• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Model Problem-Based Learning (PBL).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Model Problem-Based Learning (PBL)."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL

PROBLEM-BASED LEARNING (PBL)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Matematika

oleh:

Panji Faisal Muhamad NIM 1105138

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL

PROBLEM-BASED LEARNING (PBL)

Oleh:

Panji Faisal Muhamad

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Panji Faisal Muhamad 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

PANJI FAISAL MUHAMAD

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL

PROBLEM-BASED LEARNING (PBL)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Nurjanah, M.Pd. NIP. 196511161990012001

Pembimbing II

Dr. Endang Cahya MA, M.Si. NIP 196506221990011001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Panji Faisal Muhamad. (2015). Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Model Problem-Based Learning (PBL)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya meningkatkan kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika dan informasi tentang fakta rendahnya kemampuan penalaran siswa SMP (Benchmark International TIMSS 2011). Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) mengetahui apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3) mengetahui apakah terdapat korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya adalah nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa VII di salah satu SMP negeri di Lembang dengan sampel sebanyak dua kelas secara acak. Salah satu kelas sebagai kelas eksperimen menggunakan pembelajaran model PBL dan kelas lain sebagai kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Adapun data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan penalaran dan angket kemandirian belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3) tidak terdapat korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar.

(5)

ABSTRACT

Panji Faisal Muhamad. (2015). The Enhancement of Reasoning Ability And Self-Regulated Learning Of Junior High School Student With Problem-Based Learning Model.

The background of this study was due to importance of the enhancement of Junior High

School Students’ reasoning ability and as well the lack of students’ reasoning ability (Benchmark International TIMSS 2011). The objectives of this study were: (1) determine whether the enhancement of reasoning ability of student who obtained Problem-Based Learning model was higher than student who obtained conventional; (2) determine whether the enhancement of self-regulated learning of student who obtained Problem-Based Learning model was higher than student who obtained conventional; (3) determine whether there was correlation between reasoning ability and self-regulated learning. The method in this study was quasi-experimental with nonequivalent control group design. This study was conducted in one of state Junior High School in Lembang using two classes of 7th grade as sample of study. One of these classes were experiment class who obtained Problem-Based Learning model and the other class was control class who obtained conventional. The data was obtained from reasoning ability test and self-regulated learning questionnaire. The result of study showed that: (1) the enhancement of

student’s reasoning ability who obtained Problem-Based Learning model was higher than

student who obtained conventional; (2) the enhancement of student’s self-regulated learning who obtained Problem-Based Learning model was higher than student who obtained conventional; (3) there was no correlation between reasoning ability and self-regulated learning.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kemampuan Penalaran ... 9

B. Kemandirian Belajar ... 11

C. Model Problem-Based Learning (PBL) ... 13

D. Model Pembelajaran Konvensional ... 16

E. Kaitan Kemampuan Penalaran dan Kemandirian Belajar dengan Model Problem-Based Learning (PBL) ... 17

F. Penelitian yang Relevan ... 19

G. Hipotesis Penelitian ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Metode dan Desain Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian ... 20

(7)

D. Instrumen Penelitian ... 21

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Penelitian ... 32

B. Pembahasan ... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Simpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

Lampiran A Perangkat Pembelajaran ... 64

Lampiran B Instrumen Penelitian ... 136

Lampiran C Hasil Uji Instrumen Tes ... 154

Lampiran D Pengolahan Data ... 168

Lampiran E Contoh Data Hasil Penelitian ... 184

Lampiran F Dokumentasi ... 230

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dalam arti sempit adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di lembaga pendidikan formal dan non formal. Pendidikan sangat penting untuk setiap individu dalam menjalani kehidupan, hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Tujuan umum pembelajaran matematika berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yaitu agar siswa memiliki kemampuan untuk:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(9)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika di atas adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah terutama pada pelajaran matematika. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran matematika dalam kurikulum 2013 yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi (Nurani, 2014, hlm. 1). Selain itu menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000, hlm. 4), tujuan pembelajaran matematika ada lima

yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning and proof), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connections) dan kemampuan representasi (representation). Patrick dan Finden (Rizkianto, 2005, hlm. 16-18) menyimpulkan bahwa penalaran merupakan salah satu dari lima komponen daya yang harus dimiliki oleh siswa dalam mempelajari matematika. Berdasarkan paparan di atas mengenai tujuan pembelajaran matematika, kemampuan yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran.

Menurut Priatna (Yulia, 2012, hlm. 3) peran penalaran dan pembuatan konjektur dalam proses pembelajaran matematika adalah mendorong memberi pemahaman bahwa pencarian pola-pola, keteraturan-keteraturan hubungan dan urutan merupakan inti dari pembelajaran matematika. Sedangkan Kilpatrick, Swafford dan Findell (Yulia, 2012, hlm. 3) menyatakan bahwa reasoning and sense making tidak bisa dipisahkan dari pengembangan kemampuan matematis

(10)

menuju pemecahan masalah atau stimulus untuk memunculkan gagasan atau ide baru. Oleh karena itu, kemampuan penalaran perlu ditingkatkan untuk dapat menguasai matematika dan dari proses bernalar dapat membantu siswa untuk menemukan ide-ide baru dalam memecahkan masalah.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, rata-rata presentase kemampuan penalaran siswa SMP di Indonesia menurut Benchmark International TIMSS 2011 untuk domain kognitif pada level penalaran yaitu 17% (Rosnawati, 2013, hlm. 3). Berikut contoh soal penalaran TIMSS 2011:

Gambar 1.1 Contoh Soal penalaran TIMSS 2011

(11)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012) mengenai analisis kesulitan belajar mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP pada materi luas permukaan dan volume limas menunjukkan bahwa soal-soal penalaran matematis belum dikuasai oleh siswa. Hal ini terlihat dari jawaban siswa yang hanya mampu menjawab sebesar 14,29% dan diperoleh hasil bahwa rata-rata persentase kesulitan siswa sebesar 85,71% dari keenam soal yang diujikan.

Rendahnya penalaran tidak terlepas dari peran guru dalam membuat model pembelajaran di kelas. Pembelajaran matematika sering kali menerapkan pembelajaran yang terpusat pada guru, membuat siswa pasif sehingga kemampuan penalaran siswa tidak berkembang. Siswa hanya menonton bagaimana guru mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa menyalin apa yang telah dituliskan oleh gurunya saat proses pembelajaran berlangsung (Turmudi, 2008, hlm. 62). Oleh karena itu, diperlukan adanya pembelajaran berpusat pada siswa dan mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran sehingga kemampuan penalaran siswa dapat berkembang.

(12)

oleh guru mereka (Izzati, 2012, hlm. 14). Agar kemandirian belajar siswa terbentuk, maka perlu adanya proses belajar yang berpusat pada siswa dan membuat siswa terbiasa belajar mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, penalaran dan kemandirian belajar memerlukan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa, membuat siswa lebih aktif dan terbiasa belajar mandiri. Salah satu pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut adalah Problem-Based Learning (PBL). Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013, hlm. 229) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Dalam model PBL, masalah adalah sumber utama belajar. Selain membangun konsep, masalah dapat dijadikan sebagai contoh untuk menstimulus siswa agar aktif dalam pembelajaran. Secara garis besar, kegiatan pembelajaran PBL (Kemendikbud, 2013, hlm. 235) adalah sebagai berikut:

Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.

(13)

dikutip dari Center for Instructional Development Researches-CIDR (Minarni, 2013, hlm. 54) bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemandirian dan keterampilan belajar jangka panjang. Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran berbasis masalah tersebut, terlihat bahwa model PBL dapat memberikan stimulus atau rangsangan kepada siswa untuk melakukan penalaran dan membentuk kemandirian belajar. Selain itu, Pape dan Bell (Surya, 2013, hlm. 20) menyatakan bahwa meningkatnya pemikiran, kinerja dan refleksi diri pada kemandirian belajar siswa akan meningkatkan penalaran.

Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning (PBL)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar siswa?

C. Batasan Masalah

Penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah transformasi (translasi, rotasi, refleksi dan dilatasi).

2. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VII

(14)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji:

1. Peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh model PBL dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh model PBL dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar

siswa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagi berikut: 1. Bagi Pendidik

Dapat dijadikan alternatif dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa melalui model PBL.

2. Bagi Siswa

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar.

3. Bagi Pembaca

Dapat dijadikan sebagai studi literatur mengenai kemampuan penalaran, model PBL dan kemandirian belajar.

F. Definisi Operasional

Ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan, diantaranya adalah:

(15)

atau pola yang ada; (d) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi; (e) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi matematika.

2. Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Adapun langkah-langkah model PBL yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) fase 1, orientasi peserta didik kepada masalah; (2) fase 2, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar secara berkelompok; (3) fase 3, membimbing penyelidikan individu dan kelompok; (4) fase 4, mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) fase 5, menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru berupa pemberian informasi dalam bentuk masalah dan memberikan contoh soal beserta cara pengerjaannya lalu siswa bertanya dan guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum dengan cara memberikan soal untuk mereka kerjakan.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen karena peneliti tidak mungkin untuk melakukan pengelompokkan siswa secara acak, melainkan menggunakan kelas yang sudah terbentuk dari sekolah. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model PBL dan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain nonequivalent control group design. Kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan model PBL, sedangkan kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok ini diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah diberikan perlakuan kedua kelompok diberikan posttest. Soal yang diberikan untuk pretest dan posttest merupakan soal yang serupa.

Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut: O X O

---

O O

Keterangan:

X : Perlakuan kelas eksperimen (model PBL) O : Pemberian pretes/postes

--- : Pengelompokkan siswa tidak dilakukan secara acak

B. Variabel Penelitian

(17)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2014/2105, sedangkan yang menjadi sampel adalah siswa kelas VII-D dan VII-E. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bahwa

kedua kelas terdiri dari berbagai kelompok siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah sehingga kemampuan siswa pada kedua kelas tersebut tergolong relatif sama. Peneliti tidak dapat membuat kelas baru, maka peneliti menggunakan kelas yang sudah terbentuk di sekolah tersebut lalu terpilih secara acak dua kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan konvensional.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan non tes. Instrumen tes (data kuantitatif) berupa tes kemampuan penalaran yang terdiri dari soal pretes dan postes dan instrumen non tes (data kualitatif) berupa lembar observasi.

1. Instrumen Tes. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan penalaran siswa yang diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dilaksanakan. Pretes diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal penalaran siswa dan tingkat homogenitas kemampuan kedua kelas, sedangkan postes diberikan untuk mengetahui kemajuan kemampuan penalaran siswa setelah diberikan pembelajaran. Adapun tes yang digunakan adalah tes berbentuk uraian karena: (1) indikator kemampuan yang tercapai dapat terlihat dengan jelas; (2) menumbuhkembangkan kemampuan memahami materi/konsep matematika dan sikap kreatif siswa.

(18)

a. Validitas. Suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003, hlm. 102). Validitas suatu instrumen terdiri dari validitas teoritik dan validitas empiris. Validitas teoritik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik, sedangkan validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dalam hubungannya dengan kriteria tertentu (Suherman, 2003, hlm. 109). Salah satu cara untuk mengetahui validitas isi (butir soal) dilakukan perhitungan koefisien korelasi menggunakan rumus Product Moment (Suherman, 2003, hlm. 120) dengan rumus

sebagai berikut:

r = n ∑ ��Y − ∑ �� ∑ Y

√(n ∑ �� − ∑ �� ) n ∑ Y − ∑ Y

Keterangan:

r = koefisien korelasi

� = skor siswa pada tiap butir soal � = skor total tiap siswa

n = banyak siswa

Koefisien korelasi yang telah diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan kriterium (Suherman, 2003, hlm. 113) sebagai berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi Validitas

, � < � , sangat tinggi

, � < � , � Tinggi

, < � , � Sedang

, < � , Rendah

, < � , sangat rendah

(19)

Dari hasil uji coba instrumen yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3.2

Data Hasil Uji Validasi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran No. Butir Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,444 sedang

2 0,557 sedang

3 0,591 sedang

4 0,680 sedang

5 0,708 tinggi

b. Reliabilitas. Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel jika hasil evaluasi relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama (Suherman, 2003, hlm. 131). Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas soal uraian adalah rumus Alpha (Suherman 2003, hlm. 153-154) yaitu:

r = n − 1 1 −n ∑ ssi

Keterangan:

r : koefisien reliabilitas

∑ si : jumlah varians skor tiap soal

� : varians skor total n : banyak butir soal

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilatas menurut J.P Guilford (Suherman, 2003, hlm. 139) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi Reliabilitas

, � � , sangat tinggi

, � � < , � Tinggi

, � < , � Sedang

, � < , Rendah

(20)

Berdasarkan hasil uji instrumen yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh nilai reliabilitas tes yaitu 0,62. Jika diinterpretasikan, maka reliabilitas tes tersebut termasuk ke dalam kategori sedang. c. Daya Pembeda. Suherman (2003, hlm. 159) menyebutkan

pengertian Daya Pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Untuk menentukan derajat daya pembeda, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

�� =�̅ − �̅��

Keterangan:

DP : daya pembeda

�̅ : rata-rata skor kelompok atas

�̅ : rata-rata skor kelompok bawah SMI : Skor Maksimum Ideal

Klasifikasi interpretasi untuk Daya Pembeda yang digunakan (Suherman, 2003, hlm. 161) adalah:

Tabel 3.4

Interpretasi Indeks Daya Pembeda

Nilai Interpretasi Daya Pembeda

�� sangat jelek

, < �� , jelek

, < �� , cukup

, < �� , � baik

, � < �� , sangat baik

(21)

Tabel 3.5

Data Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Penalaran

No. Butir Soal Nilai Interpretasi Daya Pembeda

1 0,44 baik

2 0,45 baik

3 0,21 cukup

4 0,31 cukup

5 0,56 baik

d. Indeks Kesukaran. Menurut Suherman (2003) suatu soal dikatakan memiliki derajat kesukaran yang baik apabila soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Rumus indeks kesukaran untuk soal uraian yaitu:

� = ���̅

Keterangan:

IK : indeks kesukaran

�̅ : rata-rata

SMI : Skor Maksimum Ideal

Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal (Suherman, 2003) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Data Hasil Uji Indeks Kesukaran

Nilai Interpretasi Indeks Kesukaran

�� = , soal terlalu sukar

, < �� , soal sukar

, < �� , � soal sedang

, � < �� < , soal mudah

�� = , soal terlalu mudah

(22)

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Penalaran

No. Butir Soal Nilai Interpretasi Indeks Kesukaran

1 0,44 soal sedang

2 0,45 soal sedang

3 0,21 soal sukar

4 0,31 soal sedang

5 0,56 soal sedang

2. Instrumen Non Tes

a. Angket Kemandirian Belajar

Angket adalah suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi dalam Latif, 2014, hlm. 38). Angket kemandirian belajar siswa dibuat berdasarkan indikator kemandirian belajar. Pendekatan angket yang digunakan pada pengolahan data adalah skala Likert yang terdiri atas empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, lalu data diolah sehingga informasi yang tersaji mudah untuk diinterpretasikan dan dianalisis lebih lanjut.

1. Pengolahan Data Kuantitatif

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai pedoman penskoran kemampuan penalaran menurut Yumus (Ibrahim, 2011, hlm 56) berikut ini:

Tabel 3.8

Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran

Skor Deskripsi

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1

(23)

Lanjutan Tabel 3.8

Skor Deskripsi

2

Memberikan ilustrasi melalui model atau mengetahui fakta atau mengetahui sifat serta hubungan dari akibat dari fakta-fakta yang ada, tetapi tidak dapat memberikan/menghasilkan argumen

3

Memberikan ilustrasi melalui model atau mengetahui fakta atau mengetahui sifat serta hubungan dari fakta-fakta yang ada dan dapat memberikan/menghasilkan argumen tetapi lemah argumennya

4

Memberikan ilustrasi melalui model atau mengetahui fakta atau mengetahui sifat serta hubungan dari fakta-fakta yang ada dan dapat memberikan/menghasilkan argumen yang kuat untuk menarik kesimpulan

b. Membuat tabel skor hasil pretes dan postes siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Menghitung skor peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan rumus g factor (N-Gain) menurut Hake (Mandasari, 2012, hlm. 50) sebagai berikut:

� =��� − �− � �

Keterangan:

� : Skor postes

� � : Skor pretes

SMI : Skor Maksimum Ideal

Hasil perhitungan N-Gain diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake (Mandasari, 2012, hlm. 50) yaitu:

Tabel 3.9 Klasifikasi N-Gain (g)

Besarnya g Interpretasi Gain Indeks

g > 0,7 Tinggi

0,3 g 0,7 Sedang

(24)

Uji statistik yang digunakan adalah menguji normalitas data, kemudian homogenitas varians (jika kedua data berdistribusi normal) dengan menggunakan software Statistical Products and Service Solutions (SPSS) version 20.0 for windows.

d. Menguji normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk karena sampel yang diambil tergolong kecil, taraf signifikansi yang digunakan sebesar 0,05.

 Rumusan untuk menguji normalitas data yaitu: : data berasal dari populasi berdistribusi normal : data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

 Kriteria pengujian normalitas data adalah sebagai berikut: 1) Jika taraf signifikansi (sig.) < 0,05 maka ditolak 2) Jika taraf signifikansi (sig.) 0,05 maka diterima e. Menguji homogenitas data menggunakan uji statistik Levene jika

data berdistribusi normal. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dengan kelas kontrol memiliki varians yang sama atau tidak. Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 0,05.

 Rumusan untuk menguji homogenitas data yaitu:

: tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

: terdapat perbedaan nilai varians yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

 Kriteria pengujian homogenitas data adalah sebagai berikut: 1) Jika taraf signifikansi (sig.) < 0,05 maka ditolak 2) Jika taraf signifikansi (sig.) 0,05 maka diterima f. Menguji kesamaan dua rata-rata (pretes dan postes) menggunakan

uji satu pihak untuk mengetahui apakah kemampuan penalaran siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari siswa kelas kontrol.

(25)

dengan asumsi varians sama (uji independent sample t-test dengan equal variances assumed)

 Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t dengan asumsi varians tidak sama (uji independent sample t-test dengan equal variances not assumed)

 Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji non parametril menggunakan uji Mann-Whitney.

g. Menguji korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar siswa menggunakan uji korelasi Pearson jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, uji korelasi Spearman jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

h. Uji Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis penelitian, dilakukan uji hipotesis yang dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.10 Uji Hipotesis Penelitian

Hipotesis Data yang Diuji Uji Statistik Peningkatan

kemampuan penalaran siswa yang

memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

Gain Indeks - Uji t (independent sample t-test dengan equal variances assumed) jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen

- Uji t dengan asumsi varians tidak sama (uji independent sample t-test dengan equal variances not assumed) jika data berasal dari populasi yang normal tetapi tidak homogen

- Uji non parametrik

(26)

Lanjutan Tabel 3.10

Hipotesis Data yang Diuji Uji Statistik Peningkatan

kemandirian belajar siswa yang

memperoleh model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

Gain Indeks - Uji t (independent sample t-test dengan equal variances assumed) jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen

- Uji t dengan asumsi varians tidak sama (uji independent sample t-test dengan equal variances not assumed) jika data berasal dari populasi yang normal tetapi tidak homogen

- Uji non parametrik

menggunakan uji Mann-Whitney jika data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal Terdapat korelasi

antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar

Hasil postes kemampuan penalaran (X) dan hasil akhir angket kemandirian belajar (Y)

- Uji korelasi Pearson jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

- Uji korelasi Spearman jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

2. Pengolahan Data Kualitatif a. Pengolahan Data Angket

(27)

Tabel 3.11

Pedoman Penskoran Angket

Pernyataan Skor

SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan penalaran siswa yang mendapatkan model PBL lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang mendapatkan model PBL lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

3. Tidak terdapat korelasi antara kemampuan penalaran dengan kemandirian belajar.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan yaitu:

1. Bahan ajar yang dibuat untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa SMP pada materi Transformasi tergolong cukup sulit. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk memilih materi lain jika ingin meningkatkan kemampuan penalaran pada siswa SMP.

2. Kuesioner angket kemandirian belajar yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi atau perkembangan zaman. Oleh karena itu disarankan agar terus menambah wawasan mengenai perkembangan zaman terutama perkembangan subjek yang akan diteliti.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Ablard, K., E. & Lipschultz, R., E. (1998). Self-Regulated Learning in High-Achieving Students: Relations to Advanced Reasoning, Achievement Goals and Gender. Journal of Educational Psychology, 90 (1): 94-101. Aisyah, S. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem-Based Learning) untuk meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Alamsyah. (2000). Suatu Pemebelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Diba, D. M. S. (2014). Implementasi Model Pembelajaran Concept Attainment Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hidayati, K. N. (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa

Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle “5-E” Dengan

Menggunakan Alat Peraga Pada Siswa Kelas V Sdn 03 Mudal Boyolali. Naskah Publikasi UMS. Tidak diterbitkan.

Hutapea, N. M. (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMA Melalui Pembelajaran Generatif. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(30)

Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Ibrahim, R. & Syaodih, S.N. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Jacob, C. (2000). Matematika sebagai Penalaran: Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berpikir. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Meningkatkan Kualitas Pendidikan Matematika pada Pendidikan Dasar. Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang, 18 November 2000.

Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Matematika. Jakarta: Kemendikbud.

Kurniawati, D. (2010). Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Model Cooperative Learning Tipe Kepala Bernomor Terstruktur pada Siswa SMP N 2 Sewon Bantul. (Skripsi). Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Lismiana, E. (2013). Pengaruh Model Learning Cycle terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mandasari, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (TRE) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Marcou, A. & George, P. (2005). Motivational Beliefs, Self-Regulated Learning

and Mathematical Problem Solving. Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology og Mathematics Education, Vol. 3, pp. 297-304. Melbourne: PME.

(31)

Montalvo, F.T. & Maria, C.G.T. (2004). Self-Regulated Learning: Current and Future Directions. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2 (1), 1-34. ISSN:1696-2095.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Council of Teacher of Mathematics, Inc.

Noor, A. I. (2013). Meningkatkan Literasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Matematis. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nur, M. (2000). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. PPs Universitas Negeri Surabaya.

Nurani, R. D. (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) antara yang Mendapatakan Pembelajaran Model Problem-Based Learning (PBL) dan Model Somatic, Auditory, Visual and Intellectual (SAVI). (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurjanah. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis, Spatial Sense dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Multimedia Interaktif Berbasis Komputer. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Papalia, O. & Feldman. (2009). Human Development. Perkembangan Manusia. Buku 1 edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.

Permana, Y. & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Educationist Journal, 1 (2), hlm. 116-123.

Rhee, C.R. & Pintrich, P.R. (2004). Teaching to Facilitate Self-Regulated Learning in Chang, J.E., & Tan, O.S (Eds). Thinking about Thinking, What Educators Need to Know (pp 31-47). Singapore: McGraw Hill Education.

Rizkianto, L. (2005). Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa SMA. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(32)

Sanjaya, W. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Shadiq, J. (2007). Penalaran atau Reasoning? Mengapa Perlu Dipelajari di Sekolah. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Sudewi, N. L., Subagia, I. W. & Tika, I. N. (2014). Studi Komparasi Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based-Learning (PBL) dan Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi

Bloom. [Online]. Diakses dari

http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ipa/article/viewFile/ 1112/858

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA. Sulistiwati. (2012). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Penalaran

Matematis pada Materi Luas Permukaan dan Volume Limas. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan kepada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Yogyakarta, tanggal 8 Juli 2004. Tidak diterbitkan. ___________. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo tanggal 7 Agustus 2005.

Surya, E. (2013). Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Turmudi. (2008). Landasan Filosofis dan Teoritis Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Exploratif dan Investigatif). Jakarta: Lauser Cita Pustaka.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Gambar 1.1 Contoh Soal penalaran TIMSS 2011
Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Daya Pembeda
+6

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat

Mengajar dalam prakteknya merupakan suatu proses penciptaan lingkungan, baik dilakukan guru maupun siswa agar terjadi meliputi juga penataan nilai-nilai

Judul Skripsi : Peningkatan Kemandirian Belajar Akuntansi Melalui Metode Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas X B-Perbankan Syariah Semester Genap SMK Teknosa

Kemudian permasalahan ini diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru matematika di MTsS Lam Ujong Aceh Besar yang berkaitan dengan kemampuan

Mengajar dalam prakteknya merupakan suatu proses penciptaan lingkungan, baik dilakukan guru maupun siswa agar terjadi meliputi juga penataan nilai-nilai

Pendidik mengidentifikasi tujuan belajar tentang nilai karakter pada peserta didik dan memotivasi dalam suatu masalah untuk pembentukan nilai karakter dalam diri peserta didik Fase

Salah Satu Jawaban Peserta Didik Untuk Indikator Menarik Kesimpulan Pada Soal No.4b Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa peserta didik sudah mampu menarik kesirnpulan dari persoalan

Berdasarkan definisi istilah, Penerapan Model Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Literasi Numerasi Peserta Didik di Sekolah Dasar Muhammadiyah Satu Banyuwangi adalah suatu