• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Risiko Bencana Gempabumi di Wilayah Nusa tenggara Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Risiko Bencana Gempabumi di Wilayah Nusa tenggara Barat."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI

WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT

SKRIPSI

MELKI ADI KURNIAWAN NIM. 1008205017

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

ANALISA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI

WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT

SKRIPSI

MELKI ADI KURNIAWAN NIM. 1008205017

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)

ANALISA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT

[SKRIPSI]

Karya tulis ini tidak dipublikasikan tetapi tersedia di perpustakaan

di lingkungan Universitas Udayana;

diperkenankan dipakai sebagai referensi kepustakaan

tetapi pengutipan harus menyebutkan sumbernya

sesuai dengan kebiasaan ilmiah.

Karya tulis ini merupakan hak milik intelektual

(6)

vi

FAKTA INTEGRITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Bukit Jimbaran, Juli 2016

Pembuat Fakta Integritas

(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian identifikasi risiko bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat berdasarkan 3 faktor: faktor bahaya gempabumi yaitu percepatan getaran tanah maksimum (Peak Ground Acceleration = PGA), faktor kerentanan yaitu kepadatan penduduk perkecamatan, serta faktor ketahanan yaitu IPM (Indeks Pembangunan Manusia) perkecamatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Perhitungan nilai PGA dilakukan menggunakan fungsi atenuasi Fukushima dan Tanaka dengan data parameter gempabumi dari tahun 1970 – 2014 dengan kriteria magnitude ≥ 4.5mB, kedalaman ≤ 60 km dan episenter pada rentang 7.5o– 12o LS dan 115o-120o BT sedangkan untuk perhitungan indeks risiko bencana gempabumi menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process). Dari hasil perhitungan maka diperoleh daerah dengan tingkat risiko bencana gempabumi yang paling tinggi adalah Kabupaten Dompu bagian selatan, Kota Mataram, Kota Bima, Kab Bima bagian utara sedangkan yang paling rendah adalah Kab Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa bagian selatan.

Kata Kunci: PGA, kepadatan penduduk, IPM, bahaya, kerentanan, ketahanan, risiko bencana gempabumi.

ABSTRACT

An investigation of risk identification earthquake disaster in Nusa Tenggara Barat by three factors: the danger factor of earthquakes is Peak Ground Acceleration(PGA), vulnerability factor is population density by district, as well as the capasity factors are HDI (Human Development Index) by district in the province of West Nusa Tenggara has be done. PGA value calculation was performed using the attenuation function Fukushima and Tanaka with earthquake parameter data from 1970 - 2014 with the criteria of magnitude ≥ 4.5mB, depth ≤ 60 km and the epicenter in the range of 7.5o - 12o and 115o- 120o BT and for disaster risk index calculation earthquake using AHP (Analytical Hierarchy Process). From the calculation of the obtained regions with earthquake disaster risk levels are highest are southern Dompu, Mataram, Bima, northern Bima Regency while the lowest West Sumbawa regency and southern Sumbawa regency.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kehadapan Alloh SWT, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan proposal tugas akhir ini dengan judul “ Analisa Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi di Wilayah Nusa Tenggara Barat”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas MIPA Jurusan Fisika Universitas Udayana

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Komang Ngurah Suarbawa, S.Si, M.Si selaku pembimbing I atas bimbingan

dan sarannya dalam penyelesaian Proposal Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ardhianto Septiadhi, S.Si selaku pembimbing II atas ide, bimbingan,saran dan

masukannya dalam penyelesaian Proposal Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. S Poniman, M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Udayana.

4. Bapak, ibu, yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

5. Istri dan anak tercinta, Murni dan baim yang selalu memberi dukungan dan semnagat.

6. Teman-teman BMKG Fisika 2010: Dwi Karyadi, I Made Kris, yang telah

memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman Fisika FMIPA Universitas Udayana yang telah memberikan

bantuannya, baik secara langsung maupun tak langsung sehingga Tugas Akhir ini

dapat penulis selesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu segala koreksi

dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan.

Bukit Jimbaran, Juli 2016

Penyusun

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ... i

LEMBAR PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

2.4.1 Magnitudo lokal (ML)... 11

2.4.2 Magnitudo gelombang body (mb) ... 12

2.4.3 Magnitudo gelombang permukaan (MS) ... 12

2.4.4 Magnitudo momen (MW) ... 13

(10)

x

2.5.1 Bahaya (hazard) ... 14

2.5.2 Kerentanan (vulnerability) ... 15

2.5.3 Kemampuan (capacity) ... 15

2.5.4 Risiko bencana ... 15

2.6 Percepatan Getaran Tanah Maksimum ... 16

2.7 Kepadatan Penduduk ... 21

2.8 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2 Alat dan Bahan ... 23

3.3 Pengolahan Data ... 23

3.3.1 Menghitung nilai dan kontur PGA ... 23

3.3.2 Analisa tingkat risiko bencana gempabumi ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Pengolahan Data ... 29

4.1.1 Identifikasi tingkat bahaya gempabumi ... 29

4.1.1 Identifikasi tingkat kerentanan bencana gempabumi ... 32

4.1.1 Identifikasi tingkat ketahanan menghadapi gempabumi ... 33

4.2 Analisa tingkat risiko bencana gempabumi di NTB ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur lapisan bumi ... (8)

Gambar 2.2 Ilustrasi yang menggambarkan beberapa jenis batas lempeng ... (9)

Gambar 2.3 Posisi perbatasan lempeng pada peta dunia (BMKG,2015) ... (9)

Gambar 2.4. Peta lempeng tektonik dunia (Ibrahim, 2005 ... (10)

Gambar 2.5. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia (Gunawan, 2005 ... (12)

Gambar 2.6. Sketsa patahan aktif di Indonesia (Gunawan, 2005) ... (13)

Gambar 2.7. Sketsa patahan aktif di sebelah utara wilayah Nusa Tenggara Barat ... (13)

Gambar 2.8. Ilustrasi pergerakan partikel pada gelombang P ... (14)

Gambar 2.9. Ilustrasi pergerakan partikel pada gelombang S ... (14)

Gambar 2.10. Ilustrasi pergerakan partikel pada gelombang L ... (15)

Gambar 2.11. Ilustrasi pergerakan partikel pada gelombang R ... (15)

Gambar 2.12. Hubungan antara faktor bahaya, kerentanan, kemampuan dan risiko bencana ... (16)

Gambar 2.13. Arah gaya inersia pada mobil dan bangunan terhadap percepatanya ... (18)

Gambar 2.14. Arah gaya inersia terhadap percepatan dalam arah sebaliknya ... (22)

Gambar 2.15. Pengaruh gaya yang timbul akibat gempabumi terhadap bangunan ... (23)

Gambar 2.16. Dampak gempabumi terhadap bangunan ... (24)

Gambar 2.17. Dampak gempabumi terhadap bangunan (BNPB, 2013) ... (24)

Gambar 2.18 lokasi penempatan sensor di wilayah NTB ... (21)

Gambar 3.1 Garis hubung pusat bumi dengan episenter dan titik pengamatan pada bidang Bola .... (29)

Gambar 3.2 Garis Hubung antara Hiposenter, Episenter dan Titik Pengamatan ... (29)

Gambar 3.3 Peta titik perhitungan PGA maksimum di NTB ... (30)

Gambar 3.4 Diagram alir menghitung percepatan getaran tanah maksimum ... (31)

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data gempabumi wilayan nusa tenggara barat dengan magnitude ≥4.5mb dan kedalaman≤60 km dari tahun 1970-2014

Lampiran 2 Perhitungan nilai pga tiap titik grid dengan rumus Fukushima dan Tanaka Lampiran 3 Nilai pga maksimum dan tingkat bahaya di tiap kecamatan

Lampiran 4 Tingkat kepadatan penduduk dan tingkat kerentanan di NTB

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan

terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, baik

yang disebabkan oleh faktor alam (gempabumi, tsunami, banjir, letusan gunungapi, tanah

longsor, angin ribut, dll), maupun oleh faktor non alam seperti berbagai akibat kegagalan

teknologi dan ulah manusia. Umumnya bencana yang terjadi tersebut mengakibatkan

penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia kerugian harta benda,

maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah

dicapai.

Khusus dalam hal bencana yang disebabkan oleh gempabumi, misalnya, sebagai

gambaran hasil penelitian dan kajian beberapa pakar, menunjukkan bahwa selama 25

tahun kejadian gempa di Indonesia, korban bencana lebih diakibatkan oleh kerusakan

bangunan rumah sederhana seperti jatuhnya atap, runtuhnya kolom, hancurnya dinding,

dll. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi bencana gempabumi melalui

pengembangan disain rumah tahan gempa sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil.

Kerugian ini belum termasuk kerugian yang diderita oleh masyarakat secara langsung.

Kerugian-kerugian baik jiwa maupun materi yang timbul akibat berbagai bencana

bukanlah suatu jumlah yang kecil. Hal ini harus mulai menjadi perhatian dan pemikiran

bagi pemerintah dan juga masyarakat. Pada penelitian ini akan dianalisa risiko bencana

gempabumi di suatu wilayah di Indonesia dan penulis memilih provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB) berdasarkan potensi kegempaan, sejarah gempabumi yang merusak dan dari

Indeks Risiko Bencana Indonesia untuk wilayah NTB.

Potensi bencana gempabumi yang mempengaruhi Pulau Nusa Tenggara Barat

terdiri atas 2 bagian, yaitu zona subduksi Indo-Australia di selatan Nusa Tenggara Barat

dan patahan naik busur belakang (back arc thrust) di utara Nusa Tenggara Barat. Hal inilah yang menyebabkan frekuensi kejadian gempabumi di Nusa Tenggara Barat tinggi,

tidak jarang beberapa goncangan gempabumi yang terjadi menimbulkan kerusakan di

daerah Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan catatan sejarah, daerah busur kepulauan

(14)

2

Berdasarkan data BMKG terdapat beberapa gempabumi yang cukup besar dan

menimbulkan bencana di kepulauan Sumbawa.

Gempabumi yang cukup signifikan terakhir yang mengguncang Nusa Tenggara

Barat adalah gempabumi pada tanggal 22 Juni 2013 dengan kekuatan 5.4 SR yang

berpusat di 14 Km Barat laut Lombok Utara pada kedalaman 10 km. Gempabumi ini

mengakibatkan 1319 rumah penduduk rusak berat, 2660 rumah rusak sedang dan 4376

rumah rusak ringan. Gempabumi juga menyebabkan kesusakan pada fasilitas umum

sepeti sarana ibadah, fasilitas pendidikan dan kantor desa (BNPB, 2013).

Setiap kejadian gempabumi menghasilkan goncangan tanah yang dapat

diidentifikasikan melalui nilai percepatan getaran tanah pada suatu tempat. Semakin besar

nilai percepatan getaran tanah yang terjadi disuatu tempat, semakin besar bahaya

gempabumi yang mungkin terjadi. Besar kecilnya nilai percepatan getaran tanah tersebut

menjadi salah satu faktor yang dapat menunjukkan tingkat risiko gempabumi.

Secara demografi, wilayah Nusa Tenggara Barat merupakan daerah yang

mempunyai jumlah penduduk 4.773.795 jiwa. Jika melihat pada perkembangan jumlah

penduduk dari tahun 2010 terus mengalami peningkatan jumlah penduduk dengan

berkisar 1-2%. Daerah paling padat adalah Kota Mataram dengan jumlah 441.064 jiwa

atau kepadatan penduduk 7195 jiwa/km2 (BPS, 2014). Kondisi tersebut merupakan salah

satu faktor kerentanan berisiko tinggi yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan kerugian

besar jika terjadi bencana alam.

Untuk mengetahui apakah kajian risiko bencana perlu dipertajam sampai tingkat

kabupaten dan kota maka dilihat dari Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) wilayah

tersebut. IRBI merupakan perhitungan rata rata kematian per negara dalam bencana skala

besar dan menengah yang diakibatkan oleh gempabumi, siklon tropis dan banjir

berdasarkan data historis. Faktor yang diperhitungkan dalam IRBI adalah kehilangan

nyawa tidak termasuk aspek lainya seperti ekonomi dan mata pencaharian(BNPB,2012).

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini penulis mencantumkan beberapa hasil

penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca, diantaranya:

Penelitian yang berjudul Kajian Kerawanan Gempabumi berbasis SIG dalam upaya Mitigasi Bencana studi kasus Kabupaten dan Kota Sukabumi oleh Sunardi, pada penelitian ini dijelaskan faktor bahaya dan kerentanan yang mempengaruhi tingkat

(15)

3

Penelitian lainnya berjudul Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi Serta Arahan Tindakan Mitigasi Bencana Di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi oleh firmansyah et al (2009), dalam penelitian ini dijelaskan tingkat risiko bencana

gempabumi di wilayah pesisir sukabumi.

Berdasarkan potensi bencana dan tingkat kerentanan yang ada, maka dapat

diperkirakan risiko bencana yang akan terjadi di daerah Indonesia tergolong tinggi. Risiko

bencana yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana yang dimiliki

wilayah-wilayah tersebut yang memang sudah tinggi, ditambah dengan tingkat kerentanan yang

sangat tinggi pula. Sementara faktor lain yang mendorong semakin tingginya risiko

bencana ini adalah menyangkut pilihan masyarakat (public choice). Banyak penduduk yang memilih atau dengan sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap

bencana dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah, atau opportunity lainnya yang

dijanjikan oleh lokasi tersebut. Adanya potensi-potensi ancaman dari kejadian

gempabumi dan potensi kerentanan dari faktor kependudukan serta nilai indeks risiko

bencana yang tinggi maka perlu adanya pemetaan risiko bencana di tingkat kajian risiko

bencana di Nusa Tenggara Barat sehingga upaya mitigasi dapat dilakukan secara efektif,

efisien dan tepat sasaran pada daerah yang berisiko tinggi. Dari uraian di atas maka

penulis akan membuat penelitian untuk menganalisa tingkat risiko bencana di wilayah

Nusa Tenggara Barat

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana tingkat bahaya, kerentanan dan ketahanan bencana gempabumi di

wilayah Nusa Tenggara Barat

b. Bagaimana tingkat risiko bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor bahaya (Hazard) yang dipengaruhi oleh nilai Peak Ground Acceleration (PGA) dari gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat

(16)

4

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi risiko bencana

gempabumi di Wilayah Nusa Tenggara Barat agar dapat memberikan gambaran bagi para

pembaca mengenai tingkat risiko bencana gempabumi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah tersedianya peta risiko gempabumi di wilayah

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gempabumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam

bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.

Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan

lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang

gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi (BMKG).

Gempabumi juga dapat diakibatkan aktifitas gunung berapi, tanah longsor dan meteor

yang menumbuk bumi. Menurut teori lempeng tektonik, kerak bumi terpecah-pecah

menjadi beberapa bagian yang disebut lempeng. Lempeng-lempeng tersebut bergerak

dengan arah dan kecepatan berbeda. Pergerakan lempeng ini disebabkan oleh arus

konveksi. Lapisan atas bumi terdiri dari lithosfer dan asthenosfer. Lithosfer mempunyai

densitas yang lebih besar, mudah patah, dan bersifat kaku. Asthenosfer mempunyai

densitas yang lebih kecil dibandingkan lithosfer, bersuhu tinggi dan kental. Akibat

gerakan perputaran bumi yang terus-menerus menimbulkan arus pada asthenosfer yang

bersuhu tinggi. Arus ini disebut arus konveksi, yang bergerak dari tekanan tinggi ke

tempat yang bertekanan rendah. Gerakan asthenosfer akan menggerakkan lithosfer yang

mengapung di atasnya, akibatnya lithosfer yang berupa lempeng-lempeng akan bergerak.

Struktur lapisan bumi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(18)

6

Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng

lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling

mendekati(collision) dan saling geser (transform).

Gambar 2.2 Ilustrasi yang menggambarkan beberapa jenis batas lempeng (USGS 2001)

Gambar 2.3 Posisi perbatasan lempeng pada peta dunia (BMKG,2015)

Apabila dua buah lempeng bertumbukan maka daerah batas antara dua lempeng akan

terjadi tegangan (stress). Tegangan tersebut terjadi secara terus-menerus dan sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi. Hal itu mengakibatkan terjadinya

patahan pada kulit bumi di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan

melepaskan energi untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini

(19)

7

Gambar 2.4. Peta lempeng tektonik dunia (Ibrahim, 2005) 2.2 Jenis Gempabumi

Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan

menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi

sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan

menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya

gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

b. Gempabumi Tektonik

Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng

lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil

hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau

bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh

bagian bumi.

c. Gempabumi Runtuhan

Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah

(20)

8

d. Gempabumi Buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia,

seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempabumi dapat dibedakan atas :

a. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR.

b. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR.

c. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR.

d. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR.

e. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR .

f. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR .

g. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR .

Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas :

a. Gempabumi dalam h > 300 Km .

b. Gempabumi menengah 60 < h < 300 Km .

c. Gempabumi dangkal h < 60 Km .

2.3 Sumber Gempabumi

Akibat pergerakan lempeng maka di sekitar perbatasan lempeng akan

terakumulasi energi, dan jika lapisan batuan telah tidak mampu manahannya maka energi

akan terlepas yang menyebabkan terjadinya patahan ataupun deformasi pada lapisan

kerak bumi dan terjadilah gempabumi tektonik. Disamping itu akibat adanya pergerakan

lempeng tadi terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagian atas kerak bumi yang merupakan

pembangkit kedua terjadinya gempabumi tektonik. Jadi sumber-sumber gempabumi

keberadaannya ada pada perbatasan lempeng lempeng tektonik dan patahan- patahan

(21)

9

Gambar 2.5. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia (Ibrahim, 2005)

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat aktif terhadap gempabumi,

karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu lempeng tektonik

kecil. Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-Australia, lempeng

Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina. Lempeng Indo-Australia

bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian pula lempeng Pasifik bergerak

kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia berada di laut

merupakan sumber gempa dangkal dan menyusup kearah utara sehingga di bagian darat

berturut-turut ke utara di sekitar Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa

menengah dan dalam.

Gempa-gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan

pertemuan lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan- patahan aktif, seperti patahan

Palu Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain. Beberapa tempat di Sumatra,

Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian rentan terhadap bencana gempabumi

(22)

10

Gambar 2.6. Sketsa patahan aktif di Indonesia (Ibrahim, 2005).

Gambar 2.7. Sketsa patahan aktif di sebelah utara wilayah Nusa Tenggara Barat.

2.4 Magnitudo Gempabumi

Skala magnitudo berdasarkan pada beberapa asumsi sederhana (Afnimar, 2009), yaitu:

a. Magnitudo adalah ukuran energi yang dilepaskan oleh batuan yang sebanding

dengan kecepatan gerakan tanah, yaitu perbandingan amplitudo (A) dengan periode (T).

b. Dua gempa dengan kekuatan yang berbeda dan direkam dengan geometri

sumber-penerima yang sama maka kejadian yang lebih besar adalah yang akan

(23)

11

c. Penurunan amplitudo karena efek geometri dan atenuasi dapat diselesaikan secara

statistik dengan fungsi kalibrasi F(∆, ℎ .

d. Efek sumber seperti directivity dapat dikoreksi secara regional (Cr), dan pengaruh lokal seperti struktur batuan lokal, topografi dan lain-lain dikoreksi dengan stasiun

(Cs).

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka bentuk umum dari skala magnitudo dapat

dituliskan pada Persamaan 2.1 (Ibrahim, 2005).

= ���+ � ∆, ℎ � + � ………...………(2.1)

di mana:

A μ amplitudo ( m) T : periode (detik)

F : koreksi jarak episenter dan kedalaman

h : kedalaman (focal depth) ∆ : jarak episenter

Cs : koreksi tempat stasiun

Cr : koreksi daerah sumber

2.4.1 Magnitude lokal (ML)

Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun

1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California yang

direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Dengan mengetahui jarak episenter ke

seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf

maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi.

Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut (Ibrahim, 2005). :

= �� � + ��  − .9 ... (2.2) Saat ini penggunaan Magnitude Lokal sangat jarang karena pemakaian seismograf

Woods-Anderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang

terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris membuat jenis

magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut saja. Karena itu

dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk penggunaan yang lebih luas dan

(24)

12

2.4.2 Magnitude bodi (mB)

Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat

dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah

mb atau magnitude bodi (Body-Wave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan

berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam

bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara umum dirumuskan dengan persamaan :

mb = log ( A / T ) + � ∆, ℎ ... (2.3)

2.4.3 Magnitude permukaan (Ms)

Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang

permukaan (surface waves). Untuk jarak  600 km seismogram periode panjang

(long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan.

Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang

permukaan sangat tergantung pada jarak  dan kedalaman sumber gempa h. Gempabumi

dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak

memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan mempunyai bentuk rumus sbb

(Ibrahim, 2005).:

Ms = log A + log +  ... (2.4)

dengan

 dan  = koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris.

Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan kedalaman sekitar 60 km.

Dalam penelitian yang dilakukan dengan data historis, konversi Ms dan mB dapat

dinyatakan dalam persamaan (Ibrahim, 2005):

mb = 2.5 + 0.63 Ms ... (2.5) atau

(25)

13

2.4.4 Magnitude momen (Mw)

Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh

sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan

bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena

absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat

kurang dapat menggambarkan energi gempabumi di hiposenter. Berdasarkan Teori

Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen

seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis

karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan

seismograf periode bebas (broadband seismograph) (Ibrahim, 2005).

Mo = µ D a ……….(2.7)

dimana:

Mo = moment seismik,

µ = rigiditas,

D = pergeseran rata-rata bidang sesar,

a = area sesar.

Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat

dirumuskan sebagai berikut (Ibrahim, 2005).

log Mo = 1.5 Ms + 16………. (2.8)

Kanamori (1997) dan Lay. T and Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude

momen (moment magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan :

Mw = ( log Mo / 1.5 ) – 10.73 ………...(2.9)

dimana:

Mw = magnitude momen,

Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber

gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih komplek

(26)

14

lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya (Lay. T and Wallace.

T. C, 1995).

2.5 Konsep Risiko Bencana

2.5.1 Bahaya (hazards)

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.

Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh berbagai

fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi dapat menjadi

salah satu penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaan

bumi yang juga mungkin sampai di permukaan. Pemahaman mengenai mitigasi bencana

alam geologi dan mitigasi hazard menjadi menarik dan mendesak untuk diteliti mengingat dampak yang ditimbulkan bencana tersebut dewasa ini. Kerugian jiwa,

material, dan budaya merupakan aspek utama yang berisiko menanggung dampak bencana. Kesadaran tentang potensi bencana di Indonesia dan fakta ilmiah di sekitar bencana yang menimpa negara ini menjadi alasan utama perlunya dilakukan usaha-usaha

ilmiah untuk mengatasinya. Peran aktif semua pihak yang terkait merupakan sikap terbaik

yang diperlukan untuk menanggulangi masalah bencana. Gempa bumi adalah salah satu

dari banyak bahaya alam yang paling merusak, gempa-gempa tersebut bisa terjadi setiap

saat di sepanjang tahun, dengan dampak yang tiba-tiba dan hanya memberikan peringatan

sedikit waktu saja. Gempa dapat menghancurkan bangunan-bangunan dalam waktu yang

sebentar saja. Gempa tidak hanya merusak kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa

mengacaukan pemerintahan, ekonomi dan struktur sosial dari satu negara.

2.5.2 Kerentanan (vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi

ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi yang rentan’. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan

(27)

15

2.5.3 Kemampuan (capacity)

Kemampuan (capacity) atau kapasitas adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan

dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat

memulihkan diri dari akibat bencana. (BAKORNAS PB, 2007).

2.5.4 Risiko bencana

Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman

bahaya (hazards) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka

bumi baik dari tenaga internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah

dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin

meningkat. Secara umum risiko dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.10 dan

Persamaan 2.11.

Risiko = Baha a Kere a

Ke a p a ………..………..(2.10)

Atau dapat ditulis dengan:

Risiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan……….. (2.11)

Gambar 2.12. Hubungan antara faktor bahaya, kerentanan, kemampuan dan risiko bencana.

2.6 Percepatan Getaran Tanah Maksimum

Perpindahan materi dalam penjalaran gelombang seismik disebut displacement.

(28)

16

kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang menyatakan

perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu.

Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut

agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan

bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap

gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground

Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek

paling parah yang pernah dialami suatu lokasi. Efek primer gempabumi adalah kerusakan

struktur bangunan baik yang berupa bangunan perumahan rakyat, gedung bertingkat,

fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur lainnya, yang diakibatkan oleh

getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi

tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi

bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi

(Ibrahim, 2005).

Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah.

Dalam peristiwa gempabumi merusak bangunan dapat dianalogikan sebuah bangunan

sebagai seseorang yang tengah berdiri diatas mobil bak terbuka. Kondisi awal adalah

mobil sedang dalam keadaan diam dan orang itu pun dalam keadaan diam (stabil), tidak

bergerak dan berat badannya ditopang langsung oleh bagian dasar mobil searah gravitasi.

Berat orang tersebut merupakan sebuah gaya (force) searah gravitasi yang besarnya :

� = . g……… (2.12)

dimana:

w : Gaya berat (Newton)

m : Massa (kg)

g : Percepatan gravitasi bumi (m/s2)

Dari hal ini, gravitasi merupakan sebuah satuan percepatan yang arahnya menuju

pusat bumi. Dengan kondisi mobil yang diam, tidak ada percepatan lain kecuali

percepatan gravitasi tersebut. Ketika mobil mulai bergerak untuk mencapai kecepatan

100 km/jam. Adanya perubahan kecepatan dari 0 hingga 100 km/jam membuat mobil

(29)

17

yang berada diatas mobil terdorong ke arah belakang (Gambar 2.13.). Besarnya gaya

dorong sesuai dengan persamaan :

� = . a………. (2.13)

dimana:

F : Gaya dorong (Newton)

a : Percepatan mobil (m/s2)

Semakin besar massa seseorang atau semakin besar percepatan mobil tersebut,

semakin besar pula gaya dorong ke belakang yang timbul.

Gambar 2.13. Arah gaya inersia pada mobil dan bangunan terhadap percepatanya.

Selanjutnya, ketika mobil dengan kecepatan 100 km/jam hendak menghentikan

lajunya sehingga kecepatannya menjadi 0 km/jam, terjadi perlambatan yang juga adalah

percepatan dengan besaran negatif. Dengan demikian, orang diatas mobil akan terhempas

kearah depan (Gambar 2.14). Sama dengan kejadian sebelumnya, Besarnya gaya dorong

sesuai dengan persamaan

(30)

18

Ketika gempa bumi bumi terjadi, permukaan tanah akan bergerak dengan percepatan

tertentu. Dengan demikian, bangunan yang mengalami gempa bumi dapat dianalogikan

sebagai seseorang yang sedang berdiri diatas mobil yang mengalami perubahan

kecepatan. Selanjutnya, gaya dorong yang berpotensi merusakan bangunan akan timbul

karena perubahan kecepatan itu.

Gambar 2.15. Pengaruh gaya yang timbul akibat gempabumi terhadap bangunan. Dampak dari gaya yang timbul akibat gempabumi pada bangunan yang tidak cukup

kuat menahan gayanya seperti pada gambar 2.16 dan 2.17 ( BNPB, 2013).

(31)

19

Gambar 2.17. Dampak gempabumi terhadap bangunan.

Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu lokasi menjadi penting

untuk menggambarkan tingkat risiko gempabumi di suatu lokasi tertentu. Semakin besar

nilai PGA yang pernah terjadi di suatu tempat, semakin besar risiko gempabumi yang

mungkin terjadi. Parameter percepatan getaran tanah merupakan salah satu parameter

yang penting dalam seismologi teknik. Besar kecilnya percepatan getaran tanah tersebut

menunjukkan risiko gempabumi yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu bagian

dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Percepatan getaran tanah dinyatakan dalam

satuan gal atau cm/dt2.

Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan accelerograf yang dipasang di

lokasi penelitian. Namun jaringan accelerograf di Indonesia belum sebaik di negara lain

seperti Jepang, Amerika, Cina, maka pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan cara

empiris, yaitu dengan pendekatan dari rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau

/ dan data intensitas.. Nilai percepatan getaran tanah maksimum dihitung berdasarkan

magnitude dan jarak sumber gempa yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan, serta

(32)

20

Gambar 2.18 lokasi penempatan sensor di wilayah NTB.

Fungsi atenuasi merupakan suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara

intensitas gerakan tanah, dan magnitude, serta jarak dari suatu titik dalam daerah radius

sumber gempa. Fungsi atenuasi telah dikemukakan oleh sejumlah ahli dan peneliti dengan

menggunakan data rekaman gempa untuk suatu daerah. Fungsi ini memberikan hubungan

antara parameter gempa dengan faktor-faktor yang mempengaruhi parameter tersebut

seperti sumber gempa, jalur gempa, dan kondisi daerah setempat. Rumus empiris atenuasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Fukushima dan Tanaka (1990) dengan

bentuk rumusanya adalah:

PGA = Percepatan Tanah,

R = Jarak dari hiposenter ke titik pengukuran

.

2.7 Kepadatan Penduduk

Kependudukan adalah salah satu elemen yang mempengaruhi bencana selain

infrastruktur. Data infrastruktur pada setiap kecamatan masih sangat sulit diperoleh,

sehingga hanya elemen kepadatan penduduk saja yang digunakan dalam pengembangan

peta risiko gempa. Dengan asumsi bahwa di tiap kecamatan dengan kepadatan penduduk

tinggi akan mempunyai infrastruktur yang banyak (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya Air, 2008). Semakin padat penduduk di suatu daerah maka akan semakin

rentan daerah tersebut terhadap bencana. Tingginya kepadatan penduduk mampu

mengurangi tingkat pelayanan sosial wilayahnya misalnya akses masyarakat untuk

(33)

21

hal ini mampu mengurangi kesiapan fisik dan pemahaman penduduk dalam menghadapi

kejadian bencana. Kepadatan penduduk juga dapat mempersulit proses evakuasi.

Cara menghitung kepadatan penduduk adalah membagi jumlah penduduk dengan

luas wilayah dengan satuan jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk ini digunakan sebagai

parameter tingkat kerentanan (vulnerability) dalam pengembangan peta risiko bencana gempabumi.

2.8 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM adalah suatu indeks sosial ekonomi yang bergantung pada 3 (tiga) faktor yaitu

faktor kesehatan, pendidikan dan penghasilan. IPM memberikan suatu ukuran gabungan

tiga komponen utama pembangunan manusia, yaitu:

1. Indeks panjang umur (longevity), diukur dari usia harapan hidup.

2. Indeks pendidikan yang dicapai (educational attainment): diukur berdasarkan tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan waktu rata-rata bersekolah.

3. Indeks standar kehidupan, diukur berdasarkan penyesuaian pengeluaran per

kapita (daya beli).

IPM digunakan secara internasional untuk menilai tingkat sosial ekonomi dari suatu

negara, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa, yang dipakai sebagai parameter

faktor kemampuan yang sangat berguna dalam pengembangan Peta Risiko Bencana.

Semakin tinggi nilai IPM semakin tinggi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan

diri dalam menghadapi bencana. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air,

Gambar

Gambar 2.1 Struktur lapisan bumi(www.bmkg.go.id, 2015)
Gambar 2.3 Posisi perbatasan lempeng pada peta dunia (BMKG,2015)
Gambar 2.4. Peta lempeng tektonik dunia (Ibrahim, 2005)
Gambar 2.5. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan estimasi model regresi berganda dengan diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,745; yang artinya hubungan antara variabel independen yaitu

Telah dilakukan penelitian identifikasi risiko bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat berdasarkan 3 faktor: faktor bahaya gempabumi yaitu percepatan getaran

Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi

Penyusunan Renja SKPD merupakan amanat Undang-undang Nomor 25 tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor

Hasil angket tanggapan siswa terhadap penggunaan science circuit berbasis edutainment pada uji pelaksanaan lapangan dapat dilihat pada Tabel 1 diperoleh rerata

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dengan Metode Portofolio Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTs Al- Ma’arif Tulungagung

Dampak dari konflik antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung yaitu kembalinya Dewa Ngurah Pahang ke Gianyar dari tempat pengasingannya di Puri Kawan