• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi

oleh

Dwie Saptarani

NIM 1100053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA

oleh

Dwie Saptarani

NIM 1100053

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Riandi, M.Si.

NIP. 19630501198831002

Pembimbing II

Dr. Diana Rochintaniawati, M.Ed.

NIP. 196709191991032001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Dr. Bambang Supriatno, MS.

(3)

PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU

SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG

PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA

Oleh Dwie Saptarani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Dwie Saptarani 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(4)

PERNYATAAN

“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENALARAN INFORMAL MENGENAI ISU SOSIO-SAINTIFIK PADA JENJANG PENDIDIKAN SD, SMP, DAN SMA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.

Bandung, Agustus 2015

Pembuat pernyataan

Dwie Saptarani

(5)

Dwie Saptarani (2015). Penalaran Informal mengenai Isu Sosio-Saintifik pada Jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA.

ABSTRAK

Penalaran informal (intuitif, emotif, dan rasional) merupakan penalaran paling mendasar yang digunakan oleh kebanyakan orang dalam menyelesaikan permasalahan isu sosio-saintifik. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, penalaran informal mestinya berkembang dari intuitif menuju rasional. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana penalaran informal siswa pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif melibatkan 20 siswa SD, 30 siswa SMP, dan 30 siswa SMA yang bersekolah pada yayasan yang sama, sehingga diperkirakan akan terlihat bagaimana peran sekolah dalam membangun kemampuan bernalar siswa. Data diperoleh berdasarkan respon siswa terhadap kuesioner terbuka mengenai isu sosio-saintifik yang dikemas dalam lima soal kuesioner tertulis, dan melalui wawancara secara individual terkait respon siswa terhadap kuesioner. Jawaban siswa kemudian dikelompokkan menjadi intuitif, emotif, dan rasional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penalaran informal yang cenderung muncul pada jenjang SD adalah penalaran intuitif, penalaran yang muncul pada jenjang SMP adalah penalaran rasional, dan penalaran informal yang cenderung muncul pada jenjang SMA adalah penalaran emotif dan rasional. Sedangkan penalaran informal yang cenderung muncul pada siswa perempuan adalah penalaran rasional, dan yang cenderung muncul pada siswa laki-laki adalah penalaran intuitif.

(6)

Dwie Saptarani (2015). Informal Reasoning Regarding Socio-Scientific Issues at the Elementary School, Junior High School, and Senior High School.

ABSTRACT

Informal reasonings (intuitive, emotive, and rational) are the basic reasoning used by most people to solve the problems of socio-scientific issues. Along with a student’s age, informal reasoning should evolve from intuitive towards rational. This study describes how the development of students' informal reasoning in elementary school, junior high school, and senior high school. This research uses descriptive method involved 20 elementary school students, 30 junior high school students, and 30 high school students who attend school on the same foundation, so it is expected to be seen how the role of schools in building students' reasoning ability. Data obtained based on five items open ended questioner student responses to questions on socio-scientific issues, and through individually interviews based on student responses to written questions. Students response were then grouped into an intuitive, emotive, and rational. The results obtained indicate that informal reasoning that tend to appear at the primary school level is intuitive, informal reasoning which appears on SMP is rational, and informal reasoning that tends to appear on the high school level is emotive and rational. While informal reasoning that tend to appear in female students is rational, and are likely to appear on the male student is intuitive.

(7)

DAFTAR ISI

C. Definisi Operasional... 6

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

F. Struktur Organisasi Skripsi... 8 BAB II LANDASAN TEORETIS... 9

A. Penalaran………... 9

B. Penalaran Informal………... 11

C. Penalaran dan Perkembangan Kognitif……….. 17

D.Isu Sosio-saintifik…... 20

E. Gender dalam Penalaran………... 26

F. Analisis KD Kurikulum 2013 terkait Isu Sosio-saintifik mengenai Kesehatan………..……… 27

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Desain Penelitian... 32

B. Lokasi Penelitian... 33

C. Populasi dan Sampel... 33

D. Instrumen Penelitian... 34

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 39

F. Teknik Pengambilan Data... 39

G. Prosedur Penelitian... 40

H. Analisis Data……... 41 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 43

(8)

B. Pola Penalaran Informal berdasarkan Gender...

65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78 A. Kesimpulan... 78 B. Saran...

78

DAFTAR PUSTAKA... 80

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Analisis KD terkait Isu Kesehatan pada Jenjang SD………..

28 2.2 Analisis KD terkait Isu Kesehatan pada Jenjang SMP………

29 2.3 Analisis KD terkait Isu Kesehatan pada Jenjang SMA………

30 3.1 Populasi Penelitian…………...

34 3.2 Kategori Penilaian Pola Penalaran Informal ...

35 3.3 Kisi-kisi Test Uraian Terbuka...

36 4.1 Perbandingan Jawaban Siswa Perempuan dan Laki-laki

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Gambar Halaman

2.1 Diagram Venn Pola Penalaran Informal... 14

2.2 Pola Penyelesaian Isu Sosio-sainifik………... 23

3.1 Alur Penelitian………... 41

4.1 Perkembangan Penalaran Informal pada Jenjang SD, SMP, dan SMA... 44

4.2 Pola Penalaran Informal pada Jenjang SD…... 45

4.3 Pola Penalaran Informal pada Jenjang SMP…... 52

4.4 Pola Penalaran Informal pada Jenjang SMA…... 56

4.5 Pola Penalaran Informal berdasarkan Gender pada Jenjang SD…. ... 66

4.6 Pola Penalaran Informal berdasarkan Gender pada Jenjang SMP…... 67

4.7 Pola Penalaran Informal berdasarkan Gender pada Jenjang SMA…... 69

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Instrumen Penelitian……….. 84

2 Rekapitulasi Kategori Jenis Penalaran Informal mengenai Isu

Sosio-saintifik pada Jenjang SD, SMP, dan SMA……….. 90

3 Tabulasi Jenis Penalaran Informal Perjenjang Pendidikan……… 93

4 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Informal Perjenjang Pendidikan.. 96

5 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Informal Berdasarkan Gender…. 99

6 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Informal pada Jenjang SD, SMP,

dan SMA Berdasarkan Gender……….. 102

7 Dokumentasi Penelitian………. 105

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di era globalisasi saat ini muncul sejumlah isu yang sering dibahas dalam media

masa, yakni isu-isu sosial yang berkaitan dengan konsep-konsep ilmiah yang

dianggap cukup bermasalah dan banyak mengundang kontroversi. Ungkapan isu

sosio-saintifik ini telah datang untuk mewakili dilema sosial dengan melibatkan

produk atau proses ilmu pengetahuan dan menciptakan suatu perdebatan atau

kontroversi (Sadler & Zeidler, 2005a). Isu-isu yang dihadapkan terhadap individu

tentu bukanlah suatu permasalahan yang sederhana, sehingga diperlukan suatu proses

agar individu tersebut dapat mengambil keputusan berdasarkan pemahaman mereka

sehingga menghasilkan suatu keputusan yang tidak merugikan pihak manapun.

Masalah sosio-saintifik telah menjadi sesuatu yang penting dalam pendidikan

sains karena menempati peran sentral dalam proses literasi sains (Venville &

Dawson, 2010). Literasi sains memerlukan kemampuan untuk membahas,

menafsirkan bukti yang relevan, dan menarik kesimpulan dalam menanggapi isu-isu

sosio-saintifik. Seperti yang diungkapkan Newton & Osborne (dalam Sadler, 2004a )

bahwa beberapa ahli pendidikan berpendapat untuk menyertakan isu sosio-saintifik

dalam proses pembelajaran agar dapat menghasilkan masyarakat yang bertanggung

jawab dan mampu menerapkan pengetahuan ilmiahnya, dan juga terbiasa untuk

berpikir. Sarana & Voss (dalam Venville & Dawson, 2010) mengungkapkan bahwa

jenis berpikir yang terjadi ketika mempertimbangkan isu-isu sosio-saintifik disebut

dengan penalaran informal. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tweney (dalam

Sadler, 2004a) bahwa meskipun hasil dari ilmu pengetahuan dapat disajikan dalam

bahasa penalaran formal dan logika, hasil berpikir sendiri berasal dari penalaran

informal. Seseorang yang terlibat dalam penalaran informal akan merenungkan sebab

akibat, pro-kontra, dan alternatif dalam menyikapi isu-isu sosio-saintifik tersebut.

Penelitian mengenai penalaran informal dan isu sosio-saintifik salah satunya telah

(13)

2

ideal sebagai alasan dalam mengaplikasikan penalaran informal, karena menurut

definisinya masalah sosio-saintifik bersifat kompleks, terbuka, sering meninggalkan

dilema yang sangat kontroversial, dan tidak memiliki jawaban yang pasti. Penelitian

yang telah dilakukan Sadler mengambil sampel dengan perbedaan gender. Perbedaan

gender dianggap akan menghasilkan jenis penalaran yang berbeda, terlebih bila

penalaran yang digunakan mengenai isu sosio-saintifik, karena dilihat dari

kekompleksannya isu sosio-saintifik akan memunculkan beragam perspektif moral,

etika, sosial, dan lain lain. Laki-laki dan perempuan akan menghasilkan pola

penalaran moral yang berbeda, walaupun diasumsikan laki-laki dan perempuan pada

dasarnya tidak memiliki perbedaan pada pengambilan keputusan moral (Gilligan,

1982). Penalaran moral yang berbeda tentu saja akan memengaruhi pola penalaran

informal yang dihasilkan.

Penalaran informal dianggap penting ketika informasi kurang diakses, atau ketika

masalah bersifat lebih terbuka, bisa diperdebatkan, kompleks, atau terstruktur, dan

terutama ketika masalah ini mensyaratkan individu untuk membangun suatu

argumentasi (Sadler, 2004a). Penalaran informal bersifat individual, artinya

masing-masing individu dalam memikirkan suatu hal pasti menggunakan alasan yang

mendasari pemikiran tersebut secara berbeda. Berbeda dengan penalaran formal yang

biasanya kita kenal di logika matematika, maka penalaran informal ini akan sangat

beragam jenisnya, tergantung bagaimana kita mengelompokkannya. Setelah

seseorang bernalar, maka hasil pemikirannya tersebut akan dituangkan dalam bentuk

argumen yang dapat dibangun dari berbagai macam perspektif untuk menanggapi

berbagai macam masalah pada isu-isu sosio-saintifik. Sama halnya dengan ilmuan

yang menggunakan penalaran informalnya untuk memperoleh suatu wawasan,

masyarakat bisa pula mengandalkan penalaran informal untuk dapat menjelaskan

keputusan kontroversial yang mereka ambil dalam menghadapi isu-isu sosio-saintifik

(Sadler & Zeidler, 2005a).

Masyarakat demokratis yang hidup di era sekarang ini dibangun di atas ilmu

pengetahuan dan teknologi yang disajikan dengan isu-isu sosio-saintifik, dan proses

(14)

3

mengevaluasi, berargumentasi, dan memberikan bukti pendukung yang kuat dalam

menghadapi isu-isu sosio-saintifik. Walaupun hidup di era seperti itu, pada

pembelajaran di sekolah jarang sekali isu-isu sosio-saintifik diangkat sebagai bahan

dalam melatih siswa untuk bisa bernalar dalam memecahkan suatu permasalahan,

padahal dalam aplikasinya sains banyak dikemas di lingkungan masyarakat sebagai

isu yang menuai kontroversi. Bagaimana masyarakat dapat berkembang di era

modern sepeti ini, jika masyarakat tidak dilatih untuk dapat menyelesaikan berbagai

permasalahan yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang tak

terlepas dari peran teknologi dan sains. Dengan banyak menjawab

permasalahan-permasalahan yang diangkat dari isu sosio-saintifik, menunjukkan bentuk tanggung

jawab sebagai individu yang memiliki literasi sains (Herlianti dkk, 2014). Artinya,

jika masyarakat tak dapat menjawab berbagai macam permasalahan mengenai isu

sosio-saintifik, maka masyarakat bukanlah seorang individu yang memiliki literasi

sains, padahal literasi sains harus dimiliki jika menginginkan kehidupan yang lebih

maju. Untuk dapat membangun suatu bangsa yang baik, harus dimulai dari

individu-individu yang memiliki kemampuan yang baik pula.

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mewujudkan sistem pendidikan yang kuat untuk menciptakan

manusia-manusia yang produktif dan berkembang yang mampu menjawab tantangan zaman

yang selau dinamis. Siswa dituntut untuk memiliki keterampilan ilmiah, keterampilan

berpikir, dan strategi berpikir (Widhy, Nurohman, & Wibowo, 2013). Pembelajaran

merupakan proses ilmiah. Seperti yang dilansir dari modul Implementasi Kurikulum

2013 yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, kurikulum 2013

yang sekarang digunakan di Indonesia menggunakan esensi pendekatan ilmiah

sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan peserta didik. Pendekatan ilmiah ini mengandalkan penalaran siswa

untuk dapat memunculkan dan mengembangkan sikap ilmiah. Proses pembelajaran

harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Oleh karena itu diperlukan

pembiasaan dalam mengembangkan suatu pola fikir yang dikemas lebih spesifik pada

(15)

4

proses penalaran, artinya siswa dituntut untuk dapat menggunakan penalarannya

untuk pengambilan keputusan yang baik, namun kenyataannya masih banyak siswa

yang belum menggunakan penalarannya dengan baik sehingga kurang dapat

membuat keputusan yang bijak terkait permasalahan-permasalahan yang dianggap

penting. Hasil dari apa yang difikirkan seseorang akan sangat tergantung dengan

bagaimana proses berfikir orang tersebut. Memang sangatlah sulit untuk dapat

mengetahui bagaimana proses yang ada di otak seseorang ketika memikirkan suatu

hal. Tidak ada alat yang maupun test yang dapat mengukur sejauh mana atau sedalam

apa proses berfikir seseorang itu.Tapi hasil tak pernah jauh dari proses, maka tentu

saja proses berfikir seseorang dapat dilihat dari hasil pemikiran yang seseorang

kemukakan. Alasan-alasan dari hal yang mendasari seseorang mengemukakan hasil

fikirannya kita kenal dengan penalaran. Penalaran sebagai suatu bentuk alasan

mengapa seseorang dapat berpikir dan tentunya akan berpengaruh terhadap hasil dari

pola pikir individu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tuntutan dari kurikulum 2013

adalah pengembangan penalaran untuk mencapai esensi dari pendekatan ilmiah.

Walaupun kurikulum di Indonesia berubah-ubah, namun esensi yang diharapkan

tentu sama, yakni untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap untuk

ditempatkan dalam kondisi apapun, dan siap menerima berbagai macam tantangan

zaman. Pentingnya sebuah kurikulum membawa implikasi pada penerapan

pembelajaran yang terarah sehingga tujuan dari pendidikan dapat terencana dengan

baik. Kegiatan pembelajaran memerlukan sebuah perencanaan agar pencapaian

tujuan pendidikan dapat terselenggara dengan efektif dan efisien serta isi kurikulum

merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan

penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya

pencapaian tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, apapun kurikulum yang

digunakan di Indonesia, tetap hal terpenting adalah bagaimana membawakan sebuah

proses pembelajaran yang baik sehingga akan mempermudah tercapainya tujuan dari

pendidikan.

Proses pembelajaran erat kaitannya dengan metode pembelajaran yang dilakukan.

(16)

5

pembelajaran? Metode pembelajaran yang sesuai akan mempermudah siswa

menyerap materi pembelajaran. Untuk dapat menentukan metode yang sesuai, perlu

dilakukan analis terhadap karakter peserta didik yang akan memperoleh

pembelajaran. Oleh karena itu salah satunya penting mengetahui kategori penalaran

informal peserta didik untuk dapat menyesuaikan metode pembelajaran dengan

kategori penalaran informal yang dimiliki siswa. Kategori penalaran informal peserta

didik sedikitnya akan menyingkap seperti apa karakter tiap individu dari peserta didik

tersebut, dengan demikian akan mempermudah untuk mengetahui bagaimana metode

pembelajaran yang paling sesuai. Hal tersebut tentunya akan mempermudah guru

dalam menyampaikan pembelajaran dan juga mempermudah siswa untuk menyerap

materi ajar.

Sebagai bagian dari pendidikan IPA, pembelajaran Biologi mengupayakan

subyek didik sebagai manusia yang memiliki modal literasi sains, yaitu manusia yang

membuka kepekaan diri, mencermati, menyaring, mengaplikasikan, serta turut serta

berkontribusi bagi perkembangan sains dan teknologi untuk peningkatan

kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat. Selain kemampuan intelektual, literasi

sains juga menyangkut keterampilan berpikir tingkat tinggi, sosial, dan interdisipliner

(Nbina dan Obomanu, 2010). Pengertian individu yang berliterasi sains menyangkut

persoalan bagaimana seseorang menilai dan mengaplikasikan modal literasi sains

yang dimilikinya sebagai wujud dari karakter individu yang bertanggung jawab

secara sosial (Nuangchalerm, 2010). Implikasinya adalah pembelajaran biologi yang

ditujukan pada pencapaian literasi sains jangka panjang perlu melibatkan aspek etika,

moral dan sosial dalam kurikulum yang interdisipliner (Subiantoro, Ariyanti, &

Sulistyo, 2013).

Pengembangan dan implementasi pembelajaran biologi yang berorientasi pada

pendidikan karakter dapat dilakukan melalui strategi Isu Sosio-saintifik, yakni dengan

menciptakan situasi belajar yang kontekstual, sehingga akan erat sekali hubungannya

bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan penalaran

yang tepat, karena ketika berada di masyarakat penalaran yang banyak diperlukan

(17)

6

beredar di masyarakat menjadi lebih kompleks. Jika dari jenjang anak-anak hingga

dewasa, penalaran informal seorang individu tidak berkembang, maka seorang

individu akan sulit menjawab dan mengambil keputusan mengenai berbagai macam

permasalahan sosio-saintifik, karena isu sosio-saintifik dapat dijawab menggunakan

penalaran informal. Oleh karena itu untuk dapat lebih mengeksplorasi hal tersebut

dibutuhkan studi awal mengenai karakter siswa dengan melihat pola penalaran

informal, sehingga dalam mengimplementasikan sistem pembelajaran berbasis Isu

Sosio-saintifik akan lebih mudah, selain itu dengan mengetahui penalaran informal

akan memudahkan untuk membenahi penalaran informal seseorang sehingga bisa

menjadi lebih baik. Dengan demikian, penting untuk mengetahui secara mendasar

penalaran informal yang terjadi pada seorang individu. Bertolak atas dasar-dasar

demikian maka peneliti mengambil judul tentang “Penalaran Informal mengenai Isu Sosio-Saintifik pada Jenjang SD, SMP, Dan SMA.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Bagaimana penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik pada jenjang SD,

SMP, dan SMA?

Untuk lebih memerinci permasalahan di atas, secara lebih terperinci dinyatakan

ke dalam pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana pola penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik yang muncul

pada jenjang SD, SMP, dan SMA?

2. Bagaimana pola penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik yang muncul

berdasarkan perbedaan gender?

C. Definisi Operasional

Agar diperoleh kesamaan persepsi antara penulis dan pembaca terhadap variabel

yang digunakan pada penelitian ini, maka perlu adanya definisi operasional untuk

menghindari kekeliruan maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut uraian

(18)

7

1. Penalaran Informal

Penalaran informal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penalaran bersifat

individual yang digunakan untuk menjawab isu sosio-saintifik terkait kesehatan yang

didapat melalui kuesioner terbuka dan dikategorikan menjadi rasional, emotif, dan

intuitif yang muncul pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.

2. Isu sosio-saintifik

Isu sosio-saintifik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah isu terkait kesehatan

yang melibatkan produk dan proses sains dan menimbulkan suatu kontroversi dan

dianggap bermasalah di masyarakat.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan melihat dari rumusan masalah dan pertanyaan

penelitian yang telah ditentukan antara lain:

1. Mengidentifikasi penalaran informal yang terjadi pada jenjang SD, SMP, dan

SMA

2. Mendeskripsikan pola penalaran informal berdasarkan perbedaan gender.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:

1. Diperoleh informasi mengenai gambaran umum penalaran informal pada jenjang

SD hingga SMA untuk dapat membenahi penalaran yang ada pada siswa menjadi

lebih baik, sehingga diharapkan pembelajaran berbasis isu sosio-saintifik

diterapkan di sekolah agar dapat melatih siswa bernalar sehingga dapat

meningkatkan kualitas penalaran siswa.

2. Dengan belajar bernalar dalam menghadapi persoalan isu sosio-saintifik

diharapkan siswa dapat menjadi seorang yang siap untuk hidup bermasyarakat

dengan berbagai macam permasalahannya dan dapat memecahkan berbagai

(19)

8

3. Menjadi bahan penelitian lanjutan bagi pengembangan keilmuan pendidikan

khususnya yang berhubungan dengan Isu Sosio-saintifik dan penalaran informal.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Penelitian ini berjudul “Penalaran Informal mengenai Isu Sosio-saintifik pada

Jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA”. Laporan hasil penelitian tersebut ditulis

dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut.

1. Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian,

rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang menjadi acuan penelitian,

definisi operasional dari variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan setiap

konsep yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu penalaran, penalaran informal,

dan isu sosiosaintifik. Selain itu dalam bab ini juga dipaparkan mengenai

informasi dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan.

3. Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian

yang meliputi desain penelitian, partisipan yang terlibat dalam penelitian, teknik

pengumpulan data, analisis data, dan uraian mengenai prosedur penelitian.

4. Bab IV Temuan dan Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil temuan dan pembahasan yang disusun

secara tematik. Pembahasan hasil temuan dikaitkan dengan tinjauan pustaka yang

dipaparkan pada bab sebelumnya.

5. Bab V Simpulan dan Saran.

Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari

keseluruhan tahapan penelitian. Selain itu, dalam bab ini disertakan saran dari

(20)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian dijelaskan oleh Sugiyono (2012, hlm. 2) adalah:

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu...cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.

Sejalan dengan pendapat Sugiyono, Sujarweni dan Endrayanto (2012, hlm.1)

memaparkan bahwa metode penelitian adalah, “Cara ilmiah untuk memeroleh data,

dan data yang diperoleh tersebut diolah dengan statistik sehingga dapat dibaca yang

selanjutnya dapat disimpulkan untuk tujuan dan kegunaan tertentu”.

Data dikumpulkan berupa kata-kata, dan grafik. Grafik digunakan bukan sebagai

ukuran kuantitatif, tapi sebagai alat untuk mempermudah dalam mendeskripsikan

hasil. Hasil didapat melalui serangkaian kuesioner terbuka, kemudian digali

menggunakan wawancara. Hasil penelitian akan berisi kutipan-kutipan data yang

menggambarkan fenomena yang muncul. Metode deskriptif digunakan dalam

mendeskripsikan fenomena-fenomena yang muncul.

Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang membuat gambaran mengenai

kejadian atau fenomena yang terjadi. Alasan menggunakan metode deskriptif dalam

penelitian ini didukung oleh pendapat Arikunto (2010, hlm. 3) bahwa, “...penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi

atau hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan

penelitian”. Dalam penelitian dengan metode deskriptif ini peneliti ingin mengetahui

secara faktual mengenai perkembangan penalaran informal mengenai isu

sosio-saintifik pada jenjang SD, SMP, dan SMA, karena menurut Margono (2009, hlm.

114) menyebutkan bahwa:

(21)

33

yang lebih mendalam. Kajian deskriptif ini dapat pula berguna untuk mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri kelompok, golongan masyarakat, atau organisasi.

Dengan alasan inilah peneliti memilih metode deskriptif, karena dirasa cocok

dengan persoalan yang akan peneliti lakukan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan adalah SD, SMP, dan SMA swasta di kota Bandung yang

berada pada naungan yayasan yang sama. Yayasan ini merupakan yayasan yang

dibentuk oleh persatuan istri-istri tentara, sehingga sekolah-sekolah tersebut sangat

kental dengan lingkungan militer. Alasan dipilih sekolah pada yayasan yang sama

adalah untuk meminimalisisir faktor-faktor yang tidak diinginkan muncul dalam hasil

penelitian, karena satu yayasan yang sama dianggap memiliki aturan yang sama dan

program yang sama sehingga akan terlihat pula bagaimana pengaruh sekolah terhadap

perkembangan penalaran informal pada siswa. Adapun yayasan persatuan istri tentara

dipilih berdasarkan pertimbangan kedisiplinan yang diterapkan berbeda dengan

yayasan lainnya, karena yayasan ini berada di bawah naungan kemiliteran, tentunya

berbeda dengan yayasan-yayasan lain.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang akan diambil adalah siswa kelas V, kelas VIII, dan kelas XI.

Alasan diambil populasi demikian adalah pada jenjang tersebut rata-rata siswa telah

menerima materi Biologi dengan materi yang berhubungan dengan isu sosio-saintifik

(22)

34

Sampel diambil dengan teknik Convenience sampling adalah teknik pengambilan sampel di mana subjek yang dipilih karena memiliki aksesibilitas yang mudah dan

dekat dengan peneliti (Sugiyono, 2012). Sampel pada penelitian ini didapat melalui

bantuan dan rekomendasi guru mata pelajaran IPA dan Biologi yang bersangkutan.

Adapun sampel yang diambil adalah 20 orang siswa yang terdiri dari kelas kelas V,

30 orang siswa dari kelas VIII, dan 30 siswa dari kelas XI MII.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua instrument, yaitu kuesioner terbuka dan

wawancara. Kuesioner terbuka dibuat untuk mengkategorikan pola penalaran

informal mengenai isu sosio-saintifik, sedangkan wawancara digunakan untuk

menggali informasi lebih mendalam mengenai jawaban siswa. Pembuatan instrument

mengacu pada isu sosio-saintifik terkait isu kesehatan.

(23)

35

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab

(Sugiyono, 2012). Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis

kuesioner terbuka, yakni berisi serangkaian pertanyaan uraian tertulis yang dapat

dijawab secara terbuka dan luas. Kuesioner terbuka digunakan karena tujuan dari

penelitian ini untuk mencari pola penalaran informal siswa melalui pendapat yang

diutarakan oleh siswa. Kuesioner terbuka dalam penelitian ini digunakan untuk

mempermudah dalam mengkategorikan penalaran informal berdasarkan kategori

penalaran informal menurut Sadler dan Zeidler (2004) yang meliputi : penalaran

intuitif, penalaran emotif, dan penalaran rasional. Tiga kategori penalaran

informal pada penelitian ini dijabarkan dalam Tabel 3.2 sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kategori Penilaian Pola Penalaran Informal

Kategori Deskripsi

Rasional Jika jawaban bersifat logis, menggunakan pemahaman ilmiah

dan bahasa, mempertimbangkan resiko dan manfaat, kerugian

dan keuntungan.

(berbagai macam pertimbangan)

Emotif Jika jawaban memperlihatkan respon emosional terhadap

orang-orang yang berhubungan dengan isu, kepedulian, empati,

simpati, dan kepedulian terhadap nasib mereka yang terkena

dampak.

(pertimbangan berdasarkan kepedulian)

Intuitif Jika jawaban berdasarkan firasat, tanggapan langsung, sering

respon negatif, pribadi, sering mendahului rasional atau

emosional, maupun jawaban dengan lasan yang tidak bisa

dikemukakan dan selalu menyerahkan hasil kepada Tuhan.

(Berdasarkan respon langsung tanpa mempertimbangkan

apapun)

(24)

36

Kuesioner terbuka terdiri dari lima butir pertanyaan, disetiap butir pertanyaan

terdapat anak pertanyaan yang terdiri dari dua sampai tiga pertanyaan. Jika

dijumlahkan secara keseluruhan terdapat 14 butir pertanyaan. Dari setiap pertanyaan

mewakili kecenderungan untuk memunculkan tiga kategori penalaran informal

seperti yang tercantum pada Tabel 3.2. Tiap pertanyaan mencakup isu–isu

sosio-saintifik yang sedang hangat beredar di masyarakat mengenai kesehatan. Pertanyaan

dibuat dalam bentuk kasus, yaitu setiap pertanyaan terdiri dari satu buah kasus

mengenai isu sosio-saintifik, kemudian pertanyaan-pertanyaan mengarah pada

pendapat mengenai kasus tersebut. Kategori penalaran informal siswa diukur

berdasarkan jawaban siswa pada masing-masing pertanyaan kemudian dikategorikan

oleh peneliti dan kemudian dianalisis secara menyeluruh dari ke lima pertanyaan,

kategori penalaran informal mana yang cenderung muncul. Adapun kisi-kisi

instrument dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Terbuka

No

Pertanyaan

Isu Sosio-saintifik yang

diangkat Rincian pertanyaan

1 Isu mengenai penyakit HIV

a. Pertanyaan secara umum pendapat

mengenai penyakit HIV

b. Pertanyaan mengarah pada diri

sendiri, yakni memposisikan diri

sebagai saudara orang penderita

HIV

c. Pertanyaan mengarah kepada

pandangan keagaaman, dan

ketuhanan mengenai penyakit HIV

(25)

37

b. Pertanyaan mengarah pada

memposisikan diri sebagai dokter

yang menangani kasus Thallasemia

c. Pertanyaan mengarah kepada

pandangan keagaaman, dan

ketuhanan mengenai penyakit HIV

3 Isu mengenai batu akik

a. Pertanyaan umum mengenai

pendapat secara luas mengenai isu

batu akik dan hubungannya dengan

kesehatan

b. Pertanyaan mengarah kepada

pandangan keagaaman, dan

ketuhanan mengenai isu batu akik

4 Isu mengenai makanan yang mengandung borax

a. Pertanyaan secara umum pendapat

mengenai makanan yang

mengandung borax jika beredar di

masyarakat

b. Pertanyaan mengarah pada

memposisikan diri sebagai peneliti

yang menangani kasus makanan

mengandung borax

c. Pertanyaan mengarah kepada

pandangan keagaaman, dan

ketuhanan mengenai penyakit yang

disebabkan penjual makanan yang

mengandung borax

5 Isu mengenai rabies

a. Pertanyaan secara umum pendapat

mengenai penyakit rabies

(26)

38

memposisikan diri sebagai

pemerintah setempat untuk

menindaklanjuti hewan yang

terkena rabies

c. Pertanyaan mengarah kepada

pandangan keagaaman, dan

ketuhanan mengenai penyakit

Rabies

2. Wawancara

Wawancara digunakan untuk menggali jawaban yang dianggap sulit

dikategerikan dan untuk menggali informasi lain berkenaan dengan alasan-alasan dan

latar belakang mengenai jawaban siswa.Wawancara yang digunakan dalam penelitian

adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur yaitu pedomana

wawancara yang hanya memuat garis besar pada hal yang akan ditanyakan (Arikunto,

2010). Alasan digunakannya wawancara tidak terstruktur karena secara umum

jawaban sudah ada pada hasil jawaban kuesioner terbuka yang telah dijawab oleh

siswa, maka dari itu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada setiap siswa

tidaklah sama, yakni berhubungan dengan jawaban siswa sebelumnya yang relative

beragam pada setiap siswa. Untuk menunjang proses wawancara, peneliti

menyiapkan alat perekam suara dan juga catatan.

Menurut Moleong (2010, hlm. 135) wawancara adalah “percakapan dengan

maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”

Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa melalui wawancara

diharapkan mampu mendapatkan informasi dari responden mengenai permasalahan

yang berkaitan dengan penelitian.

Wawancara yang digunakan adalah tidak struktur, sehingga tidak membutuhkan

(27)

39

maka wawancara dilakukan untuk menggali alasan-alasan dari jawaban yang

dikemukakan hingga jawaban tersebut dapat dikategorikan pada penalaran informal

intuitif, emotif, atau rasional.

E. Proses Pengembangan Instrumen

Langkah-langkah pengembangan instrumen penalaran informal menggunakan tes

uraian terbuka, dan wawancara adalah

1. Melakukan bimbingan untuk pembuatan instrumen

2. Melakukan validitas isi melalui judgement instrumen kepada dosen ahli. 3. Merevisi pertanyaan kuesioner terbuka, berdasarkan judgement instrumen. 4. Melakukan uji coba instrumen kuesioner terbuka kepada kelas bukan penelitian.

5. Melakukan analisis butir pertanyaan kuesioner terbuka dengan pengkategorian

penalaran informal menurut Sadler dan Zeidler.

6. Merevisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperbaiki pada kuesioner terbuka.

F. Teknis Pengambilan Data

1. Pemberian kuesioner terbuka

Setelah melakukan survey dan mengobservasi, ditentukanlah waktu pemberian

kuesioner yaitu pada saat jam pelajaran IPA dan Biologi. Kuesioner harus

diselesaikan sampai jam pelajaran selesai. Siswa yang belum menyelesaikan

pertanyaan ketika waktu telah habis tidak diperbolehkan mengerjakan di rumah.

Peneliti memberikan tambahan waktu hingga semua pertanyaan dapat diselesaikan

pada hari yang sama. Masing-masing siswa mendapatkan satu berkas pertanyaan, dan

diwajibkan untuk mengisi identitas yang terdiri dari nama dan jenis kelamin.

Pengisian jenis kelamin sangat dibutuhkan untuk menganalisis pola penalaran

informal berdasarkan perbedaan gender. Untuk siswa jenjang SD, kuesioner

dibacakan setiap soal dan content-kontent yang tidak dimengerti oleh siswa langsung

dijelaskan secara umum maupun secara individual kepada tiap responden yang

(28)

40

2. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan jika jawaban siswa sulit untuk dikategorikan pada

kategori penalaran informal. Kegiatan wawancara dilakukan setelah semua siswa

mengisi instrument kuesioner, kemudian peneliti menganalisis jawaban siswa untuk

dikategorikan. Jawaban-jawaban siswa yang sulit untuk dikategorikan

dikelompokkan, kemudian peneliti mencari waktu lain unuk kembali menemui siswa

yang dikelompokkan ke dalam jawaban yang sulit dikategorikan, kemudian

mengadakan wawancara secara individual hingga semua informasi yang dibutuhkan

bisa didapatkan.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Pra Penelitian

Tahap ini dilakukan langsung oleh peneliti untuk mengetahui situasi

sesungguhnya, dalam jangka waktu tertentu. Sehingga ketika melakukan penelitian

yang sesungguhnya peneliti bisa mengetahui secara pasti mana saja yang akan

difokuskan untuk diteliti.

Langkah awal peneliti dalam melakukan penelitiannya, dimulai dengan

permintaan surat izin mengadakan pra penelitian yang dikeluarkan oleh jurusan dan

fakultas, serta surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh universitas guna

mempermudah proses penelitaian. Langkah seianjutnya adalah melakukan studi

lapangan sebagai studi pendahuluan, melakukan pendekatan awal dengan responden,

melakukan observasi untuk mengumpulkan informasi awal yang sesuai dengan

masalah penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari responden.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti sebagai berikut :

a. Mengajukan surat permohan izin untuk melakukan penelitian ke jurusan, fakultas

(29)

41

b. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke lokasi

penelitian.

c. Memberikan kuesioner terbuka kepada responden, kemudian merekap jawaban

responden dan mengelompokkan sesuai dengan kategori penalaran informal yang

muncul

d. Melakukan wawancara dengan responden, kemudian hasil wawancara tersebut

ditulis dan disusun dalam bentuk catatan lengkap.

e. Menyusun laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi

(30)

42

H. Analisis Data

Hasil jawaban terhadap kuesioner terbuka dianalisis dengan merujuk pada

kategori penalaran informal yang ada pada Tabel 3.2. Selain itu hasil dari wawancara

dijadikan rujukan untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam

pengkategorian penalaran informal, sehingga hasil pengkategorian didapatkan dari

wawancara dan juga dari hasil jawaban dengan merujuk rubrik pada Tabel 3.2.

Hasil pengkategorian kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel yang dibuat per

jenjang pendidikan. Tabel hasil analisis berisi nama, jenis kelamin, dan kategori

penalaran informal. Jumlah kategori penalaran setiap siswa dibuat dalam bentuk

persentase, sehingga data akhir yang didapat adalah persentase jawaban siswa per

kategori penalaran yang kemudian diambil rata-rata dari persentase jawaban semua

siswa per jenjang pendidikan pada setiap kategori penalaran informal. Dari data

tersebut dapat dilihat persentase jawaban yang paling besar berada pada kategori

penalaran informal intuitif, emotif, atau rasional.

Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian dua mengenai pola penalaran

informal berdasarkan perbedaan gender, cara analisis data tak jauh berbeda dengan

sebelumnya. Data akan dipisahkan menjadi perempuan dan siswa laki-laki dari tiap

jenjang, dan siswa perempuan dan laki-laki dari seluruh jenjang. Hasilnya akan

didapat persentase jawaban setiap kategori berdasarkan perbedaan gender, sehingga

akan diketahui pada perempuan persentase jawaban lebih besar pada kategori intuitif,

emotif, atau rasional. Begitupula pada laki-laki, diketahui cenderung menghasilkan

(31)

78

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, peneliti

mengambil kesimpulan bahwa penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik terkait

kesehatan pada jenjang SD hingga SMA memiliki pola yang beragam. Seluruh

kategori penalaran informal yakni intuitif, emotif, dan rasional dapat teridentifikasi.

Pada jenjang SD kategori penalaran informal yang cenderung muncul adalah kategori

intuitif, kemudian pada jenjang SMP kategori penalaran informal cenderung menuju

rasional, sedangkan pada jenjang SMA kategori penalaran yang cenderung muncul

adalah penalaran emotif dan rasional.

Perbedaan gender menunjukkan pola penalaran yang beragam di setiap jenjang

pendidikan maupun di seluruh jenjang pendidikan. Berdasarkan persentase jawaban

siswa dari seluruh jenjang pendidikan (SD hingga SMA) pada soal mengenai isu

sosio-saintifik kesehatan, penalaran intuitif cenderung muncul pada laki-laki,

penalaran emotif cenderung muncul pada perempuan, dan penalaran rasional

cenderung muncul ppada perempuan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa

penalaran informal yang cenderung muncul pada siswa perempuan adalah penalaran

rasional, dan penalaran yang cenderung muncul pada siswa laki-laki adalah penalaran

intuitif.

B. Implikasi dan Rekomendasi

Adanya penemuan mengenai penalaran informal mengenai isu sosio-saintifik

pada jenjang SD, SMP, dan SMA pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia. Guru sebagai fasilitator memiliki tugas

dalam membentuk serta mengembangkan pengetahuan siswa menjadi lebih baik.

Membiasakan bernalar dalam kegiiatan belajar melalui pembelajaran berbasis isu

sosio-saintifik akan membantu untuk mengembangkan penalaran siswa terutama

(32)

79

siswa tidak terbiasa menggunakan penalarannya, maka siswa akan kesulitan untuk

mengambil keputusan yang bijak dalam menghadapi masalah isu sosio-saintifik,

sehingga pembelajaran penalaran berbasis isu sosio-saintifik diperlukan untuk dapat

melatih siswa untuk bernalar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengenai penalaran informal

mengenai isu sosio-saintifik pada jenjang SD, SMP, dan SMA, peneliti memberikan

rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. Berikut rekomendasi peneliti terkait dengan

penelitian ini ialah:

1. Sebaiknya selain diberikan kuesioner terbuka dilakukan wawancara secara

individual kepada seluruh siswa secara menyeluruh, bukan hanya pada siswa

dengan jawaban kuesioner yang kurang dapat dikategorikan untuk dapat

menghasilkan data yang lebih baik dan akurat.

2. Sebaiknya selain lembaran soal, siswa diberikan lembaran biodata lengkap untuk

dapat mempermudah komunikasi bila ada informasi yang dibutuhkan untuk

mempermudah menghubungi kembali siswa dan untuk kepentingan data yang

ingin didapat.

3. Perlu dibuat angket khusus sesuai dengan informasi yang akan digali pada siswa

untuk mempermudah menggali informasi yang bersifat sama pada setiap siswa.

4. Penelitian selanjutnya menggunakan tes penguasaan konsep untuk menjelaskan

penalaran dan dapat melihat kaitan antara penguasaan konsep dengan kemampuan

(33)

80

DAFTAR PUSTAKA

Anagun, Sengul S. & M. Ozden. (2010). Teacher Candidates’ Perceptions Regarding

Socio-scientific issues and Their Competencies in Using Socio-scientific issues in Science and Technology Instruction. Journal of Procedia Social and Behavioral Science. 9(1), 981-985.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Batubara, J. R. (2010). Adolescent development (perkembangan remaja). Sari Pediatri, 12(1), 21-9.

Brachman, R., & Levesque, H. (2004). Knowledge Representation and Reasoning.

New York (Vol. 1). http://doi.org/10.1146/annurev.cs.01.060186.001351

Brickell, G., Ferry, B., & Harper, B. (2002). Developing informal reasoning skills in ill- structured environment : a case study into problem- solving strategies. 19th Annual Conference of the Australian Society for Computers in Learning in Tertiary Education, 1 (December), 65–73.

Dahar, R. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga

Dawson, V., & Venville, G. J. (2009). High‐school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An indicator of scientific literacy?

International Journal of Science Education, 31(11), 1421–1445. http://doi.org/10.1080/09500690801992870

Evans, G. W. (2004). The environment of childhood poverty. American psychologist, 59(2), 77.-92

Gelder, T., & Bulka, A. (2000, July). Reason: Improving informal reasoning skills. In Proceedings of the Australian Computers in Education Conference.

Gilligan, C. (1982). In a different voice: Psychological theory and women’s development. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Goel, V., & Dolan, R. J. (2004). Differential involvement of left prefrontal cortexin inductive and deductive reasoning. Cognition, 93(3). http://doi.org/10.1016/j.cognition.2004.03.001

(34)

81

argumentasi pada diskusi isu sosiosaintifik mikrobiologi melalui weblog.

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1 (2), 168-177

Jacob, C., & UPI, J. P. M. F. (2007). Logika informal: Pengembangan penalaran logis. Laporan Hasil Penelitian Hibah Kompetitif UPI Tahun 2007.

Kelemen, D. (2004). Are children “intuitive theists”? Reasoning about purpose and

design in nature. Psychological Science, 15(5), 295–301. http://doi.org/10.1111/j.0956-7976.2004.00672.x

Kusnawa, Wowo. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Levinson, R. (2006). Towards a theoretical framework for teaching controversial socio‐scientific issues. International Journal of Science Education, 28(10), 1201-1224.Mar'at, Samsunuwiyati. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Margono, S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Moleong, Lexy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nbina, J. B., & Obomanu, B. J. (2010). The Meaning of Scientific Literacy: A Model of Relevance in Science Education. Academic Leadership Journal, 8(4), 166-176.

Nuangchalerm, P., & Kwuanthong, B. (2010). Teaching “Global Warming” through socioscientific issues-based instruction. Asian Social Science, 6(8), p42.

Ohm, E. (2005). The relationship between formal and informal reasoning(Doctoral dissertation, University of Saskatchewan Saskatoon).

Ristyantoro, Rodemeus. (2012). Critical Thinking, Membangung Pemikiran Logis. Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan

Sadler, T. D. (2004a). Informal reasoning regarding socioscientific issues: A critical review of research. Journal of Research in Science Teaching, 41(5), 513–536. http://doi.org/10.1002/tea.20009

(35)

82

Sadler, T. D., & Zeidler, D. L. (2004). The Morality of Socioscientific Issues: Construal and Resolution of Genetic Engineering Dilemmas. Science Education,

88(1), 4–27. http://doi.org/10.1002/sce.10101

Sadler, T. D., & Zeidler, D. L. (2005a). Patterns of informal reasoning in the context of socioscientific decision making. Journal of Research in Science Teaching,

42(1), 112–138. http://doi.org/10.1002/tea.20042

Sadler, T. D., & Zeidler, D. L. (2005b). The significance of content knowledge for informal reasoning regarding socioscientific issues: Applying genetics knowledge to genetic engineering issues. Science Education, 89(1), 71–93. http://doi.org/10.1002/sce.20023

Sadler, T. D., & Fowler, S. R. (2006). A threshold model of content knowledge transfer for socioscientific argumentation. Science Education, 90(6), 986-1004.

Santrock, John.W. (2009). Educational Psychology. Jakarta: Salemba Humanika

Subiantoro, A. W., Ariyanti, N. A., & Sulistyo. (2013). Pembelajaran materi ekosistem dengan socio-scientific issues dan pengaruhnya terhadap reflective judgment siswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2(2), 203–208.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta

Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Testa, I. (2014) Promoting students’use of content knowledge in ssi reasoning through laboratory activities. Strand 8 Scientific literacy and socio scientific issues, 42.

Venville, G.J., & Dawson, V.M. (2010). The impact of a classroom intervention

on grade 10 students’ argumenation skills, informal reasoning, and conceptual understanding of science. Journal of Research in Science Teaching, 47(8), 952-977

Waldrip, B., & Prain, V. (2012). Reasoning through representing in school science. Teaching Science, 58(4), 14-18.

Widhy, P., Nurohman, S., & Wibowo, W. (2013). Model integrated science berbasis socio scientific issues untuk mengembangkan thinking skills dalam mewujudkan

(36)

83

Woolfolk, Anita. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition.

Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar

Yang, F. Y., & Tsai, C. C. (2010). Reasoning about science-related uncertain issues and epistemological perspectives among children. Instructional Science, 38(4), 325–354. http://doi.org/10.1007/s11251-008-9084-3

Zeidler, D. L., & Nichols, B. H. (2009). Socioscientific issues: Theory and practice.

Journal of Elementary Science Education, 21(2), 49–58. http://doi.org/10.1007/BF03173684

Zeidler, D. L., Sadler, T. D., Applebaum, S., & Callahan, B. E. (2009). Advancing reflective judgment through socioscientific issues. Journal of Research in Science Teaching, 46(1), 74–101. http://doi.org/10.1002/tea.20281

Gambar

Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Tabel 3.2 Kategori Penilaian Pola Penalaran Informal
Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Terbuka
Gambar 3.1 Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui angket selanjutnya dideskripsikan melalui penyajian data untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana penerapan

Metcalf and Eddy Inc, 1991, Wastewater Engineering Treatment Disposal and Reuse, Mc Graw-Hill Book Company, New York.. Mariama, manik, ― Penentuan Kadar Tanin Pada Buah Pinang Muda

Penerapan hasil belajar Pengetahuan Bahan Makanan pada praktik Makanan Nusantara Mahasiswa program studi Pendidikan Tata Boga berupa pemahaman tentang penggunaan

Diperkirakan seluruh karyawan bekerja sebagai sift lembur, dimana gaji lembur dihitung dengan rumus: 1/173 x gaji per bulan, dimana untuk 1 jam pertama dibayar

Apabila hak atas tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan atas nama Bank Indonesia atau Bank Dalam Penyehatan atau BPPN,

Salah satu dari 8 rancangan Sasaran Pembangunan Millenium (suatu rancangan yang telah disepakati oleh seluruh Negara didunia dan oleh institusi- institusi

Kemudian ketika mulai mikroprosesor akan menganalisa masukan dari sensor LDR yang menuju P2.0 bila berlogik 0 maka program belum dapat dilanjutkan dan bila sudah

Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik — BPS), National Population and Family Planning Board (BKKBN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes — MOH),dan ICF