BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan
dengan bahasa-bahasa yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari segi struktur
(sintaksis), makna (semantik), pembentukan kata (morfologi), dan sebagainya. Hal ini selalu
menimbulkan kesulitan bagi seseorang dalam proses mempelajari bahasa asing sebagai
bahasa keduanya. Salah satunya yaitu tentang diatesis (
voice
) yang jenisnya berbeda-beda
dalam setiap bahasa dan selalu menarik untuk digali secara lebih mendalam.
Secara umum yang dimaksud dengan diatesis (
voice
) yaitu sebuah kategori gramatikal
yang menunjukkan hubungan antara subjek atau agen atau pelaku dengan perbuatan yang
dilakukannya (Badudu dan Zain, 2001 : 342). Dari perbuatan atau peristiwa yang terjadi itulah
dapat diketahui apakah subjek gramatikalnya dikenai pekerjaan atau menderita akibat
perbuatan tersebut.
Dalam bahasa Indonesia dikenal empat macam diatesis, yaitu :
diatesis aktif, diatesis pasif,
diatesis refleksif
dan
diatesis resiprokal
. Jika subjeknya melakukan perbuatan (pelaku) disebut
diatesis aktif, sedangkan jika subjeknya menjadi sasaran perbuatan tersebut (penderita) disebut
diatesis pasif. Diatesis refleksif adalah diatesis yang secara semantis hanya melibatkan satu
pihak yang berperan ganda, yaitu sebagai pelaku juga sebagai penderita. Diatesis resiprokal
adalah diatesis yang secara semantis melibatkan dua argumen yang sama-sama bertindak
sebagai pelaku juga penderita (Sudaryanto, dkk., 1991).
diatesis medial, diatesis ergatif, diatesis antipasif,
dan sebagainya, yang mungkin terdapat juga
dalam bahasa Indonesia.
Jika dibandingkan dengan diatesis yang terdapat dalam bahasa Indonesia, diatesis dalam
bahasa Jepang mempunyai jenis yang jauh lebih banyak. Seperti yang diungkapkan oleh Iori
(2001), dalam gramatika bahasa Jepang tradisional pada umumnya penelitian tentang diatesis
hanya terpusat pada empat jenis diatesis, yaitu diatesis aktif (
noudoutai
), diatesis pasif
(
judoutai
), diatesis kausatif (
shieki
) dan aksi memberi-menerima (
jujudou
). Tetapi menurut
Muraki (2001) dalam gramatika bahasa Jepang modern, terdapat 11 macam diatesis, yaitu :
(a)
noudoutai (diatesis aktif), (b) judoutai (diatesis pasif), (c) shieki (kausatif), (d) kanou (potential),
(e) jihatsu (spontaneus), (f) taiou-jitadou (transitif-intransitif), (g) saiki (refleksif), (h)
sougoutekina dousa-sayou (resiprokal), (i) jujudou (aksi memberi-menerima), (j) shite aru (verba
TE+ARU),
dan
(k) shite oku (verba TE+OKU)
.
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia, bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang cukup produktif dalam penggunaan bentuk pasif. Hal ini dikarenakan hampir
seluruh bentuk aktif dalam bahasa Indonesia dapat dijadikan bentuk pasif. Sehingga tidak
sedikit kita temukan kesalahan penerjemahan berupa transfer negatif dari bahasa Asing ke
dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya, yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu
pembelajar.
Dari sebelas diatesis yang terdapat dalam bahasa Jepang pun, dalam konteks tertentu
beberapa diatesis bahasa Jepang dapat dipadankan hanya kedalam satu jenis diatesis bahasa
Indonesia, yaitu
diatesis pasif
saja. Diatesis pasif bahasa Indonesia dinyatakan dengan empat
jenis konstruksi, yaitu : (a) konstruksi verba
di-
, (b) konstruksi verba
ter-
, (c) konstruksi
verba
zero
, dan (d) konstruksi verba
ke-
-an.
Seperti yang terlihat pada contoh berikut.
(1)
生徒
先生にほ て
う
(Muraki, 1991 : 179)
Siswa
dipuji
oleh Gurunya. (=pasif)
(3)
交番に町 地図
ってあ
ます
(Minna No Nihongo II, 2002 : 34)
Di pos polisi
tertempel
peta kota. (=pasif)
Hal tersebut menjadi salah satu masalah dan penyebab terjadinya kesalahan berbahasa
Jepang bagi pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia, khususnya dalam memahami diatesis
bahasa Jepang.
Kesalahan lainnya timbul ketika seseorang akan menerjemahkan kalimat : “Saya
dibuatkan
kue oleh kakak perempuan saya”, maka akan diterjemahkan kedalam bahasa Jepang menjadi
seperti berikut.
(4)
私
姉に 菓子を作
ました
(5)
私
姉に 菓子を作って
いました
(Nihongo Shoho, 1990 : 249)
Untuk mentransfer kalimat bahasa Indonesia diatas ke dalam bahasa Jepang, dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan diatesis pasif seperti contoh (4) dan
dengan menggunakan ungkapan memberi-menerima seperti contoh (5). Kandungan makna
pada kedua contoh ini sangat berbeda. Contoh (4) diucapkan ketika pembicara merasakan
gangguan karena dibuatkan kue oleh kakak perempuannya. Misalnya karena dia merasa bosan
dengan jenis kue yang dibuatkan oleh kakak perempuannya, rasanya yang tidak enak, dan
sebagainya, sehingga ia merasa tidak suka dan sama sekali tidak terkandung rasa terimakasih
kepada kakak perempuannya. Sebaliknya contoh (5) diucapkan ketika pembicara merasa
senang dan terkandung rasa syukur atau rasa terimakasih kepada kakak perempuan yang telah
membuatkan kue untuknya.
sebagian besar digunakan untuk ungkapan yang mengandung makna gangguan (
meiwaku
)
atau makna netral saja. Akibatnya, tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia
yang menggunakan diatesis pasif secara berlebihan, terutama ketika akan mentransfer kalimat
bahasa Jepang seperti yang terlihat pada contoh diatas.
Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menganalisis dan mengkontrasfkan diatesis
aktif-pasif bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang secara lebih mendalam dari segi
makna dan fungsinya. Analisis yang akan dilakukan terfokus pada pemadanaan konstruksi
verba
Te Ageru, Te Kureru, Te Morau
bahasa Jepang ke dalam konstruksi verba bahasa
Indonesia. Sesuai dengan sasaran masalah yang akan diteliti tersebut, maka jelas akan didapat
sebuah pemadanan yang paling tepat untuk menerjemahkan ketiga konstruksi verba bahasa
Jepang tersebut dilihat dari segi makna dan strukturnya.
Karena kedua bahasa tersebut tidak serumpun tidak menutup kemungkinan adanya
perbedaan-perbedaan yang lain dari segi fungsi dan makna verba-verba tersebut diatas.
Sehingga penulis akan mencoba meneliti lebih jauh tentang masalah ini dengan menggunakan
metode penelitian kontrastif, yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas kesulitan belajar
dalam pengajaran bahasa asing (bahasa II). Dengan adanya perbandingan yang memaparkan
tentang persamaan dan perbedaan antara kedua bahasa (linguistik kontrastif), diharapkan akan
menjadi masukan bagi para pembelajar kedua bahasa tersebut dalam memahami diatesis
bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang.
Berdasarkan masalah-masalah diatas, perlu diadakan penelitian secara kontrastif yang
diharapkan hasilnya dapat melengkapi atau menambah referensi yang berkaitan dengan
masalah sintaksis bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, khususnya yang menyangkut dengan
diatesis. Sehingga penulis bermaksud untuk meneliti masalah tersebut dengan judul :
“ANALISIS KONTRASTIF
~TE AGERU, ~TE KURERU, ~TE MORAU
DENGAN KONSTRUKSI
VERBA ME - DAN DI - ”.
B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa padanan konstruksi verba ~てあげ
dalam bahasa Indonesia ?
2. Apa padanan konstruksi verba
~てく
dalam bahasa Indonesia ?
3. Apa padanan konstruksi verba
~て
う
dalam bahasa Indonesia ?
4. Apa yang menjadi alasan pemadanan tersebut ?
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya meneliti pemadanan konstruksi verba
~てあげ
~てく
dan
~て
う
bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia ditinjau dari makna dan
fungsi.
2. Makna dilihat dari sudut semantik berdasarkan konteks kalimatnya.
3. Struktur dilihat dari sudut tata bahasa berdasarkan pada sosio kulturnya.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diungkapkan, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba
~てあ
げ
ke dalam bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba ~てく
ke dalam bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba
~て
う ke dalam bahasa Indonesia.
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini, yang pertama ialah dapat menjadi
bahan referensi untuk mengatasi kesulitan para pembelajar kedua bahasa, khususnya
mengenai bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba ~てあげ
~てく
~て
う
bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia yang selama ini
masih jarang dibahas secara mendalam.
Kemudian manfaat yang kedua ialah dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk menyusun bahan ajar pembelajaran bahasa Jepang dan bahasa
Indonesia, khususnya mengenai masalah diatesis bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.
D. METODE PENELITIAN
Pada peneltian ini digunakan metode deskriptif analisis. Karena penelitian ini berusaha
untuk memaparkan tentang persamaan dan perbedaan antara diatesis pasif bahasa Indonesia
dan bahasa Jepang, baik secara sintaksis, semantik dan pragmatiknya berdasarkan pada
penggunaan kedua bahasa tersebut secara kongkret sebagai bahasa yang digunakan dewasa
ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa contoh penggunaan kalimat pasif secara
kongkret (
jitsurei
) dalam kedua bahasa tersebut yang terdapat dalam berbagai karya tulis baik
novel, tulisan ilmiah maupun dalam surat kabar dan sejenisnya. Kemudian dilengkapi dengan
contoh buatan peneliti (
sakurei
) untuk melengkapi data yang diperlukan. Data tersebut akan
diklasifikasikan lalu dianalisis, sehingga akan didapat suatu generalisasi secara induktif.
E. INSTRUMEN DAN SUMBER DATA
Nihongo, dan berbagai contoh kalimat yang digunakan dalam novel, majalah berbahasa Jepang
atau contoh kalimat buatan penulis sendiri.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa kajian terhadap penelitian
terdahulu tentang diatesis pasif bahasa Indonesia dan diatesis pasif bahasa Jepang. Untuk
kajian tentang diatesis pasif bahasa Indonesia, misalnya : Chung (1976), Cartier (1979),
McCune (1979), Hopper (1983), Verhaar (1988), Kaswanti (1989) dan yang lainnya. Sedangkan
untuk kajian tentang diatesis bahasa Jepang diantaranya : Muraki (1991), Iori (2001). Untuk
penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penelitian kontrastif diatesis pasif bahasa Indonesia
dan bahasa Jepang, penulis berpedoman pada penelitian Sutedi (2006).
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui teknik
komparatif-kontrastif (perbandingan). Melalui teknik ini dapat diketahui perbandingan antara diatesis
aktif-pasif bahasa Indonesia dan konstruksi verba
~てあげ
~てく
~て
う
bahasa
Jepang. Teknik ini pun memberikan gambaran persamaan dan perbedaan penggunaan diatesis
bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.
Dalam penelitian ini, akan ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
Tahap 1 : Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan pengumpulan data yang dianggap penting dan representatif dari
berbagai buku, majalah dan novel berbahasa Jepang atau berbahasa Indonesia.
Tahap 2 : Analisis Data
kemudian dilakukan pengklasifikasian terhadap konstruksi verba apa saja yang digunakan
untuk menerjemahkan diatesis
jujudou
bahasa Jepang.
Setelah itu dilakukan analisis terhadap apa yang menjadi penyebab dari pemadanan
konstruksi verba ~てあげ
~てく
~て
う
bahasa Jepang ke dalam diatesis
aktif-pasif bahasa Indonesia, dilihat dari struktur gramatikal yang terdapat pada kedua bahasa
tersebut.
Tahap 3 : Generalisasi Secara Induktif
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan dengan terencana dan
terarah. Untuk memulai suatu penelitian diperlukan metode yang tepat agar penelitian berhasil
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian metode dan penelitian itu sendiri yang terdapat
dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka, 1989) yang menyebutkan bahwa :
“Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.
Penelitian adalah pemeriksaan yang teliti atau penyelidikan. Sementara itu Arikunto (1989 : 6)
mendefinisikan penelitian sebagai berikut : “Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan
oleh peneliti yang bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan melalui
prosedur ilmiah yang telah ditentukan”.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa suatu kegiatan penelitian tidak dapat dilakukan
dengan sembarangan tetapi harus dikerjakan dengan teratur dan terencana.
Pada penelitian ini penulis bermakud melakukan penelitian kontrastif, yaitu “aktivitas atau
kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan diantara kedua bahasa” (Tarigan, 1992 : 4). Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa penelitian kontrastif adalah penelitian yang membandingkan sistem-sistem
linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau sistem gramatikal.
Yang menjadi objek dalam penelitian ini yaitu mengenai diatesis bahasa Indonesia dan
bahasa Jepang, yaitu diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia serta diatesis
~てあげ 、~てく
、~てもらう bahasa Jepang.
Dalam tahap analisis masalah, penulis akan menganalisis struktur, fungsi dan makna
verba-verba yang digunakan dalam kedua diatesis tersebut yang terdapat dalam buku pegangan
pengajaran bahasa Jepang, yaitu : Nihongo Shoho, Shokyuu Nihongo, Minna no Nihongo I & II,
novel dan majalah berbahasa Jepang dan Indonesia.
Adapun alasan penulis memilih objek tersebut adalah :
1. adanya perbedaan konsep dan struktur yang terdapat dalam kedua bahasa terhadap
penggunaan verba pemberian-penerimaan sehingga sering terjadi kesalahan dalam
penerjemahan maupun dalam penggunaannya.
2. ungkapan
yarimorai
yang terbentuk dari verba
Ageru, Kureru
dan
Morau
dalam buku
pegangan mata kuliah bahasa Jepang sering muncul dan banyak contoh kalimatnya.
Literatur-literatur yang akan penulis gunakan sebagai bahan acuan untuk menganalisis
masalah terdiri dari :
1. Serpih-Serpih Telaah Pasif dalam Bahasa Indonesia (Bambang Kaswanti .ed, 1989)
2. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Dedi Sutedi, 2003)
3. Nihongo Doushi no Shousou (Hitsuji Shoubou, 1991)
4. Nihongo Bunpo Nyumon (Iori Isao, 2001)
5. Indonesia-go no [Di-doushi] Koubun To Nihongo no [-rareru] to no Taishou Kenkyuu (Dedi
Sutedi, 2006)
Dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa contoh penggunaan kalimat pasif secara
kongkret (
jitsurei
) dalam kedua bahasa tersebut yang terdapat dalam berbagai karya tulis baik
novel, tulisan ilmiah maupun dalam surat kabar dan sejenisnya. Kemudian dilengkapi dengan
contoh buatan peneliti (
sakurei
) untuk melengkapi data yang diperlukan. Data tersebut akan
diklasifikasikan lalu dianalisis, sehingga akan didapat suatu generalisasi secara induktif.
Sumber data yang digunakan berupa contoh kalimat yang diperoleh dari buku-buku level
shokyuu dan chuukyuu. Diantaranya : Minna No Nihongo I & II, Nihongo Shoho, Shokyuu
Nihongo, dan berbagai contoh kalimat yang digunakan dalam novel, majalah berbahasa Jepang
atau contoh kalimat buatan penulis sendiri.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa kajian terhadap penelitian
terdahulu tentang diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang. Untuk
kajian tentang diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia, misalnya : Chung (1976), Cartier (1979),
McCune (1979), Hopper (1983), Verhaar (1988), Kaswanti (1989) dan yang lainnya. Sedangkan
untuk kajian tentang diatesis bahasa Jepang diantaranya : Muraki (1991), Iori (2001). Untuk
penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penelitian kontrastif diatesis pasif bahasa Indonesia
dan bahasa Jepang, penulis berpedoman pada penelitian Sutedi (2006).
C. Teknik Pengolahan Data
Selanjutnya penelitian ini dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan pelaporan.
1. Tahap Persiapan
a. Pada tahap ini penulis mengkaji buku, jurnal maupun kamus yang memuat informasi
tentang diatesis atau
voice
. Baik berupa gambaran diatesis secara umum, maupun
diatesis yang menjadi objek penelitian, yaitu : diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia dan
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengumpulkan contoh-contoh kalimat yang berhubungan dengan objek penelitian, yang
dikumpulkan dari buku-buku, majalah, novel dan sebagainya, yang merupakan sumber
data dalam penelitian ini.
b. Mengklasifikasikan berdasarkan kriteria bentuk padanan yang sering digunakan untuk
menerjemahkan diatesis
~てあげ
、~てく
、~てもらう
bahasa Jepang, dengan
tujuan untuk mendapatkan bentuk padanan yang paling tepat.
c. Setelah diklasifikasikan, dilanjutkan dengan analisis data dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Mendeskripsikan tentang pemadanan
~てあげ 、~てく
、~てもらう
bahasa
Jepang ke dalam bahasa Indonesia dengan sudut pandang mulai dari struktur,
makna dan fungsinya.
2) Dengan berdasarkan hasil yang didapat pada langkah satu diatas, akan dilanjutkan
dengan proses pengontrasan antara kedua diatesis tersebut untuk menemukan
alasan yang mendasari pemadanan diantara kedua bahasa tersebut..
3) Langkah terakhir merupakan penyimpulan dari proses pengontrasan pada langkah 2.
yaitu merumuskan dan menyajikan bentuk pemadanan yang paling tepat untuk
diatesis
~てあげ
、~てく
、~てもらう
bahasa Jepang dilihat dari struktur
dan maknanya.
3. Pelaporan
Tahap ini merupakan tahap pelaporan hasil penelitian yang berupa kesimpulan tentang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah penulis sajikan pada bab sebelumnya,
dapat ditarik sebuah kesimpulan berupa padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan
konstruksi verba
Te
Ageru, Te Kureru, Te Morau
ke dalam bahasa Indonesia beserta alasan
yang mendasari pemadanan tersebut, yaitu seperti yang akan penulis sajikan selengkapnya
berikut ini.
1. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba
~てあげ
ke
dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba aktif
me-
dan
me-/-kan
.
2. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba
~てく
ke
dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba aktif
me-
dan
me-/-kan
. Walaupun untuk beberapa ungkapan tertentu dapat juga digunakan konstruksi verba
pasif
di-
dan verba Ø (verba zero) untuk menerjemahkan konstruksi verba
~てく
ke
dalam bahasa Indonesia.
3. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba
~てもらう
ke
dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba pasif
di-
.
4. Alasan pemadanan konstruksi verba
~てあげ
ke dalam bentuk aktif
me-
dan
me-/-kan
bahasa Indonesia adalah karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara
konstruksi verba
~てあげ
dengan kalimat aktif bahasa Jepang (
nodoutai
) dan kalimat
5. Alasan pemadanan konstruksi verba
~てく
ke dalam bentuk aktif
me-
dan
me-/-kan
serta konstruksi pasif
di-
dan verba Ø (verba zero) bahasa Indonesia adalah karena
konstruksi verba
~てく
mempunyai struktur gramatikal yang menggabungkan sifat
kalimat aktif (
nodoutai
) dan sifat kalimat pasif (
judoutai
) bahasa Jepang.
6. Alasan pemadanan konstruksi verba
~ て も ら う
ke dalam bentuk pasif
di-
bahasa
Indonesia adalah karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara konstruksi
verba ~てもらう dengan kalimat pasif bahasa Jepang (
judoutai
) dan kalimat pasif bahasa
Indonesia. Terutama dari segi pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut, serta
penempatan
shiten
(S)-nya.
B. Saran
Untuk melengkapi berbagai macam kekurangan dan ketebatasan penulis dalam penelitian
ini, maka penulis mengajukan beberapa buah saran sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa untuk mengetahui apakah
masih terdapat kesalahan dan kesulitan ketika menerjemahkan ~te ageru, ~te kureru
dan ~te morau, terutama dalam penggunaan ketiga konstruksi verba tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana bentuk pemadanan
yang paling tepat untuk ketiga verba
yarimorai
tersebut ke dalam bahasa Indonesia
bukan hanya pada tingkatan predikatnya saja, melainkan pada tingkatan frasenya juga.
3. Para pengajar bahasa Jepang, seyogyanya, disamping menguasai metode-metode
mendalam. Sehingga para mahasiswa kurang paham dan berminat dalam mengkaji ilmu
linguistik bahasa Jepang.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang apa yang menjadi kesulitan bagi
mahasiswa program pendidikan bahasa Jepang dalam memahami maupun
menggunakan dan menerjemahkan kalimat atau ungkapan yang menggunakan
konstruksi verba ~te ageru, ~te kureru dan ~te morau.
5. Dengan diadakannya berbagai macam penelitian mengenai cabang-cabang linguistik ini,
dapat menambah literatur megenai linguistik bahasa Jepang yang sekarang ini
dirasakan sangat kurang jumlahnya, sehingga dapat memudahkan para pembelajar
bahasa Jepang memahami segala persoalan kelinguistikan bahasa Jepang.
Sehingga untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dan
untuk menjawab permasalahan yang penulis kemukakan diatas, penulis mengajukan beberapa
buah tema untuk penelitian selanjutnya, diantaranya
1. Analisis kesalahan mahasiswa dalam penggunaan konstruksi verba
yarimorai
dalam
kehidupan sehari-hari:
2. Analisis kesulitan mahasiswa dalam penggunaan dan penerjemahan konstruksi verba
yarimorai
pada tingkatan frase.
Diharapkan pada penelitian selanjutnya akan didapat suatu kesimpulan yang mampu
memberikan jawaban untuk masalah yang penulis kemukakan diatas.
! "
! "
! "
! "
####$%&'($
$%&'($
$%&'($
$%&'($))))
1
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (2003).
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
. Edisi Ketiga.
Jakarta : Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. (1998).
Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.
Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Depdiknas, Universitas Pendidikan Indonesia. (2006).
Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah
. Bandung: UPI.
Harmann, R. R. K dan Stork, F. C. (1973).
Dictionary of language and
linguistics
. London : Applied Science Publishers, Ltd.
Ichikawa, Yasuko. (2005).
Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Point
.
Japan : 3 A Corporation.
Iori, Isao. (2001).
Atarashii Nihongo Gaku Nyuumon, Kotoba no Shikumi wo
Kangaeru
. Japan : 3 A Corporation.
Kaswanti Purwo, Bambang (ed.). (1989).
Serpih-Serpih Telaah Pasif dalam
Bahasa Indonesia
. Yogyakarta : Kanisius.
Kridalaksana, Harimurti. (1996).
Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia
.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Matsuura, Kenji. (1994).
Nihongo Indonesiago Jiten
. Kyoto : Kyoto Sangyo
Univ. Press.
Mc Arthur, Tom. (1992).
The Oxford Companion to The English Language
.
NewYork : Oxford University Press. Inc.
Muraki, Shinjirou. (1991).
Nihongo Doushi no Shousou
. Tokyo : Hitsuji
Shobou
Nugraha, Tedhie. (2006). Ruigigo “yatto, youyaku, tsuini, toutou” no Imi
Bunseki. Sotsugyou Ronbun.
Rahardi, Kunjana (2005).
Pragmatik : Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia
.
Jakarta : Erlangga.
Sawardi, F. X. (2003).
Sistem Pemarkahan Diatesis Pada Beberapa Bahasa
Nusantara
. [Online]. Tersedia :
! "
! "
! "
! "
####$%&'($
$%&'($
$%&'($
$%&'($))))
2
Sudaryanto, dkk. (1991).
Diatesis dalam Bahasa Jawa
. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sukesti, Restu, dkk. (1998).
Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif
Bahasa Jawa
. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sutedi, Dedi. (2002).
Nihongo no Bunpo (Tata Bahasa Jepang untuk Tingkat
Dasar)
. Bandung : Humaniora Utama Press.
____________. (2002).
Masalah Kalimat Pasif dalam Bahasa Jepang
.
dalam :
Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa Asing, Vol. 1 No.2 April 2004.
Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS-UPI.
____________. (2006).
Indoneshiago no “di-doushi” Koubun to Nihongo
no ”(ra)reru” to no Taishou Kenkyuu
. dalam :
Journal of Japanese Language and
Culture, No. 2
. Diterbitkan atas kerjasama : The Japan Foundation Japanese
Language Institute, The National Institute for Japanese Language, dan National
Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo.
Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. (2004).
Pengantar Linguistik Bahasa Jepang
.
Jakarta : Kesaint Blanc.
Tarigan, H. G. (1984).
Pengajaran Sintaksis
. Bandung : Angkasa.
____________(1992).
Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa
. Bandung :
Angkasa
Universitas Pendidikan Indonesia. (2004).
Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa
Asing vol. 1 no. 2 April
. Bandung : UPI.
Wamafma, Dance. (2006).
Penerjemahan Konfiks Bahasa Indonesia
Terhadap Bahasa Jepang -Studi Analisis Kontrastif Bahasa-
. dalam : Jurnal Sastra
Jepang, Volume 5, Nomor 2, Februari. Bandung : Program Studi Sastra Jepang,
Fakultas Sastra – Univ Kristen Maranatha.
! "
! "
! "
! "
####$%&'($
$%&'($
$%&'($
$%&'($))))
3
Sumber Data :
Ogawa, Iwao . (2002).
Minna no Nihongo (Shokyuu I)
. Surabaya : PT.
Pustaka Lintas Budaya.
Ogawa, Iwao . (2000).
Minna no Nihongo I (Shokyuu I Honyaku Bunpo
Kaisetsu Indoneshiago Ban)
. Japan : 3 A Corporation.
Ogawa, Iwao . (2002).
Minna no Nihongo (Shokyuu II)
. Surabaya : PT.
Pustaka Lintas Budaya.
Ogawa, Iwao . (2001).
Minna no Nihongo II (Shokyuu II Honyaku Bunpo
Kaisetsu Indoneshiago Ban)
. Japan : 3 A Corporation.
Kokusai Kouryuu Kikin Nihongo Kokusai Senta. (1990).
Nihongo Shoho
.
Cetakan Kesebelas. Japan : Bonjinsha.
Tanaka,
Koji.
(1991).
Mafia
Yori
Koi
Wo
Komete
.
Japan
:
Jitsugyounonihonsha.
Toukyou Gaikokugo Daigaku Ryuugakusei Nihongo Kyouiku Center. (2002).
Shokyuu Nihongo Shinsou Ban (Dai Roku Satsu Hakkou)
. Japan : Bonjinsha.
________________________________________________________.
(2006).
Penjelasan Tata Bahasa & Daftar Kosakata Shokyuu Nihongo
. --- : ---.
Hiramoto, Terashimaru. (1997).
Nihongo Journal 1997/10
. Japan : Kabushiki
Kaisha Aruku
Hiramoto, Terashimaru . (2002).
Nihongo Journal 2002/01
. Japan : Kabushiki
Kaisha Aruku
Hiramoto, Terashimaru . (2003).
Nihongo Journal 2003/01
. Japan : Kabushiki
Kaisha Aruku