4 Pembatasan Masalah

Untuk memperoleh pembahasan yang lebih teliti dan terarah maka dilakukan

pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini adalah merupakan batasan umum yang

sifatnya mempersempit ruang lingkup sehingga tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat

tercapai dan tergali secara mendalam.

Adapun batasan-batasan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Struktur bangunan yang ditinjau adalah pelat lantai

2. Pelat bukan berupa pelat datar

3. Beban yang bekerja merata diseluruh permukaan.

4. Lubang pada pelat dianggap tidak ada

(15)

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pada Tugas Akhir ini adalah study literatur dimana

Penulis mencari bahan-bahan dari referensi dari buku ajar (text book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang berhubungan dengan

penggunaan CFRP pada pelat untuk perkuatan struktur bangunan yang kemudian menuliskannya kembali kedalam bentuk yang lebih terperinci dan praktis, dimana setiap

pembaca diharapkan dapat memahami dan menggunakan Tugas Akhir ini sebagai referensi

(16)

BAB II

TEORI DASAR PELAT

II.1 Teori Dasar Elastisitas Linier

Teori elastisitas merupakan cabang yang sangat penting dari fisika statis, yang

mengkaji hubungan antara gaya, perpindahan, tegangan dan regangan dalam benda elastis.

Bila suatu benda pejal dibebani oleh gaya luar, benda tersebut akan berubah bentuk atau

akan mengalami deformasi, sehingga timbul tegangan dan regangan. Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasigeometris dari benda tersebut dan pada sifat mekanis

bahannya. Dalam teori elastisitas kita batasi pembahasannya hanya pada bahan yang

elastis linier, yaitu keadaan dimana hubungan antara regangan dan tegangan bersifat linier

dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila gaya luar dihilangkan. Selain itu,

teori elastisitas menganggap bahan bersifat homogen dan isotropik, dengan demikian sifat mekanis bahan sama dalam segala arah.

Dalam statika benda tegar (rigid body), kita hanya mengkaji gaya luar (external forse) yang bekerja pada suatu benda dan tidak meninjau perubahan bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas kita meninjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-gaya luar dikonversi menjadi gaya dalam (internal force).

II.2 Komponen Tegangan Pn

P1

Gambar 2.1 Respon suatu benda elastis terhadap gaya luar Sumber : Teori dan analisis pelat ( Szilard,1989)

P2 Perubahan Bentuk

PPt

Tinjaulah suatu benda elastis dengan bentuk sembarang dalam sistim koordinat

(17)

setimbang. Untuk menentukan gaya dalam yang timbul diantara partikel-partikel benda

tersebut, bayangkanlah benda tersebut dipenggal menjadi dua bagian oleh suatu bidang,

seperti Gambar 2.2.a..jika sekarang kita bayangkan bahwa bagian B dihilangkan,

keseimbangan benda tersebut harus dipertahankan oleh gaya-gaya luar yang bekerja pada

permukaan penampangnya. Kemudian kita ambil suatu luas ∆A yang kecil pada

penampang tersebut dan kita nyatakan gaya dalam yang bekerja pada luasan ini sebagai ∆P

(Gambar 2.2 b).Perbandingan ∆P/∆A adalah tegangan rata-rata yang didefenisikan sebagai

limit dari perbandingan, jadi Tegangan adalah :

=

A P Lim n

( gaya persatuan luas )...(2.1)

P3 o

P2

X Z

Z

Y

t P3

Bidang Penampang A

Pt

n ΔA

ΔP P1

B

Pn

ΔPt P1

Pn

O P2

X

Y (b)

(a)

Karena ∆P pada umumnya tidak tegak lurus penampang, kita lebih mudah

menggunakan komponen normal (tegak lurus) dan tangensial (sebidang). Dengan demikian, defenisi tegangan normal dan tegangan geser ( Gambar 2.2b) adalah :

Gambar 2.2 Metode Irisan

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

(18)

=

A P Lim n

dan =

A P Lim n

……….……(2.2)

Dimana tegangan pada suatu bidang adalah vektor suatu tegangan. Resultante

tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari

komponen-komponennya.Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke

titik lainnya, jadi dapat dituliskan (x,y,z) dan ( x,y,z).

Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga dimensi , ambillah suatu elemen yang

sangat kecil dalam bentuk kotak yang sisinya , yang mukanya sejajar dengan

bidang koordinat (Gambar 2.3). Komponen tegangan normal X, Y, dan Z, masing-masing

diberi notasi x, y, dan z . Subkripnya (huruf bawah) menunjukkan garis normal (tegak

lurus) permukaan tempat vektor tegangan tersebut bekerja. z y x d d

d , ,

Gambar 2.3 Elemen tiga dimensi Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Tegangan geser biasanya memiliki dua subkrip. Subkrip pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedangkan subkrip kedua menunjukkan arah vektor tegangan

geser . Karena tegangan merupakan fungsi dari letaknya terhadap suatu benda,

intensitasnya akan berubah bila bidang rujukannya digerakkan sejauh .

Pertambahan yang timbul dinyatakan oleh dua suku pertama dari deret Taylor (Gambar 2.3).

z y x d d

d , ,

Z

dx

dy

dz

X

Z

yx

y

yz

xy

x

z

zy

zx

(19)

Perjanjian tanda berikut akan digunakan , yaitu pada bidang dekat suatu elemen

(dipandang dari ujung sumbu koordinat positif), semua tegangan yang bekerja dalam arah

sumbu koordinat positif dianggap positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan

yang bekerja pada arah sumbu koordinat negatif dianggap positif.perjanjian tanda ini

mengikuti aturan umum dalam praktek bidang teknik, yakni tarikan bertanda positif dan

tekanan bertanda negatif.

Keadaan tegangan tiga dimensi disembarang titik benda elastis ditentukan oleh

sembilan komponen tegangan dengan matrik sebagai beikut :

[ ] = ... ... ( 2.3 )

  

 

  

 

z zy zx

yz y yx

xz xy x

 

  

  

yang simetris terhadap diagonal utama. Karena sifat simetris ini , maka :

,

yx xy

  xz zx, dan yzzy.... ... ...( 2.4 )

Persamaan 2.3 disebut Hukum Timbal Balik Tegangan Geser. Dengan demikian

enam besaran x , y

,

z , xy yx, xz zx, dan yzzy cukup untuk

menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik, besaran

inilah yang disebut Komponen Tegangan pada sebuah titik.

Untuk kasus dua dimensi, maka z, xz, dan yz, sama dengan nol. Dengan

demikian keadaaan tegangan bidang ( plane stress ) yang besarnya tidak tergantung kepada z yang tidak berubah sepanjang tebalnya. Berarti komponen ini hanya merupakan fungsi x dan y saja.

II.3 Komponen Regangan

Benda elastis yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 ditumpu sedemikian rupa

(20)

perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen perpindahan tranlasi

dalam arah X, Y, Z, sebagai u, v, w dapat kita tuliskan :

u = f1 ( x, y, z ) v = f2 ( x, y, z ) w = f3 ( x, y, z ) ... ( 2.5 )

yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan merupakan fungsi dari letaknya.

Untuk menghubungkan perpindahan dan perubahan bentuk, tinjaulah kembali kotak

yang sangat kecil dengan sisi , , pada suatu benda elastis (Gambar2.3). Karena

keseluruhan benda elasis itu berubah bentuk, elemen yang sangat kecil tersebut juga akan

berubah bentuk, yakni sepanjang sisinya dan sudut antara permukaannya yang semula siku

- siku juga akan berubah. (Gambar 2.4). x

d dy dz

Z,w Z,w

Gambar 2.4 Deformasi suatu elemen Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Dengan membatasi pembahasan pada perubahan bentuk yang sangat kecil, kita

defenisikan regangan normal

ε

, perubahan satuan panjang satuan. Misalnya regangan

normal dalam arah X adalah :

ε

x = dx

dx

...2.6 )

di mana pertambahan dxdapat dinyatakan dengan suku kedua deret Taylor dx x u dx ( )

   

, jadi untuk ketiga arah dapat dituliskan :

X,u

Y,v dz

dx

dy

Δdx

Δdy o

Y,v

o

Δdz

yz   

2

zx   

2

X,u

xy   

2

yz zx xz yx xy    

  ;  ; 

(21)

ε

x = x u

;

ε

y = y v

  ;

ε

x = z w

...2.7 )

Akibat pengaruh regangan geser , permukaan elemen tersebut akan berputar

(Gambar 2.4b). Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi elemen tersebut pada bidang

XY,( Gambar 2.5 ), kita defenisikan regangan geser sebagai distorsi sudut.

O X,u

dx

u dx

x u u    B A

v dx

x v v    A’

dy ' B’

C "

dy y v v    C’ dy y u u    Y,u yx xy y u x v   

  ' "   ... (2.8)

Gambar 2.5 Distribusi sudut yang diproyeksikan Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Dengan cara yang sama kita peroleh :

zx yz x w z u        

 ; yz zy

y w z v        

 ... (2.9)

Sama halnya dengan tensor tegangan (persamaan 2.2) disuatu titik , regangan tensor dapat

didefenisikan :

 

              z zy zx yz y yx xz xy x      
(22)

Selanjutnya dapat dilihat bahwa dengan memiliki tiga satuan perpanjangan dalam

tiga arah yang saling tegak lurus dan tiga regangan geser dengan arah yang sama, sehingga

perpanjangan dalam arah sembarang dan pelentingan sudut antara dua arah sembarang

dapat dihitung. Keenam besaran

ε

x ,

ε

y,

ε

z, xy , xz , yz disebut Komponen Regangan ( Component of Strain ).Untuk kasus dua dimensi, perpindahan memanjang sepanjang w sama dengan nol, maka dari persamaan 2.6 dan 2.8 didapat

0

      

x w z u xz

 ; 0

     

y w z v yz

 ;

ε

z = 0 ... (2.11)

II.4. Hubungan Tegangan - Regangan ( Hukum Hooke )

Hubungan linier antara komponen regangan dan komponen tegangan umumnya

dikenal sebagai Hukum Hooke. Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linier yang jelas, Hukum Hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan normal sebagai :

=

ε

.

E

...(

2.12)

dengan E adalah Modulus Elastisitas.

Jika tegangan normal bekerja dalam arah X, perpanjangan

ε

x, diikuti oleh

perpendekan lateral, maka regangan dalam arah X ,Y, Z adalah :

ε

x = E

x

;

ε

y = E vy

 ;

ε

z = E vz

 ... (2.13)

dimana v suatu konstanta yang disebut dengan Poisson Ratio yang berkisar antara 0,15 –

0,35 untuk kebanyakan bahan struktur.

Persamaan 2.12 dapat juga digunakan untuk kasus penekanan sederhana dimana

(23)

Untuk kasus struktur linier yang mengikuti hukum Hooke, prinsip superposisi dapat

diterapkan, dengan demikian jika x , y,dan z bekerja secara bersamaan pada elemen

yang kecil tersebut, hukum Hooke dapat diperluas menjadi :

ε

x = 1[ x v( y z)] E    

ε

y = 1[ y v( z x)]

E     ... (2.14)

ε

z = 1[ z v( x y)] E    

Dengan cara yang sama , hubungan tegangan geser dan regangan geser adalah :

=

G

... (2.15)

Dimana G adalah Modulus Geser yang mempunyai hubungan dengan Modulus Elastisitas

dan Poisson Ratio yakni : G =

) 1 (

2 v

E

 ... (2.16)

Jika regangan geser bekerja pada semua permukaan elemen, persamaan 2.14 menjadi :

G xy xy

   ,

G yz yz

  ,

G

zx zx

  ... (2.17)

Persamaan 2.13 dan persamaan 2.16 menghasilkan komponen regangan sebagai fungsi

komponen tegangan.

Kadangkala komponen tegangan dinyatakan sebagai komponen regangan. Komponen

ini dapat diperoleh sebagai berikut :

Tambahkan persamaan 2.13 bersama sama dengan notasi

e =

ε

x +

ε

y +

ε

z , θ = x + y + z ... (2.18)

Kita dapatkan hubungan antara pengembangan volume e dengan jumlah tegangan

(24)

e =  E v) 2 1 (  ...2.19)

Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :

y+ z = x v Ee

2 )

1

( ... (2.20)

Gunakan notasi persamaan 2.17 dan selesaikan persamaan 2.13 untuk

memperoleh x

,

y, dan z sehingga didapat :

x x v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (      y y v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (    

 ... ………(2.21)

z z v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (     

Dan gunakan e

v v vE ) 2 1 )( 1 (    

Dan persamaan 2.20 ini menjadi :

x xe G

  2

y ye G

  2 . ... (2.22)

z ze G

  2

II.5 Perilaku Umum Pelat Terlentur

Pelat dan shell pada mulanya adalah suatu Elemen struktur bidang rata maupun

lengkung Dimana ketebalannya lebih kecil dibandingkan dimensi lainnya. Ketebalan suatu

pelat biasanya diukur pada arah normal sumbu ( garis berat ) pelat. Dilihat dari segi

ketebalannya pelat dapat dikategorikan dalam tiga jenis yaitu :

(25)

3. Plat tebal ( thick plate )

dan dilihat dari segi cara transper gaya dari pelat ke kolom,pelat dibagi atas tiga jenis yaitu :

1. Pelat dengan balok ( Slab with beam )

2. Pelat tanpa balok dan drop panel disekitar kolom (Flat Slab) 3. Pelat tanpa balok,drop panel ( Flat Plate)

Gambar 2.6a. Flat slab Gambar 2.6b. Plate with beam

Kolom Pelat

Kolom Balok

Pelat kolom

Pelat Drop panel

Gambar 2.6c Flat Plate

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Melihat kategori tersebut sering digunakan dan diaplikasikan untuk mendefenisikan

pelat tipis sebagai perbandingan tebal dengan bentang terpendek pelat lebih kecil dari 1/20

(26)

terdapat suatu penyederhanaan yang konsisten dengan besarnya lendutan yang biasanya

ditemukan pada struktur pelat.

Asumsi yang mendasar didalam teori lendutan kecil pada pelat terlentur atau disebut

teori klasik untuk material isotropik, homogen, dan elastis didasarkan pada geometri

lendutan ( deformasi ) antara lain :

Gambar 2.7 Geometri Elemen Pelat

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

1. Lendutan di tengah bentang pelat lebih kecil dibanding ketebalan pelat itu sendiri dan

kemiringan kelengkungan pelat sangat kecil sehingga dapat diabaikan .

2. Penampang pada bidang sistim pelat tidak berobah pada saat terjadi lenturan

3. Bidang tegak lurus pada bidang sistem pelat akan tetap tegak lurus setelah pelenturan

sehingga regangan geser vertical xz dan yz dapat diabaikan.

4. Tegangan normal di tengah bentang z sangat kecil dibanding komponen lainnya

sehingga dapat diabaikan . Pada pelat tebal, regangan geser sangat penting seperti

balok pada umumnya.

II.6 Hubungan Regangan – Kelengkungan

Beranjak dari anggapan yang tersebut diatas, regangan – perpindahan dapat

digambarkan sebagai berikut :

ε

x = x u

ε

z = z w

= 0

X

Y

Z

A

t

a

y

t A

a

x

x

2 t

n m

w rx

m A’ z

z

n x

w  

x w z u

(27)

ε

y = y v

 xz=

z u x w      =0... (2.23) xy  = x v y u      yz  = z v y w    

=0

Melalui persamaan :

xz

 = 0

     z u x w z u x w       x z u w       ) , (x y u x w

uo

  

 dan v(x,y)

y w z v     

akan didapatkan fungsi w dalam parameter x,y atau w = (x,y), dengan kata lain

perpindahan lateral tidak dipengaruhi fungsi komponen z ( tebal pelat ).dengan asumsi kedua diatas didapatkan harga uo(x,y) = 0 dan vo(x,y) = 0.

Sehingga didapat :

x w z u  

 dan

y w z v   

 ... (2.24)

subtitusi persamaan 2.24 ke persamaan 2.23 dan menghasilkan :

ε

x =

2 2 ) ( x w z x w z x       

 ,

ε

y = 2 2 y w z  

 , xy=

y x w z    . 2 2

... ( 2.25)

Persamaan ini memberikan nilai regangan di setiap titik. Kelengkungan dari pelat

terlentur didefenisikan sebagai laju perubahan kemiringan sudut sepanjang pelat.dengan

asumsi pertama dan persamaan 2.24, luasan kemiringan pelat diabaikan dan diferensial

parsial pada persamaan 2.25 mewakili kelengkungan pelat.

Sehingga kelengkungan k ( kappa ) pada tengah bentang yang parallel dengan bidang xz, yz, dan xy dapat digambarkan sebagai berikut :

y y y k w y

r  

 

 ( )

(28)

xy y xy

k w x

r  

 

 ( )

1 ………(2.26)

Gambar 2.8 Sumbu Lokal Puntir Elemen Pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Sehingga hubungan regangan dan kelengkungan adalah superposisi persamaan 2.25 dengan persamaan 2.26 sebagai :

ε

x = zkx ,

ε

y = zky

,

xy = zkxy... (2.27)

II.7 Tegangan dan Resultan Tegangan

Pada kasus tegangan dan regangan tiga dimensi yang mengikuti Hukum Hook untuk benda isotropis, homogen dan elastis, hubungan tegangan – regangan adalah sebagai berikut :

ε

x =1[ X v( y z)]

E     G

xy xy

 

ε

y =1[ y v( x z)]

E     G

xz xz

  ………...(2.28)

ε

z = 1[ z v( x y)]

E     G

yz yz

 

Z dy

X

x w  

Y

dy y

x w

x w

    

(29)

Gambar 2.9 Komponen - komponen Tegangan pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

dimana :

E = Modulus elestis bahan

V = Poisson ratio

G = Modulus geser [ G = E/2.(1+V) ]

Notasi untuk tegangan normal digunakan lambing (sigma) dan tegangan geser

digunakan lambang

(tau). Subcript pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang

yang ditinjaudan huruf kedua menunjukkan arah tegangan itu sendiri.

Tegangan normal bernilai positif bila tegangan tersebut menghasilkan tegangan tarik

dan sebaliknya.arah positif tegangan geserpada sisi sembarang dari elemen kubus diambil

sebagai arah positif sumbu koordinat, apabila tegangan tarik pada sisi yang sama

mempunyai arah positifdari sumbu yang bersangkutan.Apabila arah tegangan tarik

berlawanan dengan arah positif, maka arah positif komponen tegangan geser dibalik.

Dengan memasukkan :

0

   yz xz

x  

Diperoleh :

dx dy X

Z dx

Y

2

t

2

t dz

2

t

xy z

y

yz

dz

z

xz

x

 x

xz

 X

dx x

xy x

    

dy y

xy xy

(30)

) (

1 2 x y

x v v E       ) (

1 2 y x

y v v E       ………...(2.29) xy xy G

  .

Untuk pelat lengkung persamaan menjadi :

) ( 1 . ) ( 1 . 2 2 2 2 2 2 y w v x w v z E vk k v z E y x x              ………(2.30) y x xy xy w v z E k v z E         . . 1 . ) ( 1 . 2 2 2

 ...………. (2.31)

Dari persamaan – persamaan diatas dapat diketahui bahwa tegangan tidak terjadi pada sumbu pelat dan akan berubah secara linier sepanjang tebal pelat yang diakibatkan oleh momen lentur Mx, My, dan Mxy.

Dengan mengambil integral pada Gambar 2.5 :

. . . . . 2 2 2 2

    t t t t y x z x y z y

xd d d z d M d

z  ... (2.32)

Dengan cara yang sama tegangan yang lain akan diperoleh dan dibuat dalam bentukmatrik

hubungan momen lentur dan tegangan :

                     2 2 . . t t z xy y x xy y x d z M M M  

. ... (2.33)

Dimana : MxyMyx

Hubungan gaya geser dengan tegangan geser adalah :

                     2 2 . t t z yz xz y x d Q Q   ………..(2.34)
(31)

z t

t x

x zd

M . .

2 2

  

         2 2 2 2 2 2

2 .( ). .

) 1 ( . t t Z

X zd

y w x w v z E M

         2 2 2 2 2 2 2

2 .( ). .

) 1 ( t t z

X z d

y w x w v E M ) ( ) 1 ( 12 . 2 2 2 2 2 3 y w x w v t E MX        ………...(2.35) Faktor -) 1 .( 12 . 2 3 v t E

 disebut faktor kekakuan lentur pelat.

Dari persamaan – persamaan tersebut diatas diperoleh :

3 . 12 t z Mx x   3 . . 12 t z My y   3 . . 12 t z Mxy xy

 ………. (2.36)

Untuk menentukan komponen – komponen tegangan arah z yaitu : z, xz, dan yz

Digunakan persamaan differensial kesetimbangan untuk elemen pelat dalam suatu

bentuk tegangan umum :

0         z xz y xy x

x  

 0         z x yz xy y

y  

... (2.37)

x z xz z    

  + 0

 

z

yz

Dari persamaan 2.37 diperoleh :

) ( y x z xz x xz           

    

 2( ).

(32)

dz y x w v z E y y w v x w v z E x t z

xz ) .

1 . ( ) 1 . ( 2 2 2 2 2 2 2

        

dz

y x w v z E y w v x w v z E t z xz . . 1 . 1 ( . 2 2 3 3 3 3 3 2

     

                 

 2 .

. 1 . . 1 . . 1 . 2 3 2 3 2 3 3 2 t z xz dz y x w v z E y x w v v z E x w v z E



 2 .

1 1 1 . . 1 . 2 2 3 3 3 2 t z xz dz v v v y x w z E x w v z E

    

 2 ( ).

1 . 2 2 2 2 2 t z xz dz y w x w x v z E

( )

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 y w x w x z t v E xz                 ……….(2.38)

Dengan cara yang sama diperoleh :

( )

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 y w x w y z t v E yz               

 ... (2.39)

melalui persamaan diatas dapat dilihat distribusi komponen tegangan xzdan yz

sepanjang ketebalan pelat merupakan persamaan parabola. Sedangkan komponen tegangan

normal zdapat ditentukan melalui persamaan ketiga pada persamaan 2.37

dengan mensubstitusi komponen tegangan yang telah diperoleh pada persamaan 2.38 dan 2.39 sebagai berikut :

) ( y x z yz xz z           

   

 2( ).

t z yz xz dz y x   

        

 2 . ( .

4 ) 1 ( 2 ) ( . 4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 t z z dz y w x w y z t v E x y w x w x z t v E x

        

 2 . ( .

(33)

dz y w x w y x z t v E t z

z .( )( ) .

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

       

                  .( )( ) 3 4 12 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 y w x w y x z z t t v E z

 ... (2.40)

komponen tegangan arah z selalu kecil dibandingkan dengan tegangan – pada arah lain (plane stress) dan ini sesuai dengan asumsi ke empat di atas, dimana tegangan arah z pada bidang tengah pelat sangat kecil dan dapat diabaikan.

II.8 Variasi Tegangan di dalam Pelat

Komponen tegangan pda umumnya berubah dari titik ke titik lainnya pada suatu

pelat yang diberi beban. Perubahan atau variasi ini disebabkan oleh pengaruh

kesetimbangan statis antara komponen - komponen tegangan. Untuk memenuhi keadaan

ini perlu dibuat suatu hubungan seperti persamaan kesetimbangan.

Perhatikan suatu elemen pelat kecil dx dy yang memikul beban terbagi merata per

satuan luas p ( Gambar 2.7 ). Untuk penyederhanaan, diasumsikan gaya dan momen yang

bekerja pada sisi penampang terdistribusi merata sepanjang sisi elemen.

Dengan adanya perubahan tempat, misalnya dari sudut kiri atas ke sudut kanan

bawah elemen pelat, maka salah satu komponen gaya misalkan Mx yang beraksi pada sisi

[image:33.595.84.503.75.165.2] [image:33.595.136.483.561.708.2]

elemen negatif akan berubah relatif terhadap elemen positif.

Gambar 2.10 Komponen gaya dan momen elemen pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

y

Q

x

z p

Mxy My

Mx

Mxy dy

dx dx x Q Q x x    dx x M M xy xy   y dy y M M y y   dy y Q Q y y

y dy

(34)

Turunan parsial dipergunakan karena Mx adalah fungsi dari x dan y. dari Gambar 2.7, pelat dalam kondisi setimbang bilamana jumlah gaya yang bekerja pada arah z sama

dengan nol. 0 . . . . . .      

dxdy pdxdy

y Q dy dx x

Qx y

Sehingga diperoleh :

0 . .        p y Q x

Qx y ... (2.41)

Kesetimbangan momen pada sumbu x :

0 . . . . . . . .        dy dx Q dy dx y M dy dx x M y y xy

sehingga diperoleh :

0 . .        y y xy Q y M x M

... (2.42)

Begitu juga dengan kesetimbangan momen pada sumbu y :

0 . .        x x xy Q x M y M

... (2.43)

Substusikan persamaan 2.42 dan 2.43 ke persamaan 2.41 sehingga diperoleh

p y M y x M x

Mx xy y

           2 2 2 2 2 .

2 ... (2.44)

Persamaaan 2.44 merupakan persamaan differensial kesetimbangan lentur pelat tipis.

Gaya geser vertikal dinyatakan dalam fungsi x dan y adalah turunan pertama dari

persamaan kesetimbangan momen pada persamaan 2.14 menjadi :

 

w x D y w x w x D

Qx 2 2

2 2 2                

w y D y w x w y D Qy 2 2 2 2 2               
(35)

Dimana 2 2 2 2 2 y x      

II.9 Persamaan Lendutan Pelat

Persamaan differensial dasar lendutan pelat diambil dari persamaan 2.14 dan 2.45

menjadi : D p y K y x K x

Kx xy y

         2 2 2 2 2 .

2 ... (2.46)

Dengan mengganti persamaan kelengkungan diatas menjadi persamaan

lendutandengan memasukkan persamaan 2.26 diperoleh :

D p y w y x w x w          4 4 2 2 4 4 4 .

2 ... (2.47)

Persamaan ini merupakan persamaan differensial lendutan pelat yang yang dibebani

beban merata sebesar p. Persamaan lendutan w didapat dengan mengintegrasikan

persamaan persamaan tersebut pada syarat batas yang ada. Jika persamaan 2.45 dan

persamaan 2.47 dimasukkan kedalam persamaaan tegangan pada (2.37), (2.38) dan (2.39)

akan diperoleh :

      2 ) 2 ( 1 2 3 t z t Qx xz        2 ) 2 ( 1 2 3 t z t Qy yz

3

) 2 ( 3 1 2 4 3 t z t z p

z   

 ... (2.48)

II.10 Beberapa Syarat Batas

Distribusi tegangan yang terjadi pada pelat tidak terlepas dari syarat batas (boundary condition), antara lain gaya dan perpindahan. Pada persamaan differensial kesetimbangan pelat dibutuhkan dua syarat batas utama pada masing – masing tepi yaitu

(36)

Perbedaan yang mendasar antara syarat batas pelat dan balok adalah momen puntir (torsi) disepanjang tepi pelat.

Beberapa kondisi batas untuk suatu pelat persegi panjang, dimana sumbu x dan y

diambil sejajar dengan sisi-sisi pelat yaitu :

a. Tepi terjepit

Jika pada tepi pelat x = a terjepit, lendutan dan kemiringan sepanjang tepi ini adalah nol.

0 )

(w xa   0

       a x x w

b. Tepi yang ditumpu sederhana

Jika pada tepi pelat x= a ditumpu sederhana, maka lendutan sepanjang tepi ini adalah

nol. Namun tepi ini dapat berputar bebas terhadap garis tepi, sehingga tidak terdapat

Momen lentur Mx sepanjang tepi ini.

 

w xa 0

 

2 0

2 2 2               a x a x y w v x w D Mx

c. Tepi bebas

Jika tepi pelat bebas pada x = a, maka pada tepi ini tidak terdapat momen lentur Mx

dan momen puntir Mxy dan gaya geser Qx, sehingga :

0

) ( 2 2 2 2         

a x a

x y w v x w D Mx

0

. ) 1 ( ) ( 2       

a x a

x xy y x w v D M

0

) ( 2 2 2 2          

a x a

x x y w x w x D Q                   y x w v y w D x M Q

Vy y xy 2

(37)

b a

dx dy

[image:37.595.190.408.71.186.2]

dy dx y x xy M yx M

Gambar 2.11. Transpormasi puntir Mxy Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Oleh Kelvin dan Tait dua kondisi batas Mxy dan Qx ini dapat dijadikan satu, Karena momen puntir Mxy dy yang bekerja pada suatu elemen sepanjang dy pada tepi x = a dapat

digantikan dengan dua buah gaya vertical sebesar Mxy dan terpisah dengan jarak sebesar

dy.

Dari gambar terlihat bahwa :

a x xy x y M Q          . '

Oleh karena persyaratan gabungan antara momen puntir Mxy dan gaya geser Qx

sepanjang tepi batas x = a menjadi :

0 ) ( ) ' (      

xa

xy x x x x y M Q Q Q v atau 0 ) 2 ( 2 3 3 3              a x x y x w v x w D v

Dengan mentranspormasikan momen puntir seperti yang terlihat pada Gambar 2.7

selain diperoleh gaya geser Q’x sepanjang tepi x = a, juga diperoleh dua buah gaya

terpusat pada sudut tepi tersebut. Dengan cara yang sama, transpormasi momen puntir Myx

sepanjang tepi y = b juga akan menghasilkan gaya geser sepanjang tepi dan gaya terpusat

(38)

b y a x b

y a x xy

y x

w v D M

R

   

 ,

2

, )

. )( 1 ( 2 )

(39)

BAB III

PERBAIKAN DAN PEKUATAN STRUKTUR

III.1 Umum

Perbaikan pada stuktur beton kerap kali dilakukan baik pada saat pelaksanaan

konstruksi dari suatu stuktur ataupun pada struktur yang sudah digunakan tujuan dari pada

perbaikan yang dilakukan adalah untuk mengembalikan struktur tersebut ke keadaan

semula tanpa adanya penambahan kapasitas dari struktur dalam menahan beban (tanpa

adanya perkuatan).

Disisi lain dengan meningkatnya perekonomian di Indonesia, maka banyak struktur

beton yang memerlukan peningkatan kapasitas dalam menahan beban; baik itu struktur

jembatan sejalan dengan meningkatnya beban lalu lintas ataupun struktur gedung yang

beralih fungsi selain itu struktur beton terutama di daerah pantai (dermaga, dll) banyak

yang mengalami korosi pada tulangan beton yang pada akhirnya menyebabkan penurunan

kapasitas struktur. Sehingga struktur-struktur diatas memerlukan perkuatan.

Tujuan daripada perkuatan pada struktur beton, umumnya adalah untuk

meningkatkan kapasitas dari struktur dalam menahan beban atau mengembalikan ke

kapasitas rencana dalam kasus terdapat kesalahan dalam pelaksanaan atau terdapat

penurunan kapasitas akibat adanya korosi tulangan.

Untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan struktur beton yang optimal,

maka harus dilakukan tiga tahapan penting yaitu investigasi, evaluasi, dan pelaksanaan.

Ketiga tahapan ini sangat penting untuk dilakukan, dan tidak ada satu tahapanpun yang

(40)

maka perbaikan dan perkuatan yang dilakukan juga tidak dapat mencapai sasaran yang

telah ditetapkan, demikian halnya tanpa pelaksanaan yang benar, maka segala tahapan

yang sudah dilakukan dengan benar dan baik tidak berarti sama sekali. Oleh sebab itu

ketiga tahapan ini benar-benar harus dilakukan oleh tenaga-tenaga yang professional dan

sudah berpengalaman dalam bidang perbaikan dan perkuatan struktur beton.

III.2 Investigasi

Tujuan dari investigasi ini adalah :

 Mendapatkan gambaran yang lengkap dari lokasi dan besarnya kerusaan yang terjadi

serta kemungkinan penyebabnya.

 Memperoleh data-data struktur , baik dimensi, data material maupun data beban (mutu

beton, mutu dan jumlah tulangan serta beban yang bekerja).

 Mengetahui kondisi lingkungan sekita dari struktur yang ada (lingkugan agresif atau

tidak), serta gambaran yang lengkap dari lokasi strutur yang akan diperbaiki atau

diperkuat, apakah terdapat halangan-halangan yanga akan mengganggu pelakasanaan.

Data-data diatas sangat penting, artinya untuk tahapan selanjutnya yaitu tahapan evaluasi,

karena tanpa data-data yang benar dan akurat maka rekomendasi perbaikan atau perkuatan

hasil dari evaluasi akan tidak tepat dan tidak mencapai sasaran, maka pada tahapan

investigasi ini harus didapatkan data-data yang maksimal yang akan mempermudah dan

menunjang tahapan evaluasi yang akan dilakukan selanjutnya.

Untuk mencapai tujuan diatas, maka harus dilakukan :

 Pengamatan secara visual (melakukan mapping kerusakan, dimensi dari struktur

beton)

 Memeriksa dokumen-dokumen yang ada, baik dokumen perencanaan, pelaksanaan,

(41)

 Melakukan testing-testing non destruktif yang diperlukan untuk melengkapi data-data

investigasi, seperti Hammer test, Corring Tensile test, Chloride test, dan Deflection test.

Pada saat melakukan pengamatan secara visual, beberapa jenis kerusakan yang didapat

adalah sebagai berikut :

 Keretakan yang bersifat structural maupun keretakan non-structural.

 Keropos

 Korosi

 Spalling (lepasnya bagian beton).

 Kebocoran.

 Penurunan.

Penyebab kerusakan diatas bisa diakibatkan oleh :

 Kesalahan dalam perencanaan.

 Kesalahan dalam pemilihan material.

 Kesalahan pelaksanaan.

 Pengaruh lingkungan sekitar (temperature, kimia, beban dll)

Karena investigasi adalah tahapan pertama dari seluruh tahapan perbaikan atau

perkuatan yang akan dilakukan dan merupakan tahapan yang sangat penting dalam

menunjang dan mempermudah untuk melakukan evaluasi yang tepat, maka harus

diusahakan untuk mendapatkan data-data yang maksimal

III.3 Evaluasi

Setelah mendapatkan data-data dari hasil investigasi maka dilakukan evaluasi untuk

menentuan tindakan-tindakan apa yang akan diambil. Beberapa tindakan yang dihasilkan

dari evaluasi dapat berupa :

(42)

 Penurunan kapasitas struktur (menurunkan beban operasional).

 Melakukan pencegahan terhadap penyebab kerusakan.

 Melakukan perbaikan.

 Melakukan perkuatan.

 Melakukan pembongkaran.

Didalam menentukan salah satu tindakan diatas yang akan diambil harus dipertimbangkan

beberapa aspek yaitu :

 Masa layan struktur.

 Kebutuhan struktur.

 Keselamatan umum.

 Batasan-batasan yang ada apabila dilakukan perbaikan atau perkuatan, misalnya

waktu, biaya, keindahan dan kemudahan struktur.

III.4 Metode Perbaikan

Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penentuan metode perbaikan yang akan

digunakan adalah :

 Jenis kerusakan.

 Besar dan luasnya kerusakan yang terjadi.

 Peralatan yang tersedia.

 Kemampuan tenaga pelaksana.

 Keterbatasan ruang kerja.

 Kemudahan pelaksanaan.

 Biaya perbaikan.

Metode perbaikan yang umum dilakukan adalah :

(43)

Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dimana kedalaman kerusakan

tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton). Pada metode perbaikan ini, yang perlu

diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-benar

didapatkan hasil yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah

dikerjakan dan tidak jatuh setelah terpasang.

Grouting

Metode perbaikan ini umumnya dilakukan apabila kerusakan melebihi selimut beton.

Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau dengan menggunakan pompa.

Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus

benar-benar kedap agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos.

Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut.

Shotcrete (beton tembak)

Metode perbaikan ini umumnya digunakan untuk kerusakan yang sangat luas, dimana

metode patching ataupun grouting sudah tidak efektif lagi. Dan pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shotcrete ada

dua sistim yaitu dry-mix dan wet-mix. Pada sistim dry-mix, capuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang.

Sehingga mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga yang

memegang selang, yang mengatur jumlah air. Tapi sistim ini sangat mudah dalam

perawatan mesin shocretenya, karena tidak pernah terjadi blocking. Pada sistim wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga mutu beton

yang ditembakkan lebih seragam. Tapi sistim ini memerlukan perawatan mesin yang

tinggi, apabila terjadi blocking. Pada metode shocrete, umumnya digunakan zat additive

untuk mempercepat pengeringan, dengan tujuan untuk mempercepat pengerasan dan

(44)

Injection

Metode ini umumnya digunakan untuk kerusakan yang berupa keretakan. Dalam

proses perbaikan dengan metode ini dapat digunakan alat manual, ataupun mesin

bertekanan. Material yang digunakan harus mempunyai viskositas yang rendah (agak

encer) sehingga mampu mengisi celah keretakan.

Coating

Metode ini berupa pemberian lapisan pada permukaan beton, dengan tujuan untuk

melindungi beton dari serangan bahan kimia ataupun air laut, biasanya digunakan pada

struktur di daerah laut atau struktur yang berada di lingkungan aggressive.

III.5 Material Perbaikan

Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan material perbaikan

adalah :

 Kekuatan bahan.

 Besar dan kedalaman bahan.

 Kondisi temperature.

 Waktu perbaikan.

 Keawetan.

 Kondisi permukaan beton yang akan diperbaiki.

Jenis bahan dasar dari material perbaikan yang umumnya digunakan adalah :

 Semen.

Polymer.

(45)

Perbandingan dari ketiga macam bahan dasar material perbaikan ini dapat dilihat pada

[image:45.595.84.518.133.454.2]

Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Perbandingan performance Material perbaikan (ACI Comitte)

Performance Semen Polymer Epoxy

Kuat tekan (MPa) 20 - 70 10 - 80 55 - 110

Kuat lentur (MPa) 2 - 10 6 - 15 25 - 50

Kuat tarik (MPa) 2 - 5 2 - 10 9 - 20

Koef. Muai panas (/°C) 7 - 12.106 8 - 20.106 25 - 30.106

Peyerapan air umur 7 hari (%) 5 - 15 0,1 - 0,5 0,1

Max.servis temp. (°C) >300 100 - 300 40 - 80

Perkembangan kekuatan 1 - 4 minggu 1 - 7 hari 6 - 48 jam

Toleransi pengadukan Besar Cukup Kecil

Kondisi permukaan beton Dibasahi Dibasahi kering

Ketahanan kimia Tidak tahan Agak tahan Tahan

III.6 Metode Perkuatan

Perkuatan pada suatu struktur beton, biasanya dilakukan karena alasan-alasan sebagai

berikut :

 Kesalahan dalam perencanaan (misal : jumlah tulangan yang tidak mencukupi,

kesalahan dalam memasukkan beban rencana dll).

 Kesalahan dalam pelaksanaan (misal : jumlah tulangan yang terpasang tidak sesuai

dengan rencana, mutu beton tidak sesuai dengan rencana dll).

(46)

 Penurunan daya dukung akibat korosi tulangan ( umumnya di daerah laut atau daerah

aggressive).

 Perubahan fungsi bangunan ( misal : perubahan dari rumah tinggal menjadi gudang

dll) atau adanya perubahan dari denah struktur ( misal : penghilangan kolom,

pembuatan lubang pada plat untuk tangga atau lift, dll).

Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :

 Memperpendek bentang dari struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan

konstruksi baja.

 Memperbesar dimensi dari konstruksi beton.

 Menambah plat baja.

 Melakukan external prestresing.

Dari metode perkuatan diatas, ada beberapa kendala yang dijumpai di lapangan seperti :

 Waktu pelaksanaan yang lama ( menunggu proses pengeringan dari material perkuatan

hingga mampu memikul beban).

 Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehigga harus menghentikan aktifitas dan juga

harus membongkar terlebih dahulu plumbing maupun ducting AC yang ada  Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara dll.

 Adanya sambungan-sambungan apabila benteng yang harus diperkuat cukup panjang

(metode perkuatan dengan plat baja).

 Perlunya lapisan pelindung untuk meningkatkan keawetan terhadap korosi.

Sejak tahun 90-an, mulai banyak digunakan metode baru dalam melakukan perkuatan

yaitu dengan menggunakan “Fiber Reinforced Plastic (FRP)”. Prinsip metode perkuatan

dengan menggunakan FRP menyerupai penggunaan plat baja . Tiga prinsip penggunaan

(47)

 Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambah FRP

pada bagian tarik.

 Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambah FRP dibagian sisi pada

daerah geser .

 Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambah FRP di

sekeliling kolom

III.7 Pelaksanaan Perbaikan dan Perkuatan

Sebelum dilakukan pelaksanaan perbaikan atau perkuatan, perlu dilakukan

pengecekan terakhir apakah metode dan material yang sudah ditentukan sesuai dengan

kondisi lapangan dan dapat dilaksanakan.

Didalam pelaksanaan perbaikan atau perkuatan, yang perlu diperhatikan adalah :

 Persiapan permukaan.

Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu dipersiapkan, dengan

tujuan agar terjadi ikatan yang baik: sehingga material perbaikan dengan beton lama

menjadi satu kesatuan. Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat, harus

merupakan yang kuat dan padat, tidak ada keropos ataupun bagian lemah lainnya (kecuali

bila menggunakan metode injeksi untuk mengisi celah keropos), serta harus bersih dari debu dan kotoran lainnya. Apabila ada tulangan yang sudah berkarat, maka perlu dilakukan

pemotongan beton hingga ±20 mm dibawah tulangan yang brkarat. Dan karat tersebut

harus dibersikan, serta diberikan lapisan anti karat.

 Perbandingan Campuran.

Untuk menghasilkan mutu dari material perbaikan atau material bonding yang

(48)

perbandingan campuran dari material harus diikuti dengan tepat, apalagi bila menggunakan

material berbahan dasar epoxy.  Pos life.

Adalah waktu yang dibutuhkan dari pengadukan hingga material tersebut terpasang.

Apabila waktu telah melebihi pos life-nya, maka material yang sudah tercampur jangan digunakan.

III.8 Fiber Reinforced Polymer(FRP)

III.8.1 Keuntungan dan kerugian pemakaian FRP secara umum

Perbaikan struktur diperlukan apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan penurunan

kekuatan, kekakuan, stabilitas dan integritas serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan

yang bersifat merusak bangunan. Perbaikan perlu dikaji terhadap aspek biaya ketersediaan

material, alat, pembebanan, tenaga dan waktu pelaksanaan serta aspek estetika dan

arsitektur. FRP diproduksi dalam bentuk pelat dan lembaran tipis yang bisa menyesuaikan dengan bentuk komponen struktur yang akan diperbaiki. Keputusan pemilihan metode

perbaikan merupakan keputusan hasil kompromi dari beberapa kajian tersebut. Berikut

diberikan beberapa keuntungan pemakaian FRP (Hartono dan Santoso 2003) antara lain :  Kuat tarik sangat tinggi (±7-10 kali lebih tinggi dari U39).

 Sangat ringan (density 1,4-2,6 gr/cm³, 4-6 kali lebih ringan dari baja ).

 Pelaksanaan sangat mudah dan cepat .

 Memungkinkan untuk tidak dilakukan penutupan lalu lintas (jembatan dll).

 Tidak memerlukan daerah areal yang luas.

 Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang.

 Memungkinkan untuk tidak dilakukan pembongkaran plumbing atau ducting AC pada

(49)

 Tidak mengalami korosi.

Namun demikian perlu juga diperhatikan beberapa kelemahan pemakaian bahan ini,

antara lain kurang tahan terhadap suhu tinggi. Dengan suhu sekitar 70ºC bahan perekat

epoxy resin akan berubah dari kondisi keras menjadi lunak, bersifat plastis sehingga daya lekatnya akan menurun. Selain itu bahan ini juga tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.

Untuk mengatasi kelemahan ini perlu dilakukan proteksi, misalnya pelapisan atau

penutupan dengan mortar. Proteksi ini juga berfungsi untuk menghindari pengrusakan dari luar yang sering terjadi pada fasilitas umum.

III.8.2 Beberapa penelitian tentang Perbaikan/Perkuatan dengan FRP

Pemakaian FRP untuk perbaikan dan perkuatan struktur beton antara lain pada pelat,

balok, kolom, pilar, dinding dan komponen lainnya sudah cukup luas. Demikian pula

penelitian-penelitian tentang perbaikan dan perkuatan dengan FRP sudah cukup banyak.

Chajes dkk.(1996) pernah melakukan penelitian untuk mempelajari lekatan antara plat compost dan beton. Dari hasil penelitian mereka dapat disimpulkan bahwa pe

Gambar

Gambar 2.1 Respon suatu benda elastis terhadap gaya luar  Sumber : Teori dan analisis pelat ( Szilard,1989)
Gambar 2.2 Metode Irisan                Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)
Gambar 2.3  Elemen tiga dimensi                                Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)
Gambar 2.4 Deformasi Suatu Elemen (Sumber :               )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam merencanakan pelat lantai sebuah bangunan diperlukan data- data beban yang akan dipikul oleh struktur tersebut sehingga struktur yang direncanakan

Untuk meningkatkan kekuatan fungsi struktur, ada beberapa cara atau metode yang umum dilakukan yakni dengan cara memberi penyelubungan pada struktur tersebut atau dikenal

Menurut SNI 2847-2013, kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi 3 yang digunakan terutama untuk mendukung

Penelitian ini membahas tentang perkuatan lentur balok beton bertulang menggunakan GFRP (glass fiber reinforced polymer) dan Wiremesh. Balok yang digunakan mempunyai dimensi

(2014), Studi Perilaku Kolom Pendek Beton Bertulang Dengan Kekangan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) Yang Dikenai Beban Konsentrik”, Tesis Magister Teknik Sipil,

Dari hasil pendekatan perhitungan manual tersebut terlihat bahwa nilai defleksi jembatan terhadap beban kendaraan secara keseluruhan mengalami defleksi yang lebih besar sete-

Pengujian kuat lentur balok dilakukan dengan menempatkan benda uji balok pa- da dua tumpuan sederhana dan diberikan dua beban terpusat yang masing masing berjarak

Perkuatan dengan metode jacketing menggunakan satu lapis Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) dengan panjang sambungan (overlapping) yang bervariasi mampu meningkatkan