commit to user
PERAN ACARA KARANG TUMARITIS DALAM PELESTARIAN KEBUDAYAAN
“Peran Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta”
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh :
FABRYAN SANEKEWATRI
D0206051
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
PERSETUJUANSkripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Persetujuan Pembimbing
Surakarta, Februari 2011
Pembimbing
commit to user
PENGESAHAN
Penulisan Skripsi ini telah diuji dan disahkan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi :
1. Ketua Panitia : Dra. Hj. Sofiah, M.Si ( )
NIP. 19530726 197903 2 001
2. Sekretaris : Drs. Haryanto, M.Lib ( )
NIP. 19600613 198601 1 001
3. Penguji : Drs. A. Eko Setyanto, M.Si ( )
NIP. 19580617 198702 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
PERNYATAANDengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :
PERAN ACARA KARANG TUMARITIS DALAM PELESTARIAN KEBUDAYAAN (Peran Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta)
Adalah karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata di kemudian hari terdapat bukti-bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya yang asli atau sebenarnya.
commit to user
MOTTO
I am not afraid of tomorrow, for I have seen yesterday and I love today (William Allen White)
commit to user
PERSEMBAHAN
For God, You’re the one and the only reason to live. You are so gracious and giving,
there are no words to describe my love and my passion for You. There won’t be me
without You. I’m thankful to all your blessing days.
For my whole big family, you are my backbones and my best friends. I couldn’t have
done this without your support. The time seems to be faster than I ever do without
commit to user
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat bimbingan
dan petunjuk-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Acara
Karang Tumaritis Sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat
Yogyakarta dengan sebaik-baiknya. Penulis mengambil tema tentang media massa
dan pelestarian kebudayaan karena penulis melihat adanya peran yang besar dari media
massa untuk masyarakat. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memberikan
informasi kepada khalayak luas tentang segala hal tak terkecuali kebudayaan Jawa.
Media massa seperti televisi mampu memberikan manfaat untuk pelestarian
kebudayaan melalui acara yang ditayangkannya. Karang Tumaritis merupakan salah
satu acara yang mengangkat tentang kebudayaan Jawa di Yogyakarta. Dengan adanya
acara ini maka diharapkan potensi lokal beserta pelestarian kebudayaan bisa terangkat
kembali sebagai khasanah budaya Jawa Yogyakarta. Media massa merupakan wadah
yang efektif untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan demi kebutuhan
masyarakat itu sendiri.
Skripsi ini bisa terlaksana dan selesai karena adanya arahan, bimbingan, dan
masukan dari banyak pihak. Karya ini tidak akan mungkin ada apabila penulis tidak
mendapat bantuan dari mereka. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. A. Eko Setyanto, M.Si, selaku pemimbing skripsi
2. Bu Iwung Sri Widati, Produser dan pembimbing di lapangan
commit to user
4. Bapak Anang Wiharyanto, Penanggung Jawab Humas TVRI Stasiun D. I.
Yogyakarta
5. Bapak Maryanta, Kepala Seksi Program
6. Bu Sari Nainggolan, Pengarah Acara
7. Mas Altiyanto dan Bu Yati Pesek, Pembawa Acara Karang Tumaritis
8. Seluruh keluarga besar di Magelang dan Solo
9. Teman-teman dekatku, Kusnul, Hasna, Ria Putri, Arumtyas, Ajeng, Dewi Latif,
Intan Astri, Adinda, dan Faradyan.
10. Dan semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu di atas
Akhir kata, penulis sangat mengharapkan adanya perbaikan dan kelengkapan
untuk penelitian tentang media massa dan pelestarian kebudayaan selanjutnya.
Semoga dengan adanya penelitian yang masih sederhana ini bisa membantu melihat
pentingnya kebudayaan Jawa dan pelestariannya melalui media massa terutama
televisi.
Magelang, 12 Februari 2011
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN... ii
PENGESAHAN... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
ABSTRACT ... xiv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Komunikasi... 8
2. Televisi dalam Komunikasi Massa ... 10
3. TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik ... 15
commit to user
5. Kebudayaan ... 19
6. Peran Komunikasi Massa dalam Pelestarian Kebudayaan... 24
F. Metodologi Penelitian... 32
1. Metode Penelitian ... 33
2. Jenis Penelitian ... 34
3. Lokasi Penelitian... 34
4. Teknik Pengumpulan Data ... 34
5. Teknik Analisa Data ... 37
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 39
BAB II DESKRIPSI PROGRAM ACARA KARANG TUMARITIS A. Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta... 41
1. TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta ... 41
2. Acara Karang Tumaritis ... 47
B. Program Pelestarian Kebudayaan Jawa di Yogyakarta ... 53
1. Dinas Kebudayaan Provinsi Yogyakarta ... 53
2. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kota Yogyakarta ... 55
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA A. Karakteristik Narasumber ... 58
B. Peran Acara Karang Tumaritis Dalam Mensukseskan Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta ... 61
1. Mewartakan Nilai-nilai Luhur yang Terdapat di dalam Kebudayaan Jawa kepada Masyarakat Luas ... 62
commit to user
3. Melestarikan Berbagai Produk Kebudayaan Jawa ... 83
4. Sarana Dialog Interaktif melalui Televisi yang Mencerdaskan
Audien untuk Bidang Budaya ... 93
5. Sarana Sosialisasi Program-program Pelestarian Kebudayaan
Jawa di Yogyakarta... 101
C. Kendala Acara Karang Tumaritis Dalam Mensukseskan
Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta... 111
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan... 124
B. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien ... 17
[image:12.612.176.443.217.470.2]commit to user
DAFTAR BAGAN
commit to user
ABSTRACTFabryan Sanekewatri. D0206051. The Role of Karang Tumaritis Program in Cultural Preserving (The Role of Karang Tumaritis Program in TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta As Media of Preserving Javanese Culture in Yogyakarta Society). Bachelor Thesis Mass Communication Department Social and Politic Science Faculty Sebelas Maret Surakarta University.
Mass media such as television, radio, newspaper, magazine, and internet become a crucial need for society. Especially television as a mass media which is so close and easy to be accessed by every people. Television presents programs which their characteristic can be as entertainment, education, giving knowledge and new experience for every audience. So this is why television programs are liked by every kind of people.
However, television programs which take cultural things are lack in amount. Indonesian original culture like Javanese culture should has a place in television. But, programs that contain culture like Javanese culture is still lack in amount. One of the examples is Karang Tumaritis. This program has been presented by TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta. Karang Tumaritis contains dialogue about Javanese culture and how it relates for its development at the present time in Yogyakarta.
TVRI as a Public Broadcasting Organization in Indonesia has a duty to give information serving, education, and healthy entertainment, control, and social adhesive, and preserve nation culture for every society importance. For Daerah Istimewa Yogyakarta that basically from Javanese culture, TVRI Stasiun DIY has missions which one of these is being central of the main information serving and serving healthy entertainment with making optimal local region potency and culture that grows and develops in Daerah Istimewa Yogyakarta.
For this research about television program and cultural preserving, writer used qualitative method with the kind of descriptive. It was located in TVRI Stasiun Daerah Istimewa Office in Magelang Street km. 4,5 Yogyakarta. Collecting data technique used from source and kind of main data such as written noted or through record. Then, for written source used document about Karang Tumaritis. Writer used observation, interview, and field note. For data analysis technique used Miles and Huberman Interactive Analysis Data. And then, for data validity technique, writer used diligence in observation and triangulation. Triangulation that writer took was source and method.
From data analysis result that had done by the writer it resulted clarification about role of Karang Tumaritis as Javanese preserving media. Those roles were formed from the aim of Karang Tumaritis and data analysis result after doing research. From data analysis result, writer also found obstacles for Karang Tumaritis in persevering Javanese culture. However, those obstacles did not effect for the success of Karang Tumaritis as a media that helped to preserve Javanese culture in Yogyakarta society.
commit to user
Javanese product. Fourth, as a medium for interactive dialogue through television which could sharpen audiences’ mind in culture field. And fifth, as a medium for socialization of Javanese preserve programs in Yogyakarta. And for the obstacles were financial problem, has not collaborated with young people yet, the technology that has been used by TVRI, human resources of TVRI that were old, how to finish the dialogue when program was in process, the exclusives of its audience who were just older people and someone with high awareness of cultural things, and less in presenting time because of just once in two weeks.
As a program about Javanese culture, Karang Tumaritis has roles in preserving Javanese culture. These five roles are important roles which can help process of preserving Javanese culture in Yogyakarta. TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta has given a space for preserving Javanese culture through television program called Karang Tumaritis.
commit to user
ABSTRAKFabryan Sanekewatri. D0206051. Peran Acara Karang Tumaritis dalam Pelestarian Kebudayaan (Peran Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta). Skripsi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan internet sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Terutama televisi sebagai media massa yang paling dekat dan paling mudah untuk diakses oleh setiap lapisan masyarakat. Televisi menyajikan acara-acara yang sifatnya bisa hiburan, pendidikan, dan menambah pengetahuan serta pengalaman baru bagi pemirsanya. Sehingga acara-acara di televisi sangat disukai oleh setiap orang.
Namun, sayangnya acara-acara yang mengangkat tentang kebudayaan minim jumlahnya. Kebudayaan asli Indonesia seperti halnya kebudayaan Jawa seharusnya memiliki tempat di televisi. Namun, sayangnya acara yang berisi kebudayaan seperti kebudayaan Jawa masih sedikit di televisi. Salah satu contoh acara kebudayaan di televisi adalah Karang Tumaritis. Program ini ditayangkan oleh TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta. Karang Tumaritis berisi dialog tentang kebudayaan Jawa dan bagaimana kaitannya dengan perkembangan masa sekarang di Yogyakarta.
TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik di Indonesia mempunyai tugas memberikan pelayanan informasi, pendidikan, dan hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, untuk Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbasis kebudayaan Jawa, maka TVRI Stasiun DIY memiliki misi yang salah satu diantaranya yaitu menjadi pusat pelayanan informasi yang utama serta menyajikan hiburan yang sehat dengan mengoptimalkan potensi daerah dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di DIY.
Untuk penelitian tentang acara televisi dan pelestarian kebudayaan ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif. Lokasi penelitian yaitu di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Magelang km. 4,5 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang dipakai oleh penulis yaitu berasal dari sumber dan jenis data utama seperti catatan tertulis atau melalui perekaman. Kemudian untuk sumber tertulisnya yaitu menggunakan arsip tentang Karang Tumaritis. Penulis juga menggunakan pengamatan, wawancara, dan catatan lapangan. Sedangkan untuk teknik analisa data, penulis menggunakan Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman. Kemudian selanjutnya teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan ketekunan atau keajegan pengamatan dan triangulasi. Triangulasi yang diambil yaitu triangulasi sumber dan metode.
commit to user
Dari hasil penelitian dan analisa data, maka peran Karang Tumaritis sebagai media pelestarian kebudayaan Jawa di masyarakat Yogyakarta adalah pertama, mewartakan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam kebudayaan Jawa kepada masyarakat luas. Kedua, membangun kembali spirit kehidupan bermasyarakat sesuai dengan nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa. Ketiga, melestarikan berbagai produk kebudayaan Jawa. Keempat, sarana dialog interaktif melalui televisi yang mencerdaskan audien untuk bidang budaya. Dan kelima, sarana sosialisasi program-program pelestarian kebudayaan Jawa di Yogyakarta. Sedangkan kendalanya adalah masalah pendanaan, belum menggandeng anak-anak muda, teknologi yang digunakan, SDM di TVRI yang kebanyakan sudah tua, menuntaskan obrolan ketika acara sedang berlangsung, eksklusifme pemirsanya yang hanya sebatas orang tua dan orang yang sadar kebudayaan, dan kurangnya waktu penanyangan karena hanya dua minggu sekali.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia pada umumnya. Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
dan internet kini sudah dianggap sebagai sahabat. Dengan adanya perkembangan
teknologi komunikasi yang pesat, maka segala macam informasi yang diinginkan oleh
masyarakat bisa diperoleh melalui media massa. Sebagai bagian dari media massa,
televisi adalah media yang paling dekat dengan masyarakat.
Televisi mampu memberikan manfaat terhadap kelangsungan hidup manusia.
Manfaat-manfaat tersebut di antaranya yaitu mampu menumbuhkan aspirasi,
mengembangkan dialog, mampu mengenalkan norma-norma sosial, menumbuhkan
selera, dan sebagai pendidik. Kemudian, sebagai media massa, televisi juga
mempunyai fungsi untuk menyampaikan informasi, baik berisi pengetahuan maupun
pendidikan. Selain itu televisi bisa menggugah kesadaran masyarakat melalui
tayangannya.
Manfaat lain yang bisa didapat dari televisi diantaranya yaitu memperluas
wawasan, dimana melalui televisi pemirsa bisa melihat hal baru di luar sana yang
belum pernah dilihatnya. Kemudian, televisi bisa memberikan pengalaman hidup.
Dengan menonton televisi, tanpa harus pergi ke tempat kejadian, pemirsa bisa
langsung melihat dan merasakan apa yang terjadi di tempat lain. Dan yang terakhir
adalah mampu menyediakan hiburan di dalam rumah. Hiburan jenis ini bisa
commit to user
Televisi menjadi sangat populer di mata masyarakat karena mempunyai
pilihan acara yang menarik untuk ditonton. Dari semua program acara tersebut, ada
yang ditujukan untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa. Namun, sayangnya hingga
saat ini ada sedikit sekali acara terutama pada televisi yang menyajikan tentang
kebudayaan. Padahal kebudayaan adalah sesuatu yang penting di dalam kehidupan
sosial manusia. Dengan adanya televisi yang mengangkat kebudayaan sebagai isi
acaranya, maka televisi bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang
kebudayaan bangsa yang telah menjadi identitas Indonesia.
Dalam rangka memberikan pengetahuan kepada masyarakat, televisi
menyuguhkan program-program yang bervariasi. Mulai dari program yang berisi
hiburan hingga pengetahuan. Program yang berisi pengetahuan bisa didapatkan dari
program yang memberikan tayangan mendidik seperti masalah kebudayaan.
Kebudayaan yang dimaksud yaitu kebudayaan asli dari bangsa, yang merupakan
kebudayaan yang beragam dan memiliki nilai luhur dalam membentuk kepribadian
atau jati diri bangsa. Dengan adanya televisi, maka acara kebudayaan bisa ikut
ditampilkan, selain untuk mendidik generasi bangsa, salah satu tujuannya yaitu
pelestarian kebudayaan.
Namun, kita mendapati bahwa salah satu tantangan terbesar dalam masalah
pelestarian budaya tradisional bangsa yaitu generasi muda yang kurang tertarik
terhadap hal-hal berbau tradisi karena dianggap kuno dan ketinggalan jaman. Untuk
menghadapi keadaan itu, maka pemerintah dan segenap kelompok masyarakat yang
peduli terhadap kebudayaan tidak hanya diam saja. Mengingat kebudayaan tradisional
patut dilindungi dan dilestarikan, maka media massa termasuk televisi menjadi
commit to user
Melalui berbagai macam pengemasan acara, kebudayaan bisa menjadi tontonan yang
menarik bagi pemirsa.
Ki Manteb Soedharsono menyatakan pendapatnya tentang tantangan dalam
upaya melestarikan kesenian wayang yang merupakan bagian dari kebudayaan
tradisional Jawa. Salah satu tantangan terbesarnya adalah regenerasi. Dalam upaya
pelestarian, seharusnya pemerintah, seniman, dan masyarakat bekerja sama. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah tersedianya ruang di media massa untuk kesenian
tradisional. Inilah yang dianggap oleh dalang kondang tersebut masih terbatas (Reko
Suroko, ”Butuh Ruang di Media Massa”, Wawasan Minggu, 27 Juli 2010, halaman 3).
Sedangkan menurut Drs. Tashadi, peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Yogyakarta bahwa dalam budaya tradisional terkandung nilai-nilai luhur
pembentuk jati diri bangsa. Ketika nilai-nilai ini hilang dan tidak lagi dimengerti oleh
generasi muda, maka mereka hanya akan memiliki nilai-nilai global dan hilanglah jati
diri bangsa Indonesia ini (Fachri Siradz, “Pelestarian Budaya Tradisional Melalui
Layar Kaca”,
www.indosiar.com/program/resensi/67592/pelestarian-budaya-tradisional-melalui-layar-kaca, 26/7/2010/11.00). Kebudayaan Jawa sebagai salah satu
dari kebudayaan tradisional Indonesia, cepat atau lambat bisa tergeser oleh arus
modernisasi dan globalisasi. Namun, sebelum semua itu terjadi, maka berbagai
langkah pelestarian mulai dirancang.
Menurut Fachri Siradz, supaya kebudayaan tradisional tidak mudah hilang
terkena arus modernisasi dan globalisasi, yang perlu dilakukan adalah pelestarian
kebudayaan. Pelestrian ini akan berjalan sukses bila didukung oleh berbagai pihak
termasuk pemerintah dan adanya sosialisasi luas dari media massa termasuk televisi.
Dan bisa dipastikan cepat atau lambat budaya tradisional akan kembali bergairah.
commit to user
bertema kebudayaan tradisional tetap diproduksi. Baik dengan menggunakan dana
dari pemerintah pusat maupun dibiayai oleh pihak ketiga (pihak yang peduli dengan
kebudayaan). TVRI Yogyakarta merupakan salah satu dari banyak stasiun televisi
yang masih memproduksi acara budaya. Karena TVRI Yogyakarta bervisikan budaya,
pendidikan, dan kerakyatan, maka TVRI Yogyakarta berusaha untuk ikut melebur
bersama dinamika kehidupan masyarakat (Dokumen TVRI Stasiun Daerah Istimewa
Yogyakarta).
Salah satu contoh acara TVRI Yogyakarta yang memiliki tema kebudayaan,
terutama kebudayaan Jawa di daerah lingkup kebudayaan Jawa yaitu Karang
Tumaritis. Acara tersebut berisi dialog budayawan dan seniman yang dikemas dalam
sajian nuansa Jawa dengan lesehan di depan pendopo rumah dan diselingi alunan siter.
Di sela-sela obrolan diselingi sajian petuah atau nasehat dari tokoh punakawan dalam
cerita perwayangan dengan menggunakan kelir (Dokumen TVRI Stasiun Daerah
Istimewa Yogyakarta). Dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan Jawa, acara
seperti Karang Tumaritis baik untuk diproduksi oleh stasiun televisi yang mempunyai
kepedulian terhadap pentingnya pelestarian budaya bangsa.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005 menetapkan bahwa
tugas TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang
sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan
seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang
menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Harun Nur,
”Mempertahankan TVRI Sebagai TV Publik”,
www.metronews.fajar.co.id/read/94460/19/index.php, 29/01/2011/8.28). Untuk TVRI
Stasiun DIY, ada acara Karang Tumaritis yang bisa melestarikan kebudayaan dan
commit to user
kebudayaan dan disajikan sesuai dengan perkembangan jaman. Sehingga Karang
Tumaritis memberikan informasi tentang unsur-unsur kebudayaan Jawa dan
bagaimana eksistensinya di jaman modern.
Karakteristik dari Karang Tumaritis yaitu, pertama, tema yang diangkat
adalah kebudayaan Jawa yang disajikan ke dalam bentuk dialog dengan orang yang
mengetahui dan berkecimpung pada budaya Jawa. Setiap tema yang ditampilkan
selalu berbeda-beda, sehingga narasumbernya pun juga berganti sesuai dengan
keahlian pada budaya Jawa yang dimiliki oleh narasumber. Kedua, penggunaan
bahasa Jawa. Dalam sepanjang acara, bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa
pengantarnya. Ketiga, adanya telepon interaktif. Dengan menggunakan teknologi
telekomunikasi seperti telepon interaktif, maka penonton yang ingin menyampaikan
pesan maupun pertanyaan bisa disalurkan langsung kepada narasumber yang
dihadirkan.
Salah satu yang paling menarik dari Karang Tumaritis yaitu penggunaan
wayang kulit sebagai bagian dari acara. Nasehat atau petuah yang disampaikan
menggunakan bahasa Jawa oleh semar. Wayang kulit merupakan bagian dari kesenian
tradisional. Wayang sendiri sangat erat dengan kehidupan sosial, kultural, dalam
religius bangsa Jawa (Imam Sutardjo, 2008 : 60). Tokoh semar dalam perwayangan
yang ditampilkan pada Karang Tumaritis dianggap sebagai tetua yang memberikan
petuah kepada para manusia.
Karang Tumaritis merupakan sebuah acara yang bernafaskan budaya Jawa.
Sekarang ini budaya Jawa sudah mulai terlindas oleh budaya asing. Perkembangannya
mengalami kemacetan. Acara di media elektronik khususnya televisi lebih cenderung
commit to user
orang Jawa yang sesungguhnya. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, mereka lebih
suka mengagung-agungkan budaya asing dari pada budaya daerah sendiri.
Menurut Surya Sasangka, wartawan Newsweek dalam Sarasehan Budaya
Jawa “Adilihung Budaya Jawi Kawawas Saking Mancanegari” mendapati adanya tiga
sebab yang membuat budaya Jawa tidak berkembang dengan baik. Pertama, banyak
orang Jawa yang merasa minder dan tidak percaya diri dengan budaya sendiri
sehingga lebih suka mempelajari budaya asing. Kedua, banyak masyarakat Jawa yang
berkiblat pada agama dan budaya Timur Tengah. Akibatnya mereka tidak bisa
membedakan antara agama dan budaya sendiri. Ketiga, minimnya fasilitas dan sarana
untuk mengembangkan budaya Jawa. Bahkan media massa sendiri sebagai wadah
untuk mempromosikan budaya Jawa tidak memberikan ruang secara maksimal bagi
perkembangan budaya sendiri (“Surutnya Budaya Jawa Dari Ciri Khas Masyarakat
Jawa”,
www.gudeg.net/id/news/2004/04/2382/Surutnya-Budaya-Jawa-dari-Ciri-Khas-Masyarakat-Jawa.html, 27/2/2010/11.00).
Seharusnya media massa harus dilibatkan dalam proses pelestarian
kebudayaan Jawa sebagai bagian dari kebudayaan bangsa. Gerakan pembelaan budaya
bangsa hanya akan dapat mencapai hasil positif apabila “program informasi” secara
umum (baik melalui media cetak, radio, maupun televisi) ikut mengambil bagian aktif.
Pada area lokal di Yogyakarta ini, penulis mengangkat tentang bagaimana peran acara
Karang Tumaritis di Televisi Republik Indonesia Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam pelestarian budaya Jawa di sana. Dalam acara Karang Tumaritis, dialog yang
dibawakan oleh para seniman merupakan dialog yang berisikan kebudayaan Jawa.
Acara ini bisa dijadikan contoh sebagai salah satu acara yang mampu menyajikan
commit to user
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat sebuah rumusan
masalah :
Bagaimana peran acara Karang Tumaritis di TVRI D. I. Yogyakarta sebagai
media untuk mensukseskan pelestarian kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimana peran acara Karang Tumaritis sebagai media
untuk mensukseskan pelestarian kebudayaan Jawa di masyarakat Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi stasiun televisi yang bersangkutan bisa melakukan berbagai evaluasi
terhadap program acara tersebut
2. Bagi masyarakat Yogyakarta agar bisa memahami tentang pentingnya media
massa lokal terutama program acara di televisi dalam pelestarian kebudayaan Jawa
3. Bagi Pemerintah dan pihak terkait dengan masalah kebudayaan di Yogyakarta
agar memahami kontribusi yang bisa diberikan oleh media massa (televisi) dalam
proses pelestarian budaya Jawa di Yogyakarta
E. Tinjauan Pustaka
Komunikasi adalah sebuah kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Semua kegiatan manusia dilakukan atas dasar komunikasi. Manusia memiliki
commit to user
membagi pengalaman, kerja sama, dan lain sebagainya. Apalagi dalam abad modern
ini, berkomunikasi pun tidak hanya dilakukan dengan cara face to face saja.
Melainkan komunikasi dengan menggunakan media massa pun sudah lama dan banyak
dilakukan oleh manusia sebagai bagian dari kehidupannya.
Komunikasi merupakan sebuah ilmu yang cakupannya luas. Konsep tentang
komunikasi sendiri juga memiliki keterkaitan dengan berbagai hal. Seperti halnya
peran media massa terhadap pelestarian kebudayaan. Penulis telah merangkai
teori-teori yang memuat tentang konsep-konsep tersebut. Agar penjelasan yang diberikan
menjadi lebih runtut dan terstruktur, selanjutnya bagian tinjauan pustaka akan dibagi
menjadi beberapa sub bagian, yaitu : Komunikasi, Televisi Dalam Komunikasi Massa,
TVRI Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, Acara Televisi di TVRI, Kebudayaan, dan
Peran Komunikasi Massa Dalam Pelestarian Kebudayaan.
1. Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare yang artinya
memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam bahasa Inggris
communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan,
perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Secara sederhana dapat
dikemukakan pengertian komunikasi, ialah proses pengiriman pesan atau
simbol-simbol yang mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada seorang
penerima atau komunikan dengan tujuan tertentu (Suranto Aw, 2010 : 2).
Definisi komunikasi menurut Wilbur Schramm (1955) yaitu :
“Communication as an act of establishing contact between a sender and a receiver, with the help of message; the sender and receiver some common experience which meaning to the message incode and sent by the sender; and receiver and decode by the receiver”, (Suranto Aw, 2010 : 2).
commit to user
simbol yang dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima”, (Suranto Aw, 2010 : 2).
Sifat komunikasi diungkapkan oleh Suranto Aw dalam proses komunikasi
dapat dibedakan menjadi (2010 : 14) :
a. Komunikasi tatap muka (face to face communication), dalam hal ini pihak yang
berkomunikasi saling bertemu dalam suatu tempat tertentu
b. Komunikasi bermedia (mediated communication), ialah komunikasi dengan
menggunakan media, seperti telepon, surat, radio, dan sebagainya
c. Komunikasi verbal, komunikasi dengan ciri bahwa pesan yang dikirimkan berupa
pesan verbal atau dalam bentuk ungkapan kalimat, baik secara lisan maupun tulisan
d. Komunikasi non verbal, komunikasi dengan ciri bahwa pesan yang disampaikan
berupa pesan non verbal atau bahasa isyarat, baik isyarat badaniah (gestural)
maupun isyarat gambar (pictoral)
Sedangkan tahap komunikasi seperti yang dijelaskan dalam bukunya Suranto
Aw (2010 : 15) terdapat tiga tahap yaitu :
a. Komunikasi satu tahap (one step flow communication), ialah penyampaian ide,
gagasan, atau pesan langsung kepada komunikan yang dikehendaki. Dalam konteks
komunikasi massa, maka pesan dari media massa langsung diterima oleh
komunikan
b. Komunikasi dua tahap (two step flow communication), ide atau pesan disampaikan
komunikator dan diterima oleh para pemuka pendapat (opinion leader) baru
kemudian disampaikan kepada komunikan berikutnya.
c. Komunikasi banyak tahap (multi step flow communication), proses komunikasi ini
diawali dari komunikator menyampaikan pesan yang diterima oleh pemuka
commit to user
orang lain, dan terus menerus orang tersebut menyampaikan informasi kepada
orang-orang berikutnya secara berantai
Bentuk komunikasi dapat diklarifikasikan menurut jumlah pihak yang terlibat
komunikasi, (Suranto Aw, 2010 : 13) :
a. Komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication), ialah proses komunikasi
yang terjadi dalam diri sendiri
b. Komunikasi antarpersonal (interpersonal communication), komunikasi antara
seseorang dengan orang lain, bisa berlangsung secara tatap muka maupun dengan
bantuan media
c. Komunikasi kelompok (group communication), proses komunikasi yang
berlangsung dalam suatu kelompok
d. Komunikasi massa (mass communication), komunikasi yang melibatkan banyak
orang serta melalui media massa
Komunikasi merupakan dasar dalam segala hal. Komunikasi telah menjadi
sebuah kebutuhan untuk hidup. Manusia sebagai makhluk sosial menyampaikan
pesan-pesannya melalui komunikasi. Tanpa adanya komunikasi, manusia tidak dapat
hidup dengan baik.
2. Televisi Dalam Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan komunikasi yang melibatkan banyak orang.
Ada sebagian ahli berpendapat bahwa komunikasi massa adalah komunikasi melalui
media massa (Suranto Aw, 2010 : 13). Media massa ini termasuk diantaranya adalah
surat kabar, film, radio, dan televisi. Ciri komunikasi massa bila dilihat dari
unsur-unsur yang mencakupnya menurut Onong Uchjana Effendy (2004 : 51-55) yakni :
a. Sifat komunikan
commit to user
heterogen, dan anonim.b. Sifat media massa
Serempak cepat, yaitu keserempakan kontak antara komunikator dengan komunikan
yang jumlahnya besar. Media massa bersifat cepat (rapid), dalam artian
memungkinkan pesan yang disampaikan kepada banyak orang dengan waktu yang
cepat.
c. Sifat pesan
Sifat pesan yang dibawa media massa adalah umum. Karena media massa adalah
sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak, bukan untuk sekelompok
orang saja.
d. Sifat komunikator
Karena media massa adalah sebuah lembaga atau organisasi, maka ia termasuk
komunikator terlembagakan. Media massa memiliki pesan yang dikerjakan secara
kolektif.
e. Sifat efek
Efek komunikasi yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi
yang dilakukan oleh komunikator.
Komunikasi massa mempunyai fungsi di masyarakat. Fungsi-fungsi itu
menurut Dominick (2001) terdiri dari (Elvinaro, dkk, 2007 : 15-18) :
a. Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan terdiri dari dua jenis, yaitu peringatan dan instrumental.
Pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang
ancaman angin topan, meletusnya gunung merapi, dan sebagainya. Sedangkan
pengawasan instrumental yaitu penyebaran informasi yang memiliki kegunaan
harga-commit to user
harga saham.b. Interpretation (Penafsiran)
Fungsi ini mirip dengan pengawasan. Namun, media massa juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.
c. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga
membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang
sesuatu.
d. Transmission of Value (Penyebaran Nilai-nilai)
Fungsi ini sering disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu pada cara, di mana
[image:29.612.132.526.215.467.2]individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili
gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa
memperlihatkan kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka.
Di antara semua jenis media massa, televisi sangat berpotensi untuk terjadinya
sosialisasi (penyebaran nilai-nilai).
e. Entertainment (Hiburan)
Televisi adalah media massa yang mengutamakan hiburan. Hampir tiga perempat
bentuk siaran televisi setiap harinya adalah hiburan. Melalui berbagai macam acara
yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang
dikehendakinya.
Komunikasi massa berpijak pada teori yang dikembangkan oleh Harold
Lasswell pada tahun 1948. Model ini berupa ungkapan : Who says what in which
channel to whom with what effect atau siapa berkata apa melalui saluran apa kepada
siapa dengan efek apa. Komunikator membawa pesan melalui media kepada penerima
commit to user
Untuk karakteristik komunikasi massa yang komunikannya bersifat
heterogen, maka tidak mudah untuk mengukur umpan balik yang datang dari semua
komunikan. Karena itu, umpan balik yang datang biasanya merupakan representative
(wakil) sampel, sehingga walaupun yang ditanggapi hanya satu atau dua komunikan,
namun hal tersebut sudah dianggap dapat mewakili seumlah komunikan yang lainnya
(Elvinaro, dkk, 2007 : 47).
Salah satu media massa yang saat ini sangat dekat dengan masyarakat yaitu
televisi. Televisi saat ini merupakan media massa yang paling berpengaruh pada
masyarakat, hal ini karena didukung oleh kemudahan untuk mengaksesnya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, televisi adalah proses penyiaran gambar
melalui gelombang frekuensi radio dan menerimanya pada pesawat penerima yang
memunculkan gambar tersebut pada sebidang layar. Jadi, televisi secara sederhana
adalah media massa yang menampilkan siaran berupa gambar dan suara dari jarak
jauh. Televisi merupakan sistem gabungan antara gambar dan suara.
Televisi dalam komunikasi massa memiliki makna :
“…….merupakan bagian dari media massa. Dan ia dikenal sebagai media elektronik. Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi memiliki kelebihan dari media massa lainnya karena bersifat audio visual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan secara langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kepada setiap pemirsa di manapun ia berada (Riswandi, 2009 : 2).”
Media menurut Riswandi adalah saluran komunikasi massa yang memiliki
ciri-ciri khusus, yaitu mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian khalayak
secara serempak dan serentak (2009 : 2). Karakteristik televisi sebagai media yang
paling banyak diminati oleh khalayak menurut Riswandi (2009 : 5-6) adalah :
a. Audio visual, karena bisa didengar dan dilihat oleh khalayak dan menampilkan
commit to user
b. Berpikir dalam gambar, ada dua tahap pada poin ini. Pertama, visualisasi,
menterjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi
gambar-gambar. Kedua, penggambaran, yakni kegiatan merangkai gambar-gambar
individual sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu
c. Cara kerja yang kompleks, pengoperasian televisi lebih kompleks karena lebih
melibatkan banyak orang.
Sifat-sifat media massa televisi yang membedakannya dari jenis media massa
lainnya yaitu televisi dapat didengar dan dilihat bila ada siaran, dapat dilihat dan
didengar kembali bila diputar lagi, daya rangsang sangat tinggi, elektris, sangat mahal,
dan daya jangkau besar (J. B. Wahyudi dalam Morissan, 2008 : 11). Televisi
merupakan media yang menguasai ruang dan tidak menguasai waktu (J. B. Wahyudi
dalam Morissan, 2008 : 12). Artinya, siaran televisi bisa diterima di mana saja dalam
jangkauan pemancar. Namun, televisi tidak bisa dilihat dan didengar berulang-ulang
serta kapan saja. Inilah mengapa televisi hanya menguasai ruang saja, bukan waktu.
Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Universitas Padjadjaran, tentang program
acara televisi (Onong Uchjana Effendy, 2004 : 122) yaitu :
“……acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton, ini adalah wajar”.
Kelebihan televisi dari media massa lainnya adalah kemampuan menyajikan
berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, informasi, maupun pendidikan. Pengaruh
televisi terhadap kehidupan sudah bisa dirasakan oleh khalayak yang menonton.
Karena pada dasarnya televisi bisa mengakibatkan penonton mendapatkan sesuatu dari
aspek psikologis yang ditonton dari televisi. Dan itu semua bukanlah sesuatu yang
[image:31.612.130.529.211.465.2]commit to user
3. TVRI Sebagai Lembaga Penyiaran PublikStasiun penyiaran publik berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara,
bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk
kepentingan masyarakat. Stasiun penyiaran publik terdiri atas Radio Republik
Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang stasiun pusat
penyiarannya berada di ibu kota negara. Di daerah provinsi, kabupaten atau kota dapat
didirikan stasiun penyiaran publik lokal (Morissan, 2008 : 97).
Di Indonesia, pengertian stasiun publik identik dengan TVRI dan RRI karena
menurut Undang-Undang Penyiaran, stasiun publik terdiri dari RRI dan TVRI yang
stasiun pusat penyiarannya berada di Jakarta. Selain itu, di daerah provinsi, kabupaten
atau kota dapat didirikan stasiun penyiaran publik lokal. Undang-Undang Penyiaran di
Indonesia memberikan tugas lepada TVRI untuk memberikan pelayanan informasi,
pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta melestarikan budaya
bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan
penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia (Morissan, 2008 :
97-99).
Sumber pembiayaan media penyiaran publik di Indonesia berasal dari iuran
penyiaran yang berasal dari masyarakat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan
masyarakat, dan siaran iklan. Sumber pembiayaan untuk stasiun penyiaran publik
lebih banyak dari pada stasiun swasta yang hanya memiliki dua sumber pendapatan,
yaitu siaran iklan dan usaha lain yang sah terkait dengan penyelenggaraan penyiaran
(Morissan, 2008 : 100). Sedangkan menurut Riswandi, sumber pendanaan penyiaran
commit to user
Kemudian Efendi Gazali mengemukakan lima ciri penyiaran publik sebagai
berikut :
a. Akses publik, akses publik ini dimaksudkan tidak hanya coverage area, tetapi juga
menyangkut bagaimana penyiaran publik mau mengangkat isu-isu lokal dan
memproduksi program-program lokal dan tokoh-tokoh lokal
b. Dana publik, lembaga penyiaran publik tidak hanya mengandalkan keuangannya
dari anggaran negara, tetapi juga iuran dan donatur
c. Akuntabilitas publik, karena dana utamanya dari publik, maka terdapat kewajiban
dari penyiaran publik untuk membuat akuntabilititas finansialnya
d. Keterlibatan publik, artinya ada keterlibatan menjadi penonton atau menjadi
kelompok yang rela membantu menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk
kelangsungan penyiaran publik
e. Kepentingan publik, kepentingan publik lebih diutamakan dari pada kepentingan
iklan. Misalnya ada satu acara yang sangat baik dan bermanfaat bagi publik, namun
ratingnya rendah, maka ia akan tetap diproduksi dan tetap dipertahankan
penanyangannya (Riswandi, 2009 : 17-18).
4. Acara Televisi di TVRI
Stasiun televisi setiap harinya menyajikan jenis program yang jumlahnya
sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Setiap program acara di televisi
mempunyai waktunya masing-masing. Jam tayang tersebut juga sebenarnya
berhubungan dengan ketersediaan audiens. Dalam bukunya, Morissan (2008 : 257)
commit to user
Tabel 1.1Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien
Bagian Hari Audien Tersedia
Pagi Hari
(06.00 – 09.00)
Anak-anak, ibu rumah tangga,
pensiunan, pelajar, dan karyawan yang
akan berangkat ke kantor
Jelang Siang
(09.00 - 12.00)
Anak-anak prasekolah, ibu rumah
tangga, pensiunan, dan karyawan yang
bertugas secara giliran (shift)
Siang Hari
(12.00 – 16.00)
Karyawan yang makan siang di rumah,
pelajar yang pulang dari sekolah
Sore Hari (early fringe)
(16.00 – 18.00)
Karyawan yang pulang dari tempat kerja,
anak-anak, dan remaja
Awal Malam (early evening)
(18.00 – 19.00)
Hampir sebagian besar audien sudah
berada di rumah
Jelang Waktu Utama (prime acces)
(19.00 – 20.00)
Seluruh audien tersedia menonton
televisi pada waktu ini
Waktu utama (prime time)
(20.00 – 23.00)
Seluruh audien tersedia pada waktu ini
utamanya antara pukul 20.00 – 21.00.
Namun, setelah itu, audien mulai
berkurang utamanya audien anak-anak,
dan pensiunan serta mereka yang harus
tidur lebih cepat agar dapat bangun
pagi-pagi
Jelang Tengah Malam (late fringe)
(23.00 – 23.30) Umumnya orang dewasa
Akhir malam (late night)
(23.30 – 02.00)
Orang dewasa, termasuk karyawan yang
bertugas secara giliran (shift)
(Sumber : Peter K. Pringue. Michael F. Starr, William E. McCavitt; Electronic Media
commit to user
Pada program yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran publik ada
perbedaan dengan acara yang ditayangkan oleh stasiun komersial. Televisi publik
menata acaranya dengan menekankan pada aspek pendidikan masyarakat yang
bertujuan mencerdaskan audien. Program disusun berdasarkan pada gagasan
melestarikan dan mendorong berkembangnya budaya lokal, sejarah kebangsaan, dan
sebagainya. Televisi memegang peran penting menjaga dan melestarikan kebudayaan
daerah. Program acara pendidikan dan kebudayaan (seperti pengembangan bahasa
nasional dan kebudayaan daerah) harus menjadi tanggung jawab media penyiaran
publik untuk memproduksinya (Morissan, 2008 : 100-101).
Strategi dalam mengelola stasiun televisi publik menurut Pringle-
Starr-McCavitt (1991) yaitu the nature of the licensee (misi atau fungsi utama keberadaan
stasiun publik), kebutuhan dan kepentingan masyarakat, dan upaya menggalang dana
dari masyarakat (the requirements for fund raising from the audience). Fungsi utama
dari stasiun publik di Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam UU Penyiaran adalah
memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini merupakan faktor
pertama yang harus dipertimbangkan sebelum menyusun strategi program (Morissan,
2008 : 101).
Program acara yang bertema kebudayaan lokal seakan hanya ada di TVRI
saja. Bahkan TVRI memberikan andil yang besar terhadap budaya lokal di stasiunnya.
Presentase secara persisnya yaitu TVRI memberikan paket siaran budaya lokal yang
lebih besar dari pada stasiun televisi swasta. Budaya lokal justru diangkat oleh TVRI
ke permukaan. Budaya lokal ini tidak dimuseumkan, tetapi TVRI mampu
mengangkatnya menjadi sebuah program acara (Syamsudin Noer Moenadi, 1997 :
commit to user
Program acara di TVRI memang lebih banyak mengangkat budaya lokal. Hal
ini juga dimaksudkan agar kebudayaan asli milik bangsa ini tidak kalah dengan budaya
asing maupun budaya global di televisi. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI
harus menyadari dan melaksanakan tugasnya sebagai televisi yang menghargai budaya
lokal. Selain itu, masyarakat juga hanya bisa menonton budaya lokal mereka di TVRI
di daerah mereka masing-masing. Kebudayaan Jawa, paling banyak disajikan di TVRI
D. I. Yogyakarta sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang ada di Yogyakarta dan
sekitarnya.
5. Kebudayaan
Kebudayaan memiliki bidang cakupan yang sangat luas. Istilah kebudayaan
atau budaya berasal dari kata “budi”. Budi berarti alat batin yang merupakan paduan
akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk (Anton Moeliono cs, 1988 : 131
dikutip oleh Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 127). Kebudayaan menurut Zaetmulder
yaitu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya dari budi, kekuatan dari akal
(Imam Sutarjo, 2008 : 12).
Hari Poerwanto memberikan pengertian tentang istilah kebudayaan menjadi
(2008 : 51-52) :
“Istilah kebudayaan atau culture dalam bahasa Inggris, berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin colere, yang berarti bercocok tanam (cultivation). Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal). Sering kali ditafsirkan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya”yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa.”
Secara lebih lanjut Koentjaraningrat (Hari Poerwanto, 2008 : 52)
mendefinisikan kebudayaan sebagai :
commit to user
belajar”.Kemudian, E. B. Taylor telah mencoba mendefinisikan kata kebudayaan
sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
hukum, moral, adat, dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan konsep kebudayaan yang lebih sistematik
dirumuskan oleh A. L. Kroeber dan C. Kluchkohn adalah keseluruhan pola-pola
tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit, yang
diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu
yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam
benda-benda materi (Hari Poerwanto, 2008 : 52-53).
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, konsep kebudayaan sangat luas. Wujud
kebudayaan menurut Koentjoroningrat memiliki paling sedikit tiga wujud, yaitu
(Koentjoroningrat dalam Alfian, 1985 : 100) :
a. Wujud sebagai kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia
b. Wujud sebagai suatu kompleks aktivitas
c. Wujud sebagai benda
Alfian mengkutip dari Koentjoroningrat (Koentjoroningrat dalam Alfian,
1985 : 101-102) tentang isi kebudayaan yaitu :
“Isi kebudayaan manusia sebaiknya menggunakan unsur-unsur kebudayaan universal yaitu unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan di seluruh dunia, baik yang kecil, bersahaja, dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks dan dengan suatu jaringan hubungan yang luas. Dengan mengambil contoh konsepsi B. Malinowski, maka dalam semua kebudayaan di dunia ada tujuh buah unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.”
Kebudayaan menjadi milik manusia melalui proses belajar, dan diajarkan
commit to user
(Imam Sutarjo, 2008 : 10). Hal ini juga mirip dengan pendapat yang dikemukan oleh
C. Kluckhohn yang menekankan bahwa kebudayaan merupakan proses belajar dan
bukan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Oleh karenanya, kebudayaan
merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Proses belajar kebudayaan yang berlangsung sejak dilahirkan
sampai mati, yaitu dalam kaitannya dengan pengembangan perasaan, hasrat, dan
emosi, dalam rangka pembentukan kepribadiannya (Hari Poerwanto, 2008 : 88).
Kebudayaan adalah suatu hal yang sangat penting untuk dipelajari. Apalagi
sejarah dari kebudayaan di masa lalu diperlukan untuk bisa membangun suatu
kebudayaan baru. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Poerbatjaraka bahwa
kebudayaan baru Indonesia harus berakar pada kebudayaan Indonesia sendiri atau
kebudayaan pra-Indonesia. Hal itu berarti bahwa kebudayaan Indonesia seharusnya
berakar pada kebudayaan suku-suku bangsa di daerah. Pendapat itu juga senada
dengan Ki Hajar Dewantara yang menyebutkan bahwa kebudayaan nasional Indonesia
adalah puncak-puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah (Koentjaraningrat dalam
Alfian, 1985 : 109).
Dalam pendapat yang dikemukan oleh Koentjaraningrat, seluruh wujud
kebudayaan adalah pengejawantahan, penerapan, perluasan, dan perentangan gagasan
manusia. Gagasan-gagasanlah yang melandasi seluruh hasil budi dan karya manusia.
Untuk bisa mengerti, memahami, dan menghargai gagasan di balik wujud hasil
kebudayaan, maka seseorang harus menangkap maksud gagasan dari wujud hasil
kebudayaan tersebut (Koentjoroningrat dalam Alfian, 1985 : 192).
Budaya sebagai sistem pemikiran mencakup sistem gagasan, konsep-konsep,
commit to user
dimilikinya melalui proses belajar Lalu, C. Geertz juga menyatakan pendapatnya
seperti yang dikutip oleh Hari Poerwanto (2008 : 58) tentang kebudayaan yaitu :
“…...kebudayaan adalah sistem pemaknaan yang dimiliki bersama, dan kebudayaan merupakan hasil dari proses sosial dan bukan proses perorangan.”
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manusia dan kebudayaan, Hari
Poerwanto (2008 : 60) mengutip dari Leslie White (1969) bahwa :
“Pangkal dari semua tingkah laku manusia tercermin pada simbol-simbol yang tertuang dalam seni, religi dan kekuasaan, dan semua aspek simbolik tadi tampak dalam bahasa. Sementara itu, kebudayaan juga merupakan fenomena yang selalu berubah sesuai dengan alam sekitarnya dan keperluan suatu komunitas. Berdasar kerangka pemikiran tersebut di atas, maka jelaslah kebudayaan sebagai suatu sistem yang melingkupi kehidupan manusia pendukungnya, dan merupakan suatu faktor yang menjadi dasar tingkah laku manusia; baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya.”
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Setelah manusia mati, maka kebudayaan akan diwariskan untuk keturunannya. Hari
Poerwanto (2008 : 88) memberikan penjelaskan tentang cara pewarisan kebudayaan :
“……..pertama, secara vertikal atau langsung kepada anak cucu mereka. Kedua, secara horizontal atau belajar kebudayaan kepada manusia lainnya. Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, akan diteruskan kepada generasi berikutnya atau dikomunikasikan dengan individu lainnya karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa; serta dikomunikasikan dengan orang lain melalui kepandaiannya berbicara dan menulis”.
Tugas pembinaan kebudayaan yang diemban oleh berbagai pihak dalam
masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam usaha-usaha yang menurut sifatnya dapat
dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu:
a. Pemeliharaan, perawatan, dan pemugaran
b. Penggalian dan pengkajian
c. Pengemasan informasi budaya dan penyebarluasannya
commit to user
e. Perumusan nilai-nilai ideal bangsa dan sosialisasinyaTujuan-tujuan besar seperti di atas dirumuskan sebagai “memperkukuh jati
diri budaya bangsa”, “memperkuat ketahanan budaya bangsa”, “melestarikan warisan
budaya bangsa”, “meningkatkan kesadaran budaya”, “meningkatkan kesadaran
sejarah”, serta “memperlancar dialog budaya”, pada dasarnya adalah tujuan-tujuan
payung yang harus dijabarkan ke dalam berbagai program kegiatan (Edi Sedyawati,
2008 : 203).
Kebudayaan yang ada di kehidupan manusia apabila dirawat, dipelihara, dan
dikembangkan atau mempunyai cukup pendukung, maka selama itu pula suatu budaya
sukar berubah. Dengan demikian, suatu perubahan budaya tidak selalu diadakan secara
sadar dari luar, tetapi bila ia tidak cukup memiliki pendukungnya, maka ia akan pudar
perlahan-lahan dari dalam (Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 130). Hal inilah
dimaksud pentingnya menjaga kebudayaan yang ada di kehidupan suatu masyarakat
agar tidak memudar dengan sendirinya.
Pada dasarnya setiap kebudayaan, sebagai milik suatu masyarakat, dalam
intensitas dan kecepatan yang berbeda-beda senantiasa mengalami perkembangan.
Kebudayaan sebenarnya tidak pernah statis atau stagnant, namun sebaliknya meski
dapat terjadi perubahan dan perkembangan di dalam kebudayaan, jati diri suatu
kebudayaan dapat lestari. Artinya, lestari yang dinamis, yaitu ciri-ciri pengenalnya
secara keseluruhan tetap dimiliki meski bentuk-bentuk ungkapan di dalamnya (konsep,
tata tindakan, benda-benda-benda budaya) dapat mengalami perubahan (Edi
commit to user
6. Peran Komunikasi Massa Dalam Pelestarian Kebudayaan
Komunikasi massa (mass communication) sendiri merupakan singkatan dari
komunikasi media massa (mass media communication), yang berarti komunikasi
melalui media massa (Onong Uchjana Effendy, 1993 : 12). Media massa ini yaitu
televisi, surat kabar, majalah, radio, dan lain sebagainya. Jadi, komunikasi massa
adalah berkomunikasi dengan menggunakan salah satu dari media massa tersebut.
Pengertian mengenai komunikasi massa rumit sifatnya. Sehingga Onong
Uchjana Effendy (1993 : 13-14) mengutip dari pernyataan Werner J. Severin dan
James W. Tankard Jr dalam bukunya Communication Theories, Origins, Methods,
Uses, mengatakan :
”Mass comunication is a part of skill, part art, and part science. It is skill in the sense that it envolves certain fundamental learnable techniques such as focusing a television camera, operating a tape recorder or taking notes during an interview. It is art in the sense that it envolves creative challeges such as writing a script for a a television program, developing an aesthetic layout for a magazine ad or coming up with a catchy lead for a news story. It is a science in the sense that there are certain principles involved in how communication works that can be verivied and used to make things work better”.
(Komunikasi massa sebagian adalah keterampilam, bagian seni, dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian meliputi teknik-teknik tertentu yang secara fundamental dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan perekam pita atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian tantangan-tantangan kretif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak untuk iklan majalah atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik).”
Onong Uchjana Effendy juga merumuskan fungsi komunikasi massa menjadi
(2004 : 54) :
“Sejauh ini komunikasi massa telah membawa fungsi bagi masyarakat yaitu
to inform (menyiarkan informasi), to educate (mendidik), dan to entertain
(menghibur). Sedangkan fungsi lain dari komunikasi massa adalah to
commit to user
fungsi yang paling banyak ditemukan pada televisi maupun media elektronik lain. Sedangkan untuk surat kabar, fungsi yang lebih utama yaitu menyiarkan informasi”.
Wilbur Schramm memberikan penjelasan mengenai fungsi komunikasi massa
sebagai tiga poin yang saling berkaitan yaitu :
“Komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Komunikasi massa mengdekode lingkungan sekitar, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek hiburan. Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang didekode sehingga bisa mengambil kebijakan terhadap efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga mengenkode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota masyarakat (Wiryanto, 2000 : 10).”
Dennis McQuail menguraikan pentingnya fungsi media massa di dalam
kehidupan (1996 : 3) :
“Media massa seperti televisi, radio, koran, dan lain sebagainya mempunyai fungsi penting. Fungsi penting itu di antaranya berpijak pada dalil yaitu media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, termasuk sebagai pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.”
Selain itu media massa mempunyai ciri-ciri khusus yaitu (Dennis McQuail,
1996 : 40) :
“Media massa sebagai komunikator massa tentunya memiliki ciri-ciri khusus bahwa salah satunya adalah memproduksi dan mendistribusi pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya.”
Institusi media menyelenggarakan fungsinya seperti mendistribusikan
pengetahuan supaya pengetahuan itu bisa membuat manusia mampu untuk memetik
pelajaran dari pengetahuan. Pelajaran inilah yang akan mengingatkan manusia akan
pentingnya sejarah atau pengalaman masa lampau untuk berpijak ke masa depan serta
demi kelangsungan hidup pengetahuan tersebut. Media massa yang berperan untuk
menyelenggarakan produk distribusi pengetahuan itu dalam pengertian serangkaian
commit to user
Secara umum, dalam beberapa segi, media massa memiliki perbedaan dengan
institusi pengetahuan lainnya yang ada. Perbedaan media massa dengan institusi
pengetahuan lainnya seperti seni, agama, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
sebagainya (Dennis McQuail, 1996 : 51) yaitu :
a. Media massa memiliki fungsi pembawa bagi segenap macam pengetahuan
b. Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik, yaitu dia
bisa dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas
c. Pada dasarnya hubungan antara pengirim dan penerima seimbang dan sama
d. Media menjangkau lebih banyak orang dari pada institusi lainnya dan sejak dahulu
telah mengambil alih peranan sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain
Menurut Imam Sutardjo, media massa dianggap memiliki peran yang besar
dalam pelestarian budaya seperti yang ia jelaskan (2008 : 49) :
“……hal ini bisa dilihat dari kerapuhan dalam unggah-ungguh berbahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa yang disebabkan oleh kurangnya peran campur tangan media massa. Salah satunya yaitu kurang tersedianya buku-buku bacaan dan majalah berbahasa Jawa (ngoko maupun krama), baik di sekolah maupun di rumah, serta semakin jarangnya media massa (cetak atau elektonik) yang menggunakan wahana unggah-ungguh Bahasa Jawa.”
Pada televisi, acara-acara yang ditayangkan bisa bersifat hiburan maupun
informatif. Namun, acara yang menghibur sekaligus mencerdaskan masih terasa
kurang di Indonesia. Menurut Imam Sutardjo, setiap televisi (TVRI dan swasta)
seminggu atau sebulan sekali wajib menayangkan acara seni tradisi yang disajikan
pada siang atau sore hari, sehingga para anak didik, generasi muda mudah untuk
melihatnya (2006 : 14-15). Seharusnya acara-acara berupa hiburan yang
mencerdaskan dan berasal dari khasanah kebudayaan Indonesia menjadi tayangan
commit to user
Karena kebudayaan berkembang secara akumulatif, semakin banyak dan
kompleks, maka pendapat dari Hari Poerwanto (2008 : 89) tentang pelestarian
kebudayan yaitu :
“……untuk meneruskan dari generasi ke generasi, diperlukan suatu sistem komunikasi yang jauh lebih kompleks daripada yang dimiliki binatang, ialah bahasa, baik lisan, tertulis, maupun dalam bentuk bahasa isyarat. Agar suatu kebudayaan dapat merespon berbagai masalah kelangsungan hidup manusia dan tetap dipelajari oleh generasi berikutnya, serta tetap ‘lestari’; maka suatu kebudayaan harus mampu mengembangkan berbagai sarana yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pokok para individu”.
Pengembangan kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan
nasional menjadi isu yang sangat penting. Pengembangan kebudayaan daerah tidak
diadakan demi pengembangan kebudayaan itu sendiri, tetapi selalu dalam rangka
pengembangan budaya nasional. Komunikasi merupakan alat dan wahana
penyampaian kemungkinan-kemungkinan perkembangan kebudayaan dalam arti luas,
yaitu mencakup seluruh kehidupan masyarakat di daerah-daerah sebagai bagian tak
terpisahkan dari kebudayaan nasional (Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 151).
Kebudayaan dari setiap suku-suku bangsa di Indonesia adalah kebudayaan
asli Indonesia yang membedakan dari bangsa lain di dunia. Sehingga saat ini perlu
adanya suatu langkah untuk lebih mengenalkan kebudayaan tersebut kepada
masyarakat luas. Karena kebudayaan asli Indonesia ini merupakan milik orang
Indonesia. Seperti halnya dengan budaya Jawa. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan sistem komunikasi yang pesat, maka seharusnya keterlibatan hasil
penemuan manusia modern itu diarahkan ke tujuan yang baik.
Fakta mengenai cepatnya perkembangan teknologi ini ternyata dikuasai oleh
negara-negara kuat. Hal ini mengakibatkan banyak negara berkembang mengalami
limpahan informasi beserta nilai-nilai asing yang masuk melalui acara-acara televisi
commit to user
seharusnya kebudayaan asli milik Indonesialah yang menjadi pegangan kita, bukan
dari nilai-nilai asing yang merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Transformasi
nilai-nilai asing yang terkadang tak sesuai dengan kehidupan kita sebagai bangsa
Indonesia bisa masuk melalui acara di televisi. Masyarakat hanya sekedar disuguhi
oleh program-program acara yang tidak mendidik tanpa adanya proses interaktif di
dalamnya. Sehingga masyarakat hanya menerima dan bersikap pasif.
Menurut Edi Sedyawati, dalam bukunya Keindonesiaan Dalam Budaya (2008
: 41-42), ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan permasalahan antara
kelimpahan informasi nilai-nilai asing dan budaya kita sendiri, yaitu :
“Arah pemecahan yang harus dicari adalah untuk menanggulangi dua persoalan itu : yaitu pertama, ketidakseimbangan informasi dari negara luar yang kuat dari negara kita sendiri, dan kedua, kedudukan penonton televisi sebagai pihak pasif menerima siaran. Untuk persoalan pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produksi industria budaya audio-visual dalam negeri yang memuat pula nilai-nilai budaya bangsa yang luhur, dan bukan justru mengambil alih nilai-nilai asing yang tidak luhur tetapi mengenakkan. Peningkatan produksi memerlukan suatu pengerahan modal, serta juga dan inilah yang justru sangat menentukan mutu, peningkatan tenaga-tenaga ahli dan sarana untuk itu….. Adapun untuk menjawab persoalan kedua ada dua jalan yang perlu ditempuh, yaitu pertama, mendayagunakan media, atau kemasan media yang lebih bersifat interaktif, dan kedua, menyelenggarakan lebih banyak kegiatan yang bersifat tatap muka, yang lebih memungkinkan pergaulan antara manusia yang hangat dan menumbuhkan kepekaan untuk saling mengerti.”
Peran media massa dianggap penting dalam pelestarian budaya bangsa.
Kebudayaan memerlukan pengelolaan dan pemanduan secara sadar agar bisa
menjalankan fungsinya sebagai pengidentitas yang mengangkat martabat manusia.
Pernyataan di bawah ini mengungkapkan tentang pentingnya peran media massa
seperti berikut :
commit to user
efektif sebagai pembentuk karakter dan budaya bangsa, dan tidak sebaliknya, menjadi sarana peruntuh jati diri budaya bangsa. Harapan ini terutama dirasakan mendesak karena kita kini dihadapkan pada kenyataan bahwa di banyak daerah di Indonesia, pemahaman dan bahkan hanya pengenalan saja pada hasil-hasil budaya Indonesia sendiri (tradisional maupun kontemporer) menjadi sangat minim. Hal ini dapat diperhadapkan dengan kenyataan semakin populernya bentuk-bentuk ekspresi seni massa popular yang kebanyakan sebenarnya adalah epigon belaka dari hasil-hasil budaya asing, khususnya dari negara-negara industria kuat (Edi Sedyawati, 2008 : 161)”.
Permasalahan tentang bagaimana nasib kebudayaan asli milik sebuah negara
atau masyarakat tertentu telah menjadi isu di berbagai negara di dunia. Hal ini tak
terkecuali terjadi di Israel, dimana pada jurnal internasional ini meneliti tentang
pentingnya menjaga kebudayaan lokal dalam lingkungan global, yaitu masalah media
penyiaran Israel. Di sini terlihat bahwa seiring majunya teknologi, maka persaingan
dalam dunia penyiaran juga semakin bertambah. Salah satunya yaitu dengan adanya
global markets. Namun, dalam artikel yang ditulis oleh Yaron Katz, dari Holon
Institute of Technology ini menjelaskan bahwa proses antara persaingan komersial,
teknologi baru, dan pasar global merupakan sesuatu yang wajar. Namun, yang paling
penting adalah bagaimana upaya kita melindungi budaya lokal agar tidak terlindas
budaya global yang kini sudah mencoba untuk mengarahkan pasar.
Dalam Internasional Journal of Communication 3 (2009), 332-350, berjudul
Protecting Local Culture in a Global Environment : The Case of Israel’s Broadcast
Media, karya Yaron Katz, memberikan sejumlah gambaran mengenai dunia penyiaran
di Israel antara komitmen budaya lokal dan berbagai kompetisi komersial serta
teknologi baru dan pasar global. Untuk kaitannya dengan penelitian yang dikerjakan
penulis mengenai televisi dan kebudayaan Jawa, hal ini juga memberikan penegasan
bahwa dalam kondisi dimana kita sedang diterpa oleh arus modernisasi maupun
sergapan budaya pop, kita juga harus mampu menjaga supaya budaya yang kita miliki
commit to user
budayanya tidak hilang. Karena sebuah budaya lokal dari setiap daerah pasti memiliki
manfaat untuk masyarakat itu sendiri.
Dalam jurnal internasional, Protecting Local Culture in a Global
Environment : The Case of Israel’s Broadcast Media, halaman 335, disebutkan
pernyataan yaitu :
“.…With the beginning of television broadcasting, the public broadcasting model became dominant, based on European experience. The goals were to serve the good of the public and to be independent of political and commercial influence, with emphasis on local culture programs. To achieve these goals, the public broadcasting organization (the Broadcasting Authority) was compelled to promise representation of all groups of the population – to give true expression to a range of opinions, tastes, interests, traditions, preferences, beliefs, and local subcultures – including different regional representations, minorities, and languages.”
“.…Dengan permulaan adanya penyiaran televisi, model penyiaran publik menjadi dominan, berdasarkan pengalaman di Eropa. Tujuannya yaitu untuk menyediakan kebutuhan publik dan menjadi mandiri dari pengaruh politik dan komersial, dengan menggarisbawahi pada program budaya lokal. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi penyiaran publik (the Broadcasting Authority)
diwajibkan untuk menjanjikan representasi dari semua kelompok dari populasi – untuk memberikan ekspresi sebenarnya pada pendapat, rasa, ketertarikan, tradisi, pilihan, kepercayaan, dan anak budaya lokal – termasuk perwakilan regional berbeda, minoritas, dan bahasa.”
Sebuah jurnal internasional lainnya juga mengangkat tema tentang televisi
dan komunitas Aborigin di Canada. Isu yang diangkat pada jurnal ini yaitu mengenai
asal muasal ATPN (Aboriginal Peoples Television Network). D