• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELMARAN BERBASIS MULTIKULTUR PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA MARDI YUANA KOTA SERANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELMARAN BERBASIS MULTIKULTUR PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA MARDI YUANA KOTA SERANG."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATAPENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 14

C. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian ... 14

D. Definisi Istilah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTUR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA A. Multikultur ... 17

1. Pengertian Multikultur ... 17

2. Ruang Lingkup Pembelajaran Multikultur ... 23

3. Pembelajaran Multikultur dan Interkultur ... 25

(2)

ii

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 30

1. Pengertian Bahasa ... 30

2. Fungsi Bahasa ... 41

3. Peranan Bahasa Nasional dalam Masyarakat Multikultur ... 43

C. Telaah Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ... 44

1. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44

2. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 45

3. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 46

D. Ragam Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia ... 48

E. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 50

F. Desain Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 51

G. Faktor-faktor yang Berpengaruh Sistem Pembelajaran ... 52

H. Teori-Teori Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran ... 62

I. Kurikulum Flurasi dan Multikultur ... 70

BAB III METODOLOG1 PENELITIAN A. Metode Deskriptif Studi Kasus ... 81

B. Subjek Penelitian ... 85

C. Teknik Pengumpulan Data ... 102

D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian ... 105

(3)

iii

BAB IV DESKRIPS1 PENELITIAN DAN PEMBARASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 109

1. Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 109

2. Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 116

3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 125

4. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 127

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia ... 132

2. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multik-ultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 142

3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 151

4. Pemahaman Guru Bahasa Indonesia Mengenai

Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 160

5. Sarana dan Prasarana yang Mendukung Pembelajaran

Bebasis Multikultur ... 165

6. Persamaan dan Perbedaan Perencanaan dan Implementasi

Pembelajaran Berbasis Multikultur dengan Pembelajaran

(4)

iv BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 174

B. Rekomendasi ... 179

DAFTAR PUSTAKA ... 181

(5)

v

DAFTAR TABEL, BAGAN DAN GAMBAR

Tabel

3.1 Kepala sekolah yang Pernah menjabat di SMA Mardi Yuana ...

3.2 Personil SMA Mardi Yuana peserta didik Mardi Yuana ...

3.3 Jumlah peserta didik tahun 2007 / 2008 ...

3.4 Deskripsi asal usul daerah dan suku siswa SNIA Mardi Yuana ...

4.1 Pengamatan aktivitas guru dan siswa ...

4.2 Mengenai evaluasi pembelajaran berbasis ...

4.3 Mengenal arti pembelajaran berbasis multikultur ...

4.4 Persaman dan perbedaan Pembelajaran Berbasis Multikultur dan

pembelajaran yang bukan Multikultur ...

Bagan

Bagan 3.1 Alur penclitian dengan paradigma Naturalistik ...

Gambar

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Budaya merupakan hal kreativitas manusia dalam memahami dan

berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan karya, rasa dan cipta

yang bermanfaat untuk kehidupannya. Manusia yang berbudaya, dapat dikatakan

manusia yang memahami kehidupannya, artinya ketika dia berpikir, dan

berperasaan dalarn hal ini menggunakan logika, rasa dan naluri, dalam bertindak

dan bertutur bahasa sehingga dapat bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan

lingkungannya.

Menumbuhkan pemahaman lintas budaya mutlak diperl_ukan dalam

masyarakat Indonesia yang multietnik dan multikultur. Adapun cara yang

dilakukan bisa melalui pendidikan dalam keluarga, sosialisasi nilai-nilai dalam

inasyarakat baik melalui pergaulan sosial maupun media, dan melalui pendidikan

multikultur, yaitu pendidikan yang dapat menfasilitasi siswa dalam memahami

materi pembelajaran tanpa adanya kendala perbedaan latar belakang cultural.

"Pentingnya multikultural menjadi lebih urgensial ketika dilihat darirealitas kondisi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan suku, agama, bahasa dan budaya. Jumlah penduduk hampir mencapai 210 juta jiwa, dengan kandungan budaya diantaranya 13.000 pulau besar dan kecil, 300 suku yang menggunakan hampir mencapai 210 jenis bahasa, dengan 6 agama ( Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu ) masirh ada ribuan aliran sekte yang dapat diterima masyarakat, sampai aliran yang dianggap sesat ( meskipun terminologi ini masih pro-kontra)". Tersedia di http://ikassurabaya.blogspotcom/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikultur.

(7)

Fenomena yang lain misalnya sering terjadi , hubungan dengan stereotipe,

prasangka sosial, dan rasisme di Indonesia hingga kini masih menguat.,

diantaranya Sebagaimana yang dikatakan Supriadi dalam supardan, ( 2001 : 9 )

Misalnya adanya ungkapan-ungkapan, " Padang Bengkok", Batak Retenir dan Tukang Copet, "Jawa Koek", dan sebagainya. Sedang bukti nyata adanya rasisme dapat didengar dan dipahami dengan meletusnya " Tragedi Sambas" maupun "Sampit " di Kalimantan.

Naisbit (:994 : 15 ) sebagai tokoh futuris ternama, telah memprediksi bahwa " suku bangsa ataupun etnis dapat menjadi boomerang bangsa yang kurang arif dalam melakukan kebijakan politiknya. Kelompok minoritas ini bias menjadi korban intimidasi dari kelompok mayoritas, bias menjadi ancaman bagi perkembangan demokrasi, maupun konflik terbuka sesama etnik minoritas itu sendiri".

Toffler ( dalam Supardan 1992: 10 ) menyatakan :

"di masyararakat industri misal, rasisme secara khas membentuk mayoritas yang menindas minoritas. Bentuk patologi sosial ini masih merupakan ancaman terhadap demokrasi sedang dalam proses menjadi terorisme domestik. Selain konflik tradisional antara mayoritas dan minoritas, pemerintah demokratik juga sekarang harus berusaha mengatasi perang terbuka antara berbagai kelompok minoritas yang saling bersaing".

Toffler, menyatakan bahwa pentingnya golongan minoritas yang selama

ini sering dianggap kecil artinya atau dipandang sebelah mata tanpa mengabaikan

mayoritas. Masyarakat dalam sistem dan struktur apapun, apakah sistem kimiawi,

negara, komputer, lalulintas, kalau terlalu jauh aturan-aturan tradisional

dilaluinya, berarti itu melanggar dan bertindak dengan aneh. Kerangka acuan bagi

keadilan sosial, kini diibaratkan telah api dalam sekam yang siap meledak jika

dibakar.

Apakah ada hubungan kausalitas atau tidak, antara kebhinekaan bangsa

Indonesia dengan potensi konflik, tetapi kurun waktu sekitar 50 tahun,

(8)

peristiwa G.30.S// PKI, dimana peristiwa tersebut masih menjadi pertanyaan besar

masyarakat etnis China di Jakarta tahun 1998, konflik antara Islam dan Kristen

Maluku 1999-2003, konflik suku di Papua yang menelan korban ratusan nyawa.

Semua ini secara hipotetis dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang mampu

menerima adanya perbedaan

Sedikitnya seiama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan

pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan

masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang

muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar

kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai

kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang

dibangun dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan

betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok.

Perkembangan selanjutnya multikulturalisme tersebut cepat meluas,

multkulturalisme sekarang telah berkembang menjadi semacam keyakinan, sikap

dan kebijakan. Mu1_tikulturisme tidak hanya sekedar semboyan, retorika politik,

atau pengakuan simbolis terhadap kekayaaan realitas sosial. Multikulturalisme

telah menjadi pengakuan sejati terhadap kelompok yang mendukung dan selaras

dengan identitas nasional.

(9)

menghargai multikulturaisme. Amerika Serikat, Kanada, India, Australia, Malayasia adalah contoh kelompok negara yang pertama. RRC adalah contoh kelompok negara yang kedua. Israel yang mempercayai keunggulan ras Yahudi sebagai " Umat Terpilih Tuhan' dapat dimasukkan kategori ketiga"

Pertanyaannya, Indonesia dengan demikian masuk kelompok mana?

Secara teoritis dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, termasuk kategori

pertama, seperti Amerika yang bersemboyan E Pluribus Unum ( Unity in

Diversty).

Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat

ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah

kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.

"Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama". Tersedia di (http: //re-searchenginess.com/muhaemin604.htm1

Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat

akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan

dan sebaliknya. Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa

Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain

sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai

masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural"

(10)

"kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang

mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.

Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari penataan secara sistematik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar untuk memperbaiki realitas masyurakat, perlu dibentuk melalui proses pembelajaran multikultural, yaitu pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentaraman tatanan kehidupan masyarakat.

Perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan

interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar)

dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala

sambil berkata "uh. huh". Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan

persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya,

individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara

individu yang statusnya rendah hanya menerima saja, dalam budaya lain justru

sebaliknya.

"masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam proses belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagian hasil belajar". Tersedia di http:// www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/iNo 026, pendekatan hamid hasan.htm

Indonesia berdiri di atas kemajemukan suku bangsa dan bahasa serta

serentetan perbedaan lainnya. Kebhinekaan merupakan cerminan jiwa

(11)

keragaman dan mencintai penyeragaman. Di sisi lain, penyeragaman ini dilakukan

oleh para pengambil kebijakan dengan alasan menyatukan bangsa Indonesia.

Padahal, mereka telah mengebiri kearifan budaya lokal dengan nuansa

non-keindonesiaan.

Dalam masyarakat yang mengedepankan musyawarah dan dialog sebagai

cin masyarakat sipil, mengedepankan pribadi, apalagi menjelelc-jelakkan,

seseorang merupakan pelanggaran dalam dunia masyarakat sipil. Ini membuktikan

bahwa masyarakat kita belum siap menghadapi perbedaan. Kita bersatu bila

menghadapi musuh bersama. Tetapi, akan saling menyerang jika menghadapi

musuh yang lahir dari perbedaan ideologi, jika memang benar ada ideologi.

Artinya, menghormati pendapat orang lain, toleran dengan pilihan orang lain

belum terpatri dengan kuat. Padahal, sekali lagi, Indonesia ada karena

kemajemukan bangsa.

Semangat memahami, menghargai, dan toleran terhadap kebhinekaan

untuk semua sendi kehidupan. Pemahaman akan kebhinekaan seyogyanya

mengeksistensikan jiwa Indonesia. Sejarah membuktikan, bahwa pilar bangsa

Indonesia adalah kebersatuan atas keragaman. Semangat ini mulai pudar seiring

menguatnya identitas lokal. Kearifan budaya lokal memang perlu ditanamkan sej

ak dini sebagai penguat identitas kebangsaan.

Tidak akan ada pemahaman multikultural jika tidak memahami dan

menyadari kultur dirinya sendiri. Multikultural akan menjadi kultur baru bagi

mereka yang menyadari bahwa ikatan keberbedaan merupakan keniscayaan.

(12)

Pendidikan multikultural bukan berarti memberikan pelajaran kebhinekaan

di lembaga pendidikan. Pendidikan multikuitural lebih kepada menanamlcan

nilai-nilai dan semangat memahami dan tolerans terhadap perbedaan. Bagaimana pun,

semangat ini akan mentah kembali jika proses emansipatoris multikultural tidak

mulai dipraksiskan.

Sekolah, dari tingkat dasar hingga atas, merupakan media yang dinilai

efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan itu. Sebab, pendidikan terawal

yang diperoleh anak-anak kita adalah melalui institusi sekolah. Bahkan, hampir

setengah waktunya sepanjang hari dihabiskan di sekolah. Dengan waktu tersebut,

para siswa berinteraksi dengan teman, guru dan lingkungan yang berbeda dengan

dirinya.

Proses emansipatoris berjalan ketika mereka menyadari, perbedaan

dihadapan mereka bukan untuk dihindari. Sebab, perbedaan merupakan

sebuah keniscayaan. Perlu ditanamkan sikap mereka terhadap perbedaan itu.

Sikap menghadapi perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, berat

badan, atau difabilitas bahkan agama.

Pendidikan multikultural melalui sekolah ini melibatkan kesadaran

berbagai pihak. Pertama, guru. Peran guru sangat dibutuhkan dalam proses

akulturasi multikultur ini. Bagaimana seorang guru fasih menerangkan kepada

siswanya bahwa temannya yang berwarna kulit lebih hitam atau lebih putih itu

bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk berteman. Bagaimana seorang guru

merangsang pemikiran siswanya bahwa temannya yang berbeda suku dan bahasa

(13)

mampu mengelaborasi pentingnya kebhinekaan itu pada temannya yang dilabel

atau berbeda agama sekali pun.

Selain kefasihan guru, peran kedua melalui lingkungan sekolah.

Lingkungan yang multikultur pun diperlukan dalam proses konsienstiasi ini.

Lingkungan sekolah multikultur di dalamnya tidak hanya terdiri dari orang-orang

yang berjenis kelamin sama dari suku dan bahasa yang sama pula. Intinya,

sekolah multikultur bukan sekolah yang monokultur. Dengan sekolah yang

multikultur diaharapkan akan dapat timbul potensi - potensi budaya yang

terpendam dari masing-masing siswa, dengan budaya yang dibawanya.

Dari sisi fisik, lingkungan sekolah multikultur pun di-setting

mengapresiasi perbedaan. Cat sekolah yang warna-warni, tumbuhan beragam

jenis, pakaian non-seragam, kelas yang tidak melulu harus berupa ruangan.

Sekolah multkultur mengedepankan rasa menghormati dan toleran terhadap

perbedaan bukan saja dalam aspek manusiawi, tetapi juga pada sisi lingkungan

sekitarnya.

Ketiga, kurikulum yang multikultur. Ditenggarai kurikulum di era Orde

Baru ddak mencerminkan kebhinekaan. Semangat bangsa, Bhineka Tunggal Ika,

baru dipaparkan pada wilayah kognisi. Pancasila baru sekedar dihapal. Padahal,

nilai-nilai Pancasila yang dirumuskan founding father negeri ini sebagai

pemersatu bangsa.

Kurikulum yang digunakan sekarang ini di sekolah lebih mengedepankan

(14)

beradaptasi dengan suasana lapangan kerja. Oleh karena itu, kompetensi yang

distandardkan pun disesuaikan dengan kompetensi lapangan kerja.

Menyadari bahwa manusia memiliki perbedaan sehingga harus mampu

memanusiakan manusia melalui kebhinekaan membutuhkan proses panjang. Salah

satu konsistensi ini melalui pendidikan multikultur berbasis sekolah. Diharapkan

dari proses ini akan lahir generasi-generasi yang multikultur. Menyadari,

memahami, dan toleran terhadap kebhinekaan dan kemajernukan.

"Pengembangan kurikulum untuk negara yang besar, penuh ragam, dan miskin, seperti Indonesia, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil

keputusan mengenai kurikulum" Tersedia

(http://www.pdk.go.id/jurnaUno.026/pendekatan hamid hasan.htm)

Rasional tentang pentingnya pendidikan multikultur, karena strategi

pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan, keutamaan, terutama dalam (1)

memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan

mengurangi prasangka siswa sehingga tercipta manusia ( warga negara )

antarbudaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasaan

nonviolent ) ; (1) menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang

potensial dalarn mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan

afeksi yang kuat ; (3) model pembelajaran multikultural membantu guru dalam

mengelola proses pembelajaran yang lebih efesien dan efektif, terutama

memberikan kernampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan

memiliki komitmen yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba

(15)

dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat

Indonesia dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.

Kondisi yang keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif

menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis,

namun sec ara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal

budaya orang lain. Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan

ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior

dari kelompok etnik atau ras lain.

Demikian pula dengan kemampuan berbahasa yang dimiliki seseorang,

mengingat bahasa dan manusia tidak dapat dipisahkan, maka sesungguhnya

kualitas dan gaya bahasa seseorang merupakan indikator kualitas kepribadiannya

serta kultur dari mana dibesarkan. Bahasa adalah cerminan jiwa, oleh karena itu

pembelajaran bahasa Indonesia dengan siswa bermacam-macam kultur yang

dimiliki, sangat memberikan tantangan unik bagi kita sebagai guru bahasa

Indonesia atau guru mata pelajaran yang lainnya, artinya guru harus mampu

menempatkan diri ketika mengaiar dengan menghadapi berbagai kultur.

Kemudian timbul pertanyaan, " apakah penampilan guru sesuai dengan eksistensi

multikultur di sekolah ? Apakah bahasa yang digunakan oleh guru sesuai dengan

semangat persatuan antar budaya atau ras ? Dengan pertanyaan tersebut diatas,

diharapkan guru mampu memposisikan diri sebagai agen of change juga sebagai

fasilitor untuk mempersatukan siswanya dengan keberagaman kultur yang

dimiliki.

(16)

pengguna bahasa itu sendiri, baik variasi maupun struktur bahasa yang sudah ada. Masyarakat penutur bahasa adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai verbal repertori ( semua bahasa beserta ragamragamnya) yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur yang sama, mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di masyarakat itu".

Dengan demikian antara kultur dengan bahasa yang dimiliki

masing-masing etnik atau ras dapat mempengaruhi atau prasangka dengan simbol dan

tanda yang berbeda-beda masing-masing etnik, tetapi sebaliknya apabila

menggunakan bahasa Indonesia sebagai media antara entik atau ras, akan

menimbulkan keeratan komunikasi serta rasa empati yang saling mendalam antara

etnik.

Oleh karena itu sekolah sebagai media untuk menampung budaya-budaya

lokal ( Cultur wisdom ) yang dapat mensejahterakan manusia dengan nilai-nilai

yang dimiliki oleh budaya lokal. Contoh, budaya kehidupan orang baduy, pikukuh

hidup atau pedoman budaya sekitar, seperti teu wasa aing, mipit kudu amit ngala

kudu menta, artinya tidak akan mengambil hak atau kepunyaan orang lain, karena

kalau mengambil sesuatu hak atau kepunyaan orang lain harus meminta izin

kepada yang berhak atau yang punya. Nilai bahasa dengan multikultur,

merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seorang berbahasa

mencerminkan kultur yang dimiliki orang tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, selama

mengajar di SMA, dapat dinyatakan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia, adalah

sebagai berikut :

1. Pembelajaran bahasa Indonesia masih bersifat teacher centered, artinya

(17)

menggunakan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka

pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum.

Pendekatan ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa pasip atau

menerima apa adanya dari guru. Hal ini akan menghambat kreativitas siswa.

2. Siswa sebagai salah satu sumber pembelajaran belum dimanfaat sepenuhnya

oleh guru melakukan pengajaran sastra, dalam mengungkapkan nilai-nilai

budaya yang ada di dalam pengajaran sastra tersebut. Sehingga siswa kurang

memahami makna-makna nilai-nilai budaya daerah maupun budaya nasional

yang ada di dalam pengajaran sastra.

3. Guru belum sepenuhnya menggunakan analisis nilai antar budaya yang ada di

lingkungan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diantaranya melalui

studi eksploratif masing - masing budaya dari siswa, ketika pembelajaran

bahasa Indonesia akan di mulai. Dengan melakukan studi eksploratif lintas

kultur, diharapkan siswa mengenal b»daya da: i masing-masing siswa. Studi

eksploratif tersebut melalui bedah lintas budaya, dengan cara mengenal

bahasa, adat, suku, makanan, dan budaya masing-masing.

Berdasarkan pemahaman peneliti mengenai latar belakang diatas, maka

ada persoalan yang sangat mendasar dikalangan siswa ( khususnya siswa SMA )

terjadi konflik atau kurang empati atau simpati dikalangan siswa yang berbeda

etnik atau ras, dikarenakan sekolah belum mengakomodir potensi - potensi budaya

lokal dalam situasi pembelajaran.

Demikian juga keberadaan SMA Mardi Yuana Kota Serang yang

(18)

beragam dari berbagai daerah yang berada di Indonesia. SMA Mardi Yuana

merupakan salah satu sekolah yang berada ditengah-tengah pusat kota, dengan

keberagaman penduduk dari berbagai budaya Indonesia, hal ini merupakan

potensi sekaligus tantangan bagi guru atau sekolah, karena dengan berbagai etnik

atau agama sekolah agar mudah membaurkan siswa dalam pembelajaran berbasis

multilculur. Tetapi sekolah apabila tidak mampu membaurkan atau

mengkomunikasikan dengan berbagai kultur dalam situasi pergaulan atau

menyetting pembelajaran yang menyenangkan, maka yang akan terjadi siswa

etnosentris masing-masing kultur. Tentunya generasi-generasi yang akan datang,

harus diberdayakan melalui sekolah sebagai fasilitator dan guru sebagai inovator

dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu menerapkan kurikulum

atau pembelajaran sesuai dengan multikulur siswa yang dihadapi.

Serang merupakan salah satu kota yang mayoritas penduduknya memeluk

agama tertentu yamg paling dominan , dengan demikian merupakan sebuah

potensi yang harus dikomunikasikan dan dibaurkan dengan berbagai kultur yang

ada di Banten. Melalui Sekolah Mardi Yuana inilah, peneliti berharap agar

pembelajaran berbasis multikultur mampu menunjukkan, bahwa keberagaman

kultur di tengah-tengah kota yang berbasis agama tertentu ternyata dapat hidup

dengan damai dan tidak ada konflik budaya, suku dan agama.

Oleh karena itu peneliti, merumuskan permasalahan penelitian, adalah

Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur dalam pembelajaran

(19)

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah 1. Fokus Penelitian

Setelah melakukan pengamatan terhadap situasi sosial dan budaya,

keragaman multikultur, maka tempat yang ditetapkan adalah SMA

MARDIYUANA Serang. Adapun fokus penelitian diarahkan pada kelas yang

berbasis multikultur dengan pelajaran bahasa Indonesia, dengan rumusan masalah

sebagai berikut : Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur

dengan pembelajaran bahasa Indonesia ?

C. Pertanyaan - Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka

pertanyaan-pertanyaan penelitiannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran berbasis multikulur pada

pembelajaran bahasa Indonesia ?

2. Bagaimanakah implementasi pembelajaran berbasis multikutur pada

pembelajaran bahasa Indonesia ?

3. Bagaimanakah evaluasi pembelajarar~ berbasis multikulur pada pembelajaran

bahasa Indonesia ?

4. Apakah kesulitan-kesulitan yang dialami dalam pembelajaran berbasis

multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia ?

D. Definisi Istilah

Berikut ini akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk

(20)

1. Multikulturisme merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks

kebangsaan yang dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajukan

budaya, suku, etnis, dan agama. ( Naim dan sauqi, 2008:126 )

2. Pembelajaran Berbasis Multikultur adalah pendekatan pembelajaran kultur

mengedepankan keragaman sosial, budaya, aspirasi, dan kemampuan ekonomi

dalam proses belajar, sehingga suasana pembelajaran yang tidak diskriminatif

terhadap siswa. Dengan kata lain keragaman kebudayaan menjadi materi

pelajaran yang harus diperhatikan oleh guru maupun pengembangan

kurikulum.

3. Pembelajaran- Bahasa Indonesia adalah proses interaksi pembelajaran yang

dilakukan guru dan siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas

dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbasis multikulur.

E. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan ini, bertujuan untuk

mengimplementasikan bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran berbasis

multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia, yang meliputi :

1. Perencanaan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia.

2. Implementasikan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran

bahasa Indonesia

3. Bentuk evaluasi pembelajaran berbasis multikultur dalam proses pembelajaran

(21)

4. Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran

berbasis multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan profesi guru khususnya

mengenai pembelajaran berbasis multikultur, terutama dalam pelajaran bahasa

Indonesia.

Adapun manfaat penelitian pembelajaran berbasis multikultur pada mata

pelajaran bahasa Indonesia, sebagai berikut ;

1. Bagi siswa, akan berdampak agar memahami dan mampu menempatkan diri

dalam hidup keberagaman budaya atau ras, sehingga pemahaman kultur

sendiri tidak merasa eklusif ditengah-tengah kehidupannya

2. Bagi guru, akan berdampak peningkatan kualitas mengajar, terutama

menggunakan perencanaan dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis

multikultur, sehingga guru juga dapat menempatkan dan memposisikan

sebagai fasilitator budaya untuk memberikan pemahaman keberagaman yang

terjadi dilingkungan sekolah terhadap siswa.

3. Bagi peneliti, akan berdampak pada pengembangan kualitas diri serta

profesionalitas untuk meningkatkan keilmuan, khususnya dalam memahami

pembelajaran berbasis multikultur dan sebagai bahan masukan untuk

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Deskriftif Study Kasus

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena mengumpulkan

berbagai data dengan cara bertatap muka atau komunikasi langsung antara peneliti

dengan yang diteliti.

Dengan penelitian kualitatif ini peneliti menggambarkan dan menganalisis

setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya.

"Sebagaimana dijelaskan oleh Mc Millan dan Seumacher, dalarn Syamsuddin dan Damaianti, 2006 : 73 ), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan yang juga disebut investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara tatap muka langsung dairberinteraks.i dengan orang-orang di tempat penelitiad'

Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti

penelitian difokuskan pada satu fenomena saja.

"Sesuai dengan yang dijelaskan, Syaodih ( 2007 : 99 ) Penelitian ini difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Satu fenomena tersebut bisa berupa seorang pimpinan sekolah atau pimpinan pendidikan, sekelompok siswa, suatu program, suatu proses, satu penerapan kebijakan, atau satu konsep Syaodih" ( 60 : 2007 )

Jadi penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan fenomena,

kejadian, yang tidak dapat diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan yang lainnya.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh, Strauss dan Corbin dalam Syamsuddin

dan Damaianti, 2006: 73 )

(23)

"Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya" Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif study kasus,

karena. menggambarkan satu. subjek dan latar yang memerlukan penjelasan lebih

rinci dan memerlukan perhatian yang intensif dan rinci.

Selanjutnya, menurut Bodga dan BikIen dalam Syamsuddin dan

Damaianti, 2006 : 175 ), "menjelaskan bahwa studi kasus merupakan pengufflan

secara rinci terhadap satu. latar ( a detailed examination of one setting ) atau. satu,

subjek ( one single sbject ) atau, satu tempat penyimpanan dokumen ( one single

depository of documents ) atau. satu peristiwa tertentu ( one particular event )"

Kemudian Surachmad ( dalarn Syamsudin dan Damaianti 2006 : 175

"menjelaskan , bahwa pendekatan studi kasus sebagai suatu. pendekatan dengan

memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan rinci.

Dengan demikian, bahwa penelitian kualitatif, kelompok yang diteliti

adalah kelompok yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovasi, atau bisa juga

bermasalah. Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial budaya yang bersifat

alamiah dan saling berinteraksi secara individual atau kelompok.

Penelitian kualitatif menggainbarkan sifat dari data penelitian yang

realistic sesuai dengan pemahaman dan pemikiran nara sumber. Rencana

penelitian ini bersifat emergent atau berubah dan berkembang sesuai dengan

perubahan.

Penelitian ini juga mengunakan paradigrna naturalistik - kualitatif,

(24)

dengan tujuan agar memperoleh data secara alamiah atau apa adanya seperti

ditegaskan Lincoln& Guba dalam Hany Siswany ( 1985: 189

"We suggest that inquiry must be carried out in natural setting because phenomena of study, whatever they may be, take their meaning as much from their contexts as they do from themselves .... No phenomenenon can be understood out of relationship to the time and context spawne, harbord, and supported if”

Hal dapat, digambarkan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai

(25)

Bagan 1. Alur penefitian dengan paradigma Naturalist & Keterangan gambar bagan

Penelitian melalui pendekatan naturalistik dilaks~inakan dalarn

lingkungan, dimana konteks berpengaruh dalam memberi arti/pengertian. Dalam

hal ini, dituntut human instrument atau peneliti berlaku sebagai instrumen, yang

secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situai yang dimasukinya. Human

instrument dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang

sesuai dengan tuntutan penelitian.

Pendekatan naturalistik - kualitatif dipandang sesuai dengan masalah

penelitian ini dengan beberapa alasan :

Penelitian ini mencoba untuk mengungkap pemikiran dari para guru

mengenai rumusan dan implementasi pembelajaran berbasis multkultur di sekolah

secara umum, dan juga secara khusus untuk mengungkap implementasi

pembelajaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa Indonesia. hal ini

dapat terungkap melalui penelitian dengan pendekatan naturalistik -kualitatif

sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan & BikIen.

(1982 : 29) Qualitive research has the natural setting as the direct source of data

and the resercher is the key instrument. Peneliti tnernasuki bagian dari suatu

lingkungan dan melakukan penelitian yang berkenaart dengan konteks lingkungan

tersebut. Asurnsi peneliti adalah bahwa perilaku manusia secara signifikan

dipengaruhi oleh lingkungan, dan ditekankan oleh Nasution 1988 : 32 ) bahwa "

penelitian natulistik mengutarnakan pandangan menurut pendirian masing-masing

(26)

Penelitian ini berfokus pada proses pernbelajaran bahasa Indonesia di

lingkungan sekolah yang berbasis multikultur. Kegiatan implementasi

pernbelajaran berbasis multikultur dapat terungkap melalui penelitian kualitatif

sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh peneliti.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini, adalah guru, siswa dan proses-proses interaktif yang

terjadi antara guru dengan siswa dan sesarna selarna pernbelajaran berlangsung.

Guru yang dimaksud adalah Bapak BS, S.Pd, beliau adalah guru bahasa Indonesia

di SMA Mardi Yuana , mengajar di kelas XII IPS 1. Bapak BS,S.1'd mengajar

sudah 6 tahun di SMA Mardi Yuana, dan menjadi guru tetap di SMP Cipocok

Jaya 1 Kota Serang. Selanjutnya guru lain yang diteliti adalah Ibu TM, S.Pd,

beliau adalah wakil kepala sekolah bidang k-urikulum, di SMA Mardi Yuana,

beliau mengajar mata pelaJaran maternatika, dan menjadi guru tetap yayasan,

beliau sudah mengajar selarna 17 tahun di SMA Mardi Yuana Kota Serang.

1. Profil Sekolah

a. Sejarah dan letak sekolah

SMA Mardi Yuana Serang pertama kali berdiri pada tahun 1951 / 1952.

Alarnatnya berada di J1. Haji Abdullah No 2 Serang. Kepala Sekolah pertarna

:adalah Pater Blummen OFM, kemudian digantikan oleh Romo A.S Wirio

Suwamo ( Romo Tono ) 0M Pada saat itu SMA Mardi Yuana hanya mernbuka

(27)

kelas tetap tidak bertambah. Jumlah siswanya per kelas antara 20 sampai 30

siswa.

Tahun 1970-an pernedintah menetapkan bahwa setiap SMA harus

membuka tiga jurusan. SMA A untuk jurusan bahasa, SMA B untuk jurusan Pasti

Alam dan SMA C untuk jurusan Sosial. Karena jumlah siswa tidak bertambah

banyak, ditainbah penetapan pemerintah unt-uk membuka tiga jurusan, SMA

Mardi Yuana makin mengalami kesulitan untuk membiayai operasional sekolah

maupun penggajian guru-gurunya. Akhimya diputuskan unt-uk membubarkan

diri. Siswa-siswanya disalurkan ke SMA A Negeri Serang atau sekolah lain

berdasarkan pilihan orang tuanya.

Pada tahun 1978 / 1979 , atas usul banyak orangtua terutaina yang

beragama Kristen dan Katolik, Bapak J. Djemingoen dengan dukungan Romo FX

Teguh Suwamo, Pr ( Ketua Perwakilan Yayasan Mardi Yuana Serang - Cilegon )

menghadap Suster Yoanita SFS ( Ketua Yayasan Mardi Yuana Pusat ) unt-uk

meminta izin menghidupkan kembali SMA Mardi Yuana Serang. Atas dukungan

Mgr. Ignatius Harsono, Pr ( Uskup Bogor ) dan kesanggupan Bapak Dj emingoen

untuk hanya meminjain nama " Mardi Yuana ", tetapi mandiri dibidang keuangan

dan tenaga pengajar, mulailah dibuka peneriman siswa baru, dengan SK.

Pendirian Sekolah No : 107 / 102. Kep / E .79 dari Kanwil Depdiknas

tanggal 29 Nopember 1979 dengan No Data Sekolah : 3002010001 . Lokasi

sekolah berpindah ke RKH Syam'un no 3 Serang. Kegiatan belajar mengajar

(28)

Dalam lima tahun, perkembangan sekolah cukup meyakilikan. Hal ini

terbukti dari kesanggupan untuk mengelola uang sekolah guna membiayai

operasional sekolah dan menggaji para guru. Pada bulan April 1983 Romo Teguh

Suwarno mengundurkan diri sebagai Ketua Perwakilan , kemudian yayasan

mengangkat Romo T. Suhardi, Pr sebagai Ketua Perwakilan yang baru. Dengan

Surat bemomor 71 / MY-IV/83 tanggal 23 april 1983 tentang penyetaraan uang

sekolah, Yayasan Mardi Yuana Pusat meminta supaya pengelolaan sekolah

diserahkan kepada yayasan. Dengan legowo Bapak J. Djemingoen menyerahkan

pengelolaan sekolah terutarna keuangan ke Yayasan Pusat, sementara beliau tetap

sebagai Kepala Sekolah disamping tugasnya sebagai guru tetap ( PNS ) di SMA

Negeri Serang. Bapak J.13 jemingoen menjabat Kepala Sekolah mulai dari tahun

1978 - 1988. Setelah itu digantikan olch :

1. Drs.M.Marseldalry(1988-1994)

2. F. Sunyoto, BA ( 1994 - 1996 3. Drs. Theo Sukendro ( 1996 - sekarang

SMA Mardi Yuana Serang sampai sekarang masih secara bersama-sama

menggunakan gedung yang sama dengan SMP Mardi Yuana Serang. Adapun

yang fasilitas yang dimiliki :

1. Keliling tanah seluruhnya 160 meter, yang sudah dipagar permanen termasuk

pagar hidup ) 110 meter

2. Luas tanah seluruhnya 1.168 M2, Bangunan 720 M2, halaman 252 M2,

Lapangan Olah raga 98 M2, Kebun 60 M2 dan lain-lain 38 M2

(29)

4. Perlengkapan Sekolah seperti : Komputer, mesin ketik , lemari, kursi gurlj,

meja siswa, kursi siswa dan lain-lain

SMA Mardi Yuana Serang terletak di pusat kota Serang, tempatnya di JI

K-H. Syamun No. 3 Serang Kelurahan Kota Baru. SMA Mardi Yuana Serang

pertama kali berdiri tahun 1951/1952, berlokasi di J1. H. Abdullah No. 2 Serang.

Tahun 1970 pemerintah menetapkan bahwa setiap SMA harus membuka tiga

jurusan. Karena jumlah siswa tidak bertambah banyak, akan mempersulit

penjurusan dan biaya operasional sekolah maka diputuskan untuk membubarkan

diri. Tahun 1978/1979 atas usul masyarakat, SNIA Mardi Yuana didirikan

kembali melalui SK pendirian sekolah No. 107/102.Kep/E.79 dari Kanwil

Depdikbud Provinsi Jawa Barat. Nomor data Sekolah/Nornor Statistik Sekolah

adalah ..3002010001/ 304020101003. Lokasi sekolah pindah ke J1. KH Syarn'un

No. 3 Serang sampai dengan sekarang.

Adapun letak SMA Mardi Yuana sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Pemukiman Penduduk Kel. Kota Baru

2. Sebelah Timur berbatasan dengan alun-alun Kota Serang

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan SMP Mardi Yuana

(30)

2. Personil Sekolah

SMA Mardi Yuana Serang sejak berdiri telah dipimpin oleh empat

(31)

TABEL 1

KEPALA SEKOLAH YANG BERNAH MENJABAT SMA MARDI YUANA

DI KOTA SERANG

guru 23 orang, karyawan tata usaha 3 orang, satpam 1 orang dan pesuruh 1 orang

TABEL 2.

PERSONIL SMA MARDI YUANA KOTA SERANG

NO NAMA JABATAN STATUS

3 B. Totong Sumartadi Biologi

(32)

5 M. Srimunarsih, S.Pd Matematika

Pembina OSIS

GTY

6 Titik Listyorini, S.Pd Bahasa Inggris

Pembina Pramuka

10 Drs. Dwi Suryanto Bahasa Indonesia Honorer

11 Simon Radus, BA Agama Honorer

12 Sutiadi, BA Matematika Honorer

13 Leo Agung S, S.Pd Pendidikan Seni Honorer

14 Drs. Sutrisno Fisika Honorer

15 Yeti Nurhayati, S.Pd Sejarah Honorer

16 FX Wardoyo, S.Pd P. Jasmani Honorer

(33)

a. Latar Belakang Kurikulum SMA Mardi Yuana

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian

dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta

didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk

memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi

yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulurn Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

beragarn mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian

tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,

proses, kornpetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar

nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (S1) dan Standar Kornpetensi

Lulusan (SKL) merupakan acuan utarna bagi satuan pendidikan dalam

mengernbangkan kurikulum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU

2012003) tentang Sistern Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 1912005) tentang Standar Nasional

Pendidikan mengamanatkan kurikulurn pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan

menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKI,

(34)

Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti

ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalarn UU 20/2003 dan PP 19/2005.

Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan

Urnurn yang mernuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat

diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kol-fipetensi

dan Kornpetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam

ketentuan umum adalah penjabaran arnanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP.

19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP.

Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP

dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum

yang dikernbangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat

mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat

memberi kesempatan peserta didik untuk :

a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

b) belajar untuk memahami dan menghayati,

c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan

e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui prosw belajar yang

(35)

b. Visi dan Misi SMA Mardi Yuana

Tantangan zarnan yang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan dunia yang semakin tanpa batas

mamacu SMA Mardi Yuana Serang ikut serta dalam mempersiapkan anak bangsa

yang mampu bersaing untuk meningkatkan derajat bangsa indonesia dengan

bangsa lain, sebagai mitra pemerintah dalam bidang pendidikan, maka SNIA

Mardi Yuana Serang ingin ikut mencerdaskan masyarakat propinsi Banten

khususnya di Kabupaten Serang, melalui visi antara lain; mencerminkan cita-cita

sekolah ingin ikut serta membantu pemerintah meningkatkan kualitas bangsa

indonesia yang cerdas diberbagai bidang kehidupan. Untuk mewujudkannya,

Sekolah menentu-kan langkah-langkah strategis yang dinyatakan dalam misi yaitu

sebagai berikut :

1). Meningkatkan kecoprdasan intelektual, emosional dan spiritual

2). Mengusahakan terwujudnya berbudi pekerti luhur

3). Mengembangkan ketrampilan akademik

4). Membangun suasana belajar yang produktif dan kreatif

Demikian visi dan misi SMA Mardi Yuana, selanjutnya visi dan misi

tersebut dtuangkan dalam bentuk tujuan pendidikan SMA Mardi Yuana yang

(36)

c. Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas.

Pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) bert-ujuan memberikan

bekal kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di Sekolah Menengah Pertama

(SMP), untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

masyarakat, dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta

mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat untuk mengikuti pendidikan

tinggi.

Dengan pemyataan tersebut pendidikan mempunyai arti dan peran yang

sangat penting dalm kehidupan manusia. Namun dernikian keberhasilan

pendidikan bukan hanya menj adi tanggung jawab orang tua, sekolah, masyarakat

dan pemerintah, tetapi merupakan hasil kerjasama yang terkoordinasi antara orang

tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah.

Sekolah sebagai institusi pendidikan yang utaina dalam memberikan bekal

ilmu pengetahuan kepada peserta didik diharapkan mampu memberikan motivasi

dan dorongan kepada para peserta didik, supaya dengan bekal yang dimiliki

mampu menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. Untuk itu sekolah

dituntut untuk menjawab tantangan yang ada dengan mempersiapkan diri dalam

berbagai hal, salah satunya adalah meningkatkan mutu sekolah dengan menarnbah

(37)

d. Tujuan Sekolah Menengah Atas

1. Memberi kesempatan belaJar bagi lulusan SMP atau sederajat

2. Mempersiapkan peserta didik kejenjang pendidikan yang lebih tinggi

3. Mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan kernampuan

3. Prord Siswa

Jumlah peserta didik pada tahun pelaJaran 2007/2008 seluruhnya

bedumlah 499 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Peserta

didik di kelas X ada sebanyak 4 rombongan belajar. Peserta didik pada program

IPA baik di kelas XI maupun di kelas XII hanya satu rombongan belajar.

Sedangkan pada program IPS di Kelas XI dan Kelas XII masing-masing ada tiga

rombongan belajar.

Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1, sejumlah

31 orang, dengan berbagal latar belakang budaya, suk-u, bahasa dan agama.

Sebagian besar siswa bertempat tinggal di kabupaten Serang dan ada

sebagian kecil yang datang dari Kota Cilegon, Kab. Pandeglang. Dan Kab

(38)

Adapun secara keseluruhan jumlah siswa sebagai berikut :

TABEL 3

JUMLAH PESERTA DIDIK TAHUN 2007/2008

NO NAMA JABATAN STATUS

X 28 31 59

XI-IPA 9 19 28

XI-IPS 17 14 31

XI-IPA 15 14 29

XI-IPS 27 22 49

JUMLAH 257 242 499

Siswa yang berada di SMA Mardlyuana, berasal darl berbagal daerah,

suku, budaya dan agama, karena mereka rnengikuti kedua orangtuannya dalam

mencari nafkah, sehingga wajah keindonesiaan di sekolah ini sangat terasa.

Dengan latar belakang yang bermacam-macam inilah , keberadaan di kelas pun

tempat duduk mereka selalu berlainan suku dan budaya, tidak kitaj'wnpal sekolah

pada umumnya, yaitu heterogen dari segi kultur dan etnisitas. Bhlnneka Tunggal

Ika, yang menjadi lambang keberagainan di Indonesia, di sekolah ini nampak

sekall, karena mereka sering berbaur ( meltingpot ) dalam berbagal kegiatan,

misalnya memperingati hari-hari besar nasional, dengan menggunakan pakaian

adat masing-masing, memperingati hari besar agama, misalnya agarna Kristen,

Islatn dan Konghucu dan sejenisnya, mereka selalu saling menghonnati.

Daerah asal mereka hampir dari Sabang sampai Merauke, yaitu, Medan

Surnatera Utara ), Palembang ( Sumatera Selatan ) Pekan Baru ( Riau ) Bukit

(39)

Bitung ( Banten ), Purwakarta, Bogor dan Bandung ( Jawa Barat), Jawa Tengah,

Salatiga (Yogyakarta), Madura, Jawa Timur), Pontianak ( Kalimantan Barat,

Manado ( Sulawesi Utara ) dan Flores ( Nusa Tenggara Timur) Cerminan

kebergaman di SMA Mardi Yuana, menunjukan Indonesia.

Kecil di wilayah Kota Serang, dengan adanya penduduk Ko~a Serang

yang multietnis, schingga perlu internalisasi nilal - nilai keberagaman di sekolah

sekolah, untuk meminimalkan prasangka-prasangka sosial dan ekonomis yang

berbeda dengan yang berlainan etnis.

Oleh karena itu upaya tersebut harus dilakukan guru dan tenaga

kependidikan melalui sekolah-sekolah, terutarna sekolah yang berbasis mutlietnik

atau multikultur. Siswa SMA Mardi Yuana ini cukup unik dari segi latarbelakang

suku berasal, dengan daerah yang berbeda-beda dari seluruh Indonesia, tetapi

secara keseluruhan hampir didominasi olch suku cina atau warga Indonesia

keturunan dengan asal daerah yang berbeda-beda.

Keunikan ini merupakan potensi sekaligus tantangan bagi SMA Mardi

Yuana, satu sisi menarnpilkan multietnis dari segi budaya, akan tetapi dari segi

penampilan atau sosok siswa hampir dik-uasai oleh etnis tertentu, yaitu warga.

Indonesia keturunan. Hal ini dapat menjadikan suatu konflik dengan etnis teilentu

apabila guru tidak mampu memberikan pelayanan dengan memberikan

kenyamanan untuk sernua etnis atau budaya dalarn proses pernbelajaran di

sekolah.

Upaya-upaya ini harus dilakukan oleh guru di SMA Mardi Yuana, agar

(40)

bermanfaat untuk sernua etnis yang ada di SMA Mardi Yuana. Oleh karena itu

siswa harus diarahkan untuk mengenal dan memaharni bahasa daerah asal dan

budaya ternan-temannya, sehingga yang mayoritas tidak merasa insklusif

ditengah-tengah teman-temannya.

Pengelolaan kelas agar efektif dalam mengelola siswa yang berbasis

multikultur, maka guru-guru di SMA Mardi Yuana didatangkan oleh plhak

pengelola atau Yayasan dari Jakarta, berasal dari berbagai suku atau daerah,

harnpir seluruh Indonesia. Guru-guru tersebut berasal dari Yogyakarta, Flores,

Batak dan sunda. Kornpisisi guru yang beragam budaya ini, diharapkan dapat

memberikan warna yang baik dalam memandang perbedaan - perbedaan latar

belakang siswanya, sehingga mampu menciptakan pernbelajaran yang menghargai

suku atau budaya satu sama lain. Perlu diketahui, bahwa mayoritas siswa berasal

dari warga keturunan Tionghoa, hampir 53 %, tetapi mereka berasal dari beragam

daerah di seluruh Indonesia, mulai Bangka hingga Flores, dari jumlah 173 siswa

yang beragarn, siswa Tionghoa be~umlah 96 orang. Hal ini mengindikasikan

bahwa perlu penanganan yang serius bagaimana caranya agar warga Tionghoa

mampu berbaur dengan warga Indonesia yang berbeda - beda, atau sebaliknya

warga Tionghoa mampu menyesuaikan diri dengan keadaan di luar sekolah.

Keseharian mereka atau siswa ketika dalam berkornunikasi atau bergaul di

dalam kelas atau di luar kelas, tidak memperlihatkan insklusif, mereka mampu

melihat suatu perbedaan sebagai sesuatu yang harus diahadapi, contohnya ketika

(41)

Cina dengan warga Indonesia atau sebaliknya warga Indonesia dengan warga

Tionghoa juga, mereka bekornunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Dengan kekayaan pluralisme atau berinacam-macam multikutlur yang

dimiliki SMA Mardi Yuana, Kota Serang, merupakan sebuah potensi untuk

menanamkan sikap, nilai persarnaan dan perbedaan budaya sejak dibanglcu

sekolah sehingga ketika siswa tersebut hidup berdampingan dengan yang berbeda

kultur, etnik, againa dan kepentigan - kepentingan yang lain, dianggap sebagai

angurah dari Tuhan yang harus disyukuri.

Dengan demikian, keberadaan budaya dan suleu di SMA Mardi Yuana

sanagat beragam, hal ini merupakan suatu potensi yang harus dibina oelh guru

dalam membentuk membentuk karakter mereka, agar saling menerima satu sarna

lain. SMA Mardi Yuana merupakan salahsatu sekolah di provinsi banten yang

menyelenggarakan pendidikan multientis harnpir dari seluruh Indonesia, akan

tetapi mereka kebanyakan warga keturunan Tionghoa atau Cina. Keberadam

warga minoritas ini harus selalu dijaga ditengah-tengah kota yang berbasis agarna

tertentu, dalain hal ini islam.

Secara lengkap keberagainan di SNU Mardi Yuana tertera tabel dibawah

(42)

TABLE 4.

TENTANG DESKRIPSI ASAL USUL DAERAH DAN SUKU SISWA SMA MARDIYUANA DI KOTA SERANG

Keterangan :

B : Batak T : Toraja B : Bangka P1 : Palembang

T : Tionghoa F : Flores Bu : BUgis D : Dayak

S : Sunda G : Gorontalo A : Ambon

(43)

Berdasarkan tabel diatas, bahwa deskripsi keberagaman asal daerah dan

kultur atau budaya, maka presentase asal budaya dan daerah sangat beragam,yang

mendominasi daerah asal atau suku tertentu than sehingga dapat membentuk

proses pembudayaan dan pendidikan yang merupakan media efektif untuk

melahirkan generasi yang memiliki pandangan yang mampu menjadikan

keragaman sebagai bagian yang harus diapresiasi secara konstruktif. Sebab,

pendidikan bersifat sistemik, dengan tingkat penyebaran keberagaman yang cukup

tinggi, merata dan meluas di SMA Mardiyuana, dapat dijadikan suatu bentuk

Icekuatan dalarn mengali potensi budaya dari berbagai daerah.. Oleh karena itu,

lembaga pendidikan yang berbasis multikultur menjadi sarana yang cukup efektif

untuk menjadi tujuan yang ideal, dalam hidup keberagaman.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara dan study dolcumentasi. Ketiga teknik ini diharapkan dapat

melengkapi dalarn memperluas bahan dan data yang diperlukan selama penelitian.

Sehingga mendapatkan hasil yang penelitian yang valid dan realibitasnya dapat

dipertanggungjawabkan secara akademis.

Dengan teknik yang digunakan adalah metode wawacara dilakukan

sebagai pendalarnan untuk memperoleh informasi, dan observasi, untuk melihat

pergaulan suatu komunitas multikutur yang berada di SMA Mardi Yuana Kota

Serang dan studi dokumen, mempelaJari sumber-sumber yang dapat dijadikan

(44)

1. Observasi

Observasi adalah sernua kegiatan yang dilakukan unt-uk mengamati,

merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang

diharapkan. Menurut, Nasution ( dalam Sugiyono, 2007 64 observasi adalah dasar

sernua ilmu pengetahuan. Peneliti hanya dapat beke~a berdasarkan data, yaitu

fakta mengenal dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Kemudian Marshall ( dalam Sugiyono, 2007: 64 ) menyatakan bahwa

though observation, the researcher learn about behavior and meaning attached to

those behavior". Melalui observasi, peneliti belaJar tentang perilaku, dan makna

dari perilaku". Sedangkan Sanfiah faisal, ( dalam Sugiyono, 2007 : 64 )

"mengklasifikasi observasi menjadi observasi berpartisipsi ( participant

observation, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar ( obsert

observation dan covert observation.

Observasi merupakan alat yang sangat arnpuh yang dibutuhkan dalam

penelitian kualitatif Dalam penelitian ini, observasi dilakukan di sekolah dan di

kelas untuk mengamati kegiatan belaJar mengajar materi Bahasa Indonesia, yaitu.

Kemudian mengamati guru dalam melaksanakan proses pernbelajaran bahasa

Indonesia dengan siswa yang beragam budaya atau multikultur, mengarnati

respon siswa terhadap materi pernbelajaran berlangsung di kelas serta mengamati

ketika siswa beristirahat atau bergaul di lingkungan sekolah.

Kegiatan observasi ini dilak-ukan berulang - ulang sampai diperoleh

respon yang terarnati oleh peneliti dan agar terbiasa siswa menerima kehadiran

(45)

2. Wawancara

Nasution (1996:69), mengatakan " observasi saja tidak memadai dalam

melakukan penelitian, itu sebabnya harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan

melakukan wawancara peneliti dapat memasuki dunia pikiran dan perasuan guru

mitra". Esterberg ( dalam sugiyono, 2007 : 78 ) mengemukakan beberapa macam

wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur

Tujuan wawancara adalah sebagai berikut :

" Untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangnya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan wawancara secara hati-hati dan mendalarn berdasarkan instrumen yang telah dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan" (Nasution, 1996: 73 )

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan berbagai

pihak diantaranya kepala sekolah, guru bahasa Indonesia sebagai mitra dan

peserta didik di kelas maupun di luar kelas.

Wawancara dengan Kepala Sekolah untuk memperoleh gambaran

mengenai latar belakang siswa dengan berbagai keragaman yang ada, sehingga

setelah peneliti mendapat gambaran mengenai pergaulan komunitas multikultur

yang ada, diharapkan mainpu menganalisa sebagai langkah awal penelitian.

Wawacara dengan guru bahasa Indonesia, untuk memperoleh penjelasan

mengenai pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang biasa

(46)

Wawancara dengan peserta didik, bertujuan untuk mengenal lebih dekat

mengenai bahasa dan kebiasaan masing - masing daerah asalnya.

Wawancara ini dilakukan dalam lintas budaya siswa yang berbeda-beda,

sehingga peneliti mampu mengenali multikultur yang ada di lingkungan SMA

Mardi Yuana.

D. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap yaitu, tabap

persiapan, tahap pelaksanaan ( pekedaan lapangan dan pengujian), dan tahap

analisis

.

1. Tahap persiapan

Kegiatan dalain tahap persiapan ini meliputi (a) survey pendahuluan dan

studi literatur, ( b ) menyusun rancangan penelitian, ( c ) memilih lokasi penelitian

a) Survey pendahuluan dan studiliteratur

Sebelum menyusun rancangan penelitian, terleblh dahulu dilakukan studi

literatur dan survey pendahuluan. Melalui studi literatur dan dokumen niengenai

Kurikulum bahasa Indonesia, untuk melihat rancangan pembelaJaran yang sesuai

dengan pembelajaran berbasis multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia.

Kemudian mengamati dalam bentuk implementasi pembelajaran di kelas.

(47)

istirahat dengan sesarna siswa, serta mengamati kondisi lingkungan atau fasilitas

yang mendukung.

b) Menyusun rancangan penelitian

Berdasarkan hasil survey pendahuluan, selanjutnya disusun rancangan

penelitian kepada para dosen pembimbing untuk dikonsultasikan dengan arahan

para pembimbing. Sehingga dosen pembimbing pada intinya menyetujui

rancanganini, dengan catatan permasalahan yang mungkin dapat berubah sesuai

dengan apa yang terjadi di lapangan.

c) Memilih Lokasi penefitian

Menetapkan lokasi penclitian ini disesuaikan dengan karateristik budaya

sekolah. Sekolah Mardi Yuan merupakan salah satu sekolah favorit dengan latar

belakang siswa berbeda - beda budaya dan ras. Peneliti memilih sekolah ini,

karena keberadaannyai ditengah - tengah kota serta dengan keberagainan

latarbelakang budaya, sosial yang berbeda. Guru- guru di sekolah ini memiliki

motivasi yang tinggi sehingga prestasi sisw yang baik setara dengan

sekolahsekolah favorit lainnya, ketersedlaan fasilitas yang memadai sehingga

siswa lebih leluasa berkreasi dan melakukan kreativitas dan adanya beragamnya

suku hampir dari seluruh Indonesia. Selama ini sekolah tersebut belum pemah

terjadi konflik budaya atau agarna, sehingga ketertarikan peneliti untuk memilih

SMA Mardiyuana unt-uk dijadikan sebagai penelitian, sekolah tersebut terletak di

(48)

E. Teknik Analisis Data

Tahap analisis data dilakukan setelah data dari lapangan terkumpul.

Pendekatan naturalistik dilakukan melalui pengukuran dari memperhatikan

hubungan konsep abstrak dengap bagian data. Pengukuran ini berkenaart dengan

mempredisikan dan mengekspalanasikan ternuan di mana peneliti memperhatikan

hubungan antara telnuan yang diperoleh dari kepala sekolah, guru dan siswa serta

kegiatan belaJar mengajar dan pembauran siswa ketika jam pelaJaran maupun

diluarjam pelaJaran di linglcungan sekolah.

Adapun analisa data yang dilakukan sebagai berikut

1. Mendekrisipkan data secara lengkap dan detail sesuai dengan fokus masalah

yang dilakukan, selanjutnya analisis dan interpretasi mengenai proses

pernbelajaran berbasis multikultur.

2. Menganalisis hambatan dan daya dukung pelaksanaan pernbelajaran berbasis

multikultur

Mendeskripsikan data secara lengkap yang dimaksud ole-h peneliti,

meneliti berberapa dokumen persiapan mengajar, mulai dari program tahunan,

program semester, silabus dan RPP ( Rencana Pelaksanan Pembelajaran ) yang

berbasis KTSP di SMA Mardi Yuana. Selanjutnya peneliti, mengamati

implementasi pembelaJaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa

Indonesia, mulai dari kegiatan awal, yang dimulai dengan apersepsi atau

pendahuluan, cara pengorganisasian materi, analisis kultur . Tahap berikutnya

(49)

mempersentasikan hasil, peer group analysis ( membentuk kelompok diksusi ),

expert opinion, refieksi dan melakukan rekornendasi serta membangun kornitmen

bersama. Tahap Kegiatan Akhir, diamati mulai dari meni-njau ulang pelaJaran,

menentukan prosedur evaluasi dan mengadakan tindakan lanjut ( Tugas mandiri

(50)

BAB V

SIMPULAN DAN REK0MENDAS1

Pada bab ini, dijelaskan beberapa kesimpulan dan ternuan-ternuan hasil

penelitian, implikasi ternuan, saran-saran dan rekomendasi kepada pihak yang

terkait dalam proses pembelajaran berbasis multikultur di SMA Mardi Yuana

Kota Serang, dapat disimpulkan sebagai berikut

5.1 Simpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisa hasil penclitian mengenai pembelajaran

berbasis multikulltur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Perencanaan PernbelaJaran Berbasis Multiikultur

RPP ( Rencana Pelaksana Pembelajaran ) di SMA Mardi Yuana, secara

umum berbeda dengan RPP yang dengan pembelajaran berbasis multikultur.

Adapun komponen - kornponen RPP dalam pembelajaran berbasis multikultur,

sebagai berikut :

1) Pokok bahasan, kelas, semester

2) Korapetensi dasar, tujuan pembelajaran Khusus.

3) Poses belajar mengajar. Adapun hal-hal yang harus persiapkan, diantaranya

strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan sumber.

4) Kegiatan Inti Pembelajaran

(51)

5) Melakukan penilaian hasil belajar, dengan melakukan refieksi dan

menyampaikan informasi tindak lanjut. Berdasarkan kriteria RPP

pernbelajaran berbasis multikultur diatas, bahwa RPP yang dibuat guru dalam

pembelajaran yang dilaksanakan secara umum tidak ada perbedaan yang

mendasar, hanya ada berberapa point yang belum dikembangkan oleh guru

tersebut dalam merencanakan proses pembelaja,ran berbasis multkultur

tersebut, dalam menent-ukan startegi pembelajaran, di dalam pernbelajaran

berbasis multikultur harus mencanturnkan analisis isi dan i analisis nilai,

sedangkan dalarn pembelajaran bukan multikultur tidak mencanturnkan

analisis isi dan analisi isi.

Kesulitan yang dialami guru dalam merencanakan pembelajaran, ketika

menentukan dan mengembangkan indikator, terutwna dalam merumuskan kata

kerja operasional. Kornponen - kornponen yang ada dalam RPP tersebut .

diantaranya tercantum Standar kompetensi, kompetensi dasar, Indikator atau

tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan merancang langkah-langkah

kegiatan pembelajaran, misaInya menentukan kegiatan awal atau pendahuluan,

dengan apersepsi, dilanjutkan memberikan motivasi dan mengaitkan dengan

pelajaran yang Ialu. Kegiatan inti, yang dilaksanakan oleh guru dengan

mengunakan metode diskusi, dan inquiri , seharusnya menggunakan metode yang

lebih variatif, sehingga guru dapat mengelola pembelajaran baik dan menent-ukan

penilaian yang tercantum di dalatn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, telah

menggunakan prosedur, bentuk dan jenis penilaian pada umumnya. Namun

Gambar

Gambar Gambar 4.1 Letak Sekolah SMA Mardi Yuana Kota Serang  ........................
TABEL 2. PERSONIL SMA MARDI YUANA KOTA SERANG
TABEL 3 JUMLAH PESERTA DIDIK TAHUN 2007/2008
TABLE  4. TENTANG DESKRIPSI ASAL USUL DAERAH DAN SUKU SISWA SMA

Referensi

Dokumen terkait

Kepada seluruh peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang merasa keberatan atas ditetapkannya pemenang tersebut di atas, dapat mengajukan sanggahan secara online kepada

Pengaruh Metode Rawat Luka Moderen Dengan Terapi Hiperbarikterhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetik pada Pasien Diabetes Mellitus di Jember Wound Center (JWC)

Dengan bantuan perhitungan uji validitas dan reliabilitas pada program SPSS versi 16 dan perhitungan GAP didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil

MWO membrane F1ukske(ap Koef.. Koefisien rejeksi tertinggi untuk protein didapat pada membran dengan MWCO 66.000 Dalton, kemudian diikuti oleh membran dengan MWCO 87.000Dalton

Berdasarkan hasil koefisien korelasi tersebut dapat diketahui bahwa korelasinya bersifat positif, artinya ada pengaruhnya antara terpaan iklan A Mild Go Ahead dengan Motif

Menurut Lincoln dan Guba (1994) pengumpulan data kualitatif menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen. Wawancara, observasi berperan serta dan dokumen saling

Memberikan bimbingan secara langsung atau tidak langsung dapat dilakukan oleh guru, hal ini bertujuan untuk memberikan motivasi dan arahan kepada siswa agar

Dengan demikian direkomendasikan bahwa, baik Schoology maupun Edmodo dapat digunakan sebagai bantuan dalam pembelajaran untuk melatih dan meningkatkan