• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR

BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL

(

Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

GALIH KANIA 0901759

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK

MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR PADA SISWA YANG

BERLATAR BELAKANG

KELUARGA DISFUNGSIONAL

Oleh Galih Kania

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Asaretkha Adjane 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL

(Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Suherman, M.Pd. NIP. 19590331 198603 1 002

Pembimbing II

Dra. R. Tati Kustiawati, M.Pd. NIP. 19620519 198603 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

(4)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Galih Kania (2014). Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional. (Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasunda 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang dirangsang dari luar. Rangsangan dari luar berupa motivasi yang diperoleh dari keluarga, Kurangnya motivasi belajar siswa berasal dari kurangnya motivasi dari orangtua dan keluarga yang disfungsional. Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing, di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan semestinya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional sebagian besar berada pada kategori sedang, (2) semua aspek motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional berada pada kategori sedang, (3) rumusan program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. Dengan demikian perlu kiranya menyusun serangkaian program bimbingan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

(5)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Struktur Organisasi ... 12

BAB II KONSEP PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL………. 13

A. Konsep Remaja ... 13

B. Konsep Motivasi Belajar ... 24

C. Konsep Keluarga Disfungsional ... 33

D. Konsep Bimbingan Belajar ... 41

E. Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada remaja yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional ... 52

(6)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60

A. Metode dan Pendekatan ... 60

B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 61

C. Definisi Operasional Variabel ... 63

D. Pengembangan Instrumen ... 64

E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 65

F. Prosedur Penelitian ... 68

G. Teknik Pengumpulan Data ... 69

H. Uji Coba Alat Pengumpul Data ... 69

I. Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 84

A. Hasil Penelitian ... 84

B. Pembahasan ... 92

C. Rancangan Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung………… ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Rekomendasi ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(7)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Setelah Uji

Kelayakan ... 65

3.2 Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional Sebelum Uji Kelayakan .... 67

3.3 Hasil Uji Kelayakan Instrumen Motivasi Belajar ... 69

3.4 Hasil Uji Kelayakan Instrumen keluarga Disfungsional ... 70

3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar ... 72

3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional ... 73

3.7 Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Setelah Uji Validitas ... 73

3.8 Kisi-kisi Instrumen Keluarga Disfungsional Setelah Uji Validitas ... 75

3.9 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 77

3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas ... 78

3.11 Ketentuan Pemberian Skor ……… 79

(8)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.13 Kategori Interval Skor Gambaran Umum keluarga Disfungsional di SMP

Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ………. 81 3. 14 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional ……. 81

3.15 Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional …………. 82

3.16 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Belajar pada Siswa yang

Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional………. 83 3.17 Interpretasi Skor Kategori Angket Motivasi Belajar……….. 83

4.1 Gambaran Presentase Motivasi Belajar Siswa-Siswi Kelas VIII SMP

Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 84

4.2 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Hasrat dan Keinginan Berhasil ... 86

4.3 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Adanya Dorongan dan Kebutuhan Dalam Belajar ... 87

4.4 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Harapan dan Cita-Cita Masa Depan ... 88

4.5 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Penghargaan dalam Belajar ... 90

4.6 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor pada Aspek Adanya Kegiatan yang Menarik dalam Belajar ... 91

4.7 Kompetensi yang Dikembangkan dan Layanan yang Diberikan

Berdasarkan Kemunculan Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Pada

Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa

SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ……… 112

4.8 Pengembangan Topik Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan

(9)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran

(10)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

131 DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono.(2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Achmad , Arief. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online].Tersedia : http://re-searchengines.com/1007arief3.html [29 september 2013].

A.M, Sardiman. (2008). InteraksiDanMotivasiBelajarMengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Andhika (2008). Konsep Keluarga. [Online]. Tersedia:

http://andikasetiadi.blogspot.com [01 oktober 2013]

Arikunto, S. (2006).Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta: Rineka Cipta.

Baharudin. (2004). Paradigma Psikologi Islami: Studi tentang Elemen Psikologi

dari Al-Qur’an. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Barkah, Ari. (2013). Pengembangan Program Bimbingan Belajar Berdasarkan

Motivasi Belajar peserta Didik SMA. [Skripsi]. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Budi, Jero. (2011). Teori-teori belajar dalam pembelajaran. (Online) tersedia

http://jerobudy.blogspot.com (11 oktober 2013)

Budiana. O (2011) Wow! Ada 10.556 Janda dan Duda Baru di Bandung (online) tersedia

http://bandung.detik.com (10 oktober)

Cece Rakhmat & Didi Suherdi. (1997). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti

Clifford T. Morgan. (1961). Introduction to Psychology. New York: The Mc Graw Hill Book Company.

Dadang Hawari. (1997). Al-quran, Ilmu Kedokteran Jiwa, dan Kesehatan

Jiwa.Yogyakarta.PT.Dana bhakti prima yasa.

Dimyati dan Mudjiono. (1994) . Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Dedi Supriyadi. (2005). Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, (1995). Pedoman Praktis

(11)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Departemen Pendidikan Nasional (2008) Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:

Hartoto (2008) Pengertian, Fungsi dan Jenis

Lingkungan Pendidikan(online).tersedia

http://fatamorghana.wordpress.com (10 oktober 2013)

Hamalik, Oemar, (2004), Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Hamalik, Oemar (1994). Interaksi Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Heryani, D.R. (2008). Karakteristik Wirausaha. [Online]. Tersedia:

http://dhienar.files.wordpress.com/2008/11/karakteristik.ppt. [29

September 2013]

Hurlock, E.B. (1992). Developmental Psycology : A Life Span Approach, fifth edition. McGraw Hill

Ihat Hatimah, dkk. (2006). PenelitianPendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Irianto, Yoyon (2012). Kreatifitas dan Motivasi. [Online]. Tersedia:

http://file.edu.upi/2012/pdf/Modul-3-Kreatifitas_dan_Motivasi.pdf [29

September 2013]

Jeynes, w.h (2003) A Meta Analysis: The Effects Of Parental Involvement On Minority Children’s Academic Achievement. Education and urban society, 35.202-218.

Muhibbin syah (1997).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta: PT. Remaja

M Ngalim Purwanto. (1998). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan :Pengantar Dalam Berbagai

Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Nana, Syaodih.2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung. Remaja Rosda karya

(12)

133

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pimansu. (2010). Keluarga Disfungsional. [Online]. Tersedia:

http://pimansu-pimansu.blogspot.com [01 Oktober 2013]

Parrillo SJ, (2008). Stevens-Johnson syndrome.eMedicine: Parrillo CV

Rachman Natawijaya, (1988). Proses Belajar Mengajar, Jakarta Grafika.

Raymond. J. W & Jaynes J.H. 2004.Hasrat Untuk Belajar. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Surya, Moh,. Dan Natawidjaja, Rochman. (1985). Materi Pokok Bimbingan dan

Penyuluhan. Modul 1-3. Jakarta . Depdikbud . UT.

Syafii, Agus. (2007). Fenomena korban perceraian. [Online]. Tersedia di

http://groups.yahoo.com [31 oktober 2013]

Sudjana.(1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Santrock, John W (2002). Life span development. Jakarta. Erlangga

Scheneiders, Alexander A.. (1960). Personality Development And Adjusment In

Adolescence. Milwaukee: The bruce

Surya, mohamad.(1996). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional. Jurusan Psikologi pendidikan dan bimbingan.

Soemanto, Wasty, (1991). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.

Sukardi, Dewa Ketut. (1995). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung:

Stanhope M dan Lancaster.(1992). Community Health Nursing. Mosby: St Louis. Tohirin, 2007. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah : PT Grafindo Persada.

Jakarta.

(13)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Uno, Hamzah (2008). Model Pembelajaran, Mencipatakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta : Bumi Aksara.

Uray, Herlina (2010). Program Bimbingan Konseling untuk Meningkatkan

Motivai Belajar Siswa SMP.[Tesis]. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Winardi, J. (2002). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajement.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wanhar, Lingga (2012). Profil Keterampilan Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan Gender Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Progra Bimbingan Dan Konseling Pribadi-Sosial. [Skripsi]. Bandung: Tidak Di terbitkan

Yusuf, syamsu. (2007). Perkembangan anak dan remaja. Bandung. Remaja rosda karya

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2009). Landasan Bimbingan&Konseling. Bandung: remaja Rosdakarya.

Yusuf Syamsu Dr, H LN, (2004), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zulkifly.(2013). Konsep keluarga.[Online].Tersedia:

(14)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Apa yang akan dicapai dan akan

dikuasai oleh siswa atau tujuan belajar, bahan apa saja yang harus

digunakan atau bahan pembelajaran, bagaimana cara siswa

mempelajarinya atau metode pembelajaran, serta bagaimana cara

mengetahui kemajuan belajar siswa atau evaluasi, telah direncanakan

dengan seksama dalam kurikulum sekolah Syaodih (2005 :177). Tujuan

akhir dari kegiatan belajar dapat berupa kegiatan evaluasi untuk melihat

bagaimana perubahan yang terjadi pada siswa, baik dalam segi perilaku

ataupun nilai. Hal itu sangat bergantung pada pelaksanaan kegiatan belajar

yang dialami oleh siswa.

Keberhasilan siswa dalam belajar akan terlihat dari prestasi belajar

siswa. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh berbagai

faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang

sangat penting peranannya dalam menentukan prestasi belajar siswa yaitu

disiplin dan motivasi belajar sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh

yaitu lingkungan dan keluarga.

Sejauh ini banyak pihak yang beranggapan bahwa tingkat prestasi

yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran aktual dari kapasitas

kecerdasan yang dimilikinya. Tetapi kebenaran pendapat tersebut semakin

samar dan diragukan, ketika di sekolah masih dijumpai banyak siswa yang

memiliki kemampuan intelektual tinggi namun memperoleh prestasi

(15)

Menurut Surya (1996:3) berdasarkan kenyataannya sering kali

ditemukan rendahnya prestasi belajar siswa bersumber dari sikap dan

kebiasaan belajar yang kurang baik, misalnya siswa kurang bersemangat

dalam mengikuti pelajaran dikelas, sering membolos, tidak mengerjakan

pekerjaan rumah atau PR, tidak memiliki catatan pelajaran, tidak masuk

pada jam pelajaran tertentu dan sebagainya. Berbagai perilaku yang

nampak pada siswa tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik

yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Faktor yang

berasal dari dalam diri siswa diantaranya adalah kurangnya motivasi

belajar.

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena fisik, alam atau sosial

yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu. Menurut

Sartain (Hartoto, 2008) yang dimaksud dengan lingkungan meliputi

kondisi alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah

laku individu, pertumbuhan, perkembangan atau proses kehidupan.

Lingkungan juga ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan individu

dan merupakan faktor yang turut menentukan dan berpengaruh terhadap

individu. Karena bagaimanapun individu tinggal didalam satu lingkungan

yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi individu tersebut. Pada

dasarnya lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial

,lingkungan budaya dan lingkungan perkembangan.

Lingkungan perkembangan individu adalah keseluruhan fonomena

fisik atau sosial yang mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan

sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai media dalam proses

perkembangannya dinamakan lingkungan perkembangan. Secara

umum fungsi lingkungan perkembangan yaitu membantu individu dalam

berinteraksi dengan berbagai lingkungan di sekitarnya, utamanya berbagai

macam sumber daya perkembangan yang tersedia, agar dapat mencapai

tujuan perkembangan yang optimal. Lingkungan perkembangan meliputi

(16)

3

Menurut Thompson (2006) lingkungan keluarga merupakan

lembaga pendidikan tertua dan bersifat informal. Keluarga menjadi

lingkungan yang pertama dan utama yang dialami oleh individu serta

lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab,

merawat, memelihara, melindungi, dan mendidik individu agar tumbuh

dan berkembang dengan baik. Seorang individu tumbuh dalam lingkungan

keluarga yang beragam. Keadaan lingkungan keluarga yang beragam ini

akan mempengaruhi perkembangan individu dan siswa di dalam dan di

luar lingkungan sekolahnya.

Menurut Jeynes (2003) salah satu manajemen keluarga yang akan

membantu anak di sekolah yaitu menentukan rutinitas anak. Seperti waktu

untuk tidur, bagaimana anak mengerjakan pekerjaan rumah, bagaimana

orang tua memberikan waktu bermain dan sebagainya. Keluarga yang

memperhatikan dan membentuk anak untuk berprestasi juga merupakan

hal penting dalam menentukan keberhasilan anak di sekolah.

Selanjutnya menurut Jeynes (2003) lingkungan keluarga dipandang

sebagai faktor utama terhadap perkembangan anak. Alasan tentang

pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah: (1)

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat

indentifikasi anak; (2) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang

memperkenalkan nilai – nilai kehidupan kepada anak; (3) Orang tua dan

anggota keluarga lainnya merupakan orang yang penting bagi

perkembangan kepribadiaan anak; (4) Keluarga sebagai institusi yang

memfasilitasi kebutuhan dasar, baik yang bersifat fisik atau biologis,

maupun sosiopsikologis; (5) Anak banyak menghabiskan waktunya di

lingkungan keluarga.

Faktor – faktor lingkungan keluarga yang dipandang

mempengaruhi perkembangan anak dibagi dalam dua faktor, yaitu pola

(17)

Keluarga yang fungsional atau keluarga yang ideal menurut

Scheneiders (1960: 405) memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)

Minimnya persilisihan antar orang tua atau antar orang tua dan anak; (2)

Adanya kesempatan untuk menyatakan keinginan; (3) Penuh kasih sayang;

(4) Menerapkan disiplin dan tidak keras; (5) Memberikan kesempatan

untuk bersikap mandiri untuk berfikir, merasa, dan berperilaku; (6) Saling

menghargai dan menghormati antar anggota keluarga; (7)

Menyelenggarakan konferensi atau musyawarah keluarga dalam

memecahkan masalah yang dihadapi; (8) Menjalin kebersamaan antar

anggota keluarga; (9) Orangtua memiliki emosi yang stabil; (10)

Berkecukupan dalam bidang ekonomi; (11) Mengamalkan nilai – nilai

moral agama.

Sementara itu keluarga yang disfungsional menurut Hawari

(1997:165) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Kematian

salah satu atau kedua orang tua; (2) Kedua orang tua terpisah atau bercerai

(divorce); (3) Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage); (4)

Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor

parent-child relationship); (5) Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa

kehangatan (high tension and low warmth); (6) Orang tua sibuk dan jarang

berada dirumah (parent absence); (7) Salah satu atau kedua orang tua

memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan

(personality opshycological disorder)

Menurut Yusuf (2009 : 44) salah satu ciri disfungsi tersebut, adalah

perceraian orangtua. Peceraian memberikan dampak yang kurang baik

terhadap perkembangan kepribadian anak. Hal tersebut terungkap dalam

hasil penelitian beberapa ahli, seperti McDermott, Moorison. Offord dkk.;

Adam &Gullota, 1983 (Yusuf, 2007 : 44) yaitu bahwa remaja yang

orangtuanya bercerai cendeung menunjukan ciri-ciri: (1) berperilaku

nakal; (2) mengalami depresi; (3) melakukan hubungan seksual yang aktif

(18)

5

Surat kabar elektronik detikBandung.com pada tanggal 10 oktober

2012 menyatakan bahwa:

Sepanjang 2010, sedikitnya ada 10.556 janda dan duda baru di Kota Bandung. Jumlah tersebut diambil dari data Pengadilan Agama (PA) Kota Bandung, di mana ada 5.278 perkara atau pasangan yang bercerai tahun lalu."2010 lalu totalnya kita menangani 5.278 perkara," kata Kepala Humas PA Kota Bandung Acep Saifuddin, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/1/2010). Penyebab perceraian yang paling banyak adalah pasangan suami istri sudah tidak harmonis lagi, dengan 1.131 perkara.Urutan terbesar kedua disebabkan pasangan tidak bertanggung jawab, yang mencapai 1.008 perkara. Sementara penyebab perceraian di urutan ketiga adalah faktor ekonomi sebanyak 925 perkara. Kemudian di posisi keempat adalah adanya gangguan dari pihak ketiga sebanyak 219 perkara."Gangguan dari pihak ketiga itu bisa datang dari keluarga atau selingkuh misalnya," kata Acep. Sedangkan perceraian karena poligami ada di posisi kelima dengan jumlah perkara 25. "Kalau yang poligami, biasanya karena tidak sehat. Maksudnya yang tidak mendapat izin dari istri pertama," pungkasnya.

Dari data diatas jelas terlihat begitu tingginya angka statistika

mengenai perceraian yang terjadi di kota Bandung. Dengan berbagai

macam alasan dan latar belakang nya angka-angka yang terlihat tentu

menggambarkan kekhawatiran.

Needle, Su, & Doherty, 1990 (Santrock, 2002 : 267) dalam suatu

studi menyatakan bahwa para remaja yang mengalami perceraian orangtua

mereka selama masa remaja cenderung lebih mudah terperangkap kedalam

masalah obat-obatan daripada para remaja yang orang tuanya bercerai

ketika mereka masih anak-anak atau daripada para remaja yang tinggal

dalam keluarga yang tetap utuh dalam pernikahan.

Terdapat kecenderungan dalam dunia pendidikan terutama siswa

pada usia remaja kurang memiliki motivasi belajar yang tinggi, hal ini

(19)

pelajaran di kelas dan sering terlambat atau bahkan tidak mengerjakan

tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.

Oleh sebab itu rendahnya motivasi belajar siswa akan membuat

mereka tertarik pada hal-hal yang negatif. Raymond J.W dan Judith

(2004:22) mengutarakan bahwa secara harfiah anak- anak tertarik pada

belajar, seni, pengetahuan (motivasi positif) namun mereka juga bisa

tertarik pada hal–hal yang negatif seperti menggunakan obat- obatan

terlarang, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Motivasi belajar anak-anak

muda tidak akan lenyap tapi ia akan berkembang dengan cara-cara yang

dapat membimbing mereka untuk menjadikan diri mereka lebih baik atau

juga bisa lebih buruk. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh orang tua

dan guru pembimbing.

Seluruh gejala tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar

yang menyebabkan prestasi belajarnya menjadi rendah di sekolah. Hal ini

pun diperkuat oleh pendapat Syah (1997: 132) yang mengatakan bahwa

terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab prestasi belajar siswa rendah,

yaitu faktor: (1) Internal yaitu faktor dari dalam diri siswa yakni faktor

fisiologis berupa keadaan fisik atau jasmani dan faktor psikologis yang

berkenaan dengan tingkat intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa,

minat siswa dan motivasi siswa, (2) Eksternal yaitu faktor dari luar siswa

yakni faktor lingkungan sosial di sekitar siswa, seperti : teman sebaya,

baik teman laki-laki atau teman perempuan, guru dan staf administrasi

serta lingkungan non sosial yang berhubungan dengan gedung sekolah dan

letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknnya, alat belajar

yang digunakan oleh siswa, keadaan cuaca dan waktu yang digunakan

siswa, (3) Pendekatan belajar yang dilakukan oleh siswa yang akan

menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar siswa.

Motivasi belajar siswa tidak tumbuh secara kebetulan atau terjadi

begitu saja, tetapi di butuhkan suatu bimbingan berencana dari semua

(20)

7

membantu siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya yang

disebut dengan motivasi eksternal.

Pada beberapa kasus, motivasi belajar siswa yang rendah tidak

selamanya berasal dari dalam diri siswa tersebut, namun ternyata

rendahnya motivasi belajar tersebut diakibatkan karena tidak adanya

pemahaman siswa pada dirinya sendiri, siswa belum memiliki gambaran

sendiri tentang diri mereka sebagai individu dan tentang kemampuan

mereka menghadapi lingkungan. Gambaran ini terbentuk melalui

interaksinya dengan orang lain, baik itu keluarga, teman sebaya,

lingkungan sekitar maupun masyarakat pada umumnya dan hal ini pun

dapat mempengaruhi prestasinya di sekolah. Siswa yang memiliki

gambaran diri negatif memiliki motivasi belajar yang rendah dan pada

akhirnya berdampak pada prestasi belajar yang rendah, tetapi juga terdapat

siswa yang berprestasi tinggi mempuyai penilaian terlalu tinggi, sehingga

dapat menurunkan motivasi belajar untuk mencapai prestasi yang lebih

tinggi pada masa-masa berikutnya.

Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya

motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga.

Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu

kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga

adalah bisa melangsungkan suatu kehidupan dan juga membutuhkan

pendidikan sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh

anggota keluarganya, selain itu keluarga juga sebenarnya merupakan

pendidikan informal pertama yang didapat oleh anak sebelum menerima

pendidikan dari luar lingkungan keluarga, dari keluarga individu mendapat

banyak pelajaran pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi

sumber motivasi terbesar dalam diri individu.

Motivasi belajar merupakan masalah yang akan terus muncul

apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius. Berdasarkan asumsi

(21)

konseling yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Seorang

konselor mempunyai berbagai macam tugas yang harus dilakukan sesuai

dengan tuntutan profesi, salah satunya adalah menjaga, merangsang,

meningkatkan dan membimbing proses belajar siswa. Untuk

melaksanakan hal tersebut konselor dapat bekerjasama dengan orangtua

untuk turut meningkatkan motivasi belajar siswa. Segala usaha yang

bertujuan kearah tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan

sangat baik. Dengan demikian, meningkatkan motivasi siswa merupakan

salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang konselor yang

bisa bekerjasama dengan orangtua.

Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan suatu penelitian untuk

mengetahui gambaran konsep program bimbingan untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

Penelitian ini diberi judul: “Program Bimbingan Untuk Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Keberhasilan siswa dalam belajar salah satunya dapat terlihat dari

prestasi belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor

eksternal. Faktor internal yang turut berperan dalam menentukan prestasi

belajar siswa yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri siswa sedangkan

faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa

yaitu motivasi belajar yang berasal dari keluarga dan lingkungan.

Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya

motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga.

Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan satu kesatuan

sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga adalah bisa

melangsungkan suatu kehidupan dan juga memberikan pendidikan

sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh anggota

(22)

9

pertama yang diperoleh anak sebelum menerima pendidikan dari luar

lingkungan keluarga. Dari keluarga individu mendapat banyak pelajaran

pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi sumber motivasi

terbesar dalam diri individu. Pada intinya siswa yang memiliki motivasi

belajar tinggi harus dibantu oleh lingkungan keluarga yang utuh, ideal dan

berfungsi dengan baik. Keluarga sebagai lingkungan pertama siswa sangat

berperan dalam keberhasilan siswa disekolah, oleh sebab itu keluarga

harus mendukung penuh serta berperan aktif dalam proses belajar dengan

menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman, aman, tentram, harmonis

dalam keluarga utuh yang berfungsi dengan baik sesuai fungsi

masing-masing anggota keluarganya. Yusuf (2007:38) menuturkan:

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya dengan baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

Secara eksplisit layanan bimbingan bertujuan untuk membantu

siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dan

menyelesaikan masalahnya, salah satunya yaitu meliputi bidang belajar.

Bimbingan belajar atau akademik adalah proses bantuan untuk

memfasilitasi siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan

dalam belajar dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik

Yusuf (2009: 51).

Selanjutnya bimbingan belajar menurut Hamalik (2004: 195) adalah

bimbingan yang diperuntukan kepada siswa untuk mendapat pendidikan

yang sesuai dengan kebutuhan, minat, bakat kemampuannya dan

(23)

efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa tersebut.

Selanjutnya menurut Rakhmat (1997 : 35) bimbingan belajar adalah proses

pemberian bantuan dari guru pembimbing terhadap siswa dengan cara

mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif agar siswa dapat

mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai

hasil belajar yang optimal.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar

adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam

menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam peningkatan efektifitas

bimbingan belajar adalah menciptakan suasana yang kondusif untuk

melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan belajar di

sekolah khususnya di kelas harus dirancang dan dilakukan secara

sistematik dan terus-menerus sebagai strategi untuk meningkatkan mutu

pembelajaran.

Motivasi belajar adalah hal penting yang harus dimiliki oleh siswa

dalam proses pembelajaran di sekolah, motivasi belajar bersumber dari dua

faktor, yaitu faktor internal yang dapat tumbuh dari dalam diri siswa dan

faktor eksternal yang di peroleh siswa dari lingkungan sekitar yaitu

orangtua dan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga yang

disfungsional memiliki rasa percaya diri yang kurang, pemurung,

penyendiri, memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya hingga

memiliki motivasi belajar yang kurang. Oleh karena itu, intervensi

terhadap keluarga disfungsional dengan meningkatkan motivasi belajar

siswa ke arah yang positif perlu untuk dilakukan. Peningkatan motivasi

belajar siswa dapat dilakukan melalui bimbingan belajar. Berdasarkan

latar belakang tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul ”Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”. Dengan rumusan masalah

(24)

11

1. Seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa kelas VIII yang

berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung

Tahun Ajaran 2013/2014?

2. Seperti apa rancangan program bimbingan untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional

di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah

diuraikan, maka tujuan umum penelitian adalah program bimbingan untuk

meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Pasundan 3

Bandung.

Sejalan dengan itu, ditetapkan pula tujuan khusus penelitian, yakni

sebagai berikut:

1. Mengetahui seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa

berlatar belakang keluarga disfungsional siswa kelas VIII SMP

Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Mengetahui seperti apa rancangan program untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa berlatar belakang keluarga disfungsional siswa

kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a.Menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan bimbingan dan

konseling berkaitan dengan program meningkatkan motivasi belajar

siswa berlatar belakang keluarga disfungsional.

b. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin

melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan pertimbangan bagi konselor dalam menyusun

(25)

bimbingan belajar di sekolah. Program layanan bimbingan belajar

yang disusun oleh konselor tentunya diharapkan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

b. Sebagai acuan dan masukan bagi konselor dalam mengenal konseli

berbakat akademik, juga dalam memfasilitasi dengan layanan

bimbingan dan konseling belajar untuk meningkatkan motivasi

belajar.

E. Struktur Organisasi

Penulisan laporan penelitian skripsi dilakukan dengan sistematika

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang masalah,

identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Teori, bab ini memuat pembahasan mengenai motivasi

belajar dan lingkungan keluarga disfungsional, konsep bimbingan belajar

dan penelitian dahulu yang relevan.

Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas mengenai lokasi dan

subjek populasi, metode penelitian, definisi operasional, instrument

penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data

dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisikan mengenai

pengolahan atau analisis data pembahasan atau analisis umum.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab yang berisikan

mengenai kesimpulan yang diperoleh dan rekomendasi yang diberikan

(26)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif yaitu metode untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu

permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah, menganalisis,

menafsirkan dan menyimpulkan data hasil penelitian.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2010: 7) menyatakan bahwa kuantitatif

merupakan metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi

kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional, dan

sistematis.

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang didesain untuk

menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan angka statistik.

Pendekatan ini menuntut penggunaan angka mulai dari pengumpulan data,

penafsiran hingga penampilan hasilnya. Demikian juga pemahaman akan

kesimpulan akan lebih baik apabila juga disertai tabel, grafik, bagan, gambar,

dan tampilan lain. Selain data yang berupa angka, dalam penelitian kuantitatif

juga terdapat data berupa informasi kualitatif. Menurut Arikunto (2006:11)

(27)

a. Kejelasan unsur: tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data

sudah mantap, dan rinci sejak awal.

b. Langkah Penelitian: segala sesuatu direncanakan sampai matang

ketika persiapan disusun.

c. Hipotesis: mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian

dan hipotesis menentukan hasil yang diramalkan.

d. Desain: dalam desain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil

yang diharapkan.

e. Pengumpulan Data: kegiatan dalam pengumpulan data

memungkinkan untuk diwakilkan.

f. Analisis Data: dilakukan sesudah semua data terkumpul.

B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mengenai program bimbingan untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional ini

dilakukan di SMP Pasundan 3 Bandung terletak di Jalan Bapa Husen

Belakang No.4 Bandung. SMP Pasundan 3 Bandung ini termasuk sekolah

yang sangat strategis dan berada di daerah yang mudah dijangkau.

2. Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengungkap

informasi mengenai tingkat motivasi belajar pada siswa yang berlatar

belakang keluaga disfungsional pada siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun

Ajaran 2013/2014.

Adapun populasi dalam penelitian menggunakan teknik purposive

(28)

63

penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang

dimaksud dalam penelitian difokuskan pada kasus siswa yang berasal dari

keluarga disfungsional.

Pemilihan populasi dan sampel terhadap peserta didik kelas VIII adalah

sebagai berikut:

a. Banyak peserta didik yang berasal dari keluarga disfungsional pada

jenjang kelas VIII.

b. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung berada dalam rentang usia

remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun sehingga pada usia ini

karakteristik remajanya lebih tampak misalnya memiliki rasa

keingitahuan untuk mencoba sesuatu hal yang baru.

c. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung Pada rentang usia 12-15 tahun

merupakan remaja awal dimana pada tahap ini, remaja mulai

beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya

dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan

tersebut.

d. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung pada rentang usia 12-15 tahun

masih membutuhkan dukungan dan motivasi dari orangtua secara

utuh, oleh karena itu peran orangtua dalam memberikan motivasi

sangat besar.

Populasi dalam penelitian adalah seluruh kelas VIII yaitu sebanyak

176 orang siswa. Sampel dalam penelitian adalah siswa yang berlatar

belakang keluarga disfungsional yaitu sebanyak 83 orang siswa. Sampel

penelitian yang dimaksud adalah seluruh peserta didik yang berasal dari

keluarga disfungsional kelas VIII yang ditandai dengan kematian salah satu

atau kedua orang tua, kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce),

hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage), hubungan orang

tua dengan anak tidak baik (poor parent-child relationship), suasana rumah

(29)

orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence) dan salah satu

atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan

kejiwaan (personality opshycological disorder).

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu motivasi belajar dan

keluarga disfungsional.

1. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan

daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan,

baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang

dirangsang dari luar. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan atau

penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan

antusiasmenya dalam melaksanankan suatu kegiatan, baik yang bersumber

dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi insternal) maupun dari luar

individu (motivasi eksternal). Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia

telah memperoleh kekuatan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan

dalam kehidupannya. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

bahwa pada hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan

eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku pada umumnya dengan beberapa aspek, meliputi :

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

d. Adanya penghargaan dalam belajar

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

(30)

65

Menurut Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga

yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap

anggota keluarga memiliki perannya masing-masing di dalam keluarga itu

sendiri. Di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan

semestinya, seperti misalnya, orang tua menjadi anak, anak menjadi orang

tua, ibu menjadi ayah, ayah menjadi ibu, kakak menjadi adik, dll.

Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau

melaksanakan fungsi–fungsi seperti yang telah diuraikan diatas, maka

menurut Schneiders (Yusuf, 2004) keluarga tersebut mengalami stagnasi

(kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak

kekokohan keluarga tersebut, khususnya pada perkembangan kepribadian

anak.

Sementara keluarga yang disfungsional menurut Hawari (1997:165)

ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Kematian salah satu atau kedua orang tua.

b. Kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce).

c. Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage).

d. Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor

parent-child relationship)

e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan

(high tension and low warmth).

f. Orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence).

g. Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau

gangguan kejiwaan (personality opshycological disorder).

Dari definisi operasional variabel (DOV) yang terpapar di atas

diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun

menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka peneliti

memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus.

D. Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket

(31)

memilih jawaban yang yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa

sehingga responden diminta untuk menjawab sesuai dengan karakteristiknya

Hatimah (2006: 184). Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala

Guttman (Nazir, 2005: 340) yaitu angket yang memiliki alternatif jawaban ya

dan tidak. Penggunaan skala Guttman ini bertujuan agar mendapatkan

jawaban yang tegas mengenai motivasi belajar siswa yang berlatar belakang

keluarga disfungsional. Jawaban “Ya” untuk pernyataan yang sesuai dengan

diri siswa, dan jawaban “Tidak” untuk pernyataan yang tidak sesuai dengan diri siswa. Pemberian skor akan bergantung kepada jawaban yang dipilih

siswa dan sifat dari setiap pernyataan pada angket. Bila pernyataan bersifat

positif, maka skor jawaban “Ya” adalah 1 (satu) dan “Tidak” adalah 0 (nol).

Sebaliknya jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah 0

(nol) dan “Tidak” adalah 1 (satu).

E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Sebelum angket motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga

disfungsional digunakan pada sampel penelitian yang sesungguhnya, terlebih

dahulu dilakukan validasi baik secara internal (judgement instrumen) melalui

pakar atau dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia maupun secara empirik melalui uji

coba lapangan pada objek terbatas, kemudian dihitung validitas dan

reliabilitasnya. Pada item yang tidak valid atau tidak reliabel akan dikoreksi atau

diganti bergantung pada kadar validitas dan reliabilitasnya. Kemudian uji

keterbacaan juga penting dilakukan untuk melihat keterpahaman siswa mengenai

isi dari instrumen. Kegiatan uji keterbacaan ini dilakukan kepada siswa salah satu

SMP swasta di Bandung. Berikut adalah kisi-kisi yang dibuat sebelum dilakukan

(32)
(33)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional (Sebelum Uji Kelayakan)

Aspek Indikator Nomor butir Jumlah

(+) (-)

Tidak Lengkap a. Kematian salah satu atau kedua

(34)

69

1. Penyusunan proposal penelitian dan mengkonsultasikannya dengan dosen

mata kuliah Metode Riset dan disahkan dengan persetujuan dari dewan

skripsi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dari dosen

pembimbing skripsi.

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada

tingkat fakultas.

3. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan yang memberi rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat

fakultas.

4. Melakukan studi pendahuluan di lokasi penelitian.

5. Menyusun instrumen penelitian berikut judgment kepada tiga orang ahli

dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

6. Pelaksanaan pengumpulan data dengan menyebarkan angket.

7. Merumuskan hasil penelitian.

8. Membuat rancangan program bimbingan belajar untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsinal.

(35)

10.Tahap pelaporan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

angket. Menurut Sugiyono (2010 : 199) Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Angket ini digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa

yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

H. Uji Coba Alat Pengumpul Data

1. Menyusun Item atau Butir Pernyataan

Langkah pertama adalah membuat butir pernyataan berdasarkan kisi-kisi

instrumen yang telah dibuat. Dalam menyusun pernyataan-pernyataan ini

dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah ditetapkan.

2. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan

instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Uji kelayakan instrumen

dilakukan dengan mengadakan penimbangan atau penilaian oleh tiga dosen

ahli, yakni dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan

penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak

Memadai (TM).

Tabel 3.3

Hasil Uji kelayakan Instrumen Motivasi Belajar

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,1 8,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31, 32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45 ,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,5 9,60,61,62

62

(36)

71

Dibuang - 0

Total 62

Pada tabel 3.3 hasil uji kelayakan instrument pada angket motivasi belajar

terlihat bahwa terdapat 62 item atau seluruh item memiliki nilai yang memadai,

ini terjadi karena pada angket motivasi belajar peneliti menggunakan angket

motivasi belajar milik Uray Herlina yang beliau pakai untuk tesis, maka atas dasar

pertimbangan peneliti beserta dosen pembimbing angket motivasi belajar tidak

melakukan uji kelayakan atau judgement pada dosen ahli.

Tabel 3.4

Hasil Uji kelayakan Instrumen

Keluarga disfungsional

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 1,2,3,4,5,6,7,9,11,12,13,14,16,17,18,19,20, 21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35

31

Revisi 8,10,15,23 4

Dibuang - 0

Total 35

Pada tabel 3.4 hasil uji kelayakan instrument pada angket keluarga

disfungsional terlihat bahwa terdapat 31 item yang memadai dan sebanyak 4 item

yang mengalami revisi dan juga tidak ada item yang harus dibuang, hal tersebut

terjadi setelah menjalani judgement oleh dosen ahli.

(37)

Setelah melakukan uji kelayakan instrumen oleh pakar, tahap selanjutnya

adalah memperbaiki pernyataan-pernyataan instrumen sebelum akhirnya

instrumen tersebut dapat disebarkan kepada siswa.

4. Uji Keterbacaan Instrumen

Uji keterbacaan instrumen ini dilakukan kepada 8 orang siswa SMP.Uji

keterbacaan ini dilaksanakan untuk melihat apakah instrumen yang telah

dibuat dapat dimengerti oleh siswa.

5. Uji Validitas Butir Item

Setelah instrumen penelitian di judgement oleh para pakar, direvisi, diuji

keterbacaan, dan di revisi kembali, langkah selanjutnya adalah melakukan uji

coba instrumen kepada 176 siswa.

Uji validitas penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari sebuah

instrumen untuk digunakan. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut

mengukur apa yang hendak diukur. Valid dalam bahasa indonesia disebut

dengan istilah “sahih”. Dalam penelitian ini uji validitas akan dilakukan guna

mengetahui kesahihan butir-butir item instrumen. Langkah-langkah

pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007. Rumus yang

digunakan untuk menghitung validitas butir item pernyataan adalah korelasi

Point Biserial Correlation dengan rumus sebagai berikut:

(Arikunto, 2006: 283)

Keterangan:

(38)

73

Mp = mean skor dari sampel yang menjawab benar pada butir item yang dicari

validitasnya

Mt = rata-rata skor total

St = simpangan baku dari skor total

P = proporsi sampel yang menjawab benar

= Jumlah item yang benar

Jumlah seluruh item

q = proporsi sampel yang menjawab salah (q= 1-p)

Kaidah keputusan menentukan valid atau tidaknya sebuah item

berpatokan pada norma sebagai berikut; jika rpbis> rtabel berarti itrm yang

dimaksud valid. Sebaliknya jika rpbis< rtabel maka item yang dimaksud tidak

valid.

Maka berdasarkan hasil perhitungan rtabel , setiap item soal yang

memiliki nilai | | dinyatakan telah valid, sebaliknya jika nilai

< 0,147 maka dinyatakan tidak valid. Berikut disajikan item-item

pernyataan setelah validasi.

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar

Kesim pulan

No Item Ju

mla h

Valid 1,2,3,5,6,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,20,21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,3

2,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,50,51,52,55,58,59,60,61

50

Tidak Valid

(39)

Pada tabel 3.5 hasil uji validitas instrument motivasi belajar, terlihat bahwa

terdapat 50 item yang valid dan terdapat 12 item yang tidak valid. Hal tersebut

dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan rumus

rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional

Kesimpu lan

No Item Juml

ah

Valid 1,2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23, 25,26,27,28,29,33

27

Tidak

Valid

5,6,24,30,31,32,34,35 8

Pada tabel 3.6 hasil uji validitas instrument keluarga disfungsional, terlihat

bahwa terdapat 27 item yang valid dan terdapat 8 item yang tidak valid. Hal

tersebut dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan

rumus rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.

Tabel 3.7

Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar

Setelah Uji Validitas

Aspek Motivasi

Belajar

Indikator

Nomor Item

Jumlah

(+) (-)

(40)
(41)

dalam belajar Kemampuan menghargai

Aspek Indikator Nomor butir Jumlah

(42)
(43)

orpshycologic al disorder)

TOTAL 11 16 27

6. Uji Reliabilitas

Setelah validitas masing-masing item diuji,selanjutnya instrumen tersebut diuji

tingkat reliabilitasnya. Reliabel berarti bahwa dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Reliabilitas suatu instrumen memiliki pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumnpul data

karena instrumen tersebut sudah baik Arikunto (2006 : 178) . Pengujian

reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan Rumus 3.2 Koefisien

korelasi Spearman (Sudjana, 1996:455)

r’= 1-

Lalu di lanjutkan dengan rumus rii =

Keterangan :

r’ = Reabilitas seluruh instrumen

b12 = selisih peringkat skor genap dan skor ganjl

n = jumlah responden

Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan

klasifikasi dari Arikunto (2006: 247) yang menyebutkan bahwa:

Tabel 3.9

Kriteria Reliabilitas Instrumen

(44)

79

0,71 – 0,90 Derajat keterandalannya tinggi

0,41 – 0,70 Derajat keterandalannya sedang

0,21 – 0,40 Derajat keterandalannya rendah

< 0,20 Derajat keterandalannya sangat rendah

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus 3.2 diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas

no Varibel Nilai Reliabilitas Keterangan

1 Motivasi Belajar 0.9972 Reliabel

2 Keluarga Disfungsional 0,9998 Reliabel

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa instrumen penelitian yang

mengukur motivasi belajar menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0.99729269 dan

dibulatkan menjadi 0,997 dengan jumlah item 62 buah. Artinya, instrumen dapat

dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang

berkategori sangat tinggi.

Begitu pula halnya dengan instrumen penelitian yang mengukur keluarga

disfungsional menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0,99984998 dan dibulatkan

menjadi 0,999 dengan jumlah item 35 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan

mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori

tinggi.

F. Analisis Data

(45)

Verifikasi data dilakukan untuk menyeleksi data yang layak diolah. Data

yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah, dan ketelitian angket

yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah dan ketelitian angket yang

telah diisi untuk kemudian diolah lebih lanjut. Hasil verifikasi data menunjukkan

semua angket yang telah diisi oleh peserta didik layak untuk diolah.

2. Penyekoran Data

Data yang telah melalui verifikasi diberi skor pada setiap pilihan jawaban

yang diambil. Angket melalui skala Guttman yang menyediakan dua alternatif

jawaban yaitu Ya-Tidak (forced choice) dengan cara pengisian memberikan tanda

checklist (). Penyekoran setiap pilihan jawaban dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.11

Ketentuan Pemberian Skor Motivasi Belajar

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 1 0

Un-Favorable (-) 0 1

Tabel 3.12

Ketentuan Pemberian Skor Keluarga Disfungsional

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 0 1

Un-Favorable (-) 1 0

3. Pengolahan Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai motivasi

(46)

81

berdasarkan penyebaran instrumen pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan

3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang dilakukan melalui distribusi skor

responden berdasarkan konversi untuk memberikan makna diagnosa terhadap skor

instrumen. Langkah ini dilakukan untuk menentukan kategori tingkat keluarga

disfungsional dan motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan

3 Bandung pada kategori Tinggi (T) dan Rendah (R).

Untuk menentukan kategori dalam instrumen keluarga disfungsional, yaitu

menggunakan dua pengkategorian yakni kategori Disfungsional dan kategori

Fungsional. Maka untuk menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu

dengan cara mencari rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen keluarga

disfungsional dengan menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007

dari populasi sebanyak 176 siswa, kemudian diketahui bahwa skor rata-rata pada

hasil instrumen keluarga disfungsional yaitu 9, Artinya siswa yang memiliki skor

ш 9 berada dalam kategori Disfungsional dan siswa dengan skor ч 9 berada dalam kategori Fungsional). Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori

Disfungsional sebanyak 83 siswa dan jumlah yang berada pada kategori

Fungsional sebanyak 93 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 83 siswa yang

berlatar belakang keluarga disfungsional dan terdapat 93 siswa yang memiliki

keluarga yang fungsional Dengan demikian artinya bahwa hanya siswa yang

berada pada disfungsional yaitu sebanyak 83 yang digunakan untuk menjadi

sampel dalam penyebaran instrumen berikutnya yaitu instrumen motivasi belajar,

dengan alasan mengingat judul penelitian ini yaitu untuk mengetahui seperti apa

motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

Kemudian, sama halnya yang dilakukan dalam pengkategorian pada

instumen sebelumnya, instrumen motivasi belajar juga menggunakan dua kategori

yakni kategori Termotivasi dan kategori Tidak Termotivasi. Maka untuk

menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu dengan cara mencari

rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen motivasi belajar dengan

menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007 dari jumlah seluruh

sampel sebanyak 83 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

(47)

yang berlatar belakang disfungsioal yaitu 35, Artinya siswa yang memiliki skor ш

35 berada dalam kategori Termotivasi dan siswa dengan skor ч 35 berada dalam

kategori Tidak Termotivasi. Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori

Termotivasi sebanyak 39 siswa dan jumlah yang berada pada kategori Tidak

Termotivasi sebanyak 44 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 39 siswa yang

berlatar belakang keluarga disfungsional memiliki motivasi belajar yang tinggi

atau termotivasi dan terdapat 44 siswa yang berlatar belakang keluarga

disfungsional memiliki motivasi belajar yang rendah atau tidak termotivasi.

Dengan demikian artinya bahwa siswa yang berlatar belakang keluarga

disfungsional memiliki kecenderungan tidak termotivasi motivasi belajar

Tabel 3.13

Kategori interval Skor Gambaran Umum motivasi belajar pada Siswa yang

berlatar belakang keluarga disfungsional

SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Skor Kualifikasi

ш 35 Siswa pada kategori ini termotivasi oleh keluarga.

≤ 35 Siswa pada kategori ini tidak termotivasi oleh keluarga.

Kategori interval skor gambaran umum keluarga disfungsional dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.14

Kategori interval Skor Gambaran Umum keluarga disfungsional

di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Skor Kualifikasi

ш 9 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat keluarga disfungsional yang tinggi.

(48)

83

Gambaran umum keluarga disfungsional siswa SMP Pasundan 3 Bandung

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.15

Persentase Siswa berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional

Kategori f Persentase

Disfungsional 83 47%

Fungsional 93 53%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.16

Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional

Kategori Kualifikasi

Disfungsional Pada kategori ini, siswa memiliki keluarga yang disfungsional dalam kategori yang tinggi. hal ini dapat berakibat pada kurangnya motivasi belajar siswa yang bersumber dari faktor eksternal.

Fungsional Pada kategori ini, siswa mengalami keluarga yang disfungsional dalam kategori yang rendah. Pada kondisi ini dapat dipastikan bahwa keluarga masih bisa terus memotivasi anaknya.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka gambaran umum motivasi belajar

pada siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3

Bandung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.17

Persentase Siswa berdasarkan Kategori motivasi belajar pada siswa yang berlatar

Gambar

Tabel                                                                                                                   Hal
Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional
Tabel 3.3 Hasil Uji kelayakan Instrumen
Tabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini untuk mengetahui nilai rasio likuiditas, menggunakan rumus current ratio yang menunjukkan bahwa seberapa mampu perusahaan dapat membayar hutang

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerpa konsep Balance Scorecard sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan sebab Balanced Scorecard yang telah dilakukan

Gambus adalah salah satu alat musik tradisional Melayu yang masuk dalam klasifikasi kordofon yaitu bunyi yang dihasilkannya melalui senar (dawai) yang digetarkan dengan

PENGARUH PENERAPAN METODE BERCERITA TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBAHASA ANAK USIA DINI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah

[r]

Sahabat MQ/ Hampir semua bahan pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia diperoleh dari IMPOR// Beras/ kedelai/ daging/ ayam/ telur/ gula/ sayuran/ dan