PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR
BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL
(
Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
GALIH KANIA 0901759
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
PROGRAM BIMBINGAN UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR PADA SISWA YANG
BERLATAR BELAKANG
KELUARGA DISFUNGSIONAL
Oleh Galih Kania
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Asaretkha Adjane 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Maret 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL
(Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Suherman, M.Pd. NIP. 19590331 198603 1 002
Pembimbing II
Dra. R. Tati Kustiawati, M.Pd. NIP. 19620519 198603 2 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Galih Kania (2014). Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional. (Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasunda 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang dirangsang dari luar. Rangsangan dari luar berupa motivasi yang diperoleh dari keluarga, Kurangnya motivasi belajar siswa berasal dari kurangnya motivasi dari orangtua dan keluarga yang disfungsional. Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing, di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan semestinya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional sebagian besar berada pada kategori sedang, (2) semua aspek motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional berada pada kategori sedang, (3) rumusan program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. Dengan demikian perlu kiranya menyusun serangkaian program bimbingan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Struktur Organisasi ... 12
BAB II KONSEP PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL………. 13
A. Konsep Remaja ... 13
B. Konsep Motivasi Belajar ... 24
C. Konsep Keluarga Disfungsional ... 33
D. Konsep Bimbingan Belajar ... 41
E. Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada remaja yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional ... 52
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60
A. Metode dan Pendekatan ... 60
B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 61
C. Definisi Operasional Variabel ... 63
D. Pengembangan Instrumen ... 64
E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 65
F. Prosedur Penelitian ... 68
G. Teknik Pengumpulan Data ... 69
H. Uji Coba Alat Pengumpul Data ... 69
I. Analisis Data ... 78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 84
A. Hasil Penelitian ... 84
B. Pembahasan ... 92
C. Rancangan Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung………… ... 103
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Rekomendasi ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 131
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Setelah Uji
Kelayakan ... 65
3.2 Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional Sebelum Uji Kelayakan .... 67
3.3 Hasil Uji Kelayakan Instrumen Motivasi Belajar ... 69
3.4 Hasil Uji Kelayakan Instrumen keluarga Disfungsional ... 70
3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar ... 72
3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional ... 73
3.7 Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Setelah Uji Validitas ... 73
3.8 Kisi-kisi Instrumen Keluarga Disfungsional Setelah Uji Validitas ... 75
3.9 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 77
3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas ... 78
3.11 Ketentuan Pemberian Skor ……… 79
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.13 Kategori Interval Skor Gambaran Umum keluarga Disfungsional di SMP
Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ………. 81 3. 14 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional ……. 81
3.15 Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional …………. 82
3.16 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Belajar pada Siswa yang
Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional………. 83 3.17 Interpretasi Skor Kategori Angket Motivasi Belajar……….. 83
4.1 Gambaran Presentase Motivasi Belajar Siswa-Siswi Kelas VIII SMP
Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 84
4.2 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan
Skor Pada Aspek Adanya Hasrat dan Keinginan Berhasil ... 86
4.3 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan
Skor Pada Adanya Dorongan dan Kebutuhan Dalam Belajar ... 87
4.4 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan
Skor Pada Aspek Adanya Harapan dan Cita-Cita Masa Depan ... 88
4.5 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan
Skor Pada Aspek Adanya Penghargaan dalam Belajar ... 90
4.6 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan
Skor pada Aspek Adanya Kegiatan yang Menarik dalam Belajar ... 91
4.7 Kompetensi yang Dikembangkan dan Layanan yang Diberikan
Berdasarkan Kemunculan Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Pada
Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa
SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ……… 112
4.8 Pengembangan Topik Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
131 DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono.(2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Achmad , Arief. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online].Tersedia : http://re-searchengines.com/1007arief3.html [29 september 2013].
A.M, Sardiman. (2008). InteraksiDanMotivasiBelajarMengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Andhika (2008). Konsep Keluarga. [Online]. Tersedia:
http://andikasetiadi.blogspot.com [01 oktober 2013]
Arikunto, S. (2006).Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharudin. (2004). Paradigma Psikologi Islami: Studi tentang Elemen Psikologi
dari Al-Qur’an. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Barkah, Ari. (2013). Pengembangan Program Bimbingan Belajar Berdasarkan
Motivasi Belajar peserta Didik SMA. [Skripsi]. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Budi, Jero. (2011). Teori-teori belajar dalam pembelajaran. (Online) tersedia
http://jerobudy.blogspot.com (11 oktober 2013)
Budiana. O (2011) Wow! Ada 10.556 Janda dan Duda Baru di Bandung (online) tersedia
http://bandung.detik.com (10 oktober)
Cece Rakhmat & Didi Suherdi. (1997). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti
Clifford T. Morgan. (1961). Introduction to Psychology. New York: The Mc Graw Hill Book Company.
Dadang Hawari. (1997). Al-quran, Ilmu Kedokteran Jiwa, dan Kesehatan
Jiwa.Yogyakarta.PT.Dana bhakti prima yasa.
Dimyati dan Mudjiono. (1994) . Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Dedi Supriyadi. (2005). Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, (1995). Pedoman Praktis
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Departemen Pendidikan Nasional (2008) Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Hartoto (2008) Pengertian, Fungsi dan Jenis
Lingkungan Pendidikan(online).tersedia
http://fatamorghana.wordpress.com (10 oktober 2013)
Hamalik, Oemar, (2004), Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Hamalik, Oemar (1994). Interaksi Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Heryani, D.R. (2008). Karakteristik Wirausaha. [Online]. Tersedia:
http://dhienar.files.wordpress.com/2008/11/karakteristik.ppt. [29
September 2013]
Hurlock, E.B. (1992). Developmental Psycology : A Life Span Approach, fifth edition. McGraw Hill
Ihat Hatimah, dkk. (2006). PenelitianPendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Irianto, Yoyon (2012). Kreatifitas dan Motivasi. [Online]. Tersedia:
http://file.edu.upi/2012/pdf/Modul-3-Kreatifitas_dan_Motivasi.pdf [29
September 2013]
Jeynes, w.h (2003) A Meta Analysis: The Effects Of Parental Involvement On Minority Children’s Academic Achievement. Education and urban society, 35.202-218.
Muhibbin syah (1997).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta: PT. Remaja
M Ngalim Purwanto. (1998). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan :Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Nana, Syaodih.2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung. Remaja Rosda karya
133
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pimansu. (2010). Keluarga Disfungsional. [Online]. Tersedia:
http://pimansu-pimansu.blogspot.com [01 Oktober 2013]
Parrillo SJ, (2008). Stevens-Johnson syndrome.eMedicine: Parrillo CV
Rachman Natawijaya, (1988). Proses Belajar Mengajar, Jakarta Grafika.
Raymond. J. W & Jaynes J.H. 2004.Hasrat Untuk Belajar. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Surya, Moh,. Dan Natawidjaja, Rochman. (1985). Materi Pokok Bimbingan dan
Penyuluhan. Modul 1-3. Jakarta . Depdikbud . UT.
Syafii, Agus. (2007). Fenomena korban perceraian. [Online]. Tersedia di
http://groups.yahoo.com [31 oktober 2013]
Sudjana.(1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Santrock, John W (2002). Life span development. Jakarta. Erlangga
Scheneiders, Alexander A.. (1960). Personality Development And Adjusment In
Adolescence. Milwaukee: The bruce
Surya, mohamad.(1996). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional. Jurusan Psikologi pendidikan dan bimbingan.
Soemanto, Wasty, (1991). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Sukardi, Dewa Ketut. (1995). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung:
Stanhope M dan Lancaster.(1992). Community Health Nursing. Mosby: St Louis. Tohirin, 2007. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah : PT Grafindo Persada.
Jakarta.
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Uno, Hamzah (2008). Model Pembelajaran, Mencipatakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta : Bumi Aksara.
Uray, Herlina (2010). Program Bimbingan Konseling untuk Meningkatkan
Motivai Belajar Siswa SMP.[Tesis]. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Winardi, J. (2002). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajement.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Wanhar, Lingga (2012). Profil Keterampilan Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan Gender Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Progra Bimbingan Dan Konseling Pribadi-Sosial. [Skripsi]. Bandung: Tidak Di terbitkan
Yusuf, syamsu. (2007). Perkembangan anak dan remaja. Bandung. Remaja rosda karya
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2009). Landasan Bimbingan&Konseling. Bandung: remaja Rosdakarya.
Yusuf Syamsu Dr, H LN, (2004), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zulkifly.(2013). Konsep keluarga.[Online].Tersedia:
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Apa yang akan dicapai dan akan
dikuasai oleh siswa atau tujuan belajar, bahan apa saja yang harus
digunakan atau bahan pembelajaran, bagaimana cara siswa
mempelajarinya atau metode pembelajaran, serta bagaimana cara
mengetahui kemajuan belajar siswa atau evaluasi, telah direncanakan
dengan seksama dalam kurikulum sekolah Syaodih (2005 :177). Tujuan
akhir dari kegiatan belajar dapat berupa kegiatan evaluasi untuk melihat
bagaimana perubahan yang terjadi pada siswa, baik dalam segi perilaku
ataupun nilai. Hal itu sangat bergantung pada pelaksanaan kegiatan belajar
yang dialami oleh siswa.
Keberhasilan siswa dalam belajar akan terlihat dari prestasi belajar
siswa. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang
sangat penting peranannya dalam menentukan prestasi belajar siswa yaitu
disiplin dan motivasi belajar sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh
yaitu lingkungan dan keluarga.
Sejauh ini banyak pihak yang beranggapan bahwa tingkat prestasi
yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran aktual dari kapasitas
kecerdasan yang dimilikinya. Tetapi kebenaran pendapat tersebut semakin
samar dan diragukan, ketika di sekolah masih dijumpai banyak siswa yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi namun memperoleh prestasi
Menurut Surya (1996:3) berdasarkan kenyataannya sering kali
ditemukan rendahnya prestasi belajar siswa bersumber dari sikap dan
kebiasaan belajar yang kurang baik, misalnya siswa kurang bersemangat
dalam mengikuti pelajaran dikelas, sering membolos, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah atau PR, tidak memiliki catatan pelajaran, tidak masuk
pada jam pelajaran tertentu dan sebagainya. Berbagai perilaku yang
nampak pada siswa tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik
yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Faktor yang
berasal dari dalam diri siswa diantaranya adalah kurangnya motivasi
belajar.
Lingkungan adalah keseluruhan fenomena fisik, alam atau sosial
yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu. Menurut
Sartain (Hartoto, 2008) yang dimaksud dengan lingkungan meliputi
kondisi alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah
laku individu, pertumbuhan, perkembangan atau proses kehidupan.
Lingkungan juga ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan individu
dan merupakan faktor yang turut menentukan dan berpengaruh terhadap
individu. Karena bagaimanapun individu tinggal didalam satu lingkungan
yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi individu tersebut. Pada
dasarnya lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial
,lingkungan budaya dan lingkungan perkembangan.
Lingkungan perkembangan individu adalah keseluruhan fonomena
fisik atau sosial yang mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan
sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai media dalam proses
perkembangannya dinamakan lingkungan perkembangan. Secara
umum fungsi lingkungan perkembangan yaitu membantu individu dalam
berinteraksi dengan berbagai lingkungan di sekitarnya, utamanya berbagai
macam sumber daya perkembangan yang tersedia, agar dapat mencapai
tujuan perkembangan yang optimal. Lingkungan perkembangan meliputi
3
Menurut Thompson (2006) lingkungan keluarga merupakan
lembaga pendidikan tertua dan bersifat informal. Keluarga menjadi
lingkungan yang pertama dan utama yang dialami oleh individu serta
lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab,
merawat, memelihara, melindungi, dan mendidik individu agar tumbuh
dan berkembang dengan baik. Seorang individu tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang beragam. Keadaan lingkungan keluarga yang beragam ini
akan mempengaruhi perkembangan individu dan siswa di dalam dan di
luar lingkungan sekolahnya.
Menurut Jeynes (2003) salah satu manajemen keluarga yang akan
membantu anak di sekolah yaitu menentukan rutinitas anak. Seperti waktu
untuk tidur, bagaimana anak mengerjakan pekerjaan rumah, bagaimana
orang tua memberikan waktu bermain dan sebagainya. Keluarga yang
memperhatikan dan membentuk anak untuk berprestasi juga merupakan
hal penting dalam menentukan keberhasilan anak di sekolah.
Selanjutnya menurut Jeynes (2003) lingkungan keluarga dipandang
sebagai faktor utama terhadap perkembangan anak. Alasan tentang
pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah: (1)
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
indentifikasi anak; (2) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
memperkenalkan nilai – nilai kehidupan kepada anak; (3) Orang tua dan
anggota keluarga lainnya merupakan orang yang penting bagi
perkembangan kepribadiaan anak; (4) Keluarga sebagai institusi yang
memfasilitasi kebutuhan dasar, baik yang bersifat fisik atau biologis,
maupun sosiopsikologis; (5) Anak banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga.
Faktor – faktor lingkungan keluarga yang dipandang
mempengaruhi perkembangan anak dibagi dalam dua faktor, yaitu pola
Keluarga yang fungsional atau keluarga yang ideal menurut
Scheneiders (1960: 405) memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
Minimnya persilisihan antar orang tua atau antar orang tua dan anak; (2)
Adanya kesempatan untuk menyatakan keinginan; (3) Penuh kasih sayang;
(4) Menerapkan disiplin dan tidak keras; (5) Memberikan kesempatan
untuk bersikap mandiri untuk berfikir, merasa, dan berperilaku; (6) Saling
menghargai dan menghormati antar anggota keluarga; (7)
Menyelenggarakan konferensi atau musyawarah keluarga dalam
memecahkan masalah yang dihadapi; (8) Menjalin kebersamaan antar
anggota keluarga; (9) Orangtua memiliki emosi yang stabil; (10)
Berkecukupan dalam bidang ekonomi; (11) Mengamalkan nilai – nilai
moral agama.
Sementara itu keluarga yang disfungsional menurut Hawari
(1997:165) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Kematian
salah satu atau kedua orang tua; (2) Kedua orang tua terpisah atau bercerai
(divorce); (3) Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage); (4)
Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor
parent-child relationship); (5) Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa
kehangatan (high tension and low warmth); (6) Orang tua sibuk dan jarang
berada dirumah (parent absence); (7) Salah satu atau kedua orang tua
memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan
(personality opshycological disorder)
Menurut Yusuf (2009 : 44) salah satu ciri disfungsi tersebut, adalah
perceraian orangtua. Peceraian memberikan dampak yang kurang baik
terhadap perkembangan kepribadian anak. Hal tersebut terungkap dalam
hasil penelitian beberapa ahli, seperti McDermott, Moorison. Offord dkk.;
Adam &Gullota, 1983 (Yusuf, 2007 : 44) yaitu bahwa remaja yang
orangtuanya bercerai cendeung menunjukan ciri-ciri: (1) berperilaku
nakal; (2) mengalami depresi; (3) melakukan hubungan seksual yang aktif
5
Surat kabar elektronik detikBandung.com pada tanggal 10 oktober
2012 menyatakan bahwa:
Sepanjang 2010, sedikitnya ada 10.556 janda dan duda baru di Kota Bandung. Jumlah tersebut diambil dari data Pengadilan Agama (PA) Kota Bandung, di mana ada 5.278 perkara atau pasangan yang bercerai tahun lalu."2010 lalu totalnya kita menangani 5.278 perkara," kata Kepala Humas PA Kota Bandung Acep Saifuddin, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/1/2010). Penyebab perceraian yang paling banyak adalah pasangan suami istri sudah tidak harmonis lagi, dengan 1.131 perkara.Urutan terbesar kedua disebabkan pasangan tidak bertanggung jawab, yang mencapai 1.008 perkara. Sementara penyebab perceraian di urutan ketiga adalah faktor ekonomi sebanyak 925 perkara. Kemudian di posisi keempat adalah adanya gangguan dari pihak ketiga sebanyak 219 perkara."Gangguan dari pihak ketiga itu bisa datang dari keluarga atau selingkuh misalnya," kata Acep. Sedangkan perceraian karena poligami ada di posisi kelima dengan jumlah perkara 25. "Kalau yang poligami, biasanya karena tidak sehat. Maksudnya yang tidak mendapat izin dari istri pertama," pungkasnya.
Dari data diatas jelas terlihat begitu tingginya angka statistika
mengenai perceraian yang terjadi di kota Bandung. Dengan berbagai
macam alasan dan latar belakang nya angka-angka yang terlihat tentu
menggambarkan kekhawatiran.
Needle, Su, & Doherty, 1990 (Santrock, 2002 : 267) dalam suatu
studi menyatakan bahwa para remaja yang mengalami perceraian orangtua
mereka selama masa remaja cenderung lebih mudah terperangkap kedalam
masalah obat-obatan daripada para remaja yang orang tuanya bercerai
ketika mereka masih anak-anak atau daripada para remaja yang tinggal
dalam keluarga yang tetap utuh dalam pernikahan.
Terdapat kecenderungan dalam dunia pendidikan terutama siswa
pada usia remaja kurang memiliki motivasi belajar yang tinggi, hal ini
pelajaran di kelas dan sering terlambat atau bahkan tidak mengerjakan
tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.
Oleh sebab itu rendahnya motivasi belajar siswa akan membuat
mereka tertarik pada hal-hal yang negatif. Raymond J.W dan Judith
(2004:22) mengutarakan bahwa secara harfiah anak- anak tertarik pada
belajar, seni, pengetahuan (motivasi positif) namun mereka juga bisa
tertarik pada hal–hal yang negatif seperti menggunakan obat- obatan
terlarang, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Motivasi belajar anak-anak
muda tidak akan lenyap tapi ia akan berkembang dengan cara-cara yang
dapat membimbing mereka untuk menjadikan diri mereka lebih baik atau
juga bisa lebih buruk. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh orang tua
dan guru pembimbing.
Seluruh gejala tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar
yang menyebabkan prestasi belajarnya menjadi rendah di sekolah. Hal ini
pun diperkuat oleh pendapat Syah (1997: 132) yang mengatakan bahwa
terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab prestasi belajar siswa rendah,
yaitu faktor: (1) Internal yaitu faktor dari dalam diri siswa yakni faktor
fisiologis berupa keadaan fisik atau jasmani dan faktor psikologis yang
berkenaan dengan tingkat intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa,
minat siswa dan motivasi siswa, (2) Eksternal yaitu faktor dari luar siswa
yakni faktor lingkungan sosial di sekitar siswa, seperti : teman sebaya,
baik teman laki-laki atau teman perempuan, guru dan staf administrasi
serta lingkungan non sosial yang berhubungan dengan gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknnya, alat belajar
yang digunakan oleh siswa, keadaan cuaca dan waktu yang digunakan
siswa, (3) Pendekatan belajar yang dilakukan oleh siswa yang akan
menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar siswa.
Motivasi belajar siswa tidak tumbuh secara kebetulan atau terjadi
begitu saja, tetapi di butuhkan suatu bimbingan berencana dari semua
7
membantu siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya yang
disebut dengan motivasi eksternal.
Pada beberapa kasus, motivasi belajar siswa yang rendah tidak
selamanya berasal dari dalam diri siswa tersebut, namun ternyata
rendahnya motivasi belajar tersebut diakibatkan karena tidak adanya
pemahaman siswa pada dirinya sendiri, siswa belum memiliki gambaran
sendiri tentang diri mereka sebagai individu dan tentang kemampuan
mereka menghadapi lingkungan. Gambaran ini terbentuk melalui
interaksinya dengan orang lain, baik itu keluarga, teman sebaya,
lingkungan sekitar maupun masyarakat pada umumnya dan hal ini pun
dapat mempengaruhi prestasinya di sekolah. Siswa yang memiliki
gambaran diri negatif memiliki motivasi belajar yang rendah dan pada
akhirnya berdampak pada prestasi belajar yang rendah, tetapi juga terdapat
siswa yang berprestasi tinggi mempuyai penilaian terlalu tinggi, sehingga
dapat menurunkan motivasi belajar untuk mencapai prestasi yang lebih
tinggi pada masa-masa berikutnya.
Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya
motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga.
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu
kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga
adalah bisa melangsungkan suatu kehidupan dan juga membutuhkan
pendidikan sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh
anggota keluarganya, selain itu keluarga juga sebenarnya merupakan
pendidikan informal pertama yang didapat oleh anak sebelum menerima
pendidikan dari luar lingkungan keluarga, dari keluarga individu mendapat
banyak pelajaran pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi
sumber motivasi terbesar dalam diri individu.
Motivasi belajar merupakan masalah yang akan terus muncul
apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius. Berdasarkan asumsi
konseling yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Seorang
konselor mempunyai berbagai macam tugas yang harus dilakukan sesuai
dengan tuntutan profesi, salah satunya adalah menjaga, merangsang,
meningkatkan dan membimbing proses belajar siswa. Untuk
melaksanakan hal tersebut konselor dapat bekerjasama dengan orangtua
untuk turut meningkatkan motivasi belajar siswa. Segala usaha yang
bertujuan kearah tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan
sangat baik. Dengan demikian, meningkatkan motivasi siswa merupakan
salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang konselor yang
bisa bekerjasama dengan orangtua.
Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan suatu penelitian untuk
mengetahui gambaran konsep program bimbingan untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.
Penelitian ini diberi judul: “Program Bimbingan Untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Keberhasilan siswa dalam belajar salah satunya dapat terlihat dari
prestasi belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal yang turut berperan dalam menentukan prestasi
belajar siswa yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri siswa sedangkan
faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa
yaitu motivasi belajar yang berasal dari keluarga dan lingkungan.
Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya
motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga.
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan satu kesatuan
sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga adalah bisa
melangsungkan suatu kehidupan dan juga memberikan pendidikan
sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh anggota
9
pertama yang diperoleh anak sebelum menerima pendidikan dari luar
lingkungan keluarga. Dari keluarga individu mendapat banyak pelajaran
pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi sumber motivasi
terbesar dalam diri individu. Pada intinya siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi harus dibantu oleh lingkungan keluarga yang utuh, ideal dan
berfungsi dengan baik. Keluarga sebagai lingkungan pertama siswa sangat
berperan dalam keberhasilan siswa disekolah, oleh sebab itu keluarga
harus mendukung penuh serta berperan aktif dalam proses belajar dengan
menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman, aman, tentram, harmonis
dalam keluarga utuh yang berfungsi dengan baik sesuai fungsi
masing-masing anggota keluarganya. Yusuf (2007:38) menuturkan:
Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya dengan baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.
Secara eksplisit layanan bimbingan bertujuan untuk membantu
siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dan
menyelesaikan masalahnya, salah satunya yaitu meliputi bidang belajar.
Bimbingan belajar atau akademik adalah proses bantuan untuk
memfasilitasi siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan
dalam belajar dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik
Yusuf (2009: 51).
Selanjutnya bimbingan belajar menurut Hamalik (2004: 195) adalah
bimbingan yang diperuntukan kepada siswa untuk mendapat pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan, minat, bakat kemampuannya dan
efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa tersebut.
Selanjutnya menurut Rakhmat (1997 : 35) bimbingan belajar adalah proses
pemberian bantuan dari guru pembimbing terhadap siswa dengan cara
mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif agar siswa dapat
mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai
hasil belajar yang optimal.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar
adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam peningkatan efektifitas
bimbingan belajar adalah menciptakan suasana yang kondusif untuk
melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan belajar di
sekolah khususnya di kelas harus dirancang dan dilakukan secara
sistematik dan terus-menerus sebagai strategi untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
Motivasi belajar adalah hal penting yang harus dimiliki oleh siswa
dalam proses pembelajaran di sekolah, motivasi belajar bersumber dari dua
faktor, yaitu faktor internal yang dapat tumbuh dari dalam diri siswa dan
faktor eksternal yang di peroleh siswa dari lingkungan sekitar yaitu
orangtua dan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga yang
disfungsional memiliki rasa percaya diri yang kurang, pemurung,
penyendiri, memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya hingga
memiliki motivasi belajar yang kurang. Oleh karena itu, intervensi
terhadap keluarga disfungsional dengan meningkatkan motivasi belajar
siswa ke arah yang positif perlu untuk dilakukan. Peningkatan motivasi
belajar siswa dapat dilakukan melalui bimbingan belajar. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul ”Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”. Dengan rumusan masalah
11
1. Seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa kelas VIII yang
berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung
Tahun Ajaran 2013/2014?
2. Seperti apa rancangan program bimbingan untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional
di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah
diuraikan, maka tujuan umum penelitian adalah program bimbingan untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Pasundan 3
Bandung.
Sejalan dengan itu, ditetapkan pula tujuan khusus penelitian, yakni
sebagai berikut:
1. Mengetahui seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa
berlatar belakang keluarga disfungsional siswa kelas VIII SMP
Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.
2. Mengetahui seperti apa rancangan program untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa berlatar belakang keluarga disfungsional siswa
kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a.Menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan bimbingan dan
konseling berkaitan dengan program meningkatkan motivasi belajar
siswa berlatar belakang keluarga disfungsional.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan pertimbangan bagi konselor dalam menyusun
bimbingan belajar di sekolah. Program layanan bimbingan belajar
yang disusun oleh konselor tentunya diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
b. Sebagai acuan dan masukan bagi konselor dalam mengenal konseli
berbakat akademik, juga dalam memfasilitasi dengan layanan
bimbingan dan konseling belajar untuk meningkatkan motivasi
belajar.
E. Struktur Organisasi
Penulisan laporan penelitian skripsi dilakukan dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang masalah,
identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teori, bab ini memuat pembahasan mengenai motivasi
belajar dan lingkungan keluarga disfungsional, konsep bimbingan belajar
dan penelitian dahulu yang relevan.
Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas mengenai lokasi dan
subjek populasi, metode penelitian, definisi operasional, instrument
penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data
dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisikan mengenai
pengolahan atau analisis data pembahasan atau analisis umum.
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab yang berisikan
mengenai kesimpulan yang diperoleh dan rekomendasi yang diberikan
Galih Kania, 2014
Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu metode untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu
permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah, menganalisis,
menafsirkan dan menyimpulkan data hasil penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2010: 7) menyatakan bahwa kuantitatif
merupakan metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi
kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional, dan
sistematis.
Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang didesain untuk
menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan angka statistik.
Pendekatan ini menuntut penggunaan angka mulai dari pengumpulan data,
penafsiran hingga penampilan hasilnya. Demikian juga pemahaman akan
kesimpulan akan lebih baik apabila juga disertai tabel, grafik, bagan, gambar,
dan tampilan lain. Selain data yang berupa angka, dalam penelitian kuantitatif
juga terdapat data berupa informasi kualitatif. Menurut Arikunto (2006:11)
a. Kejelasan unsur: tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data
sudah mantap, dan rinci sejak awal.
b. Langkah Penelitian: segala sesuatu direncanakan sampai matang
ketika persiapan disusun.
c. Hipotesis: mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
dan hipotesis menentukan hasil yang diramalkan.
d. Desain: dalam desain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil
yang diharapkan.
e. Pengumpulan Data: kegiatan dalam pengumpulan data
memungkinkan untuk diwakilkan.
f. Analisis Data: dilakukan sesudah semua data terkumpul.
B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mengenai program bimbingan untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional ini
dilakukan di SMP Pasundan 3 Bandung terletak di Jalan Bapa Husen
Belakang No.4 Bandung. SMP Pasundan 3 Bandung ini termasuk sekolah
yang sangat strategis dan berada di daerah yang mudah dijangkau.
2. Subjek Populasi/Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengungkap
informasi mengenai tingkat motivasi belajar pada siswa yang berlatar
belakang keluaga disfungsional pada siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun
Ajaran 2013/2014.
Adapun populasi dalam penelitian menggunakan teknik purposive
63
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang
dimaksud dalam penelitian difokuskan pada kasus siswa yang berasal dari
keluarga disfungsional.
Pemilihan populasi dan sampel terhadap peserta didik kelas VIII adalah
sebagai berikut:
a. Banyak peserta didik yang berasal dari keluarga disfungsional pada
jenjang kelas VIII.
b. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung berada dalam rentang usia
remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun sehingga pada usia ini
karakteristik remajanya lebih tampak misalnya memiliki rasa
keingitahuan untuk mencoba sesuatu hal yang baru.
c. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung Pada rentang usia 12-15 tahun
merupakan remaja awal dimana pada tahap ini, remaja mulai
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
tersebut.
d. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung pada rentang usia 12-15 tahun
masih membutuhkan dukungan dan motivasi dari orangtua secara
utuh, oleh karena itu peran orangtua dalam memberikan motivasi
sangat besar.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh kelas VIII yaitu sebanyak
176 orang siswa. Sampel dalam penelitian adalah siswa yang berlatar
belakang keluarga disfungsional yaitu sebanyak 83 orang siswa. Sampel
penelitian yang dimaksud adalah seluruh peserta didik yang berasal dari
keluarga disfungsional kelas VIII yang ditandai dengan kematian salah satu
atau kedua orang tua, kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce),
hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage), hubungan orang
tua dengan anak tidak baik (poor parent-child relationship), suasana rumah
orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence) dan salah satu
atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan
kejiwaan (personality opshycological disorder).
C. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu motivasi belajar dan
keluarga disfungsional.
1. Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan
daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan,
baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang
dirangsang dari luar. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan atau
penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
antusiasmenya dalam melaksanankan suatu kegiatan, baik yang bersumber
dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi insternal) maupun dari luar
individu (motivasi eksternal). Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah memperoleh kekuatan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan
dalam kehidupannya. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini
bahwa pada hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan
eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku pada umumnya dengan beberapa aspek, meliputi :
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
d. Adanya penghargaan dalam belajar
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
65
Menurut Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga
yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap
anggota keluarga memiliki perannya masing-masing di dalam keluarga itu
sendiri. Di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan
semestinya, seperti misalnya, orang tua menjadi anak, anak menjadi orang
tua, ibu menjadi ayah, ayah menjadi ibu, kakak menjadi adik, dll.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau
melaksanakan fungsi–fungsi seperti yang telah diuraikan diatas, maka
menurut Schneiders (Yusuf, 2004) keluarga tersebut mengalami stagnasi
(kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak
kekokohan keluarga tersebut, khususnya pada perkembangan kepribadian
anak.
Sementara keluarga yang disfungsional menurut Hawari (1997:165)
ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Kematian salah satu atau kedua orang tua.
b. Kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce).
c. Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage).
d. Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor
parent-child relationship)
e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan
(high tension and low warmth).
f. Orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence).
g. Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau
gangguan kejiwaan (personality opshycological disorder).
Dari definisi operasional variabel (DOV) yang terpapar di atas
diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun
menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka peneliti
memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus.
D. Pengembangan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket
memilih jawaban yang yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden diminta untuk menjawab sesuai dengan karakteristiknya
Hatimah (2006: 184). Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala
Guttman (Nazir, 2005: 340) yaitu angket yang memiliki alternatif jawaban ya
dan tidak. Penggunaan skala Guttman ini bertujuan agar mendapatkan
jawaban yang tegas mengenai motivasi belajar siswa yang berlatar belakang
keluarga disfungsional. Jawaban “Ya” untuk pernyataan yang sesuai dengan
diri siswa, dan jawaban “Tidak” untuk pernyataan yang tidak sesuai dengan diri siswa. Pemberian skor akan bergantung kepada jawaban yang dipilih
siswa dan sifat dari setiap pernyataan pada angket. Bila pernyataan bersifat
positif, maka skor jawaban “Ya” adalah 1 (satu) dan “Tidak” adalah 0 (nol).
Sebaliknya jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah 0
(nol) dan “Tidak” adalah 1 (satu).
E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen
Sebelum angket motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga
disfungsional digunakan pada sampel penelitian yang sesungguhnya, terlebih
dahulu dilakukan validasi baik secara internal (judgement instrumen) melalui
pakar atau dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia maupun secara empirik melalui uji
coba lapangan pada objek terbatas, kemudian dihitung validitas dan
reliabilitasnya. Pada item yang tidak valid atau tidak reliabel akan dikoreksi atau
diganti bergantung pada kadar validitas dan reliabilitasnya. Kemudian uji
keterbacaan juga penting dilakukan untuk melihat keterpahaman siswa mengenai
isi dari instrumen. Kegiatan uji keterbacaan ini dilakukan kepada siswa salah satu
SMP swasta di Bandung. Berikut adalah kisi-kisi yang dibuat sebelum dilakukan
Tabel 3.2
Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional (Sebelum Uji Kelayakan)
Aspek Indikator Nomor butir Jumlah
(+) (-)
Tidak Lengkap a. Kematian salah satu atau kedua
69
1. Penyusunan proposal penelitian dan mengkonsultasikannya dengan dosen
mata kuliah Metode Riset dan disahkan dengan persetujuan dari dewan
skripsi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dari dosen
pembimbing skripsi.
2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada
tingkat fakultas.
3. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan yang memberi rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat
fakultas.
4. Melakukan studi pendahuluan di lokasi penelitian.
5. Menyusun instrumen penelitian berikut judgment kepada tiga orang ahli
dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
6. Pelaksanaan pengumpulan data dengan menyebarkan angket.
7. Merumuskan hasil penelitian.
8. Membuat rancangan program bimbingan belajar untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsinal.
10.Tahap pelaporan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
angket. Menurut Sugiyono (2010 : 199) Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Angket ini digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa
yang berlatar belakang keluarga disfungsional.
H. Uji Coba Alat Pengumpul Data
1. Menyusun Item atau Butir Pernyataan
Langkah pertama adalah membuat butir pernyataan berdasarkan kisi-kisi
instrumen yang telah dibuat. Dalam menyusun pernyataan-pernyataan ini
dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah ditetapkan.
2. Uji Kelayakan Instrumen
Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Uji kelayakan instrumen
dilakukan dengan mengadakan penimbangan atau penilaian oleh tiga dosen
ahli, yakni dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan
penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak
Memadai (TM).
Tabel 3.3
Hasil Uji kelayakan Instrumen Motivasi Belajar
Kesimpulan No Item Jumlah
Memadai 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,1 8,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31, 32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45 ,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,5 9,60,61,62
62
71
Dibuang - 0
Total 62
Pada tabel 3.3 hasil uji kelayakan instrument pada angket motivasi belajar
terlihat bahwa terdapat 62 item atau seluruh item memiliki nilai yang memadai,
ini terjadi karena pada angket motivasi belajar peneliti menggunakan angket
motivasi belajar milik Uray Herlina yang beliau pakai untuk tesis, maka atas dasar
pertimbangan peneliti beserta dosen pembimbing angket motivasi belajar tidak
melakukan uji kelayakan atau judgement pada dosen ahli.
Tabel 3.4
Hasil Uji kelayakan Instrumen
Keluarga disfungsional
Kesimpulan No Item Jumlah
Memadai 1,2,3,4,5,6,7,9,11,12,13,14,16,17,18,19,20, 21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35
31
Revisi 8,10,15,23 4
Dibuang - 0
Total 35
Pada tabel 3.4 hasil uji kelayakan instrument pada angket keluarga
disfungsional terlihat bahwa terdapat 31 item yang memadai dan sebanyak 4 item
yang mengalami revisi dan juga tidak ada item yang harus dibuang, hal tersebut
terjadi setelah menjalani judgement oleh dosen ahli.
Setelah melakukan uji kelayakan instrumen oleh pakar, tahap selanjutnya
adalah memperbaiki pernyataan-pernyataan instrumen sebelum akhirnya
instrumen tersebut dapat disebarkan kepada siswa.
4. Uji Keterbacaan Instrumen
Uji keterbacaan instrumen ini dilakukan kepada 8 orang siswa SMP.Uji
keterbacaan ini dilaksanakan untuk melihat apakah instrumen yang telah
dibuat dapat dimengerti oleh siswa.
5. Uji Validitas Butir Item
Setelah instrumen penelitian di judgement oleh para pakar, direvisi, diuji
keterbacaan, dan di revisi kembali, langkah selanjutnya adalah melakukan uji
coba instrumen kepada 176 siswa.
Uji validitas penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari sebuah
instrumen untuk digunakan. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang hendak diukur. Valid dalam bahasa indonesia disebut
dengan istilah “sahih”. Dalam penelitian ini uji validitas akan dilakukan guna
mengetahui kesahihan butir-butir item instrumen. Langkah-langkah
pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007. Rumus yang
digunakan untuk menghitung validitas butir item pernyataan adalah korelasi
Point Biserial Correlation dengan rumus sebagai berikut:
√
(Arikunto, 2006: 283)
Keterangan:
73
Mp = mean skor dari sampel yang menjawab benar pada butir item yang dicari
validitasnya
Mt = rata-rata skor total
St = simpangan baku dari skor total
P = proporsi sampel yang menjawab benar
= Jumlah item yang benar
Jumlah seluruh item
q = proporsi sampel yang menjawab salah (q= 1-p)
Kaidah keputusan menentukan valid atau tidaknya sebuah item
berpatokan pada norma sebagai berikut; jika rpbis> rtabel berarti itrm yang
dimaksud valid. Sebaliknya jika rpbis< rtabel maka item yang dimaksud tidak
valid.
Maka berdasarkan hasil perhitungan rtabel , setiap item soal yang
memiliki nilai | | dinyatakan telah valid, sebaliknya jika nilai
< 0,147 maka dinyatakan tidak valid. Berikut disajikan item-item
pernyataan setelah validasi.
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar
Kesim pulan
No Item Ju
mla h
Valid 1,2,3,5,6,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,20,21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,3
2,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,50,51,52,55,58,59,60,61
50
Tidak Valid
Pada tabel 3.5 hasil uji validitas instrument motivasi belajar, terlihat bahwa
terdapat 50 item yang valid dan terdapat 12 item yang tidak valid. Hal tersebut
dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan rumus
rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.
Tabel 3.6
Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional
Kesimpu lan
No Item Juml
ah
Valid 1,2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23, 25,26,27,28,29,33
27
Tidak
Valid
5,6,24,30,31,32,34,35 8
Pada tabel 3.6 hasil uji validitas instrument keluarga disfungsional, terlihat
bahwa terdapat 27 item yang valid dan terdapat 8 item yang tidak valid. Hal
tersebut dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan
rumus rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.
Tabel 3.7
Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar
Setelah Uji Validitas
Aspek Motivasi
Belajar
Indikator
Nomor Item
Jumlah
(+) (-)
dalam belajar Kemampuan menghargai
Aspek Indikator Nomor butir Jumlah
orpshycologic al disorder)
TOTAL 11 16 27
6. Uji Reliabilitas
Setelah validitas masing-masing item diuji,selanjutnya instrumen tersebut diuji
tingkat reliabilitasnya. Reliabel berarti bahwa dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Reliabilitas suatu instrumen memiliki pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumnpul data
karena instrumen tersebut sudah baik Arikunto (2006 : 178) . Pengujian
reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan Rumus 3.2 Koefisien
korelasi Spearman (Sudjana, 1996:455)
r’= 1-
Lalu di lanjutkan dengan rumus rii =
Keterangan :
r’ = Reabilitas seluruh instrumen
b12 = selisih peringkat skor genap dan skor ganjl
n = jumlah responden
Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan
klasifikasi dari Arikunto (2006: 247) yang menyebutkan bahwa:
Tabel 3.9
Kriteria Reliabilitas Instrumen
79
0,71 – 0,90 Derajat keterandalannya tinggi
0,41 – 0,70 Derajat keterandalannya sedang
0,21 – 0,40 Derajat keterandalannya rendah
< 0,20 Derajat keterandalannya sangat rendah
Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus 3.2 diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas
no Varibel Nilai Reliabilitas Keterangan
1 Motivasi Belajar 0.9972 Reliabel
2 Keluarga Disfungsional 0,9998 Reliabel
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa instrumen penelitian yang
mengukur motivasi belajar menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0.99729269 dan
dibulatkan menjadi 0,997 dengan jumlah item 62 buah. Artinya, instrumen dapat
dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang
berkategori sangat tinggi.
Begitu pula halnya dengan instrumen penelitian yang mengukur keluarga
disfungsional menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0,99984998 dan dibulatkan
menjadi 0,999 dengan jumlah item 35 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan
mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori
tinggi.
F. Analisis Data
Verifikasi data dilakukan untuk menyeleksi data yang layak diolah. Data
yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah, dan ketelitian angket
yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah dan ketelitian angket yang
telah diisi untuk kemudian diolah lebih lanjut. Hasil verifikasi data menunjukkan
semua angket yang telah diisi oleh peserta didik layak untuk diolah.
2. Penyekoran Data
Data yang telah melalui verifikasi diberi skor pada setiap pilihan jawaban
yang diambil. Angket melalui skala Guttman yang menyediakan dua alternatif
jawaban yaitu Ya-Tidak (forced choice) dengan cara pengisian memberikan tanda
checklist (). Penyekoran setiap pilihan jawaban dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 3.11
Ketentuan Pemberian Skor Motivasi Belajar
Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon
Ya Tidak
Favorable (+) 1 0
Un-Favorable (-) 0 1
Tabel 3.12
Ketentuan Pemberian Skor Keluarga Disfungsional
Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon
Ya Tidak
Favorable (+) 0 1
Un-Favorable (-) 1 0
3. Pengolahan Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai motivasi
81
berdasarkan penyebaran instrumen pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan
3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang dilakukan melalui distribusi skor
responden berdasarkan konversi untuk memberikan makna diagnosa terhadap skor
instrumen. Langkah ini dilakukan untuk menentukan kategori tingkat keluarga
disfungsional dan motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan
3 Bandung pada kategori Tinggi (T) dan Rendah (R).
Untuk menentukan kategori dalam instrumen keluarga disfungsional, yaitu
menggunakan dua pengkategorian yakni kategori Disfungsional dan kategori
Fungsional. Maka untuk menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu
dengan cara mencari rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen keluarga
disfungsional dengan menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007
dari populasi sebanyak 176 siswa, kemudian diketahui bahwa skor rata-rata pada
hasil instrumen keluarga disfungsional yaitu 9, Artinya siswa yang memiliki skor
ш 9 berada dalam kategori Disfungsional dan siswa dengan skor ч 9 berada dalam kategori Fungsional). Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori
Disfungsional sebanyak 83 siswa dan jumlah yang berada pada kategori
Fungsional sebanyak 93 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 83 siswa yang
berlatar belakang keluarga disfungsional dan terdapat 93 siswa yang memiliki
keluarga yang fungsional Dengan demikian artinya bahwa hanya siswa yang
berada pada disfungsional yaitu sebanyak 83 yang digunakan untuk menjadi
sampel dalam penyebaran instrumen berikutnya yaitu instrumen motivasi belajar,
dengan alasan mengingat judul penelitian ini yaitu untuk mengetahui seperti apa
motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.
Kemudian, sama halnya yang dilakukan dalam pengkategorian pada
instumen sebelumnya, instrumen motivasi belajar juga menggunakan dua kategori
yakni kategori Termotivasi dan kategori Tidak Termotivasi. Maka untuk
menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu dengan cara mencari
rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen motivasi belajar dengan
menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007 dari jumlah seluruh
sampel sebanyak 83 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.
yang berlatar belakang disfungsioal yaitu 35, Artinya siswa yang memiliki skor ш
35 berada dalam kategori Termotivasi dan siswa dengan skor ч 35 berada dalam
kategori Tidak Termotivasi. Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori
Termotivasi sebanyak 39 siswa dan jumlah yang berada pada kategori Tidak
Termotivasi sebanyak 44 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 39 siswa yang
berlatar belakang keluarga disfungsional memiliki motivasi belajar yang tinggi
atau termotivasi dan terdapat 44 siswa yang berlatar belakang keluarga
disfungsional memiliki motivasi belajar yang rendah atau tidak termotivasi.
Dengan demikian artinya bahwa siswa yang berlatar belakang keluarga
disfungsional memiliki kecenderungan tidak termotivasi motivasi belajar
Tabel 3.13
Kategori interval Skor Gambaran Umum motivasi belajar pada Siswa yang
berlatar belakang keluarga disfungsional
SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014
Skor Kualifikasi
ш 35 Siswa pada kategori ini termotivasi oleh keluarga.
≤ 35 Siswa pada kategori ini tidak termotivasi oleh keluarga.
Kategori interval skor gambaran umum keluarga disfungsional dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.14
Kategori interval Skor Gambaran Umum keluarga disfungsional
di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014
Skor Kualifikasi
ш 9 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat keluarga disfungsional yang tinggi.
83
Gambaran umum keluarga disfungsional siswa SMP Pasundan 3 Bandung
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.15
Persentase Siswa berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional
Kategori f Persentase
Disfungsional 83 47%
Fungsional 93 53%
Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.16
Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional
Kategori Kualifikasi
Disfungsional Pada kategori ini, siswa memiliki keluarga yang disfungsional dalam kategori yang tinggi. hal ini dapat berakibat pada kurangnya motivasi belajar siswa yang bersumber dari faktor eksternal.
Fungsional Pada kategori ini, siswa mengalami keluarga yang disfungsional dalam kategori yang rendah. Pada kondisi ini dapat dipastikan bahwa keluarga masih bisa terus memotivasi anaknya.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka gambaran umum motivasi belajar
pada siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3
Bandung dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.17
Persentase Siswa berdasarkan Kategori motivasi belajar pada siswa yang berlatar