i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATAPENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 14
C. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian ... 14
D. Definisi Istilah ... 14
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 16
BAB II PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTUR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA A. Multikultur ... 17
1. Pengertian Multikultur ... 17
2. Ruang Lingkup Pembelajaran Multikultur ... 23
3. Pembelajaran Multikultur dan Interkultur ... 25
ii
B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 30
1. Pengertian Bahasa ... 30
2. Fungsi Bahasa ... 41
3. Peranan Bahasa Nasional dalam Masyarakat Multikultur ... 43
C. Telaah Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ... 44
1. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44
2. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 45
3. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 46
D. Ragam Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia ... 48
E. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 50
F. Desain Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 51
G. Faktor-faktor yang Berpengaruh Sistem Pembelajaran ... 52
H. Teori-Teori Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran ... 62
I. Kurikulum Flurasi dan Multikultur ... 70
BAB III METODOLOG1 PENELITIAN A. Metode Deskriptif Studi Kasus ... 81
B. Subjek Penelitian ... 85
C. Teknik Pengumpulan Data ... 102
D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian ... 105
iii
BAB IV DESKRIPS1 PENELITIAN DAN PEMBARASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 109
1. Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 109
2. Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 116
3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 125
4. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 127
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132
1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia ... 132
2. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multik-ultur pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 142
3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 151
4. Pemahaman Guru Bahasa Indonesia Mengenai
Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 160
5. Sarana dan Prasarana yang Mendukung Pembelajaran
Bebasis Multikultur ... 165
6. Persamaan dan Perbedaan Perencanaan dan Implementasi
Pembelajaran Berbasis Multikultur dengan Pembelajaran
iv BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ... 174
B. Rekomendasi ... 179
DAFTAR PUSTAKA ... 181
v
DAFTAR TABEL, BAGAN DAN GAMBAR
Tabel
3.1 Kepala sekolah yang Pernah menjabat di SMA Mardi Yuana ...
3.2 Personil SMA Mardi Yuana peserta didik Mardi Yuana ...
3.3 Jumlah peserta didik tahun 2007 / 2008 ...
3.4 Deskripsi asal usul daerah dan suku siswa SNIA Mardi Yuana ...
4.1 Pengamatan aktivitas guru dan siswa ...
4.2 Mengenai evaluasi pembelajaran berbasis ...
4.3 Mengenal arti pembelajaran berbasis multikultur ...
4.4 Persaman dan perbedaan Pembelajaran Berbasis Multikultur dan
pembelajaran yang bukan Multikultur ...
Bagan
Bagan 3.1 Alur penclitian dengan paradigma Naturalistik ...
Gambar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Budaya merupakan hal kreativitas manusia dalam memahami dan
berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan karya, rasa dan cipta
yang bermanfaat untuk kehidupannya. Manusia yang berbudaya, dapat dikatakan
manusia yang memahami kehidupannya, artinya ketika dia berpikir, dan
berperasaan dalarn hal ini menggunakan logika, rasa dan naluri, dalam bertindak
dan bertutur bahasa sehingga dapat bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan
lingkungannya.
Menumbuhkan pemahaman lintas budaya mutlak diperl_ukan dalam
masyarakat Indonesia yang multietnik dan multikultur. Adapun cara yang
dilakukan bisa melalui pendidikan dalam keluarga, sosialisasi nilai-nilai dalam
inasyarakat baik melalui pergaulan sosial maupun media, dan melalui pendidikan
multikultur, yaitu pendidikan yang dapat menfasilitasi siswa dalam memahami
materi pembelajaran tanpa adanya kendala perbedaan latar belakang cultural.
"Pentingnya multikultural menjadi lebih urgensial ketika dilihat darirealitas kondisi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan suku, agama, bahasa dan budaya. Jumlah penduduk hampir mencapai 210 juta jiwa, dengan kandungan budaya diantaranya 13.000 pulau besar dan kecil, 300 suku yang menggunakan hampir mencapai 210 jenis bahasa, dengan 6 agama ( Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu ) masirh ada ribuan aliran sekte yang dapat diterima masyarakat, sampai aliran yang dianggap sesat ( meskipun terminologi ini masih pro-kontra)". Tersedia di http://ikassurabaya.blogspotcom/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikultur.
Fenomena yang lain misalnya sering terjadi , hubungan dengan stereotipe,
prasangka sosial, dan rasisme di Indonesia hingga kini masih menguat.,
diantaranya Sebagaimana yang dikatakan Supriadi dalam supardan, ( 2001 : 9 )
Misalnya adanya ungkapan-ungkapan, " Padang Bengkok", Batak Retenir dan Tukang Copet, "Jawa Koek", dan sebagainya. Sedang bukti nyata adanya rasisme dapat didengar dan dipahami dengan meletusnya " Tragedi Sambas" maupun "Sampit " di Kalimantan.
Naisbit (:994 : 15 ) sebagai tokoh futuris ternama, telah memprediksi bahwa " suku bangsa ataupun etnis dapat menjadi boomerang bangsa yang kurang arif dalam melakukan kebijakan politiknya. Kelompok minoritas ini bias menjadi korban intimidasi dari kelompok mayoritas, bias menjadi ancaman bagi perkembangan demokrasi, maupun konflik terbuka sesama etnik minoritas itu sendiri".
Toffler ( dalam Supardan 1992: 10 ) menyatakan :
"di masyararakat industri misal, rasisme secara khas membentuk mayoritas yang menindas minoritas. Bentuk patologi sosial ini masih merupakan ancaman terhadap demokrasi sedang dalam proses menjadi terorisme domestik. Selain konflik tradisional antara mayoritas dan minoritas, pemerintah demokratik juga sekarang harus berusaha mengatasi perang terbuka antara berbagai kelompok minoritas yang saling bersaing".
Toffler, menyatakan bahwa pentingnya golongan minoritas yang selama
ini sering dianggap kecil artinya atau dipandang sebelah mata tanpa mengabaikan
mayoritas. Masyarakat dalam sistem dan struktur apapun, apakah sistem kimiawi,
negara, komputer, lalulintas, kalau terlalu jauh aturan-aturan tradisional
dilaluinya, berarti itu melanggar dan bertindak dengan aneh. Kerangka acuan bagi
keadilan sosial, kini diibaratkan telah api dalam sekam yang siap meledak jika
dibakar.
Apakah ada hubungan kausalitas atau tidak, antara kebhinekaan bangsa
Indonesia dengan potensi konflik, tetapi kurun waktu sekitar 50 tahun,
peristiwa G.30.S// PKI, dimana peristiwa tersebut masih menjadi pertanyaan besar
masyarakat etnis China di Jakarta tahun 1998, konflik antara Islam dan Kristen
Maluku 1999-2003, konflik suku di Papua yang menelan korban ratusan nyawa.
Semua ini secara hipotetis dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang mampu
menerima adanya perbedaan
Sedikitnya seiama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan
pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan
masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang
muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar
kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai
kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang
dibangun dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan
betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok.
Perkembangan selanjutnya multikulturalisme tersebut cepat meluas,
multkulturalisme sekarang telah berkembang menjadi semacam keyakinan, sikap
dan kebijakan. Mu1_tikulturisme tidak hanya sekedar semboyan, retorika politik,
atau pengakuan simbolis terhadap kekayaaan realitas sosial. Multikulturalisme
telah menjadi pengakuan sejati terhadap kelompok yang mendukung dan selaras
dengan identitas nasional.
menghargai multikulturaisme. Amerika Serikat, Kanada, India, Australia, Malayasia adalah contoh kelompok negara yang pertama. RRC adalah contoh kelompok negara yang kedua. Israel yang mempercayai keunggulan ras Yahudi sebagai " Umat Terpilih Tuhan' dapat dimasukkan kategori ketiga"
Pertanyaannya, Indonesia dengan demikian masuk kelompok mana?
Secara teoritis dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, termasuk kategori
pertama, seperti Amerika yang bersemboyan E Pluribus Unum ( Unity in
Diversty).
Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat
ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah
kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.
"Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama". Tersedia di (http: //re-searchenginess.com/muhaemin604.htm1
Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat
akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan
dan sebaliknya. Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain
sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai
masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural"
"kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang
mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.
Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari penataan secara sistematik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar untuk memperbaiki realitas masyurakat, perlu dibentuk melalui proses pembelajaran multikultural, yaitu pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentaraman tatanan kehidupan masyarakat.
Perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan
interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar)
dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala
sambil berkata "uh. huh". Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan
persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya,
individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara
individu yang statusnya rendah hanya menerima saja, dalam budaya lain justru
sebaliknya.
"masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam proses belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagian hasil belajar". Tersedia di http:// www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/iNo 026, pendekatan hamid hasan.htm
Indonesia berdiri di atas kemajemukan suku bangsa dan bahasa serta
serentetan perbedaan lainnya. Kebhinekaan merupakan cerminan jiwa
keragaman dan mencintai penyeragaman. Di sisi lain, penyeragaman ini dilakukan
oleh para pengambil kebijakan dengan alasan menyatukan bangsa Indonesia.
Padahal, mereka telah mengebiri kearifan budaya lokal dengan nuansa
non-keindonesiaan.
Dalam masyarakat yang mengedepankan musyawarah dan dialog sebagai
cin masyarakat sipil, mengedepankan pribadi, apalagi menjelelc-jelakkan,
seseorang merupakan pelanggaran dalam dunia masyarakat sipil. Ini membuktikan
bahwa masyarakat kita belum siap menghadapi perbedaan. Kita bersatu bila
menghadapi musuh bersama. Tetapi, akan saling menyerang jika menghadapi
musuh yang lahir dari perbedaan ideologi, jika memang benar ada ideologi.
Artinya, menghormati pendapat orang lain, toleran dengan pilihan orang lain
belum terpatri dengan kuat. Padahal, sekali lagi, Indonesia ada karena
kemajemukan bangsa.
Semangat memahami, menghargai, dan toleran terhadap kebhinekaan
untuk semua sendi kehidupan. Pemahaman akan kebhinekaan seyogyanya
mengeksistensikan jiwa Indonesia. Sejarah membuktikan, bahwa pilar bangsa
Indonesia adalah kebersatuan atas keragaman. Semangat ini mulai pudar seiring
menguatnya identitas lokal. Kearifan budaya lokal memang perlu ditanamkan sej
ak dini sebagai penguat identitas kebangsaan.
Tidak akan ada pemahaman multikultural jika tidak memahami dan
menyadari kultur dirinya sendiri. Multikultural akan menjadi kultur baru bagi
mereka yang menyadari bahwa ikatan keberbedaan merupakan keniscayaan.
Pendidikan multikultural bukan berarti memberikan pelajaran kebhinekaan
di lembaga pendidikan. Pendidikan multikuitural lebih kepada menanamlcan
nilai-nilai dan semangat memahami dan tolerans terhadap perbedaan. Bagaimana pun,
semangat ini akan mentah kembali jika proses emansipatoris multikultural tidak
mulai dipraksiskan.
Sekolah, dari tingkat dasar hingga atas, merupakan media yang dinilai
efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan itu. Sebab, pendidikan terawal
yang diperoleh anak-anak kita adalah melalui institusi sekolah. Bahkan, hampir
setengah waktunya sepanjang hari dihabiskan di sekolah. Dengan waktu tersebut,
para siswa berinteraksi dengan teman, guru dan lingkungan yang berbeda dengan
dirinya.
Proses emansipatoris berjalan ketika mereka menyadari, perbedaan
dihadapan mereka bukan untuk dihindari. Sebab, perbedaan merupakan
sebuah keniscayaan. Perlu ditanamkan sikap mereka terhadap perbedaan itu.
Sikap menghadapi perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, berat
badan, atau difabilitas bahkan agama.
Pendidikan multikultural melalui sekolah ini melibatkan kesadaran
berbagai pihak. Pertama, guru. Peran guru sangat dibutuhkan dalam proses
akulturasi multikultur ini. Bagaimana seorang guru fasih menerangkan kepada
siswanya bahwa temannya yang berwarna kulit lebih hitam atau lebih putih itu
bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk berteman. Bagaimana seorang guru
merangsang pemikiran siswanya bahwa temannya yang berbeda suku dan bahasa
mampu mengelaborasi pentingnya kebhinekaan itu pada temannya yang dilabel
atau berbeda agama sekali pun.
Selain kefasihan guru, peran kedua melalui lingkungan sekolah.
Lingkungan yang multikultur pun diperlukan dalam proses konsienstiasi ini.
Lingkungan sekolah multikultur di dalamnya tidak hanya terdiri dari orang-orang
yang berjenis kelamin sama dari suku dan bahasa yang sama pula. Intinya,
sekolah multikultur bukan sekolah yang monokultur. Dengan sekolah yang
multikultur diaharapkan akan dapat timbul potensi - potensi budaya yang
terpendam dari masing-masing siswa, dengan budaya yang dibawanya.
Dari sisi fisik, lingkungan sekolah multikultur pun di-setting
mengapresiasi perbedaan. Cat sekolah yang warna-warni, tumbuhan beragam
jenis, pakaian non-seragam, kelas yang tidak melulu harus berupa ruangan.
Sekolah multkultur mengedepankan rasa menghormati dan toleran terhadap
perbedaan bukan saja dalam aspek manusiawi, tetapi juga pada sisi lingkungan
sekitarnya.
Ketiga, kurikulum yang multikultur. Ditenggarai kurikulum di era Orde
Baru ddak mencerminkan kebhinekaan. Semangat bangsa, Bhineka Tunggal Ika,
baru dipaparkan pada wilayah kognisi. Pancasila baru sekedar dihapal. Padahal,
nilai-nilai Pancasila yang dirumuskan founding father negeri ini sebagai
pemersatu bangsa.
Kurikulum yang digunakan sekarang ini di sekolah lebih mengedepankan
beradaptasi dengan suasana lapangan kerja. Oleh karena itu, kompetensi yang
distandardkan pun disesuaikan dengan kompetensi lapangan kerja.
Menyadari bahwa manusia memiliki perbedaan sehingga harus mampu
memanusiakan manusia melalui kebhinekaan membutuhkan proses panjang. Salah
satu konsistensi ini melalui pendidikan multikultur berbasis sekolah. Diharapkan
dari proses ini akan lahir generasi-generasi yang multikultur. Menyadari,
memahami, dan toleran terhadap kebhinekaan dan kemajernukan.
"Pengembangan kurikulum untuk negara yang besar, penuh ragam, dan miskin, seperti Indonesia, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil
keputusan mengenai kurikulum" Tersedia
(http://www.pdk.go.id/jurnaUno.026/pendekatan hamid hasan.htm)
Rasional tentang pentingnya pendidikan multikultur, karena strategi
pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan, keutamaan, terutama dalam (1)
memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan
mengurangi prasangka siswa sehingga tercipta manusia ( warga negara )
antarbudaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasaan
nonviolent ) ; (1) menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang
potensial dalarn mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan
afeksi yang kuat ; (3) model pembelajaran multikultural membantu guru dalam
mengelola proses pembelajaran yang lebih efesien dan efektif, terutama
memberikan kernampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan
memiliki komitmen yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba
dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat
Indonesia dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
Kondisi yang keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif
menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis,
namun sec ara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal
budaya orang lain. Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan
ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior
dari kelompok etnik atau ras lain.
Demikian pula dengan kemampuan berbahasa yang dimiliki seseorang,
mengingat bahasa dan manusia tidak dapat dipisahkan, maka sesungguhnya
kualitas dan gaya bahasa seseorang merupakan indikator kualitas kepribadiannya
serta kultur dari mana dibesarkan. Bahasa adalah cerminan jiwa, oleh karena itu
pembelajaran bahasa Indonesia dengan siswa bermacam-macam kultur yang
dimiliki, sangat memberikan tantangan unik bagi kita sebagai guru bahasa
Indonesia atau guru mata pelajaran yang lainnya, artinya guru harus mampu
menempatkan diri ketika mengaiar dengan menghadapi berbagai kultur.
Kemudian timbul pertanyaan, " apakah penampilan guru sesuai dengan eksistensi
multikultur di sekolah ? Apakah bahasa yang digunakan oleh guru sesuai dengan
semangat persatuan antar budaya atau ras ? Dengan pertanyaan tersebut diatas,
diharapkan guru mampu memposisikan diri sebagai agen of change juga sebagai
fasilitor untuk mempersatukan siswanya dengan keberagaman kultur yang
dimiliki.
pengguna bahasa itu sendiri, baik variasi maupun struktur bahasa yang sudah ada. Masyarakat penutur bahasa adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai verbal repertori ( semua bahasa beserta ragamragamnya) yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur yang sama, mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di masyarakat itu".
Dengan demikian antara kultur dengan bahasa yang dimiliki
masing-masing etnik atau ras dapat mempengaruhi atau prasangka dengan simbol dan
tanda yang berbeda-beda masing-masing etnik, tetapi sebaliknya apabila
menggunakan bahasa Indonesia sebagai media antara entik atau ras, akan
menimbulkan keeratan komunikasi serta rasa empati yang saling mendalam antara
etnik.
Oleh karena itu sekolah sebagai media untuk menampung budaya-budaya
lokal ( Cultur wisdom ) yang dapat mensejahterakan manusia dengan nilai-nilai
yang dimiliki oleh budaya lokal. Contoh, budaya kehidupan orang baduy, pikukuh
hidup atau pedoman budaya sekitar, seperti teu wasa aing, mipit kudu amit ngala
kudu menta, artinya tidak akan mengambil hak atau kepunyaan orang lain, karena
kalau mengambil sesuatu hak atau kepunyaan orang lain harus meminta izin
kepada yang berhak atau yang punya. Nilai bahasa dengan multikultur,
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seorang berbahasa
mencerminkan kultur yang dimiliki orang tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, selama
mengajar di SMA, dapat dinyatakan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia, adalah
sebagai berikut :
1. Pembelajaran bahasa Indonesia masih bersifat teacher centered, artinya
menggunakan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka
pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum.
Pendekatan ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa pasip atau
menerima apa adanya dari guru. Hal ini akan menghambat kreativitas siswa.
2. Siswa sebagai salah satu sumber pembelajaran belum dimanfaat sepenuhnya
oleh guru melakukan pengajaran sastra, dalam mengungkapkan nilai-nilai
budaya yang ada di dalam pengajaran sastra tersebut. Sehingga siswa kurang
memahami makna-makna nilai-nilai budaya daerah maupun budaya nasional
yang ada di dalam pengajaran sastra.
3. Guru belum sepenuhnya menggunakan analisis nilai antar budaya yang ada di
lingkungan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diantaranya melalui
studi eksploratif masing - masing budaya dari siswa, ketika pembelajaran
bahasa Indonesia akan di mulai. Dengan melakukan studi eksploratif lintas
kultur, diharapkan siswa mengenal b»daya da: i masing-masing siswa. Studi
eksploratif tersebut melalui bedah lintas budaya, dengan cara mengenal
bahasa, adat, suku, makanan, dan budaya masing-masing.
Berdasarkan pemahaman peneliti mengenai latar belakang diatas, maka
ada persoalan yang sangat mendasar dikalangan siswa ( khususnya siswa SMA )
terjadi konflik atau kurang empati atau simpati dikalangan siswa yang berbeda
etnik atau ras, dikarenakan sekolah belum mengakomodir potensi - potensi budaya
lokal dalam situasi pembelajaran.
Demikian juga keberadaan SMA Mardi Yuana Kota Serang yang
beragam dari berbagai daerah yang berada di Indonesia. SMA Mardi Yuana
merupakan salah satu sekolah yang berada ditengah-tengah pusat kota, dengan
keberagaman penduduk dari berbagai budaya Indonesia, hal ini merupakan
potensi sekaligus tantangan bagi guru atau sekolah, karena dengan berbagai etnik
atau agama sekolah agar mudah membaurkan siswa dalam pembelajaran berbasis
multilculur. Tetapi sekolah apabila tidak mampu membaurkan atau
mengkomunikasikan dengan berbagai kultur dalam situasi pergaulan atau
menyetting pembelajaran yang menyenangkan, maka yang akan terjadi siswa
etnosentris masing-masing kultur. Tentunya generasi-generasi yang akan datang,
harus diberdayakan melalui sekolah sebagai fasilitator dan guru sebagai inovator
dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu menerapkan kurikulum
atau pembelajaran sesuai dengan multikulur siswa yang dihadapi.
Serang merupakan salah satu kota yang mayoritas penduduknya memeluk
agama tertentu yamg paling dominan , dengan demikian merupakan sebuah
potensi yang harus dikomunikasikan dan dibaurkan dengan berbagai kultur yang
ada di Banten. Melalui Sekolah Mardi Yuana inilah, peneliti berharap agar
pembelajaran berbasis multikultur mampu menunjukkan, bahwa keberagaman
kultur di tengah-tengah kota yang berbasis agama tertentu ternyata dapat hidup
dengan damai dan tidak ada konflik budaya, suku dan agama.
Oleh karena itu peneliti, merumuskan permasalahan penelitian, adalah
Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur dalam pembelajaran
B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah 1. Fokus Penelitian
Setelah melakukan pengamatan terhadap situasi sosial dan budaya,
keragaman multikultur, maka tempat yang ditetapkan adalah SMA
MARDIYUANA Serang. Adapun fokus penelitian diarahkan pada kelas yang
berbasis multikultur dengan pelajaran bahasa Indonesia, dengan rumusan masalah
sebagai berikut : Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur
dengan pembelajaran bahasa Indonesia ?
C. Pertanyaan - Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka
pertanyaan-pertanyaan penelitiannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran berbasis multikulur pada
pembelajaran bahasa Indonesia ?
2. Bagaimanakah implementasi pembelajaran berbasis multikutur pada
pembelajaran bahasa Indonesia ?
3. Bagaimanakah evaluasi pembelajarar~ berbasis multikulur pada pembelajaran
bahasa Indonesia ?
4. Apakah kesulitan-kesulitan yang dialami dalam pembelajaran berbasis
multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia ?
D. Definisi Istilah
Berikut ini akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk
1. Multikulturisme merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks
kebangsaan yang dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajukan
budaya, suku, etnis, dan agama. ( Naim dan sauqi, 2008:126 )
2. Pembelajaran Berbasis Multikultur adalah pendekatan pembelajaran kultur
mengedepankan keragaman sosial, budaya, aspirasi, dan kemampuan ekonomi
dalam proses belajar, sehingga suasana pembelajaran yang tidak diskriminatif
terhadap siswa. Dengan kata lain keragaman kebudayaan menjadi materi
pelajaran yang harus diperhatikan oleh guru maupun pengembangan
kurikulum.
3. Pembelajaran- Bahasa Indonesia adalah proses interaksi pembelajaran yang
dilakukan guru dan siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbasis multikulur.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan ini, bertujuan untuk
mengimplementasikan bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran berbasis
multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia, yang meliputi :
1. Perencanaan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia.
2. Implementasikan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran
bahasa Indonesia
3. Bentuk evaluasi pembelajaran berbasis multikultur dalam proses pembelajaran
4. Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran
berbasis multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan profesi guru khususnya
mengenai pembelajaran berbasis multikultur, terutama dalam pelajaran bahasa
Indonesia.
Adapun manfaat penelitian pembelajaran berbasis multikultur pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, sebagai berikut ;
1. Bagi siswa, akan berdampak agar memahami dan mampu menempatkan diri
dalam hidup keberagaman budaya atau ras, sehingga pemahaman kultur
sendiri tidak merasa eklusif ditengah-tengah kehidupannya
2. Bagi guru, akan berdampak peningkatan kualitas mengajar, terutama
menggunakan perencanaan dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis
multikultur, sehingga guru juga dapat menempatkan dan memposisikan
sebagai fasilitator budaya untuk memberikan pemahaman keberagaman yang
terjadi dilingkungan sekolah terhadap siswa.
3. Bagi peneliti, akan berdampak pada pengembangan kualitas diri serta
profesionalitas untuk meningkatkan keilmuan, khususnya dalam memahami
pembelajaran berbasis multikultur dan sebagai bahan masukan untuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Deskriftif Study Kasus
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena mengumpulkan
berbagai data dengan cara bertatap muka atau komunikasi langsung antara peneliti
dengan yang diteliti.
Dengan penelitian kualitatif ini peneliti menggambarkan dan menganalisis
setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya.
"Sebagaimana dijelaskan oleh Mc Millan dan Seumacher, dalarn Syamsuddin dan Damaianti, 2006 : 73 ), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan yang juga disebut investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara tatap muka langsung dairberinteraks.i dengan orang-orang di tempat penelitiad'
Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti
penelitian difokuskan pada satu fenomena saja.
"Sesuai dengan yang dijelaskan, Syaodih ( 2007 : 99 ) Penelitian ini difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Satu fenomena tersebut bisa berupa seorang pimpinan sekolah atau pimpinan pendidikan, sekelompok siswa, suatu program, suatu proses, satu penerapan kebijakan, atau satu konsep Syaodih" ( 60 : 2007 )
Jadi penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan fenomena,
kejadian, yang tidak dapat diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan yang lainnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh, Strauss dan Corbin dalam Syamsuddin
dan Damaianti, 2006: 73 )
"Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya" Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif study kasus,
karena. menggambarkan satu. subjek dan latar yang memerlukan penjelasan lebih
rinci dan memerlukan perhatian yang intensif dan rinci.
Selanjutnya, menurut Bodga dan BikIen dalam Syamsuddin dan
Damaianti, 2006 : 175 ), "menjelaskan bahwa studi kasus merupakan pengufflan
secara rinci terhadap satu. latar ( a detailed examination of one setting ) atau. satu,
subjek ( one single sbject ) atau, satu tempat penyimpanan dokumen ( one single
depository of documents ) atau. satu peristiwa tertentu ( one particular event )"
Kemudian Surachmad ( dalarn Syamsudin dan Damaianti 2006 : 175
"menjelaskan , bahwa pendekatan studi kasus sebagai suatu. pendekatan dengan
memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan rinci.
Dengan demikian, bahwa penelitian kualitatif, kelompok yang diteliti
adalah kelompok yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovasi, atau bisa juga
bermasalah. Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial budaya yang bersifat
alamiah dan saling berinteraksi secara individual atau kelompok.
Penelitian kualitatif menggainbarkan sifat dari data penelitian yang
realistic sesuai dengan pemahaman dan pemikiran nara sumber. Rencana
penelitian ini bersifat emergent atau berubah dan berkembang sesuai dengan
perubahan.
Penelitian ini juga mengunakan paradigrna naturalistik - kualitatif,
dengan tujuan agar memperoleh data secara alamiah atau apa adanya seperti
ditegaskan Lincoln& Guba dalam Hany Siswany ( 1985: 189
"We suggest that inquiry must be carried out in natural setting because phenomena of study, whatever they may be, take their meaning as much from their contexts as they do from themselves .... No phenomenenon can be understood out of relationship to the time and context spawne, harbord, and supported if”
Hal dapat, digambarkan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai
Bagan 1. Alur penefitian dengan paradigma Naturalist & Keterangan gambar bagan
Penelitian melalui pendekatan naturalistik dilaks~inakan dalarn
lingkungan, dimana konteks berpengaruh dalam memberi arti/pengertian. Dalam
hal ini, dituntut human instrument atau peneliti berlaku sebagai instrumen, yang
secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situai yang dimasukinya. Human
instrument dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang
sesuai dengan tuntutan penelitian.
Pendekatan naturalistik - kualitatif dipandang sesuai dengan masalah
penelitian ini dengan beberapa alasan :
Penelitian ini mencoba untuk mengungkap pemikiran dari para guru
mengenai rumusan dan implementasi pembelajaran berbasis multkultur di sekolah
secara umum, dan juga secara khusus untuk mengungkap implementasi
pembelajaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa Indonesia. hal ini
dapat terungkap melalui penelitian dengan pendekatan naturalistik -kualitatif
sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan & BikIen.
(1982 : 29) Qualitive research has the natural setting as the direct source of data
and the resercher is the key instrument. Peneliti tnernasuki bagian dari suatu
lingkungan dan melakukan penelitian yang berkenaart dengan konteks lingkungan
tersebut. Asurnsi peneliti adalah bahwa perilaku manusia secara signifikan
dipengaruhi oleh lingkungan, dan ditekankan oleh Nasution 1988 : 32 ) bahwa "
penelitian natulistik mengutarnakan pandangan menurut pendirian masing-masing
Penelitian ini berfokus pada proses pernbelajaran bahasa Indonesia di
lingkungan sekolah yang berbasis multikultur. Kegiatan implementasi
pernbelajaran berbasis multikultur dapat terungkap melalui penelitian kualitatif
sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh peneliti.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini, adalah guru, siswa dan proses-proses interaktif yang
terjadi antara guru dengan siswa dan sesarna selarna pernbelajaran berlangsung.
Guru yang dimaksud adalah Bapak BS, S.Pd, beliau adalah guru bahasa Indonesia
di SMA Mardi Yuana , mengajar di kelas XII IPS 1. Bapak BS,S.1'd mengajar
sudah 6 tahun di SMA Mardi Yuana, dan menjadi guru tetap di SMP Cipocok
Jaya 1 Kota Serang. Selanjutnya guru lain yang diteliti adalah Ibu TM, S.Pd,
beliau adalah wakil kepala sekolah bidang k-urikulum, di SMA Mardi Yuana,
beliau mengajar mata pelaJaran maternatika, dan menjadi guru tetap yayasan,
beliau sudah mengajar selarna 17 tahun di SMA Mardi Yuana Kota Serang.
1. Profil Sekolah
a. Sejarah dan letak sekolah
SMA Mardi Yuana Serang pertama kali berdiri pada tahun 1951 / 1952.
Alarnatnya berada di J1. Haji Abdullah No 2 Serang. Kepala Sekolah pertarna
:adalah Pater Blummen OFM, kemudian digantikan oleh Romo A.S Wirio
Suwamo ( Romo Tono ) 0M Pada saat itu SMA Mardi Yuana hanya mernbuka
kelas tetap tidak bertambah. Jumlah siswanya per kelas antara 20 sampai 30
siswa.
Tahun 1970-an pernedintah menetapkan bahwa setiap SMA harus
membuka tiga jurusan. SMA A untuk jurusan bahasa, SMA B untuk jurusan Pasti
Alam dan SMA C untuk jurusan Sosial. Karena jumlah siswa tidak bertambah
banyak, ditainbah penetapan pemerintah unt-uk membuka tiga jurusan, SMA
Mardi Yuana makin mengalami kesulitan untuk membiayai operasional sekolah
maupun penggajian guru-gurunya. Akhimya diputuskan unt-uk membubarkan
diri. Siswa-siswanya disalurkan ke SMA A Negeri Serang atau sekolah lain
berdasarkan pilihan orang tuanya.
Pada tahun 1978 / 1979 , atas usul banyak orangtua terutaina yang
beragama Kristen dan Katolik, Bapak J. Djemingoen dengan dukungan Romo FX
Teguh Suwamo, Pr ( Ketua Perwakilan Yayasan Mardi Yuana Serang - Cilegon )
menghadap Suster Yoanita SFS ( Ketua Yayasan Mardi Yuana Pusat ) unt-uk
meminta izin menghidupkan kembali SMA Mardi Yuana Serang. Atas dukungan
Mgr. Ignatius Harsono, Pr ( Uskup Bogor ) dan kesanggupan Bapak Dj emingoen
untuk hanya meminjain nama " Mardi Yuana ", tetapi mandiri dibidang keuangan
dan tenaga pengajar, mulailah dibuka peneriman siswa baru, dengan SK.
Pendirian Sekolah No : 107 / 102. Kep / E .79 dari Kanwil Depdiknas
tanggal 29 Nopember 1979 dengan No Data Sekolah : 3002010001 . Lokasi
sekolah berpindah ke RKH Syam'un no 3 Serang. Kegiatan belajar mengajar
Dalam lima tahun, perkembangan sekolah cukup meyakilikan. Hal ini
terbukti dari kesanggupan untuk mengelola uang sekolah guna membiayai
operasional sekolah dan menggaji para guru. Pada bulan April 1983 Romo Teguh
Suwarno mengundurkan diri sebagai Ketua Perwakilan , kemudian yayasan
mengangkat Romo T. Suhardi, Pr sebagai Ketua Perwakilan yang baru. Dengan
Surat bemomor 71 / MY-IV/83 tanggal 23 april 1983 tentang penyetaraan uang
sekolah, Yayasan Mardi Yuana Pusat meminta supaya pengelolaan sekolah
diserahkan kepada yayasan. Dengan legowo Bapak J. Djemingoen menyerahkan
pengelolaan sekolah terutarna keuangan ke Yayasan Pusat, sementara beliau tetap
sebagai Kepala Sekolah disamping tugasnya sebagai guru tetap ( PNS ) di SMA
Negeri Serang. Bapak J.13 jemingoen menjabat Kepala Sekolah mulai dari tahun
1978 - 1988. Setelah itu digantikan olch :
1. Drs.M.Marseldalry(1988-1994)
2. F. Sunyoto, BA ( 1994 - 1996 3. Drs. Theo Sukendro ( 1996 - sekarang
SMA Mardi Yuana Serang sampai sekarang masih secara bersama-sama
menggunakan gedung yang sama dengan SMP Mardi Yuana Serang. Adapun
yang fasilitas yang dimiliki :
1. Keliling tanah seluruhnya 160 meter, yang sudah dipagar permanen termasuk
pagar hidup ) 110 meter
2. Luas tanah seluruhnya 1.168 M2, Bangunan 720 M2, halaman 252 M2,
Lapangan Olah raga 98 M2, Kebun 60 M2 dan lain-lain 38 M2
4. Perlengkapan Sekolah seperti : Komputer, mesin ketik , lemari, kursi gurlj,
meja siswa, kursi siswa dan lain-lain
SMA Mardi Yuana Serang terletak di pusat kota Serang, tempatnya di JI
K-H. Syamun No. 3 Serang Kelurahan Kota Baru. SMA Mardi Yuana Serang
pertama kali berdiri tahun 1951/1952, berlokasi di J1. H. Abdullah No. 2 Serang.
Tahun 1970 pemerintah menetapkan bahwa setiap SMA harus membuka tiga
jurusan. Karena jumlah siswa tidak bertambah banyak, akan mempersulit
penjurusan dan biaya operasional sekolah maka diputuskan untuk membubarkan
diri. Tahun 1978/1979 atas usul masyarakat, SNIA Mardi Yuana didirikan
kembali melalui SK pendirian sekolah No. 107/102.Kep/E.79 dari Kanwil
Depdikbud Provinsi Jawa Barat. Nomor data Sekolah/Nornor Statistik Sekolah
adalah ..3002010001/ 304020101003. Lokasi sekolah pindah ke J1. KH Syarn'un
No. 3 Serang sampai dengan sekarang.
Adapun letak SMA Mardi Yuana sebagai berikut :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Pemukiman Penduduk Kel. Kota Baru
2. Sebelah Timur berbatasan dengan alun-alun Kota Serang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan SMP Mardi Yuana
2. Personil Sekolah
SMA Mardi Yuana Serang sejak berdiri telah dipimpin oleh empat
TABEL 1
KEPALA SEKOLAH YANG BERNAH MENJABAT SMA MARDI YUANA
DI KOTA SERANG
guru 23 orang, karyawan tata usaha 3 orang, satpam 1 orang dan pesuruh 1 orang
TABEL 2.
PERSONIL SMA MARDI YUANA KOTA SERANG
NO NAMA JABATAN STATUS
3 B. Totong Sumartadi Biologi
5 M. Srimunarsih, S.Pd Matematika
Pembina OSIS
GTY
6 Titik Listyorini, S.Pd Bahasa Inggris
Pembina Pramuka
10 Drs. Dwi Suryanto Bahasa Indonesia Honorer
11 Simon Radus, BA Agama Honorer
12 Sutiadi, BA Matematika Honorer
13 Leo Agung S, S.Pd Pendidikan Seni Honorer
14 Drs. Sutrisno Fisika Honorer
15 Yeti Nurhayati, S.Pd Sejarah Honorer
16 FX Wardoyo, S.Pd P. Jasmani Honorer
a. Latar Belakang Kurikulum SMA Mardi Yuana
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulurn Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
beragarn mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kornpetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar
nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (S1) dan Standar Kornpetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utarna bagi satuan pendidikan dalam
mengernbangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU
2012003) tentang Sistern Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 1912005) tentang Standar Nasional
Pendidikan mengamanatkan kurikulurn pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan
menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKI,
Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti
ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalarn UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan
Urnurn yang mernuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat
diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kol-fipetensi
dan Kornpetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam
ketentuan umum adalah penjabaran arnanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP.
19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP.
Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP
dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum
yang dikernbangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat
memberi kesempatan peserta didik untuk :
a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b) belajar untuk memahami dan menghayati,
c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui prosw belajar yang
b. Visi dan Misi SMA Mardi Yuana
Tantangan zarnan yang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan dunia yang semakin tanpa batas
mamacu SMA Mardi Yuana Serang ikut serta dalam mempersiapkan anak bangsa
yang mampu bersaing untuk meningkatkan derajat bangsa indonesia dengan
bangsa lain, sebagai mitra pemerintah dalam bidang pendidikan, maka SNIA
Mardi Yuana Serang ingin ikut mencerdaskan masyarakat propinsi Banten
khususnya di Kabupaten Serang, melalui visi antara lain; mencerminkan cita-cita
sekolah ingin ikut serta membantu pemerintah meningkatkan kualitas bangsa
indonesia yang cerdas diberbagai bidang kehidupan. Untuk mewujudkannya,
Sekolah menentu-kan langkah-langkah strategis yang dinyatakan dalam misi yaitu
sebagai berikut :
1). Meningkatkan kecoprdasan intelektual, emosional dan spiritual
2). Mengusahakan terwujudnya berbudi pekerti luhur
3). Mengembangkan ketrampilan akademik
4). Membangun suasana belajar yang produktif dan kreatif
Demikian visi dan misi SMA Mardi Yuana, selanjutnya visi dan misi
tersebut dtuangkan dalam bentuk tujuan pendidikan SMA Mardi Yuana yang
c. Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas.
Pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) bert-ujuan memberikan
bekal kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di Sekolah Menengah Pertama
(SMP), untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta
mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat untuk mengikuti pendidikan
tinggi.
Dengan pemyataan tersebut pendidikan mempunyai arti dan peran yang
sangat penting dalm kehidupan manusia. Namun dernikian keberhasilan
pendidikan bukan hanya menj adi tanggung jawab orang tua, sekolah, masyarakat
dan pemerintah, tetapi merupakan hasil kerjasama yang terkoordinasi antara orang
tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Sekolah sebagai institusi pendidikan yang utaina dalam memberikan bekal
ilmu pengetahuan kepada peserta didik diharapkan mampu memberikan motivasi
dan dorongan kepada para peserta didik, supaya dengan bekal yang dimiliki
mampu menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. Untuk itu sekolah
dituntut untuk menjawab tantangan yang ada dengan mempersiapkan diri dalam
berbagai hal, salah satunya adalah meningkatkan mutu sekolah dengan menarnbah
d. Tujuan Sekolah Menengah Atas
1. Memberi kesempatan belaJar bagi lulusan SMP atau sederajat
2. Mempersiapkan peserta didik kejenjang pendidikan yang lebih tinggi
3. Mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan kernampuan
3. Prord Siswa
Jumlah peserta didik pada tahun pelaJaran 2007/2008 seluruhnya
bedumlah 499 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Peserta
didik di kelas X ada sebanyak 4 rombongan belajar. Peserta didik pada program
IPA baik di kelas XI maupun di kelas XII hanya satu rombongan belajar.
Sedangkan pada program IPS di Kelas XI dan Kelas XII masing-masing ada tiga
rombongan belajar.
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1, sejumlah
31 orang, dengan berbagal latar belakang budaya, suk-u, bahasa dan agama.
Sebagian besar siswa bertempat tinggal di kabupaten Serang dan ada
sebagian kecil yang datang dari Kota Cilegon, Kab. Pandeglang. Dan Kab
Adapun secara keseluruhan jumlah siswa sebagai berikut :
TABEL 3
JUMLAH PESERTA DIDIK TAHUN 2007/2008
NO NAMA JABATAN STATUS
X 28 31 59
XI-IPA 9 19 28
XI-IPS 17 14 31
XI-IPA 15 14 29
XI-IPS 27 22 49
JUMLAH 257 242 499
Siswa yang berada di SMA Mardlyuana, berasal darl berbagal daerah,
suku, budaya dan agama, karena mereka rnengikuti kedua orangtuannya dalam
mencari nafkah, sehingga wajah keindonesiaan di sekolah ini sangat terasa.
Dengan latar belakang yang bermacam-macam inilah , keberadaan di kelas pun
tempat duduk mereka selalu berlainan suku dan budaya, tidak kitaj'wnpal sekolah
pada umumnya, yaitu heterogen dari segi kultur dan etnisitas. Bhlnneka Tunggal
Ika, yang menjadi lambang keberagainan di Indonesia, di sekolah ini nampak
sekall, karena mereka sering berbaur ( meltingpot ) dalam berbagal kegiatan,
misalnya memperingati hari-hari besar nasional, dengan menggunakan pakaian
adat masing-masing, memperingati hari besar agama, misalnya agarna Kristen,
Islatn dan Konghucu dan sejenisnya, mereka selalu saling menghonnati.
Daerah asal mereka hampir dari Sabang sampai Merauke, yaitu, Medan
Surnatera Utara ), Palembang ( Sumatera Selatan ) Pekan Baru ( Riau ) Bukit
Bitung ( Banten ), Purwakarta, Bogor dan Bandung ( Jawa Barat), Jawa Tengah,
Salatiga (Yogyakarta), Madura, Jawa Timur), Pontianak ( Kalimantan Barat,
Manado ( Sulawesi Utara ) dan Flores ( Nusa Tenggara Timur) Cerminan
kebergaman di SMA Mardi Yuana, menunjukan Indonesia.
Kecil di wilayah Kota Serang, dengan adanya penduduk Ko~a Serang
yang multietnis, schingga perlu internalisasi nilal - nilai keberagaman di sekolah
sekolah, untuk meminimalkan prasangka-prasangka sosial dan ekonomis yang
berbeda dengan yang berlainan etnis.
Oleh karena itu upaya tersebut harus dilakukan guru dan tenaga
kependidikan melalui sekolah-sekolah, terutarna sekolah yang berbasis mutlietnik
atau multikultur. Siswa SMA Mardi Yuana ini cukup unik dari segi latarbelakang
suku berasal, dengan daerah yang berbeda-beda dari seluruh Indonesia, tetapi
secara keseluruhan hampir didominasi olch suku cina atau warga Indonesia
keturunan dengan asal daerah yang berbeda-beda.
Keunikan ini merupakan potensi sekaligus tantangan bagi SMA Mardi
Yuana, satu sisi menarnpilkan multietnis dari segi budaya, akan tetapi dari segi
penampilan atau sosok siswa hampir dik-uasai oleh etnis tertentu, yaitu warga.
Indonesia keturunan. Hal ini dapat menjadikan suatu konflik dengan etnis teilentu
apabila guru tidak mampu memberikan pelayanan dengan memberikan
kenyamanan untuk sernua etnis atau budaya dalarn proses pernbelajaran di
sekolah.
Upaya-upaya ini harus dilakukan oleh guru di SMA Mardi Yuana, agar
bermanfaat untuk sernua etnis yang ada di SMA Mardi Yuana. Oleh karena itu
siswa harus diarahkan untuk mengenal dan memaharni bahasa daerah asal dan
budaya ternan-temannya, sehingga yang mayoritas tidak merasa insklusif
ditengah-tengah teman-temannya.
Pengelolaan kelas agar efektif dalam mengelola siswa yang berbasis
multikultur, maka guru-guru di SMA Mardi Yuana didatangkan oleh plhak
pengelola atau Yayasan dari Jakarta, berasal dari berbagai suku atau daerah,
harnpir seluruh Indonesia. Guru-guru tersebut berasal dari Yogyakarta, Flores,
Batak dan sunda. Kornpisisi guru yang beragam budaya ini, diharapkan dapat
memberikan warna yang baik dalam memandang perbedaan - perbedaan latar
belakang siswanya, sehingga mampu menciptakan pernbelajaran yang menghargai
suku atau budaya satu sama lain. Perlu diketahui, bahwa mayoritas siswa berasal
dari warga keturunan Tionghoa, hampir 53 %, tetapi mereka berasal dari beragam
daerah di seluruh Indonesia, mulai Bangka hingga Flores, dari jumlah 173 siswa
yang beragarn, siswa Tionghoa be~umlah 96 orang. Hal ini mengindikasikan
bahwa perlu penanganan yang serius bagaimana caranya agar warga Tionghoa
mampu berbaur dengan warga Indonesia yang berbeda - beda, atau sebaliknya
warga Tionghoa mampu menyesuaikan diri dengan keadaan di luar sekolah.
Keseharian mereka atau siswa ketika dalam berkornunikasi atau bergaul di
dalam kelas atau di luar kelas, tidak memperlihatkan insklusif, mereka mampu
melihat suatu perbedaan sebagai sesuatu yang harus diahadapi, contohnya ketika
Cina dengan warga Indonesia atau sebaliknya warga Indonesia dengan warga
Tionghoa juga, mereka bekornunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Dengan kekayaan pluralisme atau berinacam-macam multikutlur yang
dimiliki SMA Mardi Yuana, Kota Serang, merupakan sebuah potensi untuk
menanamkan sikap, nilai persarnaan dan perbedaan budaya sejak dibanglcu
sekolah sehingga ketika siswa tersebut hidup berdampingan dengan yang berbeda
kultur, etnik, againa dan kepentigan - kepentingan yang lain, dianggap sebagai
angurah dari Tuhan yang harus disyukuri.
Dengan demikian, keberadaan budaya dan suleu di SMA Mardi Yuana
sanagat beragam, hal ini merupakan suatu potensi yang harus dibina oelh guru
dalam membentuk membentuk karakter mereka, agar saling menerima satu sarna
lain. SMA Mardi Yuana merupakan salahsatu sekolah di provinsi banten yang
menyelenggarakan pendidikan multientis harnpir dari seluruh Indonesia, akan
tetapi mereka kebanyakan warga keturunan Tionghoa atau Cina. Keberadam
warga minoritas ini harus selalu dijaga ditengah-tengah kota yang berbasis agarna
tertentu, dalain hal ini islam.
Secara lengkap keberagainan di SNU Mardi Yuana tertera tabel dibawah
TABLE 4.
TENTANG DESKRIPSI ASAL USUL DAERAH DAN SUKU SISWA SMA MARDIYUANA DI KOTA SERANG
Keterangan :
B : Batak T : Toraja B : Bangka P1 : Palembang
T : Tionghoa F : Flores Bu : BUgis D : Dayak
S : Sunda G : Gorontalo A : Ambon
Berdasarkan tabel diatas, bahwa deskripsi keberagaman asal daerah dan
kultur atau budaya, maka presentase asal budaya dan daerah sangat beragam,yang
mendominasi daerah asal atau suku tertentu than sehingga dapat membentuk
proses pembudayaan dan pendidikan yang merupakan media efektif untuk
melahirkan generasi yang memiliki pandangan yang mampu menjadikan
keragaman sebagai bagian yang harus diapresiasi secara konstruktif. Sebab,
pendidikan bersifat sistemik, dengan tingkat penyebaran keberagaman yang cukup
tinggi, merata dan meluas di SMA Mardiyuana, dapat dijadikan suatu bentuk
Icekuatan dalarn mengali potensi budaya dari berbagai daerah.. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan yang berbasis multikultur menjadi sarana yang cukup efektif
untuk menjadi tujuan yang ideal, dalam hidup keberagaman.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara dan study dolcumentasi. Ketiga teknik ini diharapkan dapat
melengkapi dalarn memperluas bahan dan data yang diperlukan selama penelitian.
Sehingga mendapatkan hasil yang penelitian yang valid dan realibitasnya dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis.
Dengan teknik yang digunakan adalah metode wawacara dilakukan
sebagai pendalarnan untuk memperoleh informasi, dan observasi, untuk melihat
pergaulan suatu komunitas multikutur yang berada di SMA Mardi Yuana Kota
Serang dan studi dokumen, mempelaJari sumber-sumber yang dapat dijadikan
1. Observasi
Observasi adalah sernua kegiatan yang dilakukan unt-uk mengamati,
merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang
diharapkan. Menurut, Nasution ( dalam Sugiyono, 2007 64 observasi adalah dasar
sernua ilmu pengetahuan. Peneliti hanya dapat beke~a berdasarkan data, yaitu
fakta mengenal dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Kemudian Marshall ( dalam Sugiyono, 2007: 64 ) menyatakan bahwa
though observation, the researcher learn about behavior and meaning attached to
those behavior". Melalui observasi, peneliti belaJar tentang perilaku, dan makna
dari perilaku". Sedangkan Sanfiah faisal, ( dalam Sugiyono, 2007 : 64 )
"mengklasifikasi observasi menjadi observasi berpartisipsi ( participant
observation, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar ( obsert
observation dan covert observation.
Observasi merupakan alat yang sangat arnpuh yang dibutuhkan dalam
penelitian kualitatif Dalam penelitian ini, observasi dilakukan di sekolah dan di
kelas untuk mengamati kegiatan belaJar mengajar materi Bahasa Indonesia, yaitu.
Kemudian mengamati guru dalam melaksanakan proses pernbelajaran bahasa
Indonesia dengan siswa yang beragam budaya atau multikultur, mengarnati
respon siswa terhadap materi pernbelajaran berlangsung di kelas serta mengamati
ketika siswa beristirahat atau bergaul di lingkungan sekolah.
Kegiatan observasi ini dilak-ukan berulang - ulang sampai diperoleh
respon yang terarnati oleh peneliti dan agar terbiasa siswa menerima kehadiran
2. Wawancara
Nasution (1996:69), mengatakan " observasi saja tidak memadai dalam
melakukan penelitian, itu sebabnya harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan
melakukan wawancara peneliti dapat memasuki dunia pikiran dan perasuan guru
mitra". Esterberg ( dalam sugiyono, 2007 : 78 ) mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut :
" Untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangnya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan wawancara secara hati-hati dan mendalarn berdasarkan instrumen yang telah dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan" (Nasution, 1996: 73 )
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan berbagai
pihak diantaranya kepala sekolah, guru bahasa Indonesia sebagai mitra dan
peserta didik di kelas maupun di luar kelas.
Wawancara dengan Kepala Sekolah untuk memperoleh gambaran
mengenai latar belakang siswa dengan berbagai keragaman yang ada, sehingga
setelah peneliti mendapat gambaran mengenai pergaulan komunitas multikultur
yang ada, diharapkan mainpu menganalisa sebagai langkah awal penelitian.
Wawacara dengan guru bahasa Indonesia, untuk memperoleh penjelasan
mengenai pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang biasa
Wawancara dengan peserta didik, bertujuan untuk mengenal lebih dekat
mengenai bahasa dan kebiasaan masing - masing daerah asalnya.
Wawancara ini dilakukan dalam lintas budaya siswa yang berbeda-beda,
sehingga peneliti mampu mengenali multikultur yang ada di lingkungan SMA
Mardi Yuana.
D. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap yaitu, tabap
persiapan, tahap pelaksanaan ( pekedaan lapangan dan pengujian), dan tahap
analisis
.
1. Tahap persiapan
Kegiatan dalain tahap persiapan ini meliputi (a) survey pendahuluan dan
studi literatur, ( b ) menyusun rancangan penelitian, ( c ) memilih lokasi penelitian
a) Survey pendahuluan dan studiliteratur
Sebelum menyusun rancangan penelitian, terleblh dahulu dilakukan studi
literatur dan survey pendahuluan. Melalui studi literatur dan dokumen niengenai
Kurikulum bahasa Indonesia, untuk melihat rancangan pembelaJaran yang sesuai
dengan pembelajaran berbasis multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia.
Kemudian mengamati dalam bentuk implementasi pembelajaran di kelas.
istirahat dengan sesarna siswa, serta mengamati kondisi lingkungan atau fasilitas
yang mendukung.
b) Menyusun rancangan penelitian
Berdasarkan hasil survey pendahuluan, selanjutnya disusun rancangan
penelitian kepada para dosen pembimbing untuk dikonsultasikan dengan arahan
para pembimbing. Sehingga dosen pembimbing pada intinya menyetujui
rancanganini, dengan catatan permasalahan yang mungkin dapat berubah sesuai
dengan apa yang terjadi di lapangan.
c) Memilih Lokasi penefitian
Menetapkan lokasi penclitian ini disesuaikan dengan karateristik budaya
sekolah. Sekolah Mardi Yuan merupakan salah satu sekolah favorit dengan latar
belakang siswa berbeda - beda budaya dan ras. Peneliti memilih sekolah ini,
karena keberadaannyai ditengah - tengah kota serta dengan keberagainan
latarbelakang budaya, sosial yang berbeda. Guru- guru di sekolah ini memiliki
motivasi yang tinggi sehingga prestasi sisw yang baik setara dengan
sekolahsekolah favorit lainnya, ketersedlaan fasilitas yang memadai sehingga
siswa lebih leluasa berkreasi dan melakukan kreativitas dan adanya beragamnya
suku hampir dari seluruh Indonesia. Selama ini sekolah tersebut belum pemah
terjadi konflik budaya atau agarna, sehingga ketertarikan peneliti untuk memilih
SMA Mardiyuana unt-uk dijadikan sebagai penelitian, sekolah tersebut terletak di
E. Teknik Analisis Data
Tahap analisis data dilakukan setelah data dari lapangan terkumpul.
Pendekatan naturalistik dilakukan melalui pengukuran dari memperhatikan
hubungan konsep abstrak dengap bagian data. Pengukuran ini berkenaart dengan
mempredisikan dan mengekspalanasikan ternuan di mana peneliti memperhatikan
hubungan antara telnuan yang diperoleh dari kepala sekolah, guru dan siswa serta
kegiatan belaJar mengajar dan pembauran siswa ketika jam pelaJaran maupun
diluarjam pelaJaran di linglcungan sekolah.
Adapun analisa data yang dilakukan sebagai berikut
1. Mendekrisipkan data secara lengkap dan detail sesuai dengan fokus masalah
yang dilakukan, selanjutnya analisis dan interpretasi mengenai proses
pernbelajaran berbasis multikultur.
2. Menganalisis hambatan dan daya dukung pelaksanaan pernbelajaran berbasis
multikultur
Mendeskripsikan data secara lengkap yang dimaksud ole-h peneliti,
meneliti berberapa dokumen persiapan mengajar, mulai dari program tahunan,
program semester, silabus dan RPP ( Rencana Pelaksanan Pembelajaran ) yang
berbasis KTSP di SMA Mardi Yuana. Selanjutnya peneliti, mengamati
implementasi pembelaJaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa
Indonesia, mulai dari kegiatan awal, yang dimulai dengan apersepsi atau
pendahuluan, cara pengorganisasian materi, analisis kultur . Tahap berikutnya
mempersentasikan hasil, peer group analysis ( membentuk kelompok diksusi ),
expert opinion, refieksi dan melakukan rekornendasi serta membangun kornitmen
bersama. Tahap Kegiatan Akhir, diamati mulai dari meni-njau ulang pelaJaran,
menentukan prosedur evaluasi dan mengadakan tindakan lanjut ( Tugas mandiri
BAB V
SIMPULAN DAN REK0MENDAS1
Pada bab ini, dijelaskan beberapa kesimpulan dan ternuan-ternuan hasil
penelitian, implikasi ternuan, saran-saran dan rekomendasi kepada pihak yang
terkait dalam proses pembelajaran berbasis multikultur di SMA Mardi Yuana
Kota Serang, dapat disimpulkan sebagai berikut
5.1 Simpulan
Berdasarkan deskripsi dan analisa hasil penclitian mengenai pembelajaran
berbasis multikulltur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Perencanaan PernbelaJaran Berbasis Multiikultur
RPP ( Rencana Pelaksana Pembelajaran ) di SMA Mardi Yuana, secara
umum berbeda dengan RPP yang dengan pembelajaran berbasis multikultur.
Adapun komponen - kornponen RPP dalam pembelajaran berbasis multikultur,
sebagai berikut :
1) Pokok bahasan, kelas, semester
2) Korapetensi dasar, tujuan pembelajaran Khusus.
3) Poses belajar mengajar. Adapun hal-hal yang harus persiapkan, diantaranya
strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan sumber.
4) Kegiatan Inti Pembelajaran
5) Melakukan penilaian hasil belajar, dengan melakukan refieksi dan
menyampaikan informasi tindak lanjut. Berdasarkan kriteria RPP
pernbelajaran berbasis multikultur diatas, bahwa RPP yang dibuat guru dalam
pembelajaran yang dilaksanakan secara umum tidak ada perbedaan yang
mendasar, hanya ada berberapa point yang belum dikembangkan oleh guru
tersebut dalam merencanakan proses pembelaja,ran berbasis multkultur
tersebut, dalam menent-ukan startegi pembelajaran, di dalam pernbelajaran
berbasis multikultur harus mencanturnkan analisis isi dan i analisis nilai,
sedangkan dalarn pembelajaran bukan multikultur tidak mencanturnkan
analisis isi dan analisi isi.
Kesulitan yang dialami guru dalam merencanakan pembelajaran, ketika
menentukan dan mengembangkan indikator, terutwna dalam merumuskan kata
kerja operasional. Kornponen - kornponen yang ada dalam RPP tersebut .
diantaranya tercantum Standar kompetensi, kompetensi dasar, Indikator atau
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan merancang langkah-langkah
kegiatan pembelajaran, misaInya menentukan kegiatan awal atau pendahuluan,
dengan apersepsi, dilanjutkan memberikan motivasi dan mengaitkan dengan
pelajaran yang Ialu. Kegiatan inti, yang dilaksanakan oleh guru dengan
mengunakan metode diskusi, dan inquiri , seharusnya menggunakan metode yang
lebih variatif, sehingga guru dapat mengelola pembelajaran baik dan menent-ukan
penilaian yang tercantum di dalatn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, telah
menggunakan prosedur, bentuk dan jenis penilaian pada umumnya. Namun