• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Path goal theory leadership adalah sebuah teori kepemimpinan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Path goal theory leadership adalah sebuah teori kepemimpinan yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Path Goal Theory

Path goal theory leadership adalah sebuah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh House dalam Robbibs dan Judge (2009) yang menyatakan bahwa terdapat dua variabel kontinjensi yang menghubungkan prilaku kepemimpinan dengan hasil berupa kepuasan kerja dan kinerja yaitu variabel-variabel dalam lingkungan yang berada di luar kendali karyawan (struktur tugas, sistem otoritas formal dan kelompok kerja) serta variabel variabel yang merupakan bagian dari karakteristik personal karyawan (locus of control, pengalaman dan kemampuan yang dimiliki). Robbins dan Judge (2009) menggambarkan model path goal theory leadership disajikan pada gambar 2.1:

Sumber: Robbins dan Judge (2009) Leadership behavior Directive Supportive Participative Achievement oriented Outcomes - Performance - Satisfaction Subordinat contingency factor Locus of control Experience Perceived ability Environmental contingency factor Task structure

Formal authority system Work group

(2)

Gambar 2.1 Path Goal Theory Leadership

Teori path-goal menjelaskan dampak perilaku pemimpin pada motivasi bawahan, kepuasan dan kinerjanya (Luthans, 2006). Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa inti dari path goal theory adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi dan dukungan yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan guna membantu pengikut-pengikutnya mendapatkan hal-hal yang dibutuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya.

Al-Gattan (1985) menyatakan bahwa pada bentuk aslinya path-goal theory menguraikan dua tipe kepemimpinan yaitu kepemimpinan suportif dan direktif namun dalam perkembangannya teori tersebut menguraikan empat tipe kepemimpinan yaitu: suportif, direktif, partisipatif dan kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian. Siverthorne (2001) menyatakan bahwa model path-goal menganjurkan kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar: (1) fungsi pertama adalah memberi kejelasan alur (direktif). Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya, (2) fungsi kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka (suportif).

(3)

Gibson et al. (2006), menyajikan model path goal theory leadership yang sedikit berbeda dengan yang digambarkan Robbins dan Judge (2009) yang disajikan pada Gambar 2.2:

Sumber: Gibson et al. (2009)

Gambar 2.2 Path Goal Theory Leadership

2.2 Gaya Kepemimpinan (Leadership Style)

Kepemimpinan dalam organisasi merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok demi pencapaian tujuan. Kepemimpinan memainkan peran sentral dalam usaha memahami perilaku kelompok, karena pemimpinlah yang biasanya memberikan pengarahan untuk mengejar tujuan (Robbins dan Judge, 2009). Gorda (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau karakter atau cara seseorang dalam membina dan

Leader behavior/styles Directive Supportive Participative Achievement oriented Outcomes - Performance - Satisfaction Follower/subord inates Perceptions Motivation Environmental factor Task structure Formal authority system Work group Follower/subordinat characteristic Locus of control Experience Ability

(4)

menggerakkan seseorang atau sekelompok orang agar bersedia, berkomitmen, dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan perusahaan.

Pemimpin adalah seorang “kepala” atau atasan dari sekelompok orang, namun cara berpikir dan bertindak yang didasarkan atas kepemimpinan formal semata-mata belum tentu menghasilkan kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu seorang pemimpin hendaknya memiliki akseptabilitas di kalangan bawahan, bukan karena pengangkatan atau penunjukan saja, akan tetapi karena kualitas kepemimpinan yang dirasakan mendorong jiwa dan semangat kerja dalam iklim yang demokratis di seluruh tubuh organisasi. Dalam prakteknya, setiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda dalam melaksanakan tugas-tugasnya, yang dalam hal ini menggerakkan bawahannya guna melakukan tugas dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Para peneliti di Ohio State University dan University of Michigan meneliti tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration atau employee orientation dan initiating structure atau production orientation. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok,

(5)

cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar (Armandi et al. 2003).

Gaya kepemimpinan yang diidentifikasi oleh House dalam Al-Gattan (1985) adalah gaya kepemimpinan direktif dan gaya kepemimpinan suportif. Kepemimpinan direktif (mengarahkan), yaitu pemimpin memberitahukan kepada bawahan jadwal kerja yang harus disesuaikan dengan standar kerja, serta memberikan bimbingan atau arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut (termasuk di dalamnya: perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, dan pengawasan). Kepemimpinan suportif (mendukung), pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan diantara anggota kelompok. Gaya kepemimipinan suportif akan memberikan ruang atau kebebasan kepada bawahannya untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan pilihannya dalam melakukan pekerjaan.

Norman dan Richard dalam Taryadi (2002) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif adalah gaya kepemimpinan yang menunjukkan keterlibatan pemimpin dalam komunikasi satu arah, menetapkan peranan bawahan, dan memberitahu bawahan tentang apa yang harus dikerjakan, di mana dan bagaimana melakukannya serta ketat dalam mengawasi pelaksanaan tugas. Gaya kepemimpinan direktif diukur dari dimensi-dimensi: mengganti bawahan yang tidak patuh dengan yang lebih patuh, selalu mengecek kinerja bawahan baik disiplin maupun keseriusannya dalam bekerja, dan memberikan sanksi kepada

(6)

bawahan yang berselisih dengan rekannya. Gaya kepemimpinan suportif adalah gaya kepemimpinan yang merujuk pada keterlibatan pemimpin pada komunikasi dua arah, mendengar, mendorong, serta melibatkan pengikut dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Gaya kepemimpinan suportif diukur dari dimensi-dimensi: membantu pegawai baru untuk berinteraksi, membantu bawahan untuk melaksanakan tugasnya, dan berusaha mengetahui dan memahami keinginan dan aspirasi bawahan.

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Trisnaningsih (2007) teori kepemimpinan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja. Kelompok kerja dalam perusahaan merupakan pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan masing-masing unit kerja itu dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu unit kerja akan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang pada akhirnya akan memengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2.3 Locus of Control

Dalam literatur akuntansi locus of control telah diteliti dalam konteks keputusan yang berbeda seperti job insecurity (Suwandi dan Indriantoro, 1999; Vince dan Indra, 2002), kesadaran etis (Muawanah dan Indriantoro, 2001), prilaku etis (Putri, 2005) ketidakpastian lingkungan (Prasetyo, 2002), kapasitas individu (Shinta, 2006), partisipasi anggaran (Frucot dan Shearon, 1991; Licata et al 1986; Brownel, 1982; Brownel 1981), struktur audit (Hyat dan Prawitt, 2001), supervisi (Mitchel et al. 1975), gaya kepemimpinan (Ceicilia dan Gudono, 2007).

(7)

Rotter dalam Geurin dan Kohut (1989) menyatakan bahwa locus of control adalah tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Locus of control dibedakan menjadi dua, yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal (Lefcourt dalam Kevin et al. 1987). Individu dengan locus of control eksternal mengacu kepada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindakan oleh diri sendiri dan berada diluar kontrol dirinya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan dan kesempatan. Ciri individu yang memiliki pembawaan locus of control internal adalah mereka yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Individu dengan locus of control internal mengacu kepada persepsi bahwa kejadian baik positif maupun negatif terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan dibawah pengendalian diri. Individu dengan internal locus of control lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya. Individu dengan locus of control internal percaya bahwa mereka dapat memengaruhi kejadian-kejadian dalam kehidupannya dan mempunyai kemampuan menghadapi ancaman yang timbul dari lingkungannya (Mitchel et al. 1975). Individu yang mempunyai locus of control internal menunjukkan motivasi yang lebih besar, menyukai hal-hal yang bersifat kompetitif, suka bekerja keras, merasa dikejar waktu dan ingin selalu berusaha lebih baik daripada kondisi sebelumnya, sehingga mengarah pada pencapaian prestasi yang lebih tinggi. Richard et al. (1990) juga menyatakan hal senada bahwa individu dengan internal locus of control memiliki usaha (effort)

(8)

yang lebih besar sehingga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencapai sukses.

Indri dan Provita (2007) menyatakan bahwa dalam teori X dan Y yang ditemukan oleh Mc Gregor, individu yang memiliki external locus of control akan bertipe X dikarenakan mereka tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi, mereka harus dimotivasi oleh lingkungannya. Sedangkan untuk internal locus of control akan bertipe Y dikarenakan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.

2.4 Kinerja (Performance)

Mangkunegara (2005) menyatakan kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mangkuprawira (2007) menyatakan kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan

(9)

secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Gorda (2004) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang disumbangkan oleh seorang karyawan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya kepada organisasi yang didasarkan atas kecerdasan spiritual, intelegensia, emosional dan kecerdasan mengubah kendala menjadi peluang serta ketrampilan fisik yang diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh organisasi. Bastian (2001) mengemukakan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Ukuran yang dipakai dalam menentukan kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impacts).

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individual mengacu pada prestasi kerja individu yang diatur berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja individual yang tinggi dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan (Ceicilia, 2006). Kinerja karyawan merupakan kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan, kinerja pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu (Mohammad As'ad dalam Abdulloh 2006).

(10)

Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (1998) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.

2.5 Pengaruh Locus of Control pada Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Kinerja

Penelitian ini menguji pengaruh locus of control terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja auditor. Menurut teori, locus of control dibedakan menjadi dua, yaitu locus of control eksternal dan locus of control internal. Individu dengan locus of control eksternal mengacu kepada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindakan oleh diri sendiri, dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Individu tersebut akan dapat bertindak efektif dalam lingkungan kerja di mana mereka mendapat petunjuk atau arahan yang spesifik dari pimpinan dan kontrol senantiasa diterapkan terhadap dirinya (Brownell dalam Hyatt dan Prawitt 2000). Kepemimpinan direktif (mengarahkan), yaitu pemimpin memberitahukan kepada bawahan jadwal kerja yang harus disesuaikan dengan standar kerja, serta

(11)

memberikan bimbingan atau arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas. Dengan demikian diharapkan auditor dengan locus of control eksternal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kinerja auditor.

Individu dengan locus of control internal memiliki keyakinan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara usaha dan hasil. Locus of control internal mengacu kepada persepsi bahwa kejadian baik positif maupun negatif terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan dibawah pengendalian diri. Individu tersebut akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam situasi yang memungkinkan mereka untuk menerapkan tindakan yang dianggap sesuai dalam suatu pekerjaan (Abdel Halim dalam Hyatt dan Prawitt 2000). Kepemimpinan suportif (mendukung), pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadan mereka, status dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan diantara anggota kelompok. Gaya kepemimipinan suportif akan memberikan ruang atau kebebasan kepada auditor untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan pilihannya dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian diharapkan auditor dengan locus of control internal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan suportif dan kinerja auditor.

(12)

Halim (2003) menyatakan bahwa hirarki auditor dalam organisasi kantor akuntan publik adalah sebagai berikut:

1) Partner

Partner merupakan top legal client relationship yang bertugas mereview (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui masalah fee dan penagihannya, dan bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit.

2) Manajer

Manajer merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, mereview lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit.

3) Auditor senior

Auditor senior merupakan staf yang bertanggung jawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan mereview pekerjaan para auditor yunior yang dibawahinya.

4) Auditor yunior

Auditor yunior merupakan staf pelaksana langsung dan bertanggung jawab atas pekerjaan lapangan. Pekerjaan para yunior ini dapat berupa bagian-bagian dari pekerjaan audit, dan bahkan bila memungkinkan dapat memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya.

(13)

Mitchel et al. (1975) melakukan pengujian path goal theory yaitu hubungan antara supervisi dan kepuasan kerja yang dimoderasi oleh locus of control. Penelitian melibatkan 900 pegawai fasilitas publik pada area metropolitan dengan menggunakan dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan partisipatif dan direktif. Skala locus of control yang digunakan adalah skala versi standar yang dikembangkan oleh Rotter (1996). Kepuasan kerja diukur dengan kondisi kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan locus of control internal maupun eksternal lebih memiliki kepuasan pada gaya manajemen partisipatif dibandingkan gaya manjemen direktif, namun orang dengan locus of control internal memiliki kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan orang dengan locus of control eksternal pada gaya manajemen partisipatif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orang dengan locus of control internal melihat hubungan yang lebih kuat antara apa yang mereka lakukan dengan apa yang terjadi terhadap pekerjaan mereka. Mereka percaya bahwa bekerja keras akan mengarahkan pada kinerja yang baik, kinerja yang baik akan menghasilkan reward, dan mereka memiliki kontrol terhadap bagaimana mereka menggunakan waktunya dalam pekerjaan.

Price (1991) melakukan pengujian terhadap path goal leadership theory pada marketing channels. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur di Amerika yang memproduksi furniture beserta franchisee yang menjual produknya. Dengan menggunakan systematic random sampling diperoleh 74 responden dari 139 franchisee. Penelitian ini menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap role clarity (kejelasan peran), satisfaction dan conflict

(14)

yang dimoderasi oleh tipe marketing channel. Dua gaya kepemimpinan digunakan yaitu initiating structure dan consideration. Tipe marketing channel yang digunakan adalah administered marketing channel dan contractual marketing channel. Efek moderasi diuji dengan Chow test (Chow 1960). Hasil interaksi antara gaya kepemimpinan dengan tipe marketing channel menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan initiating structure merupakan faktor penting dalam meningkatkan kejelasan peran pada administered dan contractual channel. Gaya kepemimpinan initiating structure lebih berperan dalam meningkatkan tingkat kepuasan pada administered channel daripada contractual channel. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa prilaku konsiderasi merupakan faktor penting dalam mengurangi konflik pada kedua tipe channel, namun prilaku konsiderasi lebih efektif dalam mengurangi konflik pada contractual channel.

Hyatt dan Prawitt (2000) melakukan penelitian mengenai apakah kesesuaian antara struktur audit dan locus of control memengaruhi kinerja auditor. Penelitian dilakukan pada Kantor Akuntan Publik Big 6. Kinerja diukur berdasarkan penilaian supervisor terhadap bawahannya. Locus of control diukur dengan menggunakan skala Rotter (1966). Untuk struktur audit digunakan dikotomi struktur yaitu perusahaan yang terstruktur dan tidak terstruktur. Dikotomi struktur didasarkan pada Chusing dan Loebbecke (1986) structure rating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor dengan locus of control internal memiliki kinerja yang lebih tinggi pada perusahaan yang tidak terstruktur daripada perusahaan yang terstruktur.

(15)

Auditor dengan locus of control internal percaya bahwa kejadian baik positif maupun negatif terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri. Auditor dengan locus of control internal akan bertindak lebih efektif pada lingkungan dimana mereka dapat mengontrol tindakannya sendiri. Sementara auditor dengan locus of control eksternal memiliki kinerja yang lebih tinggi pada perusahaan yang terstruktur daripada perusahaan yang tidak terstruktur. Auditor dengan locus of control eksternal percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, kesempatan, serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Auditor dengan locus of control eksternal akan bertindak lebih baik apabila lebih banyak kontrol dilakukan pada mereka.

Silverthorne (2001) melakukan pengujian terhadap path goal theory di Taiwan. Subyek penelitian adalah manajer dan bawahan (subordinates) dari beberapa perusahaan besar di Taiwan. Sample terdiri dari 46 orang manajer, 46 orang peers dan 92 orang subordinates. Pengujian dilakukan terhadap path goal theory yang menyatakan bahwa struktur tugas memiliki efek moderasi pada prilaku instrumental (direktif), maka diharapkan para manajer lebih menyukai struktur tugas yang lebih tinggi dibandingkan struktur tugas yang rendah. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa para manajer di Taiwan lebih menyukai struktur tugas yang tinggi. Hasil tersebut mendukung path goal theory. Pengujian juga dilakukan terhadap theory yang menyatakan “Prilaku pemimpin adalah penting karena memiliki pengaruh langsung terhadap prilaku pengikutnya”. Pernyataan tersebut benar pada area motivasi dan kinerja.

(16)

Melihat dari dua dimensi motivasi yaitu usaha yang mengarah pada kinerja (performance) dan usaha yang mengarah pada penghargaan (reward), peneliti menghubungkan antara gaya kepemimpinan instrumental (direktif), gaya kepemimpinan suportif, dan gaya kepemimpinan partisipatif dengan dua dimensi motivasi tersebut. Hasil menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berkorelasi positif dan signifikan dengan motivasi bawahan (subordinat).

Cecilia dan Gudono (2007) melakukan pengujian terhadap path goal theory dengan menggunakan dua gaya kepemimpinan yaitu directive leader dan supportive leader terhadap kepuasan kerja dengan locus of control dan kompleksitas tugas sebagai variabel pemoderasi. Penelitian dilakukan pada 19 Kantor Akuntan Publik Surabaya, Semarang dan Yogyakarta. Variabel gaya kepemimpinan diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan Colin Silverthorne (2001), variabel kompleksitas tugas diukur dengan instrumen yang dikembangkan Risdayeni (2003), variabel locus of control diukur dengan instrumen The Work Locus of Control (WLCS) yang dikembangkan oleh Spector (1988), dan kepuasan kerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Dewar dan Werbel (1979). Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi kompleksitas tugas maka gaya kepemimpinan yang direktif akan menurunkan kepuasan kerja auditor yunior, sebaliknya semakin rendah kompleksitas tugas maka gaya kepemimpinan suportif akan meningkatkan kepuasan kerja. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa auditor yunior yang memiliki locus of control eksternal maupun locus of control internal dengan gaya kepemimpinan

(17)

yang direktif maupun suportif memiliki kepuasan kerja yang sama. Ringkasan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 di Halaman 26 berikut:

Gambar

Gambar 2.2 Path Goal Theory Leadership

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi yang dirancang berupa aplikasi informasi dosen berbasis android yang dapat melakukan monitoring informasi dosen melalui smarthphone Sistem ini bertujuan

• Analisis 

PTS menggunakan tepung terigu, mentega, air, ammonium bikarbonat dan natrium bikarbonat sebagai bahan baku untuk membuat gabin, sedangkan bahan pembantu yang

dimaksud dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 51 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan

Pendidikan juga dapat memengaruhi pengetahuan yang terjadi di dalam diri konsumen muslim Ms Glow, pendidikan formal maupun informal yang terjadi pada salah satu konsumen

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa rasio gubal meranti merah (Shorea parvifolia) lebih dominan (banyak) dibandingkan rasio kayu terasnya, hal tersebut dapat dari rata-rata

Sementara itu imigran ilegal yang berpendidikan menengah, memiliki motif karena keadaak negara yang tidak kondusif, negara yang terjadi peperangan sehingga mereka

Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuninya, luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kekurangan O 2 , dan apabila