• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu v

ABSTRAK

Ogi Wahyudi. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based

Learning

Penelitian ini berjudul Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model problem-based learning atau model project-based learning. Untuk mengetahui besar perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui penerapan kedua model tersebut, maka perlu diteliti mengenai perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis melalui penerapan kedua model tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning dan siswa yang mendapatkan pembelajaran model project-based learning. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran melalui model

problem-based learning dan pembelajaran melalui model project-based learning. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP negeri di Bandung dengan sampel penelitian adalah kelas VII. Data penelitian diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis, angket sikap siswa, lembar observasi, dan jurnal harian siswa dengan pengolahan data menggunakan software SPSS versi 20 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya melalui model

problem-based learning dan siswa yang pembelajarannya menggunakan model

project-based learning; (2) Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning

dan kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning tergolong sedang; (3) Secara umum, sikap siswa terhadap model problem-based learning adalah positif (91,47%) dan sikap siswa terhadap model project-based learning adalah positif (86,27%).

(2)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vi

ABSTRACT

Ogi Wahyudi. (2015). The Enhancement of Junior High School Students’ Mathematical Critical Thinking Ability through Problem-Based Learning and Project-Based Learning

This study entitled “The Enhancement of Junior High School Students’ Mathematical Critical Thinking Ability through Problem-Based Learning and Project-Based Learning.” The background of this study is due to meta-analysis of previous studies describing that problem-based learning and project-based learning are able to enhance mathematical critical thinking ability. To know the distinction values of enhancement of students’ mathematical critical thinking ability, it is important to develop a study about comparison of enhancement students’ mathematical critical thinking ability through implication both models. The purposes of this study are: (1) to analyze statistically the enhancement distinction of mathematical critical thinking ability between students who obtained problem-based learning and students who obtained project-based learning; (2) to describe students’ attitude toward problem-based learning and project-based learning. This study was conducted in one of public junior high school in Bandung in which 7th grader students were selected as samples. Quasi experimental method was applied in this study with non-equivalent control group design. The data collection used the test of mathematical critical thinking ability, questionnaires of students’ attitude, observation sheets, and students’ daily journal. Data processing was performed by SPSS 20th version for windows. The result of study shows that: (1) There is no distinction of the enhancement of mathematical critical thinking ability between the students who obtain problem-based learning and students who obtained project-problem-based learning; (2) the quality improvement of mathematical critical thinking ability of students who get learning using problem-based learning or project-based learning are in the middle category (3) Generally, the students’ attitude toward problem-based learning is positive (91,47%) and project-based learning is positive (86,27%).

(3)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan

informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan

teknologi agar tidak tertinggal dari negara yang lebih maju. Oleh karena itu, di

setiap negara, pendidikan mendapat perhatian yang sangat penting demi

kemajuan negara tersebut agar dapat bersaing secara global.

Di Indonesia, pentingnya pendidikan tercantum dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Ketentuan Umum Pasal 1,

yaitu

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Hal yang penting untuk dikembangkan melalui proses pendidikan dalam

persaingan global adalah keterampilan berpikir. Morgan (dalam Kompasiana,

2013), memberikan kerangka tentang pentingnya pembelajaran berpikir yaitu:

(1) berpikir diperlukan untuk mengembangkan sikap dan persepsi yang

mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif; (2) berpikir perlu untuk

memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan; (3) perlu untuk memperluas

wawasan pengetahuan; (4) perlu untuk mengaktualisasikan kebermaknaan

pengetahuan; dan (5) perlu untuk mengembangkan perilaku berpikir yang

menguntungkan. Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan

kecerdasan memproses dalam life skill adalah keterampilan berpikir kritis,

(4)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2

berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir yang dapat diterima akal

reflektif yang diarahkan untuk memutuskan apa yang dikerjakan atau diyakini.

Pendidikan tentunya tidak akan terlepas dengan kurikulum. Kurikulum

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tentunya

agar kualitas pendidikan di suatu negara baik, kurikulum yang digunakan juga

haruslah baik. Matematika adalah salah satu pelajaran yang ada di setiap

jenjang pendidikan baik pendidikan dasar, menengah, ataupun tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang penting.

Matematika juga mendidik manusia untuk bisa bersikap sistematis, logis, kritis,

dan teliti.

Sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (dalam BNSP, 2006, hlm. 24)

matematika diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Hal

tersebut dapat merupakan bekal bagi siswa agar mampu mengolah dan

mengelola informasi dalam persaingan global. Oleh karena itu, matematika

dijadikan sebagai bagian dari kurikulum untuk meningkatkan sumber daya

manusia dan menunjang ilmu lainnya yang menggunakan matematika seperti

fisika, kimia, biologi, ekonomi, geografi, dan lain-lain.

Keterampilan berpikir siswa akan meningkat dengan belajar matematika,

karena pola berpikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan

melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif, sehingga akan

mampu dengan cepat dan benar menarik kesimpulan dari fakta atau data yang

diketahui atau yang ada sebelumnya (dalam Sembiring, 2010, hlm. 3). Selain

itu, kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan suatu hal yang amat

penting dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

menjadi lebih fleksibel secara mental, terbuka, dan mudah menyesuaikan

dengan berbagai situasi dan permasalahan, sehingga dapat bersaing secara

(5)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3

Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis merupakan komponen yang

sangat penting demi terciptanya generasi penerus yang berkualitas dan dapat

bersaing secara global. Menurut Dahlan (dalam Ahmad, 2014, hlm. 2),

kemampuan berpikir kritis adalah salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi

matematis (High-Order Mathematical Thinking-HOMT) yang terdiri dari

kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, analitis, kreatif, produktif,

penalaran, koneksi, komunikasi, dan pemecahan masalah matematis.

Berpikir kritis matematis adalah berpikir secara beralasan atas apa yang

diyakini dalam matematika. Menurut Glazer (dalam Nurafiah, 2013, hlm. 17),

syarat bahwa siswa memiliki kemampuan berpikir kritis matematis adalah (1)

mengetahui bagaimana menentukan suatu solusi masalah; (2) menggunakan

pengetahuan yang dimiliki, penalaran matematis, dan strategi kognitif; (3)

menghasilkan generalisasi, pembuktian, dan evaluasi; dan (4) berpikir reflektif

yang melibatkan pengomunikasian suatu solusi, rasionalisasi argumen dan

jawaban, dan penentuan cara lain untuk menjelaskan suatu konsep atau

memecahkan suatu masalah.

Namun, apabila dilihat dari hasil survei internasional, mutu pendidikan di

Indonesia masih rendah. Indonesia mengikuti Programme for International

Student Asessment (PISA) pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012.

Menurut Rumiati (2011, hlm. 15), soal PISA terdiri atas beberapa komponen

yang diujikan. Salah satu komponen tersebut adalah komponen proses yaitu

merumuskan masalah secara matematis, mampu menggunakan konsep serta

prosedur, dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika.

Hasil studi PISA tahun 2006 menempatkan Indonesia pada peringkat

ke-50 dari 57 negara dengan skor rata-rata 391 dari skor rata-rata internasional

500 (Ahmad, 2014, hlm. 2). Pada PISA tahun 2009, Indonesia hanya

menduduki peringkat ke-61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371,

sementara rata-rata skor internasional adalah 496 (Rumiati, 2011, hlm. 1).

Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara

peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 494

(6)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4

Selain itu, Indonesia juga mengikuti The Trends in International

Mathematics and Science Study (TIMSS). Soal-soal matematika dalam studi

TIMSS mengukur tingkatan kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta,

prosedur atau konsep sampai dengan menggunakannya untuk memecahkan

masalah yang sederhana maupun masalah yang memerlukan penalaran tinggi

(dalam Rumiati, 2011, hlm. 24).

Indonesia mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011.

Hasil studi TIMSS pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 34

dari 45 negara dengan skor 411 dari skor rata-rata internasional 467 (dalam

Rumiati, 2011, hlm. 1). Hasil studi TIMSS pada tahun 2007 menempatkan

Indonesia pada peringkat 36 dari 49 negara dengan skor rata-rata 397 dari skor

rata-rata internasional adalah 500 (Rumiati, 2011, hlm. 1). Hasil studi TIMSS

pada tahun 2011 menempatkan Indonesia pada peringkat 38 dari 42 negara

dengan skor rata-rata 386 dari skor rata-rata internasional adalah 500

(International Association of Educational Achievement, 2012). Hasil

studi-studi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah bersaing secara

global.

Salah satu aspek yang diukur dalam PISA dan TIMSS adalah

kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah salah satu aspek

dari berpikir kritis matematis. Jika dilihat dari hasil studi PISA dan TIMSS

yang rendah, maka diperlukan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan

kemampuan berpikir kritis matematis.

Selain itu, hasil identifikasi dan analisis dalam studi pendahuluan

Hasanah (2008, hlm. 8) terhadap kegiatan dan hasil belajar di beberapa SMA di

Bandung dan Cimahi menunjukkan: (1) Kemampuan berpikir kritis dan

kemampuan berpikir kreatif masih jauh dari yang diharapkan, hanya sekitar 9%

siswa yang dapat menyelesaikan tes kemampuan berpikir kritis dan

kemampuan berpikir kreatif dari 703 siswa yang diuji; (2) sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika cenderung negatif. Oleh karena itu, diperlukan

(7)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 5

dan pembelajarannya pun dapat membuat siswa menjadi senang, sehingga

sikap terhadap pembelajaran matematika menjadi positif.

Sikap adalah penilaian subjektif siswa terhadap objek tertentu yang

mempengaruhi perasaan diri. Bermakna atau tidaknya pembelajaran yang

diperoleh siswa akan mempengaruhi sikap terhadap pembelajaran.

Pembelajaran akan terasa bermakna apabila pembelajaran dikaitkan dengan

aktivitas kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh misalnya pada materi geometri,

berapa banyak pagar yang dibutuhkan untuk memagari kebun berbentuk

persegi panjang. Siswa akan diilustrasikan misalnya dengan bantuan gambar

sebuah persegi panjang yang mewakili kebun tersebut, kemudian dituntut

untuk berpikir kritis bagaimana memagari kebun tersebut hingga sampai

menemukan berapa banyak pagar yang dibutuhkan.

Geometri berkaitan langsung dengan masalah kehidupan sehari-hari

seperti halnya dahulu orang-orang Mesir Kuno menggunakan konsep geometri

salah satunya untuk berladang. Van de Walle (dalam Sarjiman, 2006, hlm. 75)

mengatakan bahwa geometri memainkan peranan utama dalam bidang

keilmuan lainnya. Geometri dapat dijumpai dalam sistem tata surya, formasi

geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, bintang sampai pada karya seni

arsitektur dan hasil kerja mesin. Hal ini mempertegas bahwa materi geometri

sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, dari penelitian Hasanah dan Jannah (2013, hlm. 595) hasil

belajar siswa kelas VII masih rendah dalam memahami materi segiempat,

yaitu siswa kurang paham bagian-bagian mana yang merupakan panjang,

lebar, tinggi, sisi, maupun diagonal dan proses pembelajaran matematika

yang masih bersifat abstrak tanpa mengaitkan permasalahan matematika

dengan kehidupan sehari-hari.

Problem-based learning merupakan model pembelajaran yang

menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk

belajar. Peserta didik bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari

permasalahan yang diberikan. Karakteristik model problem-based learning

(8)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 6

self-directed problem server, mendorong siswa untuk mampu mengelaborasi

masalah dengan membuat konjektur dan merencanakan penyelesaiannya,

memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian

masalah, melatih siswa menjadi terampil dalam menyajikan temuan, dan

membiasakan siswa untuk merefleksikan cara berpikirnya untuk

menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu, diduga model problem-based learning dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun tahapan-tahapan

model problem-based learning (dalam Wijaya, 2014, hlm. 3), yaitu (1)

orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisasikan peserta didik, (3)

membimbing penyelidikan individu dan kelompok, (4) mengembangkan dan

menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisa dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

Model pembelajaran lain yang diduga dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis matematis adalah project-based learning. Project-based learning

merupakan model pembelajaran yang melibatkan proyek. Proyek tersebut

memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan pada permasalahan sebagai

langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru

berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas. Beberapa kelebihan dari

project-based learning menurut Widyantini (2014, hlm. 5-6), yaitu

meningkatkan motivasi siswa, meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah, meningkatkan keterampilan siswa dalam mencari informasi,

meningkatkan keterampilan mengelola sumber, dan mendorong siswa untuk

mengembangkan keterampilan komunikasi.

Pada penelitian Nurdiansyah tahun 2011 yang berjudul “Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah” dengan materi geometri (dimensi tiga), memberikan kesimpulan bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Demikian

pula dengan penelitian Muliawati tahun 2010 yang berjudul “Meningkatkan

(9)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 7

Project-Based Learning” dengan materi geometri (segiempat), memberikan

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model project-based

learning peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa lebih baik daripada

dengan pembelajaran konvensional.

Perbedaan antara model problem-based learning dan project-based

learning dilihat dari posisi dalam pembelajarannya, model problem-based

learning digunakan untuk memahami materi yang diberikan, sedangkan model

project-based learning siswa dipahamkan terlebih dahulu secara garis besar

mengenai materi dasar untuk mendukung pengerjaan proyek dan sisanya siswa

mencari informasi sendiri secara mandiri baik membaca buku, bertanya kepada

guru, atau browsing internet. Oleh karena itu, dari aspek-aspek berpikir kritis

matematis yang terdiri atas aspek konsep, aspek generalisasi, aspek algoritma,

dan aspek pemecahan masalah, diduga bahwa model problem-based learning

dapat lebih optimal dalam aspek konsep, aspek generalisasi, dan aspek

algoritma, dibandingkan dengan model project-based learning.

Namun, untuk aspek pemecahan masalah, diduga bahwa model

project-based learning lebih optimal daripada model problem-based learning, karena

dalam tahapan pemecahan masalah pada model project-based learning siswa

diharuskan menghasilkan solusi atau strategi untuk memecahkan masalah,

sedangkan model problem-based learning pemecahan masalah merupakan

salah satu bagian dari proses, bukan fokus dalam manajemen masalah.

Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimanakah perbandingan

peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dari masing-masing model

tersebut. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui sikap siswa terhadap

pembelajaran model problem-based learning dan model project-based

learning, apakah siswa merasa nyaman atau justru sebaliknya ketika belajar

dengan model tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

diuraikan di atas, peneliti ingin mengkaji kemampuan berpikir kritis matematis

siswa antara yang memperoleh pembelajaran model problem-based learning

(10)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 8

“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning.”

B.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa antara yang mendapatkan model problem-based learning

dengan yang mendapatkan model project-based learning?

2. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning?

3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran model project-based learning?

4. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model

problem-based learning?

5. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model

project-based learning?

C.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa antara yang mendapatkan model problem-based learning dengan yang

mendapatkan model project-based learning.

2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning.

3. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran model project-based learning.

4. Mengetahui sikap siswa terhadap model problem-based learning.

5. Mengetahui sikap siswa terhadap model project-based learning.

(11)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 9

1. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan wawasan baru

dalam belajar yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis matematis siswa tersebut. Selain itu, penelitian ini dapat melatih siswa

untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

proses pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi

kepada para guru mengenai pembelajaran model problem-based learning

dan model project-based learning.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam penerapan

pembelajaran dengan model problem-based learning dan model

project-based learning.

4. Bagi Pemerhati Pendidikan

Penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia khususnya dalam bidang matematika, serta dapat

menjadi bahan pertimbangan pemilihan model pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, ada beberapa istilah-istilah yang perlu

didefinisikan sebagai berikut:

1. Berpikir Kritis Matematis

Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan

menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

atau dilakukan. Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis dalam

(12)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 10

aspek mengidentifikasi konsep dan justification (mengklaim pembenaran),

menggeneralisasi, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah.

2. Model Problem-Based Learning

Problem-based learning adalah model pembelajaran yang menyajikan

masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar di

mana peserta didik bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari

permasalahan yang diberikan. Tahapan-tahapan model problem-based

learning, yaitu (1) orientasi peserta didik pada masalah, (2)

mengorganisasikan peserta didik, (3) membimbing penyelidikan individu

dan kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5)

menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Model Project-Based Learning

Project-based learning adalah model pembelajaran yang melibatkan

proyek. Proyek tersebut memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan

pada permasalahan sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan

mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam

beraktivitas. Tahapan-tahapan model project-based learning, yaitu (1)

penentuan pertanyaan mendasar, (2) mendesain perencanaan proyek, (3)

menyusun jadwal, (4) memonitor siswa dan kemajuan proyek, (5) menguji

hasil, dan (6) mengevaluasi pengalaman.

4. Sikap

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap

pembelajaran, yakni pembelajaran terhadap model problem-based learning

dan model project-based learning. Sikap terhadap pembelajaran adalah

penilaian secara relatif yang dipengaruhi oleh perasaan diri terhadap suatu

pembelajaran.

F. Struktur Organisasi

Skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu Bab I pendahuluan, Bab II kajian

pustaka, Bab III metode penelitian, Bab IV temuan dan pembahasan, serta Bab

(13)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 11

rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II

berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan berpikir kritis matematis,

model problem-based learning dan model project-based learning,

penelitian-penelitian yang relevan, dan hipotesis penelitian-penelitian.

Bab III berisi tentang desain dan metode penelitian yang dilakukan,

populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan

prosedur analisis data. Bab IV berisi tentang hasil temuan penelitian dan

pembahasan. Bab V berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi yang

menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan

penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari

(14)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 25

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimen, yaitu desain

kelompok kontrol non-ekivalen. Penelitian ini akan memberikan perlakuan

terhadap variabel bebas, yaitu pembelajaran model problem-based learning

dan project-based learning untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel

terikatnya, yaitu kemampuan berpikir kritis matematis. Menurut Ruseffendi

(2005, hlm. 35) penelitian eksperimen adalah penelitian yang bertujuan

untuk melihat sebab akibat yang dilakukan terhadap variabel bebas,

kemudian dilihat hasilnya pada variabel terikat.

Pada penelitian ini terdapat dua kelas, yaitu kelas problem-based

learning dan kelas project-based learning. Kelas problem-based learning

adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model

problem-based learning. Kelas project-based learning adalah kelas yang mendapatkan

pembelajaran menggunakan model project-based learning. Berdasarkan hal

tersebut, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut

(dalam Ruseffendi, 2005, hlm. 53).

Keterangan:

O : Pretes/postes kemampuan berpikir kritis matematis

X1 : Pembelajaran matematika dengan model problem-based learning

X2 : Pembelajaran matematika dengan model project-based learning

--- : Pengambilan sampel tidak secara acak

Pretes Perlakuan Postes

O X1 O

(15)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 26

Kedua kelas akan mendapatkan pretes dan postes. Pretes dilakukan

sebelum adanya perlakuan atau pembelajaran. Setelah perlakuan atau

pembelajaran diberikan, maka selanjutnya diberikan postes untuk mengetahui

hasil dari pembelajaran yang dilakukan pada kelas problem-based learning dan

kelas project-based learning.

B.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester

genap tahun pelajaran 2014/2015 pada salah satu Sekolah Menengah Pertama

Negeri di Kota Bandung. Adapun pengambilan sampel dilakukan tidak secara

acak. Berdasarkan pengambilan sampel tersebut diperoleh dua kelas

eksperimen yang digunakan dalam penelitian sebagai subjek penelitian.

Materi yang akan diteliti adalah segi empat pada semester genap.

Sebagai sampel, diambil dua kelas dari delapan kelas yang ada. Kelas VII.2

ditetapkan sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya menggunakan

model problem-based learning dan VII.1 ditetapkan sebagai kelas eksperimen

II yang pembelajarannya menggunakan model project-based learning. Kedua

kelas diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrumen yang sama.

Satu kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan model

problem-based learning dan satu kelas eksperimen lainnya diberikan perlakuan

berupa pembelajaran dengan model project-based learning.

C.Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS), serta

instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen tes dan instrumen non-tes.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan

pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP untuk kelas

problem-based learning disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran

(16)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 27

learning disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran model

project-based learning.

Lembar kerja siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar yang berupa lembaran

kertas berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas

pembelajaran yang harus dikerjakan siswa. Pada kelas problem-based learning,

lembar kerja siswa disesuaikan dengan model pembelajaran problem-based

learning, sedangkan lembar kerja siswa kelas project-based learning

disesuaikan dengan model pembelajaran project-based learning.

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes

kemampuan berpikir kritis matematis. Pelaksanaan tes pada penelitian ini

dilakukan dua kali, yaitu pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa

dalam memahami konsep suatu materi matematika yang dipelajarinya sebelum

mendapat perlakuan dan postes untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas

(pembelajaran model problem-based learning atau project-based learning)

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

setelah mendapatkan perlakuan.

Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis

berbentuk uraian. Menurut Suherman (2003, hlm. 77) penyajian soal tipe

subjektif dalam bentuk uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

1. pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan bisa dibuat dalam

kurun waktu yang tidak terlalu lama,

2. hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, dan

3. proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif

siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematis,

menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang

relevan.

Selain itu, beberapa kelebihan soal bentuk uraian menurut Munaf

(2001, hlm. 9) adalah sebagai berikut:

1. dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam

(17)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 28

serta mengemukakan gagasan-gagasan secara rinci dan teratur yang

dinyatakan dalam bentuk tulisan,

2. dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam menyatakan gagasan atau pendapat,

3. dapat lebih mudah dan lebih cepat tersusun, dan

4. faktor menebak jawaban yang benar dapat dihilangkan.

Adapun pemberian skor tes kemampuan berpikir kritis matematis yang

dimodifikasi dari Facione (dalam Somakim, 2012, hlm. 83) disajikan pada

Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Aspek yang

Diukur Respons Siswa terhadap Soal Skor

1 Konsep

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Hanya mengidentifikasi konsep yang diberikan 1

Mengidentifikasi konsep yang diberikan

dengan benar dan memberikan alasan yang

salah

2

Mengidentifikasi konsep yang diberikan

dengan benar dan memberikan alasan yang

benar, tetapi kurang lengkap

3

Mengidentifikasi konsep yang diberikan dan

memberikan alasan yang benar dan lengkap 4

2 Menggene-ralisasi

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Hanya melengkapi data pendukung dengan

lengkap dan benar 1

Melengkapi data pendukung dengan lengkap

dan benar, tetapi salah dalam menentukan

keterkaitannya.

(18)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 29

Melengkapi data pendukung dan menentukan

keterkaitannya dengan lengkap dan benar tetapi

penyimpulannya salah

3

Melengkapi data pendukung dan menentukan

keterkaitannya serta penyimpulannya,

semuanya lengkap dan benar.

4

No. Aspek yang

Diukur Respon Siswa terhadap Soal Skor

3 Algoritma

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan. 0

Hanya memeriksa algoritma pemecahan masalah

saja tetapi benar 1

Memeriksa algoritma pemecahan masalah

dengan benar tetapi salah dalam memperbaiki

kekeliruan.

2

Memeriksa algoritma pemecahan masalah

dengan benar dan memperbaiki kekeliruan, tetapi

kurang lengkap

3

Memeriksa dan memperbaiki langkah algoritma

pemecahan masalah dengan lengkap dan benar 4

4 Memecahkan Masalah

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan. 0

Hanya mengidentifikasi soal (diketahui dan

ditanyakan) tetapi benar. 1

Mengidentifikasi soal (diketahui dan ditanyakan)

dengan benar tetapi model matematis dan

penyelesaiannya salah.

2

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan)

(19)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 30

penyelesaiannya terdapat kesalahan dalam proses

perhitungan sehingga hasilnya menjadi salah.

Mengidentifikasi soal (diketahui dan

ditanyakan) dan membuat model matematis

dengan benar, kemudian menyelesaikannya

dengan benar.

4

Sebelum digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu soal tes tersebut

diuji cobakan pada siswa di luar sampel penelitian yang sudah mempelajari

materi yang akan diujikan. Pengolahan data hasil uji soal tersebut

menggunakan bantuan sofware ANATES V4 untuk mengetahui validitas butir

soal, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran butir soal.

1. Validitas

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat

tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas

yang diujikan terdiri atas uji validitas logis dan validitas empiris. Validitas

logis untuk mengetahui kesesuaian soal dengan indikator yang digunakan.

Uji validitas logis dilakukan dengan menelaah setiap butir soal yang

dipertimbangkan oleh dosen pembimbing dan guru bidang studi.

Validitas empiris ditentukan berdasarkan koefisien validitas yang

perhitungannya menggunakan software ANATES V4. Menurut Suherman

(2003, hlm. 113), hasil analisis data dalam menentukan koefisien

validitasnya selanjutnya dicocokkan dengan kriteria validitas dari alat

evaluasi tersebut. Berikut disajikan kriteria tingkat validitas pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Kriteria Tingkat Validitas Validitas ( ) Keterangan

sangat tinggi

(20)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 31

sedang

rendah

sangat rendah

tidak valid

Setelah soal tes diuji cobakan dan dianalisis dengan software

ANATES V4, diperoleh nilai koefisien validitas (rxy) sebesar 0,82.

Berdasarkan kriteria pada Tabel 3.2, maka keseluruhan validitas soal

memiliki validitas tinggi. Berikut disajikan rincian validitas dari tiap butir

soal pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal Koefisien Validitas Signifikansi Interpretasi

1a 0,625 signifikan validitas sedang

1b 0,889 sangat signifikan validitas tinggi

2a 0,896 sangat signifikan validitas tinggi

2b 0,897 sangat signifikan validitas tinggi

3 0,648 signifikan validitas sedang

4 0,707 signifikan validitas tinggi

5 0,588 signifikan validitas sedang

Validitas tiap butir soal perlu dilakukan uji signifikansi (keberartian)

dengan menggunakan statistik uji t, yaitu:

dengan

t : nilai hitung koefisien validitas

rxy : nilai koefisien korelasi/validitas tiap butir soal

n : jumlah responden

(21)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 32

Hasil di atas dibandingkan dengan nilai t dengan dan derajat

kebebasan . Jika thitung > ttabel maka koefisien validitas butir soal pada taraf signifikansi yang digunakan berarti. Adapun langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut.

a. Perumusan Hipotesis

H0: Validitas butir soal nomor 1 tidak berarti

H1: Validitas butir soal nomor 1 berarti

b. Besaran-Besaran yang Diperlukan

, sehingga diperoleh

c. Kriteria Pengujian

Taraf nyata yang diambil adalah , dari tabel distribusi student t

diperoleh . Karena , maka H0 ditolak.

d. Kesimpulan

Karena H0 ditolak, maka butir soal nomor 1 berarti. Pengujian

keberartian butir soal lain, langkah-langkahnya sama seperti perhitungan

di atas. Berikut adalah hasil pengujian keberartian untuk tiap butir soal.

Tabel 3.4

Hasil Uji Keberartian Tiap Butir Soal

No. Soal thitung ttabel Keterangan

1a 4,53 2,04 Berarti

1b 10,98 2,04 Berarti

2a 11,41 2,04 Berarti

2b 11,48 2,04 Berarti

3 4,81 2,04 Berarti

4 5,66 2,04 Berarti

5 4,11 2,04 Berarti

(22)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 33

Pengujian reliabilitas suatu soal tes dimaksudkan untuk melihat

apakah soal tes tersebut dapat secara konsisten mengukur kemampuan

berpikir kritis matematis siswa (memiliki karakteristik yang sama) atau

tidak. Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas

menggunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (dalam Suherman,

2003, hlm. 139). Berikut disajikan kriteria tingkat reliabilitas.

Tabel 3.5

Kriteria Tingkat Reliabilitas Reliabilitas ( ) Keterangan

sangat tinggi

tinggi

sedang

rendah

sangat rendah

Dari hasil perhitungan menggunakan software ANATES V4,

diperoleh derajat reliabilitas sebesar 0,90. Berdasarkan kriteria tingkat

reliabilitas pada Tabel 3.5 di atas, maka soal tes yang digunakan memiliki

reliabilitas yang sangat tinggi. Dengan kata lain, soal tersebut dapat secara

konsisten mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa (memiliki

karakteristik yang sama).

3. Daya Pembeda

Pengertian daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang

mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat

menjawab soal tersebut. Berikut disajikan klasifikasi untuk daya pembeda

menurut Suherman (2003, hlm. 161) pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kriteria Tingkat Daya Pembeda Daya Pembeda ( ) Keterangan

sangat baik

(23)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 34

cukup

jelek

sangat jelek

Perhitungan daya pembeda (DP) menggunakan software ANATES

V4. Berikut disajikan hasil pengolahan daya pembeda (DP) tiap butir soal.

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda (%) Interpretasi

1a 30,56 cukup

1b 41,67 baik

2a 69,44 baik

2b 77,78 sangat baik

3 36,11 cukup

4 58,33 baik

5 47,22 baik

Dari Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa tiap butir soal secara umum cukup

baik untuk dapat membedakan testi yang mengetahui jawaban dengan benar

dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Hal ini dilihat karena

tidak ada satu pun soal yang termasuk dalam kategori daya pembeda jelek

atau sangat jelek.

4. Indeks Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah suatu parameter untuk menyatakan bahwa

butir soal termasuk kategori mudah, sedang, atau sukar. Pada Tabel 3.8

disajikan kriteria indeks kesukaran menurut Suherman (2003, hlm. 170)

sebagai berikut.

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran ( ) Keterangan

sangat mudah

(24)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 35

sedang

sukar

sangat sukar

Hasil perhitungan indeks kesukaran untuk masing-masing butir soal

diolah dengan bantuan software ANATES V4. Berikut pada Tabel 3.9

disajikan indeks kesukaran untuk masing-masing butir soal.

Tabel 3.9

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran (%) Keterangan

1a 73,61 mudah

1b 76,39 mudah

2a 56,94 sedang

2b 55,56 sedang

3 23,61 sukar

4 40,28 sedang

5 23,61 sukar

Selain instrumen tes, instrumen non-tes yang digunakan terdiri atas jurnal

harian, angket, dan lembar observasi. Jurnal harian adalah catatan siswa yang

berisi tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung

tiap pertemuan pembelajaran. Jurnal harian ini ditujukan untuk mengetahui

sikap atau respons siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model

problem-based learning atau model project-based learning. Jurnal harian

diberikan dan diisi oleh siswa pada setiap akhir pembelajaran sebagai bahan

refleksi bagi guru untuk memperbaiki pembelajaran pada pertemuan

selanjutnya.

Definisi angket menurut Suherman (2003, hlm. 56) adalah sebuah daftar

pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden yang berfungsi

sebagai alat pengumpul data. Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data

yang berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, dan

(25)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 36

responden adalah siswa kelas problem-based learning dan siswa kelas

project-based learning. Angket ini diberikan kepada siswa untuk mengetahui sikap

siswa terhadap model problem-based learning atau model project-based

learning.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert

dengan derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam

empat kategori, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S),

dan sangat setuju (SS). Opsi netral dihilangkan agar tidak ada jawaban yang

ragu-ragu, dengan skor netralnya adalah 3. Jika skor rata-ratanya kurang dari

skor netral, maka siswa dianggap bersifat negatif terhadap pembelajaran model

problem-based learning atau model project-based learning. Sebaliknya, jika

skor rata-ratanya lebih dari skor netral, maka siswa dianggap bersifat positif

terhadap problem-based learning atau model project-based learning. Angket

ini diberikan kepada siswa pada pertemuan terakhir setelah postes.

Lembar observasi adalah lembar aktivitas guru dan aktivitas siswa

selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas guru

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan model problem-based

learning atau project-based learning di dalam kelas. Selain itu, lembar

observasi ini juga digunakan sebagai bahan evaluasi bagi guru dengan melihat

apakah pembelajaran berlangsung sesuai dengan langkah pelaksanaan model

pembelajaran yang digunakan atau tidak. Lembar observasi aktivitas siswa

digunakan untuk mengamati sikap siswa terhadap pembelajaran. Lembar

observasi ini diisi oleh observer selama proses pembelajaran berlangsung pada

setiap pertemuan pembelajaran.

D.Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Pengkajian masalah beserta latar belakangnya dan studi literatur

b. Membuat proposal penelitian

c. Menyusun dan menguji instrumen penelitian

d. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa

(26)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 37

e. Membuat perizinan untuk penelitian

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas yang disesuaikan

dengan materi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian

b. Pelaksanaan pretes untuk kedua kelas

c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan mengimplementasikan model

problem-based learning pada kelas eksperimen I dan model

project-based learning pada kelas eksperimen II

d. Pemberian jurnal harian siswa setiap pertemuan pembelajaran pada

kedua kelas

e. Pelaksanaan postes untuk kedua kelas

f. Pemberian angket sikap siswa terhadap pembelajaran model

problem-based learning pada kelas eksperimen I dan terhadap pembelajaran

model project-based learning untuk kelas eksperimen II

3. Tahap Analisis Data

a. Pengolahan data hasil penelitian

b. Analisis data hasil penelitian

c. Penyimpulan data hasil penelitian

Secara umum, prosedur pelaksanaan penelitian ini digambarkan dalam

bentuk diagram sebagai berikut.

Observasi

Angket Sikap Siswa terhadap model

project-Observasi Menentukan populasi dan sampel

Mempersiapkan instrumen

Validasi instrumen

Kelas Eksperimen I:

Problem-Based Learning

Pretes

Angket Sikap Siswa terhadap model

Kelas Eksperimen II:

(27)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 38

E.Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi menjadi dua, yaitu data

kuantitatif dan data kualitatif. Adapun prosedur analisis data adalah sebagai

berikut:

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif meliputi data hasil pretes, postes, dan data N-gain.

a. Analisis Data Tes Awal (Pretes)

Pretes dilakukan untuk melihat kemampuan awal dari kedua kelas

apakah sama atau berbeda. Hal ini dapat dilihat melalui uji kesamaan

rata-rata terhadap data hasil pretes kedua kelas. Uji dilakukan dengan

bantuan software IBM SPSS Statistics 20 for Windows, yaitu dengan

menggunakan Independent Sample T-Test. Jika hasil pengujian

menunjukkan hasil yang signifikan, artinya tidak ada perbedaan rata-rata

(28)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 39

awal kelas project-based learning dan kelas project-based learning

adalah sama.

Asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji-t adalah

normalitas dan homogenitas data. Oleh karena itu, sebelum pengujian

IndependentSample T-Test terhadap data pretes dilakukan, maka terlebih

dahulu dilakukan langkah-langkah berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua

kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak

berdistribusi normal. Karena sampel jumlahnya >30, uji normalitas

yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk. Hipotesis dalam pengujian

normalitas data pretes sebagai berikut:

i) H0 : Data pretes berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

ii) H1 : Data pretes berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Taraf signifikan yang digunakan adalah 5% dengan kriteria

pengujiannya sebagai berikut:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh memiliki varians yang homogen atau tidak. Pengujian

homogenitas data pretes menggunakan uji Levene dengan perumusan

hipotesis sebagai berikut:

i) H0 : Varians data pretes homogen.

ii) H1 : Varians data pretes tidak homogen.

Taraf signifikan yang digunakan adalah 5% dengan kriteria

pengujiannya sebagai berikut:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

(29)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 40

Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui

perbedaan dua rata-rata dari data pretes yang diperoleh. Hipotesis

dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai

berikut:

i) H0 : µ1 = µ2 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal

yang signifikan antara kelas problem-based learning dan kelas

project-based learning.

ii) H1 : µ1 ≠ µ2 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang

signifikan antara kelas problem-based learning dan kelas

project-based learning.

Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka

dilakukan uji-t (uji independent sample t-test). Jika kedua data

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka dilakukan uji-t

dengan asumsi varians tidak sama (uji independent sample t-test

dengan equal variances not assumed). Jika salah satu atau kedua data

tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji Mann-Whitney. Taraf

signifikan yang digunakan adalah 5% dengan kriteria pengujiannya:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

b. Analisis Data Tes Akhir (Postes)

Postes dilakukan untuk melihat perbedaan pencapaian pada kedua

kelas setelah diberi perlakuan apabila rata-rata pretes tidak terdapat

perbedaan dari hasil uji statistik sebelumnya. Uji dilakukan dengan

bantuan software IBM SPSS Statistic 20 for Windows, yaitu dengan

menggunakan Independent Sample T-Test. Jika hasil pengujian

menunjukkan hasil yang signifikan, artinya tidak ada perbedaan rata-rata

yang berarti dari kedua kelas, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan

akhir kelas problem-based learning dan kelas project-based learning

(30)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 41

adalah normalitas dan homogenitas data. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah:

1) Uji Normalitas

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

i) H0 : Data postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

ii) H1 : Data postes berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal.

Taraf signifikan yang digunakan adalah 5%, maka kriteria

pengujiannya adalah:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas data postes menggunakan uji Levene

dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

i) H0 : Varians data postes homogen.

ii) H1 : Varians data postes tidak homogen.

Taraf signifikan yang digunakan adalah 5%, maka kriteria

pengujiannya adalah:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

3) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Hipotesis dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (uji dua

pihak) sebagai berikut:

i) H0 : µ1 = µ2 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan akhir

yang signifikan antara kelas problem-based learning dan kelas

project-based learning.

ii) H1 : µ1 ≠ µ2 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan akhir yang

signifikan antara kelas problem-based learning dan kelas

(31)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 42

Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka

dilakukan uji-t (uji independent sample t-test). Jika kedua data

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka dilakukan uji-t

dengan asumsi varians tidak sama (uji independent sample t-test

dengan equal variances not assumed).

Jika salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal, maka

dilakukan uji Mann-Whitney. Taraf signifikan yang digunakan adalah

5%, maka kriteria pengujiannya adalah:

i) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

c. Analisis Data Gain Ternormalisasi (N-Gain)

Perhitungan gain ternormalisasi atau N-gain bertujuan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Perhitungan

tersebut diperoleh dari nilai pretes dan postes masing-masing kelas yaitu

kelas problem-based learning dan kelas project-based learning.

Pengolahan gain ternormalisasi (dalam Hake, 1999, hlm.1) dihitung

dengan rumus:

N-gain

keterangan:

N-gain : gain ternormalisasi

: skor pretes

: skor postes

: skor maksimal ideal

Analisis data N-gain sama dengan analisis data pretes, dengan

asumsi yang harus dipenuhi sebelum uji perbedaan dua rata-rata, adalah

normalitas dan homogenitas data N-gain. Menurut Hake (1999, hlm. 1),

peningkatan yang terjadi pada kedua kelas dapat dilihat menggunakan

rumus N-gain dan ditaksir menggunakan kriteria N-gain yang ada pada

Tabel 3.10 berikut:

(32)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 43

Kriteria Tingkat N-Gain

N-gain Keterangan

N-gain Tinggi

N-gain Sedang

N-gain Rendah

2. Pengolahan Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari lembar observasi, angket, dan jurnal

harian siswa. Prosedur pengolahan data kualitatif adalah sebagai berikut.

a. Pengolahan Data Hasil Observasi

Lembar observasi aktivitas guru memberikan gambaran mengenai

aktivitas pembelajaran menggunakan model problem-based learning dan

model project-based learning. Lembar observasi aktivitas siswa

memberikan gambaran aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

Data yang diperoleh dari lembar observasi tersebut diolah dan dianalisis

secara deskriptif.

b. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan menggunakan Skala

Likert. Data yang diperoleh dari angket dikelompokkan berdasarkan

jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak

setuju (STS) untuk tiap pertanyaan. Setiap jawaban memiliki bobot

tertentu. Untuk pernyataan bersifat positif (favorable), jawaban sangat

setuju (SS) diberi skor 5, setuju (S) diberi skor 4, tidak setuju (TS) diberi

skor 2, dan sangat tidak setuju (TS) diberi skor 1. Untuk pernyataan

bersifat negatif (unfavorable), jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1,

setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 4, dan sangat tidak

setuju (TS) diberi skor 5.

Jika rata-rata yang diperoleh lebih besar dari tiga, maka responden

menyatakan sikap positif terhadap pembelajaran yang dilakukan. Skor

untuk setiap pernyataan tidak disajikan dalam lembaran angket, tetapi

(33)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 44

penyusunan pernyataan favorable dan unfavorable tidak berpola agar

jawaban siswa tidak spekulatif.

Selanjutnya untuk mencari persentase angket untuk setiap butir

pernyataan, digunakan rumus perhitungan persentase sebagai berikut.

Keterangan:

P : persentase jawaban

f : frekuensi jawaban

n : banyak responden

Menurut Riana (2011, hlm. 47), persentase jawaban siswa dapat

[image:33.595.152.512.353.530.2]

diinterpretasikan seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.11

Kategori Persentase Angket

Besar Persentase Kategori

Tidak ada

Sebagian kecil

Hampir setengahnya

Setengahnya

Sebagian besar

Pada umumnya

Seluruhnya

c. Pengolahan Data Jurnal Harian Siswa

Data yang diperoleh dari jurnal harian siswa berupa pernyataan

siswa mengenai pembelajaran yang didapatkan pada tiap pertemuan.

Data tersebut kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan

kecenderungan sikap siswa, kemudian dipersentasekan apakah positif

(34)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 75

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV penelitian,

kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut.

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model

problem-based learning dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

model project-based learning.

2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran model problem-based learning tergolong

sedang.

3. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran model project-based learning tergolong sedang.

4. Pada umumnya, sikap siswa terhadap model problem-based learning

tergolong positif (91,47%).

5. Pada umumnya, sikap siswa terhadap model project-based learning

tergolong positif (86,27%).

B.Implikasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang

diperoleh, maka implikasi penelitian ini adalah model problem-based learning

dan model project-based learning dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

C.Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang

diperoleh, maka rekomendasi yang dapat penulis berikan berkaitan dengan

(35)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 76

1. Sebaiknya bahan ajar, khususnya LKS yang digunakan untuk siswa tidak

terlalu banyak agar mudah dalam manajemen waktu saat pembelajaran.

2. Pada penelitian ini, kemampuan yang diukur adalah berpikir kritis

matematis dengan materi segiempat. Oleh karena itu, untuk peneliti yang

akan datang sebaiknya mengukur kemampuan berpikir kritis matematis

(36)

Ogi Wahyudi, 2015

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 77

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Z. (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Antara yang Mendapatkan Pembelajaran dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif Piaget dan Hasweh. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Kompetensi Lulusan. [Online]. Tersedia di: http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/2009/04/SKL_MAPEL_SMP_MTs.pdf. [Diakses 7 Desember 2014].

Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice–Hall, Inc.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change / Gain Score. [Online]. Tersedia di: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [Diakses 27 November 2014].

Hasanah, A. (2008). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA di Bandung dan Cimahi. Hibah Kompetitif: Tidak Diterbitkan.

Hasanah, S. I. & Jannah, U. R. (2013). Penggunaan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Segiempat. Himpunan Matematika Indonesia, KNPM V, hlm. 594-601.

Hasruddin. (2009). Memaksimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual. Tabularasa PPS UNIMED,

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Validitas
Tabel 3.3 Validitas Tiap Butir Soal
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Reliabilitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: (1) perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang belajar melalui problem-based

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Creative

Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP”

Skripsi ini berjudul Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Berpikir Kritis Matematis Siswa yang Diajar Melalui Pembelajaran Problem Based Learning

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa, perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) terdapat perbedaan signifikan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang pembelajarannya menggunakan

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Gender Kelas Eksperimen Gender Indikator Berpikir Kritis Interpretasi Analisis Evaluasi Inferensi PBL

SIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran menggunakan model problem based learning berbantu media interaktif berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis pada peserta didik kelas V