• Tidak ada hasil yang ditemukan

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2011 KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd SJARIEF WIDJAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2011 KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd SJARIEF WIDJAJA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN

NOMOR KEP.97/BPSDMKP/2011 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN TEACHING FACTORY PADA SEKOLAH USAHA PERIKANAN MENENGAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kompetensi lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, perlu menerapkan strategi pembelajaran teaching factory;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Pelaksanaan Teaching Factory pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

6. Keputusan Presiden Nomor 140/M Tahun 2010;

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;

(2)

8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.21/MEN/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Usaha Perikanan Menengah;

9. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TEACHING FACTORY PADA SEKOLAH USAHA PERIKANAN MENENGAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN.

KESATU : Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Teaching Factory pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Teaching Factory pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud diktum KESATU merupakan acuan dalam melaksanakan sistem pembelajaran Teaching Factory pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

KETIGA : Keputusan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Desember 2011

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd

SJARIEF WIDJAJA Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian,

(3)

PEDOMAN PELAKSANAAN TEACHING FACTORY PADA SEKOLAH USAHA PERIKANAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam rangka menyiapkan SDM yang profesional dan kompeten dipandang perlu dilakukan peningkatan kemampuan/kualitas terhadap SDM tersebut. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman yang semakin global. Peningkatan sumber daya manusia ini juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia harus bisa berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan juga kuantitas. Upaya pengembangan tersebut harus terprogram dan melalui jalur yang tepat agar yang dihasilkan bermutu dan kompeten serta bisa bersaing dalam dunia global.

Demikian juga dengan SUPM yang berfungsi sebagai lembaga pencetak tenaga terampil dan kompeten dibidang kelautan dan perikanan harus bisa selaras dengan kebutuhan dunia industri untuk bisa bersaing. Oleh karena itu peningkatan sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan kualitas lulusannya.

Berbagai upaya telah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan khususnya Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan sehingga dihasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi dan mampu berwirausaha agar mampu menghasilkan tamatan yang siap mendukung Pembangunan Nasional terutama dalam menyongsong era pasar bebas dan mengantisipasi perkembangan IPTEK yang begitu pesat.

Salah satu dasar dan penentu dasar arah pengembangan sistem Pendidikan Kelautan dan Perikanan dewasa ini adalah kebijakan ”link and match” yang diterapkan melalui pendidikan sistem ganda. Kebijakan yang merupakan reformasi sistem pendidikan telah mengubah pola pengembangan sekolah dari “suply driven“ menjadi “ demand driven “ .

Kebijakan lain yang akan diterapkan dalam sistem Pendidikan Kelautan dan Perikanan untuk jenjang menengah dan tinggi adalah pengembangan Unit produksi sebagai sarana teaching factory untuk meningkatkan profesionalisme dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik, sehingga akan membawa institusi dalam hal ini SUPM menjadi sentra industri.

Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.97/BPSDMKP/2011

tentang Pedoman Pelaksanaan Teaching Factory pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan

(4)

Sejalan dengan semangat tersebut, kita harus terus menerus memacu untuk melakukan pembenahan diri dan terobosan-terobosan yang dapat dipertanggungjawabkan manfaatnya. Keberhasilan SUPM dalam usaha mendukung terlaksananya reformasi tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan unit produksi dan pembelajaran dengan penerapan teaching factory.

Dasar hukum pengembangan dan pembangunan unit produksi (teaching factory) yang ada diinstitusi pendidikan, khususnya pada saat ini berdasar dan berpedoman pada kurikulum SUPM.

B. Tujuan bagi:

1. Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan

Sebagai instrumen kontrol dan standar monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran teaching factory di SUPM

2. SUPM

Sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran teaching factory yang efektif

C. Ruang Lingkup Pedoman

Ruang lingkup pedoman ini meliputi: 1. Pengelolaan Teaching Factory

2. Mekanisme Kegiatan Pembelajaran pada Teaching Factory 3. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

D. Pengertian Teaching Factory

Teaching factory merupakan konsep pembelajaran dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan pengetahuan di satuan pendidikan. Teknologi pembelajaran yang inovatif dan praktek produktif merupakan konsep pendidikan yang berorientasi pada manajemen peserta didik dalam pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri.

Dalam pengertian lain bahwa pembelajaran berbasis produksi adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Dengan kata lain barang/jasa yang diproduksi dapat berupa hasil produksi yang dapat dijual atau yang dapat digunakan oleh masyarakat, atau konsumen.

Program teaching factory merupakan perpaduan pembelajaran yang sudah ada yaitu Competency Based Training (CBT) dan Production Based Training (PBT), dalam pengertiannya bahwa suatu proses keahlian atau keterampilan (life skill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja (Standard Operation Procedure) yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/konsumen.

(5)

BAB II

PENGELOLAAN TEACHING FACTORY A. Tujuan dan Manfaat Teaching Factory

1. Tujuan Teaching Factory

a. Tujuan umum teaching factory adalah pengembangan budaya kewirausahaan unsur-unsur satuan pendidikan dan peserta didik dengan tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan untuk memanfaatkan faktor-faktor produksi secara optimal.

b. Tujuan Khusus Teaching Factory adalah:

1) Mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki sesuai dengan tupoksinya.

2) Menumbuh kembangkan jiwa wirausaha pada segenap unsur SDM satuan pendidikan dan peserta didik.

3) Meningkatkan nilai tambah keberadaan satuan pendidikan bagi masyarakat sekitarnya.

4) Memberikan peluang bagi pihak ketiga untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan teaching factory yang berorientasi bisnis yang saling menguntungkan.

5) Meningkatkan pemasukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

2. Manfaat Teaching Factory a. Manfaat bagi peserta didik

Memberikan pengalaman langsung suasana industri di SUPM dalam proses pembelajaran sekaligus memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam mengembangkan kompetensi personal yang meliputi aspek sosial, akademik dan vokasional.

b. Manfaat bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Memberikan wawasan yang luas, peningkatan pengalaman dan keterampilan dalam penerapan teknologi pada proses produksi, pemasaran dan pengelolaan bisnis sehingga mengubah peran pendidik menjadi konsultan, asesor dan fasilitator.

c. Manfaat bagi Sekolah

Dapat menjadi center of business bagi peserta didik dan pendidik, masyarakat dan industri/usaha bidang kelautan dan perikanan, meningkatkan daya saing lulusan, meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan serta mendapat pengakuan akan terjaminnya mutu lulusan dari pihak industri/usaha bidang kelautan dan perikanan baik tingkat nasional maupun internasional.

d. Manfaat Bagi Industri/Mitra usaha

Mendapatkan alih teknologi dan informasi, sebagai bentuk pengabdian masyarakat, mendapatkan sumber tenaga kerja serta sebagai sarana promosi perusahaan. Perusahaan/industri juga dapat mencari solusi dari permasalahan yang timbul selama menghasilkan/berproduksi barang/jasa, melalui dunia akademis. Selain itu, diharapkan menjadi bahan kajian dan diskusi dalam pengembangan metode pembelajaran yang tepat bagi pendidik dalam rangka melaksanakan teaching factory.

(6)

e. Manfaat bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan

Menjadi aset SDM dalam proses mewujudkan SDM kelautan dan perikanan dalam rangka mendorong pencapaian visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

B. Jenis Usaha

Jenis Usaha pada teaching factory di SUPM meliputi usaha di bidang: 1. Penangkapan Ikan

Sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, yakni; kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.

2. Budidaya Perikanan

Kegiatan memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.

3. Mesin Perikanan

Kegiatan memproduksi mesin dan alat perikanan, baik mesin dan alat bantu penangkapan, budidaya ataupun pengolahan ikan dalam bentuk unit maupun sparepart.

4. Pengolahan hasil perikanan

Kegiatan pengolahan yang meliputi aspek menjaga mutu hasil perikanan, sanitasi higiene proses produksi, pengendalian dan pemanfaatan limbah hasil perikanan, serta mengatur proses produksi hasil perikanan.

5. Sumberdaya Kelautan

Kegiatan mengelola dan mengembangkan potensi kelautan (misal : usaha garam)

C. Pola Pelaksanaan 1. Kemitraan

Pola kemitraan dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan antara pihak yang bermitra, memiliki kesepakatan untuk maju bersama, serta dilandasi sikap dan perilaku yang profesional dalam melaksanakan kegiatan, merasa memiliki dan menjaga serta disiplin dan saling mentaati peraturan dan kesepakatan yang telah dibuat.

a. Prinsip Pelaksanaan Kemitraan

Dalam pola kemitraan ini kedua belah pihak berada pada posisi yang sejajar/sama dalam melaksanakan kegiatan dengan memanfaatkan sumber daya kedua belah pihak untuk melaksanakan kegiatan usaha. b. Prosedur Pelaksanaan Kemitraan

1) Kedua belah pihak saling mengidentifikasi sumber daya masing-masing (sarana dan prasarana, SDM, keuangan, dsb) untuk dipakai dalam kegiatan teaching factory.

2) Kedua belah pihak menetapkan jenis usaha, hak dan kewajiban, dan hal lain yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan.

(7)

3) Membuat dan mentandatangani naskah kerjasama kemitraan.

4) Kepala Sekolah melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan, dan melaporkan kegiatan kemitraan kepada Sekretaris BPSDM KP dan Kepala Pusat Pendidikan KP.

5) Mekanisme keuangan kegiatan kemitraan teaching factory dilaksanakan berpedoman kepada peraturan yang berlaku.

2. Swakelola

Salah satu pola pelaksanaan teaching factory adalah swakelola. Dalam pola ini semua input/kebutuhan disediakan/berasal dari sekolah, baik menyangkut SDM, sarana, prasarana maupun pendanaan. Dalam pola swakelola kegiatan tersebut pendanaannya bersumber dari APBN yang telah diprogramkan dalam DIPA sekolah setiap tahun anggaran. Selain itu dapat dibiayai dari sumber dana lain yang bersifat tidak mengikat dari. Mekanisme keuangan kegiatan swakelola teaching factory dilaksanakan berpedoman sesuai peraturan yang berlaku.

D. Organisasi Pengelola

Dalam pelaksanaannya, teaching factory dikelola oleh suatu organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan dengan susunan sebagai berikut:

1. Kepala Pusat

Kepala Pusat adalah pejabat yang bertindak sebagai Pembina Program di tingkat Pusat dan menetapkan aturan-aturan sesuai dengan tupoksinya. 2. Kepala Sekolah

Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab kegiatan dan bertugas: a. Mengelola program,

b. Menunjuk Pengelola teaching factory,

c. Mengkonsultasikan dengan Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Sekretaris BPSDM KP serta pihak lain yang terkait,

d. Menyiapkan tata naskah perjanjian kerjasama, e. Menandatangani perjanjian kerjasama,

f. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan secara internal 3. Pengelola Teaching Factory

Pengelola teaching factory ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Sekolah yang merupakan tenaga profesional di bidangnya, baik pejabat fungsional, struktural maupun peserta didik, serta berkemauan keras untuk memajukan teaching factory.

Apabila disuatu sekolah terdapat beberapa jenis usaha, maka sebagai Koordinator teaching factory (General Manager) adalah Kepala Bagian/Seksi/Wakasek yang mengelola Sarana Pendidikan. Sedangkan masing-masing jenis usaha kegiatan teaching factory dipimpin oleh seorang manajer yang dipegang oleh seorang pendidik. Selanjutnya dalam operasional kegiatan peserta didik diperankan sebagai manager, dibawah bimbingan manajer unit usaha yang bersangkutan serta pendidik dari mata pelajaran yang terkait. Manajer dapat memperkerjakan orang-orang baik yang berasal dari staf Sekolah maupun tenaga yang lain sesuai dengan kebutuhan guna mendukung kontinuitas kegiatan usaha.

(8)

4. Pengelola Teaching Factory bertugas:

a. Menganalisa proposal yang masuk dari sisi kelayakan manajemen, teknis, finansial, dan manfaat kegiatan bagi satuan pendidikan.

b. Hasilnya dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk ditindak lanjuti.

c. Bila proposal diterima, Kepala Sekolah mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan.

5. Organisasi Pengelola Teaching Factory, sebagaimana berikut:

Pengelola Mitra / Pihak Ke 3 Kepala Sekolah Penanggung Jawab Usaha PI Manajer Penanggung Jawab Usaha Pengolahan Manajer Penanggung Jawab Usaha Budidaya Manajer Dan lain-lain Usaha Manajer General Manager/ Koordinator Pelaksanaan Siswa diperankan sebagai manajer Pelaksanaan Siswa diperankan sebagai manajer Pelaksanaan Siswa diperankan sebagai manajer Pelaksanaan Siswa diperankan sebagai manajer

(9)

E. Perencanaan Kegiatan

Dalam perencanaan kegiatan, sekolah sebaiknya melakukan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penyusunan Proposal Unit Usaha Produksi

Proposal hendaknya disusun oleh peserta didik dibawah bimbingan pendidik yang berperan sebagai konsultan. Setelah proposal dianggap layak, kepala sekolah menetapkan kelompok unit usaha produksi tersebut. Isi proposal hendaknya memuat antara lain:

a. Judul Usaha Unit Produksi b. Latar Belakang

c. Tujuan

d. Periode Waktu

e. Biaya yang dibutuhkan f. Rencana Kegiatan

2. Membentuk Manajemen Teaching Factory

Kelompok unit usaha bisa terdiri dari satu atau lebih dari masing–masing program keahlian. Setiap kelompok hendaknya terdiri dari peserta didik dari kelas 1 sampai kelas 3. Peserta didik yang telah memasuki kelas 3 dapat berperan sebagai manajer. Sedangkan untuk peserta didik kelas 1 dan 2, berperan sebagai pelaksana atau pekerja.

Kelompok Kerja Unit Usaha Produksi hendaknya terdiri dari: a. Manajer

Peserta didik yang berperan sebagai manajer memiliki tugas:

1) Menyusun rencana kegiatan, mulai dari perencanaan, proses dan evaluasi usaha dibawah bimbingan pendidik yang berperan sebagai konsultan.

2) Mengkoordinir seluruh proses produksi dari semua bagian, baik bagian administrasi, produksi, pemasaran.

3) Melaporkan hasil kerja ke pendidik yang berperan sebagai manajer penanggungjawab kegiatan teaching factory.

b. Bagian Administrasi

Bagian administrasi dilaksanakan oleh peserta didik dari kelas 1 dan kelas 2 serta kelas 3, yang memiliki tugas antara lain :

1) Mencatat biaya input produksi atau modal usaha 2) Mencatat keuntungan dari produksi

3) Melaporkan administrasi usaha ke manajer

4) Kegiatan administrasi dibawah bimbingan pendidik yang berperan sebagai konsultan.

c. Bagian produksi

Bagian produksi, peserta didik memiliki tugas antara lain: 1) Menyiapkan bahan produksi

2) Menjalankan proses produksi sesuai SOP

3) Mencatat setiap tahapan produksi dan kemajuan proses produksi d. Bagian pemasaran

Apabila sekolah belum menjalin kerjasama dengan mitra kerja sebagai pembeli hasil produksi, maka peserta didik diharapkan mampu membuka peluang pasar sendiri. Dalam hal ini, kreatifitas untuk mendapatkan peluang pasar sangat dibutuhkan. Promosi bisa dilakukan beberapa cara, seperti promosi lewat media internet, promosi lewat pameran

(10)

produk perikanan serta mengajukan sendiri ke perusahaan – perusahaan perikanan. Hendaknya setiap bagian dalam manajemen produksi dibawah bimbingan pendidik yang berperan sebagai konsultan.

F. Kerja Sama dengan Pihak Ketiga 1. Pihak Ketiga

Pihak ketiga adalah pihak lain baik dari unsur dalam sekolah (misalnya koperasi, perorangan/kelompok) maupun unsur dari luar sekolah (misalnya perusahaan, yayasan berbadan hukum, maupun perseorangan) yang bersungguh-sungguh berminat mengadakan kerja sama dengan satuan pendidikan, mengembangkan SDM sekolah dan memanfaatkan faktor-faktor produksi dengan orientasi bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2. Tata Naskah Kerja Sama dengan Pihak Ketiga

Tata naskah kerja sama harus dipersiapkan dengan matang dan cermat. Selanjutnya dikonsultasikan kepada Kepala Pusat dan Sekretaris BPSDM KP, untuk diminta persetujuan atas naskah kerja sama tersebut.

Untuk menjunjung prinsip kehati-hatian, maka sekolah yang bekerja sama dengan pihak ketiga harus mensyaratkan hal-hal sbb:

a. Kesesuaian dengan tugas dan fungsi sekolah

Jenis usaha yang dilakukan harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi sekolah

b. Kejelasan Jenis Usaha

Jenis usaha yang dikembangkan di dalam teaching factory harus jelas, seperti:

1) Penangkapan Ikan

2) Budidaya Perikanan (Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau, Budidaya Laut, Budidaya Perairan Umum)

3) Permesinan Perikanan (mesin kapal, mesin pendingin, mesin-mesin deck dan alat bantu penangkapan, komponen permesinan)

4) Pengolahan Hasil Perikanan (Pengolahan Tradisional, Pengolahan Modern)

5) Pemanfaatan Sumberdaya Perairan 6) Jasa Kelautan

c. Jangka Waktu Kerja Sama

Batasan waktu kerja sama harus diatur, sehingga dapat disusun jadual kegiatan dengan benar dan dapat memproyeksikan hasil yang akan dicapai.

1) Kejelasan Hak Bagi Hasil

Pihak sekolah harus memiliki secara jelas item-item pemasukan finansial dari kegiatan dan pengembangan usaha ke masa depan dan terus bersandar pada prinsip saling menguntungkan.

2) Kejelasan Skala Usaha

Skala usaha yang akan dilaksanakan perlu diklasifikasikan (kecil, menengah, besar), berkaitan dengan penyediaan faktor-faktor produksi seperti kebutuhan tenaga kerja baik jumlah, kualifikasi dan asalnya.

(11)

3) Kejelasan Output (keluaran) yang dihasilkan

Output yang dihasilkan harus layak, hal ini penting sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kelangsungan kemitraan.

4) Kejelasan Kewajiban Pertanggung resiko

Tata naskah harus menguraikan tanggung jawab masing-masing pihak di dalam melaksanakan operasional kegiatan termasuk kemungkinan resiko yang akan dialami seperti kerusakan alat produksi, ketiadaan bahan baku, dan lain-lain.

5) Pemutusan Hubungan Kerja

Apabila salah satu pihak merasa usaha tersebut sudah tidak menguntungkan dan dinyatakan secara tertulis, maka salah satu pihak tersebut dapat mengajukan opsi pemutusan hubungan kerja sebelum selesainya kerjasama. Pengajuan ini, minimal 1 (satu) tahun sebelum pemutusan kerja tersebut direalisasikan.

6) Penyelesaian Perselisihan

Bila terjadi perselisihan antara dua pihak, hal yang perlu diantisipasi adalah bagaimana cara penyelesaian baik melalui musyawarah, pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan.

3. Tata Cara Penyusunan Kerja Sama dengan Pihak Ketiga

Perjanjian kerja sama harus memuat hal-hal yang bersifat spesifik, atau teknis dan implementatif yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Tahap-tahap penyusunan perjanjian kerja sama adalah sebagai berikut: a. Penjajakan

Pihak ketiga menyampaikan proposal ke satuan pendidikan, setelah dipelajari dan dianalisis maka perlu diprakarsai suatu perjanjian kerja sama

b. Perundingan

Kepala Sekolah menyampaikan prakarsa dimaksud dengan calon pihak ketiga dan melakukan perundingan mengenai materi yang akan diperjanjikan. Prakarsa, isi materi yang dirundingkan harus dilaporkan kepada Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan untuk mendapat tanggapan dan persetujuan

c. Penyiapan Naskah Kerjasama

Naskah kerjasama harus ditandatangani oleh Kepala Sekolahdan pihak ketiga serta diketahui oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Kelautan sebagai tanda persetujuan.

(12)

BAB III

KEGIATAN PEMBELAJARAN PADA TEACHING FACTORY A. Perencanaan Pembelajaran Teaching Factory

Dalam perencanaan pembelajaran, guru hendaknya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan proses pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas (unit produksi, laboratorium, bengkel, dll). RPP ini merupakan penjabaran silabus yang telah disusun oleh Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. Setiap pendidik berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar penyelenggaraan pembelajaran berlangsung secara interaktif, menyenangkan serta aplikatif dengan dunia usaha / dunia industri yang sesungguhnya.

RPP disusun setiap KD (Kompetensi Dasar) yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih yang disesuaikan dengan penjadualan di satuan pendidikan.

Langkah–langkah dalam penyusunan RPP meliputi antara lain: 1. Menuliskan Identitas Mata Pelajaran

Identitas mata pelajaran meliputi: kelas, semester, program keahlian, mata pelajaran, jumlah pertemuan.

2. Menuliskan Standar Kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

Kompetensi dasar dapat dikutip dari silabus yang telah disusun. 4. Menuliskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.

5. Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar

6. Materi Ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir–butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi

7. Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar

(13)

8. Menentukan Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan pendidik untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan pembelajaran teaching factory sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif sehingga menyentuh tidak hanya menyentuh aspek kognitif dan afektif, tapi juga menyentuh aspek psikomotorik.

B. Pelaksanaan Pembelajaran Teaching Factory

1. Tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran teaching factory

Dalam implementasi pembelajaran dalam teaching factory, terdapat beberapa tahapan pembelajaran, yakni:

a. Introduction

1) Pembelajaran awal pada ranah kognisi, dimana pada tahap ini dijelaskan mengenai produk yang akan dibuat dan tahap-tahapnya. Pembelajaran ini dilakukan selain untuk memberi wawasan juga memberi infomasi sejelasnya mengenai job sheet atau work sheet yang meliputi prosedur kerja, peralatan yang digunakan, bahan kerja. 2) Melakukan pekerjaan persiapan, yakni mempersiapkan peralatan

manual dan masinal yang digunakan b. Application

1) Pembelajaran kontekstual dan mengintegrasikan semua aspek yang dibahas pada rencana pembelajaran

2) Pendampingan oleh fasilitator, menyampaikan hal-hal diperlukan, pemberian masukan untuk perbaikan dan penyempurnan langkah-langkah kerja

3) Setelah selesai peralatan, dirapihkan, dibereskan, dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula

c. Reflection

1) Fasilitator menanyakan dan memantau peserta didik apakah mereka sudah mampu mencapai tujuan yang diharapkan

2) Fasilitator memberikan penguatan kepada peserta agar mereka

termotivasi untuk menerpakan dan mengembangakan

2. Pembelajaran Kewirausahaan

Program Pembelajaran Kewirausahaan ini dapat disusun dan dilaksanakan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dibawah ini.

a. Pengembangan kelompok kewirausahaan siswa:

Sebagai langkah awal dari fokus pengembangan ini untuk memperkenalkan pengetahuan kewirausahaan kepada para peserta didik. Selanjutnya peserta didik yang berminat diharapkan membentuk kelompok-kelompok wirausaha dan menyusun rencana bisnis (business plan) dibawah bimbingan ahli dan guru kewirausahaan. Rencana bisnis tersebut mencakup paling tidak hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan sumber daya manusia, modal usaha, manajemen, pemasaran dan proses produksi. Pada tahap ini sekolah dapat menyediakan fasilitas yang dibutuhkan termasuk menyelenggarakan training-training yang perlu serta pengembangan web-site sebagai media komunikasi dan pemasaran.

(14)

b. Pengembangan Program Keberlanjutan:

Pergantian personil peserta didik yang aktif dalam setiap kelompok kewirausahaan dari waktu ke waktu tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlanjutan dan peningkatan kinerja pengelola perlu merencanakan penjadualan shift kerja dan menjalin partnership dengan tenaga kerja lain.

C. Evaluasi Pembelajaran Teaching Factory

1. Penilaian Prestasi Pembelajaran teaching factory

Peserta didik yang berkompeten dinilai melalui “penyelesaian produk”. Berikut ini aspek-aspek yang dinilai dalam penyelesaian produk pada pembelajaran teaching factory yang dilaksanakan:

a. Langkah-langkah atau prosedur kerja

b. Teknik pengggunaan alat-alat kerja (masinal-manual) c. Sikap kerja (Individu/kelompok)

d. Penggunaan sumber informasi e. Kemampuan analisis pekerjaan f. Ketelitian dan keakuratan g. Kerapihan

h. Kebersihan

i. Waktu capai produk/kecepatan j. Keselamatan kerja

2. Pengakuan Kompetensi

Teaching factory menilai kompetensi peserta didik menggunakan National Competency Assessment, dimana asesor bersertifikat melakukan observasi pada kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan tugas pekerjaan di bawah badan standar kompetensi nasional.

(15)

BAB IV

MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi kegiatan teaching factory dilakukan untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan, kendala yang dihadapi dan tindak lanjut pemecahan masalah. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara internal dan eksternal.

Kegiatan secara internal dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan maupun hambatan-hambatan yang terjadi. Sasaran monitoring adalah semua komponen kegiatan teaching factory tahun berjalan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap bulan atau tiga bulan sekali, sedangkan sasaran evaluasi adalah penilaian atas kegiatan tahun sebelumnya. Aspek-aspek yang dimonitoring antara lain perkembangan pelaksanaan kegiatan usaha, pengelolaan dana dan proses pembelajaran.

Kegiatan monitoring dan evaluasi secara eksternal dilakukan oleh Badan Pengembangan SDMKP untuk melihat kesesuaian program dan kebijakan pusat dengan implementasi di SUPMKP.

Untuk kegiatan monitoring diperlukan instrumen monitoring yang meliputi: 1. Target produksi

2. Manfaat kegiatan bagi SDM sekolah dan masyarakat

3. Pemanfaatan dana dan faktor produksi (kesesuaian dengan proposal) 4. Kesesuaian pelaksanaan dengan proposal

5. Rencana tindak lanjut

6. Penyelenggaraan administrasi B. Pelaporan

Pelaporan dibuat oleh Pengelola teaching factory kepada Kepala Sekolah secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali berdasarkan hasil kegiatan di lapangan.

Sedangkan pada akhir tahun Kepala Sekolah menyampaikan laporan Pengelolaan teaching factory kepada Kepala Pusat Pendidikan KP dan Sekretaris Badan Pengembangan SDMKP.

Sistematika Pelaporan sebagai berikut: a. Latar Belakang teaching factory b. Pola Pengelolaan

c. Kerjasama

d. Jadual Pelaksanaan

e. Perencanaan fisik dan pembiayaan f. Pelaksanaan

g. Capaian kinerja

h. Permasalahan dan pemecahan masalah i. Kesimpulan dan penutup

(16)

BAB V PENUTUP

Penyelenggaraan kegiatan teaching factory ini merupakan salah satu upaya dalam rangka lebih mengembangkan kemampuan berwirausaha bagi segenap unsur SDM sekolah, terutama peserta didik yang pada akhirnya akan meningkatkan profesionalitasnya.

Kewajiban dari sekolah untuk membuat turunan dari pedoman ini berupa pedoman teknis pelaksanaan teaching factory. Hal-hal yang belum diatur dalam pedoman ini akan disampaikan lebih lanjut dalam ketentuan tambahan yang didasarkan kepada kebijakan Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan.

Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian,

Hearsanto Effendy

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN, ttd

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Lampung adalah universitas negeri pertama di propinsi Lampung dan termasuk universitas favorit di Indonesia; jumlah mahasiswa cenderung naik

Sifat suatu penghantar berbentuk kumparan dialiri listrik DC, dia berperilaku seperti magnet batang, yang sifatnya sementara, bersifat magnet bila hanya ada arus

Setelah mempelajari uraian diatas dan Anda mencobanya, maka diharapkan Anda akan dapat membuat sendiri CD-R yang berisi basis data CDS/ISIS yang dapat dijalankan secara AUTORUN

 Perbandingan usia muda dan dewasa relative seimbang  Tingkat kelahiran ga begitu tinggi, kematian jg relative rendah  Pertumbuhan penduduk kecil.  Negara2 maju : US,

Setelah SBUF menerima data dari port serial, bit RI akan bernilai ‘ 1 ’ dengan sendirinya, bit ini harus di- nol-kan dengan program agar bisa dipakai untuk memantau keadaan

Layanan Konseling Problem Solving berbasis Sistem Informasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada mahasiswa Prodi BK dan S1 Ilmu Komputer

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu psikologi dan psikologi sosial , khususnya mengenai culture shock mahasiswa Malaysia di Medan.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan culture shock pada mahasiwa asal Medan misalnya makanan di Bandung lebih manis daripada daerah tempat asalnya yang lebih pedas, perbedaan