• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN PIL ORAL KONTRASEPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN PIL ORAL KONTRASEPSI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN PIL ORAL KONTRASEPSI

Reni Pratika Sari, Nurul Maziyyah

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 55183

Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 55183

Email: reni.pratika.fkik17@mail.umy.ac.id1; maziyyahnurul@umy.ac.id2

ABSTRAK

Pendahuluan –Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah tingkat kelahiran atau pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Pemerintah Indonesia, dalam rangka menekan pertumbuhan penduduk menyelenggarakan program Keluarga Berencana (KB) melalui penggunaaan kontrasepsi pada pasangan usia subur. Pil oral kontrasepsi merupakan jenis kontrasepsi yang banyak digunakan, akan tetapi pada penggunaannya dapat menyebabkan efek samping yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko.

Tujuan Penelitian – Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi.

Metode Penelitian – Desain Penelitian pada penelitian ini menggunaan desain cross sectional. Penelitian dilakukan pada September 2020 – Januari 2021 pada wanita di Kecamatan Wonosari, Gunungkidul yang memenuhi kriteria. Sejumlah 100 responden direkrut dalam studi ini melalui teknik consecutive sampling. Responden diminta mengisi kuesioner mengenai data diri beserta efek samping yang muncul selama penggunaan pil oral kontrasepsi.

Analisis kebermaknaan dilakukan terhadap faktor risiko lama penggunaan, kepatuhan, paritas, usia, jenis pil oral kontrasepsi serta komorbid melalui uji korelatif.

Hasil Penelitian – Hasil studi menunjukkan efek samping yang muncul pada penggunaan pil oral kontrasepsi yakni sakit kepala 65%, peningkatan berat badan 46%, perubahan suasana hati 46%, mual muntah 40%, kulit berjerawat 38%, bercak menstruasi 36%, ketat payudara 25%, amenorrhea 13%, keputihan 9%, dan melasma 1%.

Berdasarkan hasil analisis korelatif, faktor lama penggunaan dan kepatuhan minum obat merupakan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi kejadian efek samping (p < 0,05) sedangkan paritas, usia, jenis pil oral kontrasepsi dan komorbid tidak berpengaruh signifikan mempengaruhi kejadian efek samping (p>0,05).

Kata Kunci: Pil Oral Kontrasepsi, Faktor Risiko, Efek Samping

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan meningkat setiap tahunnya, Menurut Kemenkes RI (2020), saat ini Indonesia memiliki estimasi penduduk sejumlah 268.074.565 jiwa dengan kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun sebelumnya 138,49 jiwa per

km2 menjadi 139,85 jiwa per km2 pada tahun 2019.

Tingkat pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran sehingga untuk menekan pertumbuhan penduduk, pemerintah memiliki program Kelurga Berencana yaitu mengajak pasangan usia subur agar menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2020).

Pil Oral Kontrasepsi merupakan salah satu alat yang diminati oleh pengguna alat kontrasepsi. Data yang diperoleh dari Kemenkes RI (2018) menyataan pengguna Metode Operasi Pria (MOP) 2,76%, Metode Operasi Wanita (MOW) 0,5%, Intra Uterine Device (IUD) 7,35%, implant 7,2 %, suntik 63,71%, pil 17,24%, kondom 1,24%.

Data tingkat nasional minat pil oral kontrasepsi menempati pada urutan kedua setelah suntik. Ini berarti pil oral kontrasepsi merupakan alat yang banyak diminati setelah alat kontrasepsi suntik, akan tetapi pil oral kontrasepsi memiliki efek samping yang dapat mengganggu kesehatan.

Menurut Drug Information Handbook (2009), efek samping yang sering terjadi pada pil oral kombinasi yaitu dysmenorrhea (8-13%), mual (8-13%), faringitis (11- 13%), depresi (12%), nyeri payudara (40%), muncul bercak (78%), dan nyeri punggung (13%). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya efek sampng, di antaranya adalah lama pemakaian dan usia pengguna kontrasepsi. Studi yang dilakukan oleh Hidayah (2016) menyatakan bahwa, lama penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya keluhan kesehatan subjektif, yaitu lama pemakaian < 5 tahun lebih meningkatkan risiko lebih besar dibandingkan dengan pemakaian > 5 tahun. Penelitian yang dilakukan Igwegbe dan Ugboaja (2010) dikemukakan bahwa terdapat usia berpengaruh terhadap munculnya keluhan efek samping.

Akibat dari efek samping yang terjadi, terdapat 93%

pengguna kontrasepsi menyatakan pernah berpindah metode kontrasepsi dan 90% menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh efek samping (Hidayah, 2016).

Menurut Bappeda DIY (2021) menyatakan bahwa Kabupaten Gunungkidul merupakan Kabupaten terluas di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luas wilayah 1.485 km2 dengan Kecamatan Wonosari yang memiliki distribusi penduduk terbesar yaitu 88.058 jiwa. Wilayah Kecamatan Wonosari terletak di wilayah yang meliputi kota dan desa sehingga memiliki data demografi pengguna pil oral kontrasepsi yang beragam, menurut Kuspriyanto dan Maiharti (2012) menyatakan bahwa demografi yang beragam dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi, pemahaman tentang efek samping dan tingkat kepatuhan

(2)

penggunaan pil oral kontrasepsi yang diduga akan berpengaruh pada hasil studi penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor risiko yang berpengaruh signifikan terhadap munculnya kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi di Kecamatan Wonosari. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk masyarakat maupun tenaga kesehatan untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap munculnya kejadian efek samping dan dapat dijadikan evaluasi bagi tenaga kesehatan yang terkait sehingga dapat dicari solusi maupun pencegahan yang tepat untuk permasalahan tersebut.

TINJUAN PUSTAKA Definsi Pil Oral Kontrasepsi

Menurut WHO (2018) menyatakan pil oral kontrasepsi kombinasi adalah pil yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang bekerja mencegah ovulasi dan mengentalkan lendir lendir serviks sehingga dapat menghalangi pembuahan sel telur oleh sperma, sedangkan pil progestogen saja hanya mengandung hormon progestogen dengan mekanisme kerja yang sama dengan pil oral kombinasi.

Kejadian Efek Samping Pil Oral Kontrasepsi

Menurut penelitian yang dilakukan Hariadini (2017) menyatakan bahwa kejadian mual muntah terdapat 26,42%

akseptor yang mengalaminya, sedangkan terdapat 46,23%

yang mengalami sakit kepala. Peningkatan hormon estrogen dapat menyebabkan sakit kepala dan muntah.

Mual dan muntah merupakan efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi yang disebabkan oleh komponen estrogen pada pil oral kontrasepsi. Hormon estrogen dapat menstimulasi reseptor dopamin di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) merupakan stimulus muntah yang terdapat di medula otak. Selain itu efek samping dari oral kontrasepsi dapat berupa perubahan suasana hati, hal ini tergantung pada masing-masing individu dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti riwayat depresi.

Pemberian hormon progestin dapat menimbulkan jerawat dan pemberian estrogen dapat menimbulkan ketat payudara. Sebagian hormon progestin dapat menaikkan produksi sebum yang dapat menimbulkan jerawat. Akan tetapi timbulnya jerawat tidak hanya dipengaruhi oleh progestin saja namun faktor lain seperti musim, makana dan faktor psikis dapat mempengaruhi. Hormon estrogen dapat menimbulkan efek ketat payudara dan dapat mensupresi ekskresi Air Susu Ibu (ASI). Penggunaan pil oral kontrasepsi memberikan efek peningkatan kadar hormon estrogen dalam darah sehingga dapat memberikan efek ketat/pembesaran payudara. Prevalensi pada kejadian efek samping timbulnya jerawat adalah 21,70% akseptor mengalaminya, sedangkan 50,96% mengalami ketat atau nyeri payudara (Hariadini, 2017).

Kejadian spotting atau bercak dan gangguan proses menstruasi merupakan efek samping dari penggunaan pil oral kontrasepsi. Bercak terjadi karena ketidakseimbangan hormon yang diakibatkan penggunan hormon estrogen sehingga endometrium mengalami degenerasi. Kejadian gangguan proses menstruasi berupa menstruasi tidak

teratur maupun tidak mengalami menstruasi. Hal ini disebabkan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat menekan kelenjar hipofisis di hipotalamus sehingga menekan pengeluaran hormon gonadotropin yang mencegah terjadinya ovulasi. Terdapat 17,92% yang mengalami bercak saat menstruasi dan 13,21 % yang mengalami gangguan proses menstruasi seperti amenorhea (Hariadini, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hariadini, (2017) menyatakan bahwa terdapat 50,94% mengalami kenaikan berat badan. Kegemukan dapat disebabkan oleh adanya pertambahan berat badan secara terus-menerus. Komponen progestin memiliki efek membeikan nafsu makan sehingga dapat terjadi peningkatan berat badan, sedangkan estrogen memiliki efek bertambahnya berat badan yang disebabkan oleh retensi cairan (Hartanto, 2004).

Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Efek Samping Penggunaan Pil Oral Kontrasepsi

(1) Usia

Menurut Haryani (2010) menyatakan bahwa wanita usia subur diatas 35 tahun merupakan usia fase mengakhiri kehamilan, hal tersebut dimungkinkan memiliki risiko jika terjadi kehamilan seperti prematur, komplikasi maupun perdarahan hingga kematian pada bayi atau ibu tetapi juga dimungkinkan telah memiliki 2 orang anak.

Penggunaan kontrasepsi hormonal pada usia 20-35 tahun dapat mempengaruhi peningkatan berat badan.

Usia 20-30 tahun merupakan tingkat kesuburan reproduksi yang tinggi sehingga perubahan berat badan dimungkinkan terjadi karena masih memiliki semangat untuk beraktivitas fisik akan tetapi menimbulkan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan (Sriwahyuni, 2012).

Terdapat penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara keluhan efek samping dengan umur pada penggunaan kontrasepsi. Penelitian yang dilakukan Igwegbe dan Ugboaja (2010) dikemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dan keluhan efek samping dengan nilai p = 0,000. Keluhan efek samping yang dimaksud yaitu mentruasi yang tidak teratur pada pengguna kontrasepsi suntik progestin. Estradiol yang rendah menjadi penyebab terjadinya pola perdarahan yang tidak teratur kemudian menjadi amenore atau oligomenore (Pamuji, 2008).

(2) Lama Pemakaian

Berdasarkan hasil penelitian lama penggunaan berpengaruh terhadap munculnya keluhan kesehatan subjektif. Menurut Kusuma (2016) berdasarkan hasil analisis penggunaan kontrasepsi < 5 tahun memiliki risiko 7,82 kali mengalami efek samping atau keluhan kesehatan subjektif dibandingkan dengan responden yang menggunakan pil oral kontrasepsi >

5 tahun. Penelitian yang dilakukan Sriwahyuni dan Wahyuni (2012) menyatakan bahwa lama penggunaan kontrasepsi hormonal mempengaruhi peningkatan peningkatan berat badan dengan

(3)

penggunaan > 1 tahun memiliki risiko peningkatan berat badan sebesar 4,250 kali lebih besar daripada responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal

< 1 tahun. Semakin lama penggunaan kontrasepsi maka akan terjadi peningkatan luas tubuh.

Kegemukan dapat disebabkan oleh adanya pertambahan berat badan secara terus-menerus.

Komponen progestin memiliki efek memberikan nafsu makan sehingga dapat terjadi peningkatan berat badan, sedangkan estrogen memiliki efek bertambahnya berat badan yang disebabkan oleh retensi cairan (Hartanto, 2004).

(3) Paritas

Studi yang dilakukan Budiani (2015) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara primipara dengan multipara terhadap peningkatan berat badan. Hasil menunjukkan peningkatan berat badan multipara lebih besar dibandingkan dengan primipara. Ibu dengan paritas yang tinggi akan sering terpapar hormon progesteron yang mempunyai hubungan dengan peningkatan kadar insulin dan intoleransi terhadap glukosa. Peran insulin dalam tubuh yaitu memetabolisme karbohidrat, jika kelebihan maka disimpan menjadi glikogen dan jika masih terdapat kelebihan maka dapat disimpan dalam bentuk lemak (Brenson, 2011; Gupta dan Kapoor, 2012). Penelitian yang dilakukan Pratiwi (2018) menyatakan bahwa terdapat gangguan siklus menstruasi pada responden dengan paritas tinggi memiliki presentase sebesar 42,5%, sedangkan responden dengan paritas rendah mengalami gangguan siklus menstruasi dengan presentase sebesar 25%.

(4) Komorbid (Penyakit Penyerta)

Penelitian yang dilakukan oleh Solama (2019) menyatakan bahwa responden yang tidak memiliki penyakit penyerta terjadi perubahan siklus menstruasi sebanyak 59,6% responden, sedangkan responden dengan penyakit penyerta memiliki presentase 100%

terjadi perubahan siklus mentruasi. Berdasarkan teori, saat menstruasi hormon estrogen dan progesteron bereaksi dengan insulin, hal ini menyebabkan kadar gula menjadi tingi akibat resistensi pada saat menjelang menstruasi (Solama,2019). Hubungan antara gangguan siklus menstruasi dengan diabetes melitus disebabkan oleh persamaan hormon yang mengatur mekanisme tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Pamuji (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kolestrol dengan kejadian amenore dan bercak. Ester estradiol merupakan prekursor dari hormon steroid dan dapat mempengaruhi estradiol endogen. Apabila estradiol memiliki kadar rendah akan mempengaruhi perubahan pola perdarahan menjadi tidak teratur atau munculnya bercak menjadi amenorea, sehingga apabila asupan kolestrol rendah maka dapat merusak sintesis estradiol endogen sehingga dapat menekan frekuensi perdarahan atau munculnya bercak (Diwan, 2006).

(5) Jenis Pil Oral Kontrasepsi

Pil oral kontrasepsi kombinasi berisi dua hormon yaitu sintesis estrogen dan progesteron. Estrogen

bekerja membantu mengatur realizing factor di hipotalamus sehingga merangsang perkembangan endometrium dan pematangan ovum, sedangkan progesteron bekerja menghambat gonadotropin di hipotalamus sehingga dapat mencegah pelepasan ovum dan merangsang perkembangan endometrium.

Komponen progesteron mengalami perubahan sejak pertama kali ditemukan. Hal ini memberikan efek yang menguntungan maupun merugikan, sehingga beberapa ahli tertarik untuk melakukan riset meskipun hasil menunjukkan perbedaan. Sebagian riset menyatakan pil oral kontrasepsi generasi baru sebagian tidak menunjukkan gangguan metabolisme karbohidrat, akan tetapi sebagian kecil menunjukkan ada gangguan (Bende dan Mayes, 2009; Hartanto, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Hartanty (2011) menyatakan bahwa kejadian efek samping yang ditimbulkan oleh kontrasepsi oral dapat disebabkan oleh pemakaian yang tidak teratur dan apabila oral kontrasepsi digunakan secara teratur maka dapat menurunkan risiko terjadinya perubahan siklus menstruasi. Perubahan siklus menstruasi juga dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon sintesis dengan hormon tubuh, pada sediaan monofasik memiliki dosis estrogen dan progesteron yang kecil sehingga terjadi oligomenorea bahkan amoenore dan semakin besar dosis maka semakin banyak pula darah yang keluar (polimenorea) sedangkan sediaan trifasik dimana kadar estrogen dan progesteron meningkat menyebabkan terjadinya spotting (Hartanty, 2011).

(6) Kepatuhan minum obat

Kepatuhan merupakan derajat perilaku pasien dalam mengikuti anjuran dokter berupa anjuran klinis atau terapi yang dijalani. Dalam penggunaan pil oral kontrasepsi, perlu diperhatikan kepatuhannya, karena mempengaruhi efektivitas obat tersebut. Menurut Siregar dan Kulomosari (2005) menyatakan bahwa adapun faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan penggunaan obat yaitu :

 Faktor penyakit

Seseorang yang mengalami gejala penyakit lebih baik kondisinya dan pada terapi pengobatan lebih lama maka tigkat kepatuhannya cenderung lebih rendah.

 Faktor terapi

Efek samping pada penggunaan obat,kesulitan dalam mengkonsumsi atau pemakaian obat, dan jam penggunaan obat tidak sesuai dengan rutinitas.

 Faktor pasien

Sosiodemografi (tingkat pendidikan, usia dan pekerjaaan), motivasi penggunaan obat tersebut, pola kebiasaan atau perilaku dapat mempengaruhi kepatuhan terapi dan dukungan orang sekitar

 Faktor komunikasi

Kurang mendapat penjelasan terkait dengan pemakaian obat tersebut, dalam pengambilan keputusan tidak melibatkan pasien dan kurangnya pengetahuan tentang pengobatan yang sedang dijalani.

(4)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental kuantitatif dengan menggunakan cross sectional sebagai desain penelitian. Penelitian ini dilakukan pada September 2020 – Januari 2021 di Kecamatan Wonosari, Gunungkidul pada wanita pengguna pil oral kontrasepsi yang memenuhi kriteria. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu pengguna pil oral kontrasepsi kombinasi atau mini pil, bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, dan bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini berupa kuesioner tidak diisi dengan lengkap dan wanita pengguna pil KB (Keluarga Berencana) darurat.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 menggunakan teknik consecutive sampling sebagai teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan dapat terpenuhi.

Responden diminta mengisi kuesioner mengenai data diri beserta kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) 8 serta kuesioner efek samping yang muncul selama penggunaan pil oral kontrasepsi. Data yang diperoleh akan dianalisis secara korelatif menggunakan uji chi square kemudian disajikan dalam diagram batang dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

(1) Karakteristik Responden

Berdasarkan analisis deskriptif karakteristik responden didominasi oleh responden dengan usia

>40 tahun dengan presentase 52%, pekerjaan ibu rumah tangga dengan presentase 55%, pendidikan terakhir sekolah dasar dengan presentase 42%, dan didominasi dengan nyaman dan mudah digunakan sebagai alasan penggunaan pil oral kontrasepsi dengan presentase 42%. Karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Responden

(Sumber : Data dioleh dengan SPSS pada tahun 2021)

(2) Kejadian Efek Samping Penggunaan Pil Oral Kontrasepsi

Kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kejadian Efek Samping Penggunaan Pil Oral Kontrasepsi

(Sumber : Data dioleh dengan SPSS pada tahun 2021)

Berdasarkan analisis deskriptif kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi reponden dengan amenhorrhea 13%, ketat payudara 25%, kulit berjerawat 35%, bercak menstruasi 36%, mual mutah 40%, perubahan suasana hati 46%, peningkatan berat badan 46%, dan sakit kepala atau pusing 64%.

(3) Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Efek Samping

Analisis pengujian hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen pada penelitian ini menggunakan uji chi square. Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan faktor risiko dengan kejadian efek samping obat sehingga didapatkan hasil faktor yang mempengaruhi munculnya efek samping. Faktor risiko yang diujikan pada penelitian diantaranya adalah usia, lama penggunaan pil oral kontrasepsi, paritas, komorbid, jenis pil oral kontrasepsi dan kepatuhan minum obat pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Faktor risiko tersebut diduga berpengaruh terhadap munculnya kejadian efek samping yang terjadi pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Hasil analisis dapat dilihat pada gambar 3.

No Karakteristik Responden Jumlah Presentase 1 Usia

a. < 25 tahun 3 3%

b. 26 – 30 tahun 13 13%

c. 31 – 35 tahun 8 8%

d. 36 – 40 tahun 24 24%

e. > 40 tahun 52 52%

2 Pekerjaan

a. Ibu rumah tangga 55 55%

b. Petani 30 30%

c. Wiraswasta 7 7%

d. Buruh 7 7%

e. Pembantu rumah tangga 1 1%

3 Pendidikan terakhir

a. SD 42 42%

b. SMP 40 40%

c. SMA 18 18%

4 Alasan menggunakan kontrasepsi oral

a. Nyaman dan mudah digunakan

42 42%

b. Mencegah kehamilan 20 20%

c. Menstruasi teratur 20 20%

d. Tidak memiliki alasan khusus

15 15%

e. Efek samping minimal 2 2%

f. Bisa berhenti sewaktu-waktu 1 1%

(5)

Gambar 3. Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Efek Samping

(Sumber : Data diolah dengan SPSS pada tahun 2021)

Berdasarkan analisis korelatif menunjukkan hasil bahwa p value usia 0,793, p value lama penggunaan 0,017, p value paritas 0,452, p value komorbid 0,779, p value jenis pil oral kontrasepsi 0,761, dan p value kepatuhan 0,001, sehingga lama penggunaan dan kepatuhan minum obat berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya kejadian efek samping dengan p value < 0,05 sedangkan usia, komorbid, jenis pil oral kontrasepsi dan paritas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya kejadian efek samping dengan p value >0,05. Koefisien korelasi pada lama penggunaan dan kepatuhan minum obat menunjukkan lemah dengan memiliki kekuatan korelasi (r) 0,20 – 0,399 sedangkan usia, komorbid, jenis pil oral kontrasepsi, dan paritas memiliki korelasi sangat lemah dengan kekuatan korelasi (r) 0,00 – 0,199.

Pembahasan

(1) Karakteristik Reponden

Karakteristik usia responden pada penelitian ini didominasi oleh responden dengan usia lebih dari 40 tahun dengan presentase 52%. Usia 20 – 30 tahun merupakan usia terbaik untuk mengandung dan melahirkan, akan tetapi pada fase ini kontrasepsi digunakan dengan tujuan menjarangkan kelahiran untuk memberi waktu pemulihan tubuh ibu dan usia lebih dari 30 tahun biasanya menggunakan kontrasepsi digunakan untuk mengakhiri masa kesuburan (Setiawati, 2017).

Hasil analisis deskriptif karakteristik responden diketahui bahwa responden dengan pekerjaan petani 30%, wisraswasta 7%, buruh 7%, pembantu rumah tangga 1% dan didominasi oleh ibu rumah tangga dengan presentase 55%. Karakteristik responden tingkat pendidikan didominasi oleh pendidikan terakhir sekolah dasar dengan presentase 42%.

Menurut Budiaman dan Riyanto (2013) menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan sehingga menentukan pola pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Apabila memiliki pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan yang tinggi begitu juga sebaliknya. Akan tetapi pendidikan rendah tidak mutlak memiliki pengetahuan yang rendah sebab pengetahuan bisa didapatkan dimanapun secara formal maupun informal.

Pengetahuan tentang metode kontrasepsi dapat mempengaruhi seseorang untuk menentukan jenis alat atau metode kontrasepsi. Pengetahuan tentang kontrasepsi didapatkan dari berbagai media maupun dari tenaga kesehatan. Media masa seperti radio, televisi, internet, platform media sosial, majalah dan lain sebagainya merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh semua kalangan. Petugas kesehatan berperan dalam penyampaian informasi tentang kontrasepsi baik melalui penyuluhan maupun konsultasi tentang kontrasepsi dan cara pemakaiannya. Wanita dengan pendidikan tinggi lebih mudah mendapatkan informasi dari sumber yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan lebih rendah, akan tetapi pemilihan metode kontrasepsi tidak lepas dari peran petugas kesehatan (Budiaman dan Riyanto, 2013; Farahan, 2014; Yuniarsih, 2013).

Responden pada penelitian ini memilih menggunakan pil oral kontrasepsi dengan alasan nyaman dan mudah digunakan, dapat mencegah kehamilan, bisa berhenti sewaktu-waktu dan memiliki efek samping yang minimal dibandingakan kontrasepsi lain. Alasan pemilihan penggunaan pil oral kontrasepsi didominiasu dengan nyaman dan mudah digunakan dengan presentase 42%. Menurut Siswosudarmo (2007) pil oral kontrasepsi memiliki kelebihan yaitu

Faktor Risiko Kategori Efek Samping Total p-value Coef (r)

Ya Tidak

Usia < 35 tahun 20% 4% 24% 0,793 0,026

>35 tahun 65% 11% 76%

Lama penggunaan < 1 tahun 16% 4% 20% 0,026 0,336

2 – 5 tahun 30% 6% 36%

6 – 10 tahun 20% 0% 20%

11 – 15 tahun 13% 1% 14%

16 – 20 tahun 6% 3% 9%

>20 tahun 0% 1% 1%

Paritas 1 anak 28% 5% 33% 0,452 0,125

2 anak 49% 10% 59%

3 anak 8% 0% 8%

Komorbid Tidak memiliki 78% 13% 91% 0,779 0,067

Hipertensi 4% 1% 5%

Diabetes 3% 1% 4%

Jenis pil oral kontrasepsi

Kombinasi monofasik

82% 15% 97% 0,761 0,074

Kombinas trifasik 2% 0% 2%

Mini pil 1% 0% 1%

Kepatuhan minum obat

Kepatuhan tinggi 58% 14% 71% 0,001 0,335

Kepatuhan sedang 15% 0% 15%

Kepatuhan rendah 13% 1% 14%

(6)

apabila digunakan secara tepat akan mendapatkan keefektifan yang tinggi, memiliki cara yang mudah dalam menggunakan pil oral kontrasepsi dan tidak mengganggu senggama.

(2) Kejadian Efek Samping Penggunaan Pil Oral Kontrasepsi

Menurut Hariadini (2017) menyatakan bahwa penggunaan pil oral kontrasepsi menyebabkan perubahan hormon estrogen dan progesteron sehingga dapat menyebabkan kerjadian efek samping. Penelitian ini membahas beberapa efek samping yang disebabkan oleh penggunaan pil oral kontrasepsi diantaranya adalah amenorrhea, bercak menstruasi, sakit kepala, mual atau muntah, kulit berjerawat, ketat payudara, perubahan suasana hati dan lain lain yang disajikan dalam bentuk diagram batang.

Responden dengan kejadian bercak menstruasi memiliki presentase sebesar 34% dengan 32%

mengalami bercak menstruasi kadang-kadang dan 2%

mengalami bercak menstruasi sering. Menurut Kusuma (2016) menyatakan bahwa bercak mestruasi dan amenorrhea disebabkan oleh mekanisme kerja kontrasepsi yaitu endometrium mengalami degenarasi sedangkan progesteron bekerja menekan kelenjar hipofisis di hipotalamus sehingga menekan pengeluaran hormon gonadotropin yang mencegah terjadinya ovulasi. Pengguna pil oral kontrasepsi yang mengalami efek samping bercak menstruasi hingga amenorrhea disebabkan oleh ketidak seimbangan hormon tubuh dengan hormon sintesis dalam pil oral kontrasepsi kontrasepsi. Sediaan kombinasi monofasik dengan dosis yang kecil mengakibatkan oligomenorhea hingga amenorrhea dan kombinasi monofasik dengan dosis yang besar maka mengakibatkan polimenorrhea sedangkan sediaan trifasik dengan dosis estrogen yang meningkat dapat menyebabkan spotting atau bercak menstruasi (Hartanty, 2011).

Responden yang mengalami efek samping sakit kepala memiliki presentase sebesar 65% dengan 59% kadang-kadang dan 6% sering. Kejadian efek samping sakit kepala atau pusing disebabkan oleh perubahan berupa peningkatan hormon estrogen terutama pada saat menggunakan kontrasepsi dan dalam siklus menstruasi. Hormon estrogen memiliki efek penyempitan pada pembuluh darah otak dan hipertrofi arteriode, pil oral kontrasepsi mengandung hormon estrogen dan progesteron sehingga ini menjadi pencetus terjadinya efek samping dengan keluhan sakit kepala atau pusing (Kusuma, 2016).

Responden dengan keluhan mual muntah memiliki presentase sebesar 42% dengan 40% mengalami kejadian mual muntah secara kadang-kadang dan 2%

mengalami kejadian mual muntah yang sering.

Kejadian mual muntah pada efek samping pil oral kontrasepsi disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron. Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) merupakan sumber stimulus muntah yang terdapat di medula otak. Pil oral kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen bekerja menstimulasi reseptor

dopamin yang berada di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) sehingga menyebabkan terjadinya mual muntah (Hariadini, 2017).

Responden dengan efek samping jerawat memiliki presentase sebesar 35% mengalami timulnya jerawat secara kadang-kadang. Jerawat merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh pori-pori kulit tersumbat sehingga menimbulkan brutusan atau bintik merah, abses yang meradang dan infeksi pada kulit. Menurut Sampelan (2017) menyatakan bahwa faktor penyebab kulit berjerawat diantaranya adalah faktor genetik, hormon, makanan, psikis, iklim, infeksi bakteri dan kosmetik. Meskipun munculnya jerawat bukan persoalan fatal akan tetapi munculnya jerawat berpengaruh pada kepercayaan diri seseorang.

Menurut Hamzah (2015) menyatakan bahwa pil oral kontrasepsi mengandung progesteron yang dapat meningkatakan produksi kelenjar sebum yang menyebabkan kulit lebih berminyak. Bakteri propionibacterium acne merupakan bakteri penyebab jerawat yang dapat berkolonisasi di permukaan kulit berminyak pada folikel sebasea yang menyebabkan kulit berjerawat. Peningkatan produksi kelenjar sebum juga dapat menyebabkan komedo, yaitu gumpalan sebum yang menyumbat pori-pori pada kulit. Gumpalan sebum dapat menimbulkan iritasi hingga peradangan pada kulit.

Responden dengan kejadian ketat payudara memiliki presentase sebesar 25% dengan 21% mengalami ketat payudara secara kadang-kadang dan 4% secara sering. Ketat payudara merupakan salah satu efek samping yang terjadi akibat penggunaan pil oral kontrasepsi. Efek pembesaran payudara dapat disebabkan hormon estrogen dan dapat terjadi ketika menjelang menstruasi serta penggunaan pil oral kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen.

Hormon estrogen umumnya menyebabkan efek ketat payudara atau pembesaran payudara sehingga dapat mensupresi ekskresi air susu ibu (Hariadini, 2017).

Responden dengan kejadian peningkatan berat badan memiliki presentase sebesar 46% dengan 36%

mengalami secara kadang-kadang dan 10%

mengalami sering. Peningkatan berat badan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi usia, regulasi termis dan gen, sedangkan faktor eksternal meliputi asupan makanan dan aktivitas fisik. Pil oral kontrasepsi mengandung hormon yang dapat merangsang pusat pengendalian nafsu makan di hipotalamus sehingga menyebabkan pengguna pil oral kontrasepsi mengkonsumsi makanan lebih dari yag biasanya, progestin dan estrogen menyebabkan retensi cairan sehingga dapat meningkatkan berat badan pengguna pil oral kontrasepsi (Safitri dan Rayani, 2016).

Menurut Safitri dan Rayani (2016) menyatakan bahwa apabila pengguna pil oral kontrasepsi mengalami retensi cairan yang menyebabkan bertambahnya jaringan payudara dan lemak sub

(7)

kutan akibat penggunaan estrogen dan atau progestin maka dapat berpindah menggunakan pil oral kontrasepsi yang mengandung estrogen dengan dosis yang lebih rendah. Untuk menurunkan berat badan maka dapat mengurangi kalori dan menambah olah raga atau latihan jasmani. Faktor internal yang paling mempengaruhi berat badan adalah pola makan dan kebiasaan hidup. Pengaruh penggunaan pil oral kontrasepsi dapat diatasi dengan menggunakan pil oral kontrasepsi dengan jenis kombinasi dosis rendah, berolahraga secara teratur dan mengatur pola makan.

Responden dengan perubahan suasana hati sebagai efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi memiliki presentase sebesar 45% dengan 44%

mengalami secara kadan-kadang dan 1% sering.

Menurut studi yang telah dilakukan Shakerinejed (2013) erubahan suasana hati yang merupakan efek samping dari penggunaan pil oral kontrasepsi dilaporkan belum secara konsisten. Studi yang dilakukan di USA terdapat 33% pengguna pil oral kontrasepsi yang mengalami efek samping perubahan suasana hati, di Inggris terdapat 30% pengguna pil oral kontrasepsi yang mengalami perubahan suasana hati dan di Iran terdapat 25% yang mengalami efek samping perubahan suasana hati. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Retno (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan pengguaan pil oral kontrasepsi dengan perubahan suasana hati dengan nilai signifikansi p 0,000.

Kejadian efek samping perubahan suasana hati yang disebabkan oleh penggunaan pil oral kontrasepsi juga tergantung pada masing-masing individu. Perubahan suasana hati dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah riwayat depresi keluarga atau riwayat depresi keluarga. Penggunaan pil oral kontrasepsi yang mengandung estrogen menyebabkan penurunan sintesis serotonin sehingga dapat berpengaruh pada perubahan suasana hati (Pratita dan Margawati, 2013).

(3) Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Efek Samping

Berdasarkan analisis data, responden didominasi oleh pengguna pil oral kontrasepsi diatas 35 tahun dengan presentase 66%. Penggunaan kontrasepsi pada umumnya dipengaruhi oleh usia. Pada usia kurang dari 35 tahun pengguna kontrasepsi cenderung menggunakan kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan, sedangkan pada usia diatas 35 tahun merupakan masa mencegah kehamilan (Anggriani, 2019).

Data menunjukkan kejadian efek samping banyak dijumpai oleh wanita usia lebih dari 35 tahun. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian efek samping dibuktikan dengan nilai p-value 0,793 dengan interpretasi data nilai p-value > 0,05 yang berarti hipotesis H0 diterima dan H1 ditolak sehingga hasil menunjukkan tidak ada hubungan usia dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai Koefsien korelasi menunjukkan nilai 0,026 yang berarti korelasi sangat lemah. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Rohmatin (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi dengan hasil uji diperoleh nilai p-value 0,314 yang berarti tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian efek samping pil oral kontrasepsi.

Lama penggunaan pil oral kontrasepsi merupakan jangka waktu penggunaan pil oral kontrasepsi oleh pengguna pil oral kontrasepsi. Berdasarkan analisis deskriptif lama penggunaan didominasi oleh lama pengguna 2 – 5 tahun dengan presentase 36% dan paling sedikit adalah lama pengguna 21 – 25 tahun dengan presentase 1%. Berdasarkan analisis data menunjukkan terdapat hubungan antara lama penggunaan pil oral kontrasepsi dengan kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi dengan nilai p value 0,026 dengan interpretasi hasil nilai p-value <

0,050 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti lama penggunaan pil oral kontrasepsi merupakan faktor risiko yang secara tidak langsung mempengaruhi munculnya kejadian efek samping yang disebabkan oleh penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai koefisien korelasi antara lama penggunaan dengan kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi adalah 0,336 yang artinya memiliki korelasi yang lemah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016) menyatakan bahwa lama penggunaan kontrasepsi berpengaruh terhadap munculnya keluhan kesehatan subyektif. Berdasarkan penelitian yang dilkukan oleh Sriwahyuni dan Wahyuni (2012) menyatakan terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian efek samping peningkatan berat badan dengan responden yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun memiliki risiko 4,250 kali lebih besar dibandingkan dengan yang penggunaannya kurang dari 1 tahun.

Paritas atau jumlah anak berkaitan dengan program keluarga berencana sehingga sering diasumsikan penggunaan kontrasepsi dengan tujuan terciptanya jumlah anak yang ideal. Apabila merasa cukup dengan jumlah anak atau memberi jarak waktu keturunan menjadi motivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan memiliki 2 anak dengan presentase 59% (Indahwati, 2017).

Data menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi dengan ditandai nilai p-value 0,452 dengan interpretasi hasil nilai p-value

>0,05 artinya nilai H0 diterima dan nilai H1 ditolak sehingga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paritas atau jumlah anak dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai koefisien korelasi menunjukkan 0,125 dengan interpretasi nilai korelasi sangat lemah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2018) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara paritas atau jumlah anak dengan

(8)

kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi, sehingga paritas bukan merupakan faktor risiko yang secara tidak langsung mempengaruhi munculnya efek samping yang disebabkan oleh pengunaan pil oral kontrasepsi.

Responden pada penelitian ini dengan komorbid berjumlah 9 dengan riwayat hipertensi dan diabates.

Menurut Muhammad (2012) menyatakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah yang memiliki tekanan sistotik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Seseorang dapat dinyatakan hipertensi setelah melakukan setidaknya tiga pengukuran berulang dengan waktu yang berbeda.

Penyebab hipertensi dapat dipengaruhi faktor yang dapat diubah maupun yang tidak dapat diubah. Faktor usia, jenis kelamin, keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, sedangkan pola hidup, merokok dan konsumsi alkohol merupakan faktor yang dapat diubah. Penelitian ini terdapat 5% responden pengguna pil oral kontrasepsi yang memiliki riwayat hipertensi.

Menurut Kemenkes (2014) menyatakan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh ketidak kemampuan tubuh dalam mengekskresikan insulin. Responden pada penelitian ini dengan komorbid diabetes melitus yaitu sejumlah 4 dengan presentase 4%.

Data menunjukkan tidak terdapat hubungan antara komorbid dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi dengan didapatkan hasil p-value 0,779 dengan interpretasi H0 diterima dan H1 ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara komorbid dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai koefisien korelasi menunjukan 0,067 yang artinya korelasi sangat lemah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Morais (2014) yang menyebutkan bahwa wanita hipertensi tidak mengalami perubahan signifikan parameter klinis maupun otonom dan tidak mengalami perubahan metabolik pada pemakaian pil oral kontrasepsi.

Jenis pil oral kontrasepsi yang digunakan responden pada penelitian ini terdiri dari kombinasi monofasik, kombinasi trifasik dan mini pil. Dalam penelitian ini didominasi oleh responden menggunakan kombinasi monofasik dengan presentase 97%. Kombinasi monofasik merupakan pil yang mengandung dua hormon dengan dosis yang sama, kombinasi trifasik merupakan pil yang mengandung dua hormon dengan tiga dosis yang berbeda, sedangkan mini pil hanya mengandung progestogen saja (Sarwono, 2007).

Data menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis pil oral kontrasepsi dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi dengan didapatkan hasil p-value 0,764 dengan interpretasi H0 diterima dan H1 ditolak artinya tidak terdapat hubungan antara jenis pil oral kontrasepsi dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai koefisien korelasi menunjukan

0,0761 yang artinya korelasi sangat lemah. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2020) yang menyatakan bahwa jenis pil oral kontrasepsi tidak berhubungan dengan efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi dengan p- value 0,051 dan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rompas dan Karundeng (2019) yang menyatakan terdapat hubungan antara jenis pil oral kontrasepsi dan kejadian efek samping yang disebabkan oleh penggunaan pil oral kontrasepsi dengan p-value 0,001.

Menurut Tomaszweski (2017) menyatakan bahwa skala MMAS 8 digunakan untuk pengobatan jangka panjang sehingga skala ini tepat digunakan untuk pengunaan pil oral kontrasepsi. Berdasarkan analisis deskriptif, sebagian besar responden memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam minum obat dengan presentase 71%. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ialah pemahaman tentang cara penggunaannya sehingga mempengaruhi pola pemakaian obat, maka perlunya konsultasi rutin tentang pemakaian yang tepat dengan tenaga medis sehingga akseptor memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam minum obat serta menghindari kegagalan terapi (Yenie, 2017).

Data menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi dengan didapatkan hasil p-value 0,001 dengan interpretasi H0 diterima dan H1 ditolak artinya terdapat hubungan antara jenis pil oral kontrasepsi dengan kejadian efek samping pada penggunaan pil oral kontrasepsi. Nilai koefisien korelasi menunjukan 0,335 yang artinya korelasi lemah. Sehingga kepatuhan minum obat merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya efek samping.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil studi menunjukkan efek samping yang muncul pada penggunaan pil oral kontrasepsi yakni sakit kepala 65%, peningkatan berat badan 46%, perubahan suasana hati 46%, mual muntah 40%, kulit berjerawat 38%, bercak menstruasi 36%, ketat payudara 25%, amenorrhea 13%, keputihan 9%, dan melasma 1%. Berdasarkan hasil analisis korelatif, faktor lama penggunaan dan kepatuhan minum obat merupakan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi kejadian efek samping (p < 0,05) sedangkan paritas, usia, jenis pil oral kontrasepsi dan komorbid bukan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi kejadian efek samping (p>0,05).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai batasan terkait lama penggunaan dan tingkat kepatuhan minum obat yang berpengaruh signifikan terhadap munculnya kejadian efek samping penggunaan pil oral kontrasepsi.

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Aberg, J.A, et al. (2009). Drug Infromation Handbook 17th Edition. American Pharmacist Association.

Anggriani, A., et al. (2019). Analisis Pengetahuan dan Alasan Penggunaan Kontrasepsi Suntik di Masyarakat Panyileukan Bandung. Pharmacy : Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia)

Bappeda DIY. (2020). Aplikasi Dataku Daerah Istimewa Yogyakarta. http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/

datadasar/cetak/342-luas-wilayah. Diakses pada : 18 Maret 2021

Bende, D.A. dan Mayes, P.A. (2009). Gluconeogenesis &

Control of Blood Glucose. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG

Berenson, et al. (2011). Effect of Injectable and Oral Contraceptives on Glucose and Insulin Levels.

Obstet Gynecol; 117 (1):41-47

Budiman dan Riyanto A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner. Jakarta: Salemba Medika.

Diwan, JJ. (2006). Lipids and Membrane Structure.

www.rpi.edu/dept/bctp/molbiochern/MBWeb/mbl/

part2/lipid.htm. Diakses pada 2 Juni 2020

Dragoman. (2014). The combined oral contraceptive pill - recent development, risk and benefits. Best Practice

& Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 28 (2014) 825-834

Farahan, N. (2014). Gambaran Tingkat Pengetahuan Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur dan Dukungan Petugas di Desa Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. E-Jurnal Medika Udayana, 5 (4) : 1-12

Gupta, S. dan Kapoor, S. (2012). Independent and Combined Association of Parity and Short Pregnancy with Obesity and Weight Change Among Indian Women. Health; 4 (5): 271-276 Hamzah.S., et al. (2015). Hubungan penggunaan KB

Hormonal terhadap Munculnya Akne Vulgaris pada Wanita Usia 20-40 tahun di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2014. Jurnal Medika Malahayati Vol 2, No. 3, Juli 2015 : 137-141 Hariadini, et al. (2017). Gambaran Kejadian Efek Samping

dan Angka Kunjungan Ulang Akseptor Kontrasepsi Oral kepada Tenaga Kesehatan (Studi Pendahuluan guna pembuatan alat bantu konseling berupa aplikasi komputer “Sukses Ber-KB” di apotek Kota Malang). Pharmaceutical Journal of Indonesia.

3(1):17-23

Hartani. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketidakpatuhan Akseptor Oral di Puskesmas Pajang Surakarta. Skripsi

Hartanto, H. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Hartanto, H. (2010). Keluarga Berencana dan

Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Hartanto, H. (2013). Keluarga Berencana dan

Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan.

Hartanty, S. (2011). Pengaruh Pengetahuan dan Sikap dalam Mempengaruhi Ketidakpatuhan Akseptor Keluarga Berencana Jenis Kontrasepsi Oral di UPT Puskesmas Pajang Surakarta. Skripsi

Haryani, D. (2010). Pengaruh Frekuensi Kontrasepsi Suntik DMPA terhadap Kenaikan Berat Badan pada Akseptor Kontrasepsi Suntik DMPA. Jurnal Ilmia Kebidanan Vol. 1 No.1. Akademi Kebidanan YLLP Purwokerto.

Hidayah, S.U et al. (2016). Kajian Kesesuaian dan Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi pada Akseptor Kontrasepsi : Studi Kasus di Klinik Harmoni Kota Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-4

Igwegbe, Ao dan Ugboaja, Jo. (2010). Clinical Experience with Injectable Progestogen-Only Contraceptive at Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital, Nnewi, Nigeria. Department of Obstetrics and Gyanaecology, Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital, P.MB.5025, Nnewi, Anambra State, Nigeria: International Research Journals:

Journal of Medicine and Medical Science Vol. 1(8) pp. 345-349

Indahwati, Lilik, et al. (2017). Usia dan Pengalaman KB Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi. Journal of Issues in Midwifery

Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2014.

Jakarta : Kemenkes RI

Kemenkes RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2019.

Jakarta : Kemenkes RI

Kuspriyato dan Maiharti, R.I. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dan Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Swara Bhumi e-Journal Pendidikan Geografi FIS Unesa Vol. 1, No. 2.

Kusuma, N. (2016). Hubungan Antara Metode dan Lama Pemakaian dengan Keluhan Subjektif pada Akseptor. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 4 No 2, Mei 2016 : 164-175

Manajang, I., Rompas, S., dan Karundeng, M. 2019.

Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil Kombinasi Dengan Perubahan Siklus Menstruasi Di

Puskesmas Sonder Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal Keperawatan. 7(1): 4.

Morais, Rercio, et al. (2016). Effects of a contraceptive containing drospirenone and ethinylestradiol on blood pressure, metabolic profile and neurohumoral axis in hypertensive women at reproductive age.

European Journal Of Obstetrics Dan Gynecology And Reprodukctive Biology

Muhammad, Ardiansyah. (2012). Medikal Bedah.

Yogyakarta: DIVA Press.

Pamuji, E.S. (2008). Associiotion Between Bleeding Pattern and Estradiol Level of Depot Medroxy Progesteron Acate Users. Obstetri dan Ginekologi FK UGM. RSUP Dr. Sarjito, Yogyakarta : Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24 No. 2

Pratita dan Margawati. (2013). Hubungan Antara Derajat Sindrom Pramenstruasi dan Aktivitas Fisik dengan Perilaku Makan pada Remaja Putri. Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 4

Pratiwi, A. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Siklus Menstruasi pada Ibu KB Suntik Depo Medroxy Progesteron Acetat di BPM Choirul Mala Palembang. Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 8, Juni 2018

Prawihardjo, S. (1998). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan Edisi 2

Jilid 4. Jakarta: YBP-SP.

Rohmatin, Naila. (2012). Hubungan Antara Umur dan Lama Penggunaan Terhadap Keluhan Kesehatan pada Wanita Usia Subur Pengguna Alat

(10)

Kontrasepsi Hormonal dan Non Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012 (Berdasarkan Data SDKI 2012).

Skripsi

Safitri dan Rayani. (2016). Gambaran Kenaikan Berat Bidan Ibu Akseptor Pil Oral Kombinasi di Klinik BPS “K” Desa Glanggang Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4, Noor 1, April 2016. Hlmn. 51-57

Sampelan G. M., et al. (2017). Hubungan Timbulnya Acne Vulgaris dengan Tingkat Kecemasan pada Remaja di SMP N 1 Likupang Timur. E-Journal Keperawatan Volume 5 No. 1, Februari 2017 Setawati, M., et al. (2020). Efek Samping Pil KB pada

Akseptor di Kelurahan Manyaran Kota Semarang.

Cendekia Journal of Pharmacy, Vol. 4, No. 2, November 2020.

Setiawati, Erna, et al. (2017). Pemilihan Kontrasepsi Berdasarkan Efek Samping pada Dua Kelompok Usia Produksi. Unnes Journal of Public Heath 6 (3) 2017

Shakerinejad, et al. (2013). Factors Predicting Mood Changes in Oral Cantraceptive Pill Users.

Reproductive Health

Siregar, C.J.P., dan Kumolosari, C., 2005, Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC

Siswosudarmo. (2007). Tegnologi Kontrasepsi.

Yogyakarta: Gadjahmasa University Press

Solama, W. (2019). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Siklus Menstruasi pada Ibu KB Suntik.

Jurnal 'Aisyah Medika, Vol. 4 No. 1, Agustus 2019 Sriwahyuni, E. Dan Wahyuni, C.U. (2012). Hubungan

Antara Jenis dan Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi hormonal dengan Peningkatan Berat Badan Akseptor. The Indonesian Journal of Publich Health. Departemen Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Sundari, Astri. (2018). Parameter Reproduktif (Umur, Paritas dan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal) yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia Perempuan di Puskesmas Tlogosari Kulon. Skripsi

Tomaszweski, et al. (2017). Relationship between slef- efficacy and patient knowledge on adherence to oral contraceptives using the Morisky Medication Adherence Scale (MMAS8). Reproductive Health WHO. (2018). Family planning/Contraception.

https://www.who.int/newsroom/factsheets/detail/fa mily-planning-contraception . Diakses pada 2 Mei 2020

Yenie, H. (2016). Hubungan Kepatuhan Akseptor Pil KB Dengan Kegagalan Kontrasepsi Pil di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Keperawatan : XII (2).

Yuniarsih, S.M, dan Vianti, R.A. (2010). Pengaruh Pemberian Penyuluhan Kesehatan tentang Kontrasepsi Efektif terhadap Partisipasi Ibu Post Partum dalam ber-KB. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 1 (1) : 1-6

Referensi

Dokumen terkait

Namun ada pula beberapa yang hanya merasa memiliki tingkat kepuasan sedang terhadap pelayanan Transjogja di mata mahasiswa yang sebanyak 40 orang, ini semua karena satu-

Hasil dari pelaksanaan program yaitu semua pengajuan PAK yang telah diterima oleh Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dengan jumlah 300 telah selesai dikerjakan.Semua PAK tersebut

Jika tidak terdapat config file pada NVRAM, maka router akan melakukan pengecekan pada TFTP CONFIG TFTP CONFIG akan melakukan proses pencarian atas dasar perintah CHECK

Dalam teknik literal ( literal translation ) terjadi pergantian struktur sintaksis bahasa sumber dengan bahasa target. Teknik literal digunakan dengan menerjemahkan kalimat

Kelima ,Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai Jaring Pengaman Sistim Keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan

Seperti yang telah tersebut dari permasalahan di atas, Pelabuhan di kota singkawang mengalami permasalahan berupa sudah tidak layaknya bangunan-bangunan pelabuhan yang

Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus merupakan Dosen Pembimbing II

Untuk menjawab anggapan tersebut Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Palangka Raya berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi sebagai berikut : Pertama,