• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh LUH SUSIANI NIM. 1302115032

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Luh Susiani

NIM : 1302115032

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, April 2015

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh LUH SUSIANI NIM. 1302115032

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DI UJI

Pembimbing Utama

Ns. Putu Ayu Sani Utami, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom NIP: 198408252008122004

Pembimbing Pendamping

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Oleh LUH SUSIANI NIM. 1302115032

TELAH DIUJIKAN DIHADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : JUMAT

TANGGAL : 10 APRIL 2015 2015

TIM PENGUJI :

1. Ns. Putu Ayu Sani Utami, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom (Ketua) : ... NIP: 19840825200812200411985032010

2. Ns I Kadek Saputra, S.Kep (Sekretaris): ... NIP: 198205312008121001

3. Ns. Made Rini Damayanti, S.Kep., MNS (Pembahas): ...

MENGETAHUI :

DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K)., M.Kes NIP. 19530131 198003 1004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa karena berkat Asung Kerta Wara Nugraha Beliau penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015 dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Skripsi ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K)., M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF sebagai Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Ns. Putu Ayu Sani Utami, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom sebagai pembimbing utama yang telah memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ns. I Kadek Saputra, S.Kep selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang telah memberikan ijin belajar dan ijin lokasi penelitian.

(6)

vi

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan segala saran serta kritik yang sifatnya membangun dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Denpasar, April 2015

(7)

ABSTRAK

Susiani Luh. 2015. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Putu Ayu Sani Utami, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom; (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep

Penyakit paru obstruksi kronik termasuk penyakit kronik yang dapat berdampak psikologis, baik depresi maupun ansietas. Gangguan kesehatan mental seperti gejala depresi dan ansietas pada pasien PPOK, menimbulkan gangguan tidur atau sering disebut insomnia. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi keluhan ganguan tidur pasien PPOK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah Pre Exsperimental Designs dengan desain One-Group Pretest-Postest

Design. Sampel penelitian berjumlah 33 pasien PPOK yang rawat inap di RSUP

Sanglah Denpasar dengan tehnik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner kualitas tidurPSQI (The Pittsburgh Sleep Quality Index). Analisis data menggunakan uji Paired t Test dengan nilai signifikan sebesar α 0,05. Hasil penelitian didapatkan pemberian relaksasi nafas dalam berpengaruh atau efektif terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar (p value = 0.001). Kesimpulan relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam peningkatan kualitas tidur yang lebih baik pada pasien PPOK..

(8)

viii ABSTRACT

Susiani Luh. 2015. The Effect of Deep Breath Relaxation In COPD Patients with Sleep Quality in RSUP Sanglah Denpasar. Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of Medicine, Udayana University. Supervisors (1) Ns. Putu Ayu Sani Utami, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom; (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep

Chronic obstructive pulmonary disease is a chronic disease that can affect psychological, both depression and anxiety. Mental health disorders such as depression and anxiety in patients with COPD, causing sleep disturbances or often called insomnia. Relaxation techniques like deep breathing can also reduce the complaints of sleep disorders in patients with COPD. The purpose of of this research is to determine the effect of deep breath relaxation with the quality of sleep in COPD patients in RSUP Sanglah Denpasar. The research methods used Pre Exsperimental Designs with One-Group Pretest-Posttest Design. Samples included 33 patients with COPD that hospitalized at RSUP Sanglah Denpasar by purposive sampling technique. Data were collected by PSQI questionnaire (Pittsburgh Sleep Quality Index). Data analysis using Paired t test with significant value α=0.05. The results showed, by giving deep breath relaxation effect on sleep quality in COPD patients in RSUP Sanglah Denpasar (p value = 0.001).

.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KEASLIAN PENELITIAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 8

2.2 Kualitas Tidur ... 13

2.3 Relaksasi Nafas Dalam ... 20

2.4 Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK ... 22

BAB III. KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 24

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 25

3.3 Hipotesis Penelitian ... 27

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 28

4.2 Kerangka Kerja ... 29

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ... 30

(10)

x

4.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36 BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ... 40 5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 46 5.3 Keterbatasan Penelitian ... 52 BAB VI. PENUTUP

6.1 Simpulan ... 53 6.2 Saran ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar Tahun

2015 ... 26

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41

Tabel 4. Distribusi kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah

Denpasar sebelum dan setelah perlakuan ... 42

Tabel 5. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Lampiran 2. Realisasi Anggaran Penelitian Lampiran 3. Penjelasan Penelitian

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5. SOP Relaksasi Nafas Dalam

Lampiran 6. Instrumen Pengumpulan Data Lampiran 7. Master Tabel

Lampiran 8. Hasil Analisis Data

Lampiran 9. Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian

(14)

1

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran nafas terhadap partikel atau gas berbahaya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2013). Definisi terbaru PPOK menekankan bahwa PPOK adalah penyakit sistemik dengan manifestasi luar paru seperti miopati, osteoporosis, anemia, dan depresi. PPOK juga terkait dengan komorbid penyakit kardiovaskuler dan penyakit keganasan. Prevalensi dan mortalitas PPOK meningkat lebih cepat dalam dua dekade terakhir. Diperkirakan pada tahun 2020 PPOK menyusul stroke sebagai penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia. (Owens & Malhotra, 2010).

Negara berkembang seperti Indonesia, terjadi transisi epidemiologi penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Insidensi penyakit tidak menular tersering yaitu penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, penyakit vaskuler perifer, keganasan dan PPOK meningkat dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Ini disebabkan ketidaktahuan individu terhadap paparan faktor risiko. Peningkatan usia harapan hidup juga memunculkan penyakit kronis dan disabilitas yang menimbulkan beban kesehatan. Tahun 2004, 34,5% penduduk Indonesia adalah perokok dan 28,4% diantaranya merokok tiap hari (Pradoyo,

(15)

2

2

Penyakit paru obstruksi kronik termasuk penyakit kronik yang dapat berdampak psikologis, baik depresi maupun ansietas. Gangguan kesehatan mental seperti gejala depresi dan ansietas pada pasien PPOK, menimbulkan gangguan tidur atau sering disebut insomnia. Hasil penelitian Astori (2009), menunjukkan bahwa PPOK berhubungan dengan insomnia dan masalah tidur lainnya. Gangguan tidur tentunya dapat memperburuk kondisi fisik penderita serta memperlambat proses pemulihan pasien.

Kualitas tidur berkaitan dengan jenis atau tipe tidur Rapid Eye Movement

(REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM). Kualitas tidur mengandung arti kemampuan individu untuk dapat tetap tidur dan bangun dengan jumlah tidur REM dan tidur NREM yang sesuai. Kualitas tidur yang baik akan ditandai antara lain dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar saat bangun tidur dan individu merasa penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti usia, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress psikologis, alkohol, diet, merokok, motivasi dan keadaan sakit (Kozier, 2009).

(16)

3

3

Kualitas tidur yang buruk akan mempengaruhi sistem syaraf, menyebabkan timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita akan menjadi lesu, lambat menghadapi rangsangan dan sulit berkonsentrasi. Masalah tidur pada seseorang biasanya ditandai dengan sulit untuk mulai tidur, tidur gelisah, sering terbangun atau periode bangun tidur panjang (Lanywati, 2006). Pengaruh lain yang dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tidur antara lain pasien sering menjadi letih, lelah dan mempunyai kemampuan pengendalian yang buruk terhadap emosinya (Kozier, 2009). Dampak lain yang ditimbulkan akibat kualitas tidur yang buruk dapat memberikan pengaruh yang jelek terhadap fisik, kemampuan kognitif, dan gangguan psikologis sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup, kehidupan sehari-hari, memperberat keluhan penyakit serta memperpanjang lama perawatan (Lanywati, 2006).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, dari data rekam medik RSUP Sanglah Denpasar jumlah penderita PPOK yang di rawat selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 jumlah pasien PPOK yang dirawat sebanyak 675 orang, tahun 2013 menjadi 789 orang dan pada semester pertama tahun 2014 terdapat 543 pasien. Rata-rata pasien PPOK yang dirawat setiap bulannya sebanyak 20-35 orang pasien. Pasien yang dirawat tersebar dibeberapa ruangan seperti ruang Angsoka II dan ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar.

(17)

4

4

sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Pasien mengatakan sulit memulai tidur atau sering terbangun karena sesak, batuk dan juga karena mendengar suara kereta perawat ketika melaksanakan tindakan keperawatan.

Upaya yang dilakukan selama ini dalam mengurangi keluhan yang disampaikan pasien adalah melalui pemberian obat yang bertujuan membuat pasien mudah tertidur dan tenang, namun dampak yang ditimbulkan pemberian obat dalam jangka waktu yang lama tidak baik untuk proses pemulihan pasien. Upaya lain yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui cara non farmakologi salah satunya adalah relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat meningkatkan kualitas tidur, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Brunner & Suddart, 2002).

(18)

5

5

Penelitian yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian dari Utami pada tahun 2012, yang berjudul pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Abian Kapas Kaja Denpasar. Desain penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen, dengan jenis Pretest-Postest With Control Group Design dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Quota sampling dengan menggunakan analisis data Wilcoxon Signed Rank Test. Dari hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Abian Kapas Kaja Denpasar (p<0,05). Perbedaan antara penelitian Utami, dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah pasien PPOK sedangkan subjek penelitian Utami (2012) adalah Lansia.

Penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian Mayanti (2010), tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap tingkat kecemasan pasien diabetes mellitus di ruang Abimayu RSUD Sanjiwani Gianyar. Desain penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen, dengan jenis Pretest-Postest With Control Group Design dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Quota sampling dengan menggunakan analisis data

(19)

6

6

penelitian ini terletak pada subjek penelitian dan variabel terikat. Subjek pada penelitian ini adalah pasien PPOK sedangkan subjek penelitian Mayanti adalah pasien diabetes mellitus. Variabel terikat pada penelitian Mayanti adalah tingkat kecemasan sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kualitas tidur.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ” Apakah ada pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015?”

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kualitas tidur sebelum diberikan relaksasi nafas dalam (prettest) pada pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.

b. Mengidentifikasi kualitas tidur setelah diberikan relaksasi nafas dalam

(20)

7

7

c. Menganalisis pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai evidence base tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK.

b. Sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam penggunaan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam untuk membantu memenuhi kebutuhan rasa nyaman pasien.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis dari penelitian ini meliputi: a. Bagi perawat

Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada perawat akan pentingnya pemberian relaksasi nafas dalam sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan.

b. Bagi pasien

(21)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya (Smetzler & Bare, 2002).

2.1.2 Faktor risiko terjadi PPOK

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok dihentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosio ekonomi, nutrisi dan komorbiditas (Potter & Perry, 2005).

a. Genetik

(22)

9

telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor.

b. Pertumbuhan dan perkembangan paru

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya

c. Stres oksidatif

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidakseimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK

d. Jenis kelamin

(23)

10

pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang merupakan perokok saat ini

e. Infeksi

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun

f. Status sosio ekonomi dan nutrisi

Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik

indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut berhubungan erat dengan status sosio ekonomi

g. Komorbiditas

Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive

Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi

(24)

11

2.1.3 Patofisiologi PPOK

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Terdapat dua kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata (Corwin, 2009).

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos (Corwin, 2009).

(25)

12

emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi (Corwin, 2009).

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok (Corwin, 2009).

Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah

leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan

growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu

(26)

13

Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad

menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal (Corwin, 2009).

2.2Kualitas Tidur 2.2.1 Pengertian

Tidur adalah tidur berasal dari kata bahasa Latin “somnus” yang berarti

alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun (Nurul, 2007).

(27)

14

penurunan respon terhadap stimulus eksternal merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (Nurul, 2007).

Enam ciri yang dialami seseorang berkaitan dengan istirahat, yaitu (Nurul, 2007) :

a. Merasa bahwa segala sesuatu dapat diatasi. b. Merasa diterima.

c. Mengetahui apa yang sedang terjadi.

d. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.

e. Mempunyai rencana-rencana kegiatan yang memuaskan. f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan. 2.2.2 Fisiologi tidur

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu

Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS

di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori raba; serta emosi dan proses berpikir. Pada saat sadar RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Nurul 2007).

2.2.3 Ritme sirkadian

(28)

15

24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung, tekanan darah, temperatur tubuh, sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah (Nurul, 2007).

2.2.4 Siklus tidur

Selama tidur, individu melewati tahap tidur Non Rapid Eye Movement

(NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Siklus tidur yang komplek normalnya berlangsung, selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui 4 hingga 5 siklus selama 7 sampai 8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I – III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama kurang lebih 20 menit. Setelah itu, individu kembali ke tahap III dan II selam 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit (Nurul, 2007).

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur

Menurrut Nurul (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang antara lain:

a. Penyakit

(29)

16

banyak daripada biasanya. Di samping itu siklus bangun-tidur selama sakit dapat mengalami gangguan.

b. Lingkungan

Lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing yang dapat menghambat upaya tidur.

c. Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.

d. Gaya hidup

Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur dalam waktu yang tepat.

e. Stres emosional

Anxietas (kegelisahan) dan depresi seringkali mengganggu tidur seseorang. Kondisi anxietas dapat meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui stimulus saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus REM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.

f. Stimulan dan alkohol

(30)

17

g. Diet

Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga disaat malam hari.

h. Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.

i. Medikasi

Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hiptonik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betabloker dapat menyebabkan

insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya, meperidin hidroklorida

dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.

j. Motivasi

Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk

2.2.5 Dampak kualitas tidur yang buruk

Kurang tidur atau kualitas tidur yang buruk dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain (Nurul, 2007) :

a. Efek fisiologis, karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress

(31)

18

c. Efek fisik/somatik, dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.

d. Efek sosial, dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.

e. Kematian orang yang tidur kurang dari lima jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang normal

2.2.6 Penilaian kualitas tidur

Tidur yang berkualitas merupakan hal yang esensial khususnya bagi para pekerja. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian terhadap kualitas tidur seseorang khususnya bagi orang dewasa dan usia produktif sehingga dapat membantu sebuah perusahaan untuk menentukan shift kerja yang baik bagi pekerjanya. Menurut Wicken, (2004) (dalam Setyawati, 2007) Penilaian kualitas tidur dilakukan dengan menggunakan sebuah metode yang bernama PSQI (The Pittsburgh Sleep Quality Index). PSQI sendiri ialah suatu metode penilaian yang

(32)

19

Sleeping Index merupakan suatu skor atau nilai yang didapatkan dari pengukuran

kualitas tidur seseorang yang pengurkurannya dicari dengan cara mengisi kuesioner PSQI dengan pembobotan tertentu. Index atau nilai tersebut yang nantinya akan menggambarkan seberapa baikkah kualitas dari tidur seseorang.

(33)

20

2.3Relaksasi nafas dalam 2.3.1 Pengertian

Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat meningkatkan kualitas tidur, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Brunner & Suddart, 2002).

Latihan nafas dalam adalah suatu kegiatan dengan memasukkan udara ke dalam paru-paru yang jumlahnya 1 ½ - 2 kali nafas normal. Menurut Smeltzer dan Bare (2002). Latihan pernafasan bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna dan mengurangi kerja pernafasan.

2.3.2 Indikasi

Relaksasi nafas dalam di indikasikan pada klien yang akan mengalami gangguan pada kualitas istirahatnya terutama yang memiliki gangguan dalam kualitas tidur (insomnia), klien yang mengalami gangguan ventilasi paru seperti pada penderita PPOK dan klien yang mengalami kecemasan.

2.3.3 Tujuan

(34)

21

mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional, menurunkan intensitas nyeri, menurunkan tingkat kecemasan serta mampu memperbaiki kualitas tidur seseorang.

2.3.4 Prosedur teknik relaksasi nafas dalam

Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut (Potter & Perry, 2005):

a. Atur posisi klien dengan posisi duduk ditempat tidur atau dikursi.

b. Letakkan satu tangan klien diatas abdomen (tepat dibawah iga) dan tangan lainnya pada tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas.

c. Keluarkan nafas dengan perlahan dan penuh bersamaan dengan gerakan iga menurun dan kedalam mengarah pada garis tengah.

d. Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tetutup selama menarik nafas. e. Tahan nafas dalam selama 2 detik.

f. Hembuskan dan keluarkan nafas melalui mulut selama 4 detik

(35)

22

h. Satu siklus adalah satu proses mulai dari menarik nafas, tahan dan menghembuskan nafas.

Lakukan langkah ini berulang-ulang hingga klien merasa nyaman dan akhirnya dapat beristirahat (tidur). Efektifitas lama pelaksanaan relaksasi nafas dalam untuk mendapatkan hasil yang maksimal, berdasarkan hasil penelitian Hendraman (2010), tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia dipanti jompo menunjukkan terjadi peningkatan kualitas tidur kearah yang lebih baik setelah diberikan relaksasi nafas dalam, dimana kualitas tidur lansia sebelum diberikan relaksasi nafas dalam sebagian besar buruk yaitu sebesar 88,5%, setelah hari pertama pemberian perlakukan sebagian besar lansia masih memiliki kualitas tidur yang buruk sebesar 63,5%, setelah tiga hari perlakuan kualitas tidur lansia sebagian besar masih buruk sebesar 52,6% dan setelah satu minggu perlakuan terjadi perubahan dimana didapatkan sebagian besar lansia mengalami kualitas tidur yang baik yaitu sebesar 68,9%. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada pengaruh yang efektif pemberian relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia dip anti jompo.

2.4Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kualitas Tidur Pasien PPOK Gangguan kesehatan mental seperti gejala depresi dan ansietas pada pasien PPOK, menimbulkan gangguan tidur atau sering disebut insomnia. Ada bukti yang menunjukkan bahwa PPOK berhubungan dengan insomnia dan masalah tidur lainnya. Gangguan kualitas tidur dan desaturasi pada pasien PPOK dengan

(36)

23

mengalami penurunan saturasi oksigen lebih dari 10% sewaktu tidur (Surani, 2009).

Pada keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit sering kali terjadi dua hal yang berlawanan, disatu sisi pasien mengalami peningkatan kebutuhan tidur untuk mempercepat proses pemulihan, sementara disisi yang lain pola tidur pasien yang menjalani rawat inap dapat dengan mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat kecemasan akan kondisi sakitnya atau akibat rutinitas rumah sakit (Potter & Perry, 2005).

Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam dapat memberikan ketentraman hati, berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah, tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah, detak jantung lebih rendah, mengurangi tekanan darah, ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit, tidur lelap, kesehatan mental menjadi lebih baik, daya ingat lebih baik, meningkatkan daya berpikir logis, meningkatkan kreativitas, meningkatkan keyakinan, meningkatkan daya kemauan dan meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain (Bouwhuizen, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik tersebut dapat diinterpre tasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca

Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skor Kualitas Tidur Pasien yang Mendapatkan Terapi Hemodialisis di Unit Hemodialisis..

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh teknik relaksasi benson terhadap skor kualitas tidur pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis.. Desain penelitian yang

Hasil penelitian menunjukkan33 siswi (68,8%) mengalami nyeri disminorea sedang sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas, 19 siswi (39,6%) tidak mengalami nyeri disminorea

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ayudianningsih dan NOvarizki Galuh, 2010 dengan judul pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penanganan tingkat

Hasil uji statistik tersebut dapat diinterpre tasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca

Pengaruh Rebusan Bawang Putih Dan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan Pada Lansia Hipertensi Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan efektifitas intervensi rebusan bawang