• Tidak ada hasil yang ditemukan

ringkasan - Ants from forests and agriculture landscapes of West Sumatra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ringkasan - Ants from forests and agriculture landscapes of West Sumatra."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN HIBAH BERSAING 2009

Ants from forests and agriculture landscapes of West

Sumatra

Henny HERWINA1, YAHERWANDI2, Rijal SATRIA3

Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University, Padang, West Sumatra, Indonesia, 25163 1, 3 Email: herwina@gmail.com

Faculty of Agriculture, Andalas University, Padang, West Sumatra, Indonesia, 25163 

BAB I. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, akan tetapi masih sedikit sekali publikasi yang dapat ditemukan mengenai hal itu. Khusus mengenai keanekaragaman semut di Indonesia, baru pada tahun 2001, Ito et. al. melaporkan bahwa telah ditemukan 216 jenis semut di Kebun Raya Bogor. Pada tahun 2005, selama meneliti fluktuasi semut pada sebuah area di dalam Kebun Raya Bogor, ditemukan pula 10 spesies semut lainnya (Herwina dan Nakamura, 2007).

Keanekaragaman semut telah diteliti pada beberapa tipe habitat di negara tropika lainnya, misalnya pada kanopi pohon-pohon di hutan hujan (Itino and Yamane, 1995, Widodo et al. 2001), di lantai hutan (Yamane et al. 1996), di hutan savanna (Andersen, 1991), pada lahan perkayuan semi arid tropika Australia (Andersen et al. 2002). Kebanyakan penelitian semut di negara Asia Tenggara (termasuk India dan tropical Australia) dilakukan di daerah hutan (Khoo, 1990; Chung dan Mohamed, 1996; Basu, 1997; Bruhl, et al. 1998) dan hanya sedikit sekali penelitian pada daerah yang telah dijamah manusia (Sota, et al. 2001, Ito et al. 2001, Andersen, 2002).

(2)

Pada penelitian tahun pertama di tiga lanskap pertanian yang berbeda, telah ditemukan sebanyak 10102 individu semut yang tegabung kedalam 32 spesies, 6 sub famili, 12 tribe dan 18 genus. Dari 32 jenis yang ditemukan, 6 jenis merupakan semut predator, antara lain Odontomachus similinus, Odontoponera denticulata, Odontoponera transversa, Leptogenys diminuta, leptogenys peugety dan Pachychondyla sp. Walaupun demikian, belum diketahui sejauh mana semut predator ini berpotensi secara ekologi terhadap mangsanya (yang diprediksikan adalah hama pertanian). Untuk itu, diperlukan adanya penelitian lanjutan, untuk mengetahui:

(3)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai spesies semut di hutan hujan tropika wilayah Asia tenggara telah mulai berkembang dan telah dilaporkan adanya diversitas spesies semut yang sangat luar biasa (e.g., Brühl et.al., 1998; Yamane, 1996). Akan tetapi, di Indonesia, belum ada publikasi yang solid mengenai fauna semut, kecuali yang dilaporkan oleh Ito et al. (2001) (tapi lihat juga Dammermann, 1948 untuk wilayah Krakatau, disebutkan dalam Ito et.al., 2001). Ito et al. meneliti mengenai fauna semut di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, dengan menggunakan 7 metode sampling pada tahun 1985 dan antara tahun 1990 dan 1998. Secara keseluruhan, mereka menemukan 216 spesies yang tergabung ke dalam 9 sub subfamily. Melalui perbandingan hasil penelitian ini dengan berbagai laporan dari wilayah hutan hujan tropika Asia, mereka menjelaskan bahwa komposisi spesies di Kebun Raya Bogor sama dengan yang ditemukan di wilayah hutan hujan dataran rendah lainnya di Jawa Barat, tetapi berbeda dengan yang ditemukan pada hutan hujan di wilayah pegunungan. Jumlah spesies yang ditemukan di Kebun Raya Bogor lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan telah ditemukan pada hutan primer dataran rendah di wilayah Asia lainnya (misalnya, Brühl et al., 1998 dan lihat Ito et al., 2001 sebagai referensi selanjutnya). Walaupun demikian, Kebun Raya Bogor, yang terisolasi di pusat sebuah daerah perkotaan, dengan banyak gangguan dari manusia, menyimpan diversitas semut yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang di temukan di wilayah subtropika dan temperate (misalnya., 267 spp. Untuk seluruh Jepang dan 138 pada “seasonal” hutan hujan sub tropika di bagian barat Australia (Ito et al., 2001).

(4)
(5)

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dilaksanakannya penelitian mengenai struktur komunitas dan peranan ekologi semut sebagai predator serangga hama pada beberapa lanskap pertanian di Sumatra Barat tahap kedua ini ini adalah sebagai berikut:

a. Melanjutkan pengambilan sampel dan identifikasi keanekaragaman spesies semut yang terdapat pada beberapa tipe lanskap ekosistem pertanian di Sumatera Barat.

b. Mengidentifikasi spesies semut yang berpotensi sebagai bioindikator bagi kesehatanekosistim pertanian

c. Mengidentifikasi dan mempelajari bioekologi semut yang berpotensi sebagai predator bagi serangga hama di lahan pertanian.

(6)

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian peran ekologi semut ini telah dilakukan di laboratorium Taksonomi hewan invertebrata Jurusan Biologi FMIPA Unand. Penelitian dilaksanakan antara bulan Februari 2009 hingga November 2009. Pengambilan sampel semut dilakukan pada tiga lanskap pertanian yaitu berturut-turut di Batu Palano Kabupaten Agam, Aie Batumbuak Kabupaten Solok, dan Sungai Sariak Kodya Padang, Sumatera Barat.

4.2. Penelitian tahun II: Peranan ekologi semut sebagai predator seranga hama pertanian yang berasal dari daerah geografi dan tipe lanskap pertanian berbeda

4.2.1. Pemeliharaan Serangga Mangsa

(7)

ukuran 50 cm X 50 cm X 50 cm, sebagai tempat kawin dan peneluran imago. Imago tersebut diberi makan larutan madu encer (madu : air = 1: 9) yang diresapkan pada segumpal kapas. Untuk tempat peletakkan telur ke dalam kurungan dimasukan setangkai daun caysim yang pangkalnya dicelupkan ke dalam botol film yang telah berisi air untuk menjaga daun tetap segar. Setiap hari telur-telur yang diletakkan imago diambil dan ditempatkan ke dalam kotak pemeliharaan larva. Larva yang telah menetas diberi makan daun caysin sesuai dengan kebutuhannya. Untuk selanjutnya larva-larva ini digunakan sebagai stok populasi dan serangga uji.

4.2.2. Pengadaan semut predator

Pengadaan semut predator pada penelitian ini hanya dilakukan terhadap spesies yang terpilih (pemilihan kandidat) dalam percobaan di lapang yaitu spesies semut predator yang paling berlimpah dan distribusinya merata di lapang. Semut predator untuk penelitian ini dikumpulkan secara langsung dari pertanaman padi dan sayuran di daerah Aia Batumbuak Kabupaten Solok dan Batu Palano Kabupaten Agam (masing-masing daerah mewakili tipe lanskap dan daerah geografi berbeda). Semut predator yang dikumpulkan dipelihara dalam petri dish kaca (diameter 10 cm) dan dialasi dengan kertas saring. Semut predator dari daerah berbeda di pelihara pada petridisk berbeda. Sebagai makanan semut predator disediakan dan madu larva C. Pavonana. Setiap hari mangsa diganti dengan yang baru. Semut predator ini selanjutnya digunakan untuk penelitian.

4.2.3. Studi tanggap fungsional

(8)

yang dimakan selama waktu 5 jam tersebut untuk masing-masing populasi mangsa. Data yang diperoleh dianalisis mengunakan persamaan yang dikemukan oleh Holling (1959) (lihat Holling, 1965) sebagai berikut:

) 1

/( aThN aTN

Na 

Percobaan seri kedua dan ketiga tanggap fungsional dilakukan dengan cara yang sama, tetapi jumlah predator ditingkatkan per kurungan menjadi dua dan tiga individu. Untuk analisis data yang diperoleh digunakan persamaan Holling (1959) :

) 1

/(

/P aTN aThN

Na  

dimana P adalah kepadatan predator, untuk memudahkan analisis data persamaan Holling di atas dilinierkan sebagai berikut;

a . T . N 1 1 1 Th Na = --- - = . - + 1 + a . N . Th Na a TN T

Y = X + 

(9)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian tahap kedua ini telah ditemukan sebanyak 4292 individu semut yang tegabung kedalam 23 spesies, 5 sub famili, 11tribe dan 17 genus pada tiga lanskap pertanian di Sumatera Barat, yang meliputi; 1) Sebanyak 384 individu, 17 spesies, 5 subfamili, 10 tribe dan 13 genus semut telah ditemukan pada area pertanaman padi monokultur Sungai Sariak Kotamadya Padang; 2) Sebanyak 2124 individu, 18 spesies, 4 subfamili, 11tribe dan 12genus semut telah ditemukan pada area pertanaman sayuran Aia Batumbuak Kabupaten Solok; dan 3) Sebanyak 1784 individu, 17 spesies, 5 subfamili, 8 tribe dan 11 genus semut telah ditemukan pada area pertanaman campuran padi dan sayuran di Desa Batu Palano, Kabupaten Agam.

Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa jumlah spesies terbanyak ditemukan pada area pertanaman sayur Aia Batumbuak (18 spesies), Sedangkan pada pertanaman yang lebih kompleks, yaitu aneka sayuran dan terkadang padi didaerah Batu Palano, hanya ditemukan 27spesies. Jumlah yang sama juga ditemukan pada pertanaman padi Sungai sariak 17 spesies. Jumlah sepesies yang ditemukan tahun ini lebih sedikit dibandingkan dengan tahun pertama, diperkirakan karena kondisi pertanaman yang telah mengalami perubahan dan pergiliran tanaman juga berpengaruh terhadap komunitas semut pada lokasi tersebut.

(10)

difokuskan pada keanekaragaman dan biologi semut yang ditemukan di lapangan, kemudian dibandingkan pada beberapa bagian dengan hasil penelitian pada tahun pertama.

5.1. Jumlah Individu dan spesies semut yang ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat.

Pada penelitian tahun pertama, lokasi Aia batumbuak menempati posisi pertama untuk jumlah individu yang dikoleksi (53.9 %), sedangkan Sungai Sariak dan Batu Palano memiliki jumlah individu yang tak jauh berbeda (22.42 dan 22.18 %). Pada tahun kedua ini, posisi pertama dalam rangking jumlah individu juga ditempati Aia batumbuak (49.5 %), kemudian diikuti oleh Batu palano (41.6 %) kemudian yang terkecil adalah Suangai Sariak (8.9 %).

Untuk jumlah spesies pada tahun 2008, Sungai Sariak menempati posisi pertama dengan 27 spesies (84.3 %). Kecendrungan ini menarik untuk dibahas, karena lanskap Sungai Sariak merupakan pertanaman padi monokultur dan hampir tanpa pemberian pestisida oleh petani, terletak pada ketinggian sekitar 150 m dari permukaan laut. Kondisi lahan yang hampir tanpa pemberian pestisida tampaknya baik pula bagi perkembangan jenis-jenis semut tertentu. Ditambah lagi dengan kondisi vegetasi pinggir sawah yang cukup bervariasi dari segi jenis tumbuhannya, dimana ditemukan semak, rumput liar dan beberapa pohon seperti manggis dan durian. Kondisi vegetasi ini sangat berbeda dengan lanskap Aia Batumbuak dan Batu Palano yang pada masing-masingnya ditemukan 26 dan 24 spesies semut saja

(81.25 dan 75.00 %).

(11)

yang terdapat pada ketinggian 900 mdpl merupakan area pertanaman sayuran

kompleks, dengan jenis sayuran beraneka seperti kubis, tomat, cabe, bawang daun, kacang tanah, kacang buncis, seledri, letus, dan terkadang juga padi. Aplikasi pestisida satu kali perminggu. Diperkirakan pergiliran jenis tanaman juga berpengaruh terhadap jumlah dan jenis semut yang ditemukan.

Tabel 1 . Jumlah total individu, species, subfamili, tribe dan genera semut yang dikoleksi pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat (SS=Sungai Sariak, AB=Aia Batumbuak, BP=Batu Palano) tahun 2008.

Tabel 2 . Jumlah total individu, species, subfamili, tribe dan genera semut yang dikoleksi pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat (SS=Sungai Sariak, AB=Aia Batumbuak, BP=Batu Palano) tahun 2009.

% 73,91 78,26 73,91 100,00 47,83 4,35 13,04 8,70

Subfamili 5 5 5 5

(12)

Tribe 10 11 8 11

% 90,91 100,00 72,73 100,00

Genus 13 12 11 17

% 76,47 70,59 64,71 100,00

Pada tahun 2009, hampir tidak ditemukan perbedaan pada jumlah spesies antar lokasi pengambilan sampel, seperti yang dapat dilihat pada tabel 2. pada lokasi Aia Batumbuak ditemukan 18 spesies, sedangkan pada dua lokasi lainnya masing-masing ditemukan 17 spesies. Perubahan waktu dengan perubahan pula yang terjadi pada tanah dan pertanaman menyebabkan dinamika jumlah spesies yang menempati area penelitian.

5.2. Jumlah jenis semut yang ditemukan per sub famili pada tiga lankap pertanian di Sumatra Barat

Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa jumlah total spesies semut untuk masing-masing sub famili yang ditemukan juga bervariasi. Jumlah jenis terbesar ditemukan pada sub famili Myrmicinae, diikuti oleh Formicinae dan Ponerinae. Sedangkan pada Tabel 4 yang menggambarkan kondisi jumlah spesies per subfamili yang ditemukan pada 3 lanskap pada tahun 2009, jumlah jenis terbesar ditemukan pada sub famili Myrmicinae, diikuti oleh Ponerinae dan kemudian Formicinae. Kecendrungan Myrmicinae sebagai subfamili terbesar ini sama dengan yang ditemukan pada penelitian Herwina dan Nakamura (2008) yang telah menggunakan pitfall trap untuk mengoleksi semut selama 3.5 tahun di Kebun Raya Bogor, dimana

Myrmicinae merupakan sub famili dengan jumlah jenis terbanyak.

Kecendrungan yang sama juga ditemukan pada penyebaran jenis semut di berbagai negara (Agosti et al, 2000).

5.3. Genera semut dengan jumlah jenis terbanyak ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat

(13)

dapat kita temukan dimana-mana (Hölldobler dan Wilson, 1990; Agosti et al, 2000). Disamping itu, Pheidole dikenal sebagai semut yang selalu berada pada level dominan diseluruh dunia (Generalized Myrmicinae) (Andersen, 2000).

5.4. Spesies semut dengan jumlah individu terbanyak ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat.

Spesies semut yang dominant pada setiap lanskap pertanian bervariasi. Tiga spesies paling dominan untuk setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 6. Pada lokasi pertanaman sayuran Aia Batumbuak Pheidole sp.5 adalah yang paling dominan, disusul oleh Pheidole sp.2 dan Odontoponera trasversa, ditempat kedua dan ketiga. Ini sedikit berbeda

Tabel 3. Jumlah total spesies semut pada tiap famili yang ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat tahun 2008.

Tabel 4. Jumlah total spesies semut pada tiap famili yang ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat tahun 2009.

No SS AB BP Subfamily

1 1 1 1 Dolichoderinae

2 2 3 2 Formicinae

3 9 10 8 Myrmicinae

4 4 3 5 Ponerinae

(14)

Subfamily 5 5 5

dengan hasil penelitian tahun 2008 dimana Pheidole sp.2 justru yang paling dominan. Pada pertanaman padi Sungai Sariak, sama halnya dengan pada tahun 2008, Selenopsis geminuta adalah yang paling dominan, disusul oleh Pheidole sp.5 dan Anoplolepis gracilipes. Pada lanskap Batu Palano, Pheidole sp.2 merupakan spesies yang paling dominan dominan, diikuti oleh Anoplolepis gracilipes dan Tetraponera sp. 6. Secara keseluruhan, spesies semut yang paling dominan ditemukan selama penelitian ini adalah Pheidole sp. 2, Pheidole sp. 5 dan Odontoponera transversa. Genus Pheidole dan Odontoponera juga umum ditemukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kebun Raya Bogor (Herwina dan Nakamura, 2008, Ito et al, 2001). Pheidole merupakan Generalized Myrmicinae berdasarkan penggolongan semut dalam hubungannya dengan stress dan perusakan habitat di Australia dan Dunia Baru. Pheidole memang sering merupakan semut yang paling dominan dan mempunyai jumlah yang luar biasa besar dalam komunitas semut diseluruh dunia (Andersen, 2000).

Tabel 5. Genera semut yang mempunyai jumlah spesies terbanyak pada setiap lokasi yang dikoleksi pada tiga lanskap pertanian di

Sumatra Barat (SS=Sungai Sariak, AB=Aia Batumbuak, BP=Batu Palano) 2009.

5.5. Biology semut yang ditemukan pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat

(15)

pengelompokan distribusi, biologi dan ekologi genera semut di dunia yang dilaporkan oleh Brown, 2000. Ketujuh spesies tersebut, enam diantaranya

Tabel 6. Spesies semut paling dominant pada tiga lanskap pertanian di Sumatra Barat.

Ran

k SS AB BP

1 Selenopsis geminuta Pheidole sp. 5 Pheidole sp. 2

2 Pheidole sp. 5 Pheidole sp. 2 Anoplolepis gracilipes

3 Anoplolepis gracilipes Odontoponera transversa Tetraponerasp.

Table 7. Biology dari 6 species semut yang ditemukan pada tiga lanskap pertanian berbeda di Sumatra Barat( SP = Specialist Predator).

No Spesies Biology

1 Odontomacus similinus Predators

2 Odontoponera denticulata Predators

3 Odontoponera transversa Predators

4 Strumigenys sp. Predators esp Colembolla

5 Leptogenys diminuta Predators of isopod and massforaging pred. esp termite

6 Leptogenys peugeti Predators of isopod and massforaging pred. esp termite

7 Pachycondyla (sinensis) Predators, 1 species also harvestseed

(16)

BAB VI. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tahap kedua ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada penelitian tahap kedua ini telah ditemukan sebanyak 4292 individu semut yang tegabung kedalam 23 spesies, 5 sub famili, 11tribe dan 17 genus pada tiga lanskap pertanian di Sumatera Barat, yang meliputi; 1) Sebanyak 384 individu, 17 spesies, 5 subfamili, 10 tribe dan 13 genus semut telah ditemukan pada area pertanaman padi monokultur Sungai Sariak Kotamadya Padang; 2) Sebanyak 2124 individu, 18 spesies, 4 subfamili, 11tribe dan 12genus semut telah ditemukan pada area pertanaman sayuran Aia Batumbuak Kabupaten Solok; dan 3) Sebanyak 1784 individu, 17 spesies, 5 subfamili, 8 tribe dan 11 genus semut telah ditemukan pada area pertanaman campuran padi dan sayuran di Desa Batu Palano, Kabupaten Agam.

2. Jumlah spesies terbanyak ditemukan pada area pertanaman sayur Aia Batumbuak (18 spesies), sedangkan pada pertanaman yang lebih kompleks, yaitu aneka sayuran dan terkadang padi didaerah Batu Palano, hanya ditemukan 7 spesies. Jumlah yang sama juga ditemukan pada pertanaman padi Sungai Sariak , sebanyak 17 spesies.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, N. A. Hoffman, B. D. Muller, W. J. & Griffiths, A. 2002. using ants as bioindicators in land management: simplifying assessment of ant community responses. Journal of Applied Ecology 39: 8-17

Andersen, N. 1991. Responses of ground-foraging ant communities to three experimental fire regime in Savanna forest of tropical Australia. BIOTROPICA 23 (4b): 575-585

Basu, P. 1997. Seasonal and spatial patterns in ground foraging ants in a rain forest in the Western Ghats, India. Biotropica. 29 (4): 489-500

Bruhl, C.A., Gunsalam, G. & Linsemair, K. E. 1998. Stratification of ants (Hymenoptera, Formicidae) in primary rain forest in Sabah, Borneo. Journal of Tropical Ecology 14: 285-297.

Chung, A. Y. C & Mohamed, M. 1996. A comparative study of the ant fauna in a primary and secondary forest in Sabah, Malaysia. In Edward, D. S., Booth, W. E & Choy, S.C (eds). Tropical rainforest research-Current Issues, pp 357-366. Kluwer Academic Publisher, Dodrecht, Nederlands.

Herwina, H & Nakamura, K. 2007. Ant species diversity studied using pitfall traps in a small yard in Bogor Botanic Garden, West Java, Indonesia. TREUBIA, 35: 99-116

Ito, F., Yamane, S., Eguchi, K., Noerdjito, W. A., Kahono, S., Tsuji, K., Ohkawara, K., Yamauchi, K., Nishida, T & Nakamura, K. 2001. Ant Species Diversity in Bogor Botanic Garden, West Java, Indonesia, with Descriptions of Two New Species of the Genus Laptanilla (Hymenoptera, Formicidae). Tropics 10 (3): 379-404

(18)

Philpott, S. M. &Armbrecht, I. 2006. Biodiversity in tropikal agroforest and ecological role of ants and ant diversity in predatory function. Ecological Entomology 31: 369-377

Romero, H. & Jaffe, K. 1989/ A comparison of methods of samplinf ants (Hymenoptera, Formicidae) in Savvanas. BIOTROPICA 21(4):348-352 Sota, T., Nakano, S., Hasyim, A., Syafril & Nakamura, K. 2001. Fluctuation in

abundance of terresterial arthrophods at an arable field in West Sumatran Highland. Tropics 10: 463-472.

Wilson, E. O. 1976. The Insect Societies. The Belknap Press of Harvard University Press. Cambridge, U. S. A.

Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P dan Prasetyo L. 2006. Analisis spasial lanskap pertanian dan keanekaragaman Hymenoptera di Daerah Aliran Sungai Cianjur. Jurnal Hayati 13 (4): 137 – 144

(19)

Gambar

Tabel 2 . Jumlah total individu, species, subfamili, tribe dan genera semut
Tabel 3.   Jumlah total spesies semut pada tiap famili yang ditemukan  pada
Tabel 6.   Spesies semut paling dominant pada tiga lanskap pertanian di

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan ampas susu kedelai melalui fermentasi dengan Neurospora sp sebagai pengganti protein bungkil kedelai dalam ransum broiler.. Prociding seminar nasional

Perbandingan nilai rata-rata presentasi powerpoint materi sistem gerak dan sistem peredaran darah pada kelas kontrol dan eksperimen dapat digambarkan dalam Gambar

baik, hanya pada hari ke-1 kondisi badan pasien masih lemas dan nafsu baik, hanya pada hari ke-1 kondisi badan pasien masih lemas dan nafsu makan agak kurang sehingga asupan hari

Untuk hal tersebut, PMI Pusat memandang perlu menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Posko Penanggulangan Bencana (PB) PMI yang selanjutnya diharapkan mampu menjadikan

Obstruksi yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh peningkatan usia yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan fungsi sistem saraf,

characteristic or calculated based on the expected cash flows discounted by the relevant market rates. c) Input untuk aset atau liabilitas yang bukan berdasarkan

Pemberian Rootone-F dapat digunakan secara operasional karena memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap pertumbuhan stek, yaitu persen hidup 88.89%, jumlah tunas 4.33 buah,

Pati yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai bagian tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung dan padi ; dari umbi kentang ; umbi akar Manihot