• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH: YUNITHA PRATIWI YULI MANDILA C121 13 022 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 SKRIPSI GAMBARAN MEKANISME KOPING WARGA BINAAN REMAJA DI LAPAS KELAS IIA MAROS DAN LAPAS KELAS I MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OLEH: YUNITHA PRATIWI YULI MANDILA C121 13 022 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 SKRIPSI GAMBARAN MEKANISME KOPING WARGA BINAAN REMAJA DI LAPAS KELAS IIA MAROS DAN LAPAS KELAS I MAKASSAR"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN MEKANISME KOPING WARGA BINAAN REMAJA DI LAPAS KELAS IIA MAROS DAN LAPAS KELAS I MAKASSAR

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Keperawatan

OLEH:

YUNITHA PRATIWI YULI MANDILA C121 13 022

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(2)

ii HALAMAN PERSETUJUAN

(3)

iii LEMBAR PENGESAHAN

(4)

iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

(5)

v KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis lafaskan kecuali ucapan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Mekanisme Koping Warga Binaan Remaja Di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar”, yang merupakan persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.

Penyusunan skripsi ini tentunya menuai banyak hambatan dan kesulitan sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kesulitan yang dihadapi peneliti dapat diatasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Si selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan pembimbing satu yang selalu sabar dan senantiasa memberikan masukan dan arahan-arahan dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

2. Rini Rachmawaty S.Kep Ns., MN., Ph.D selaku pembimbing dua yang juga selalu sabar dan senantiasa memberikan arahan-arahan dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

(6)

vi 3. Takdir Tahir, S.Kep., Ns., M.Kes dan Titi Iswanti Afelya, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB selaku tim penguji yang akan menyempurnakan hasil ujian skripsi ini.

4. Kedua orang tua saya, Yuli Mandila dan Ritha Sahara yang senantiasa memberikan nasihat, semangat, dukungan moril maupun dukungan materi demi kelancaran segala kebutuhan saya.

5. Kakak saya Randy, dan Adik saya Enjel yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan moril demi kelangsungan penelitian ini.

6. Kepada sahabat terbaik (Irnawati, Ruminggi, Irfani Intan, Okky Rosandy Hasman, Rahmat Hidayat, Diah Ayu Septiani dan Ulfa) atas segala masukan, bantuan dan dukungan kepada peneliti.

7. Kepada Muh. Fachri Adam S.ST yang selalu memberi dukungan, semangat serta bantuannya.

8. Kepada teman-teman angkatan 2013 “FIBRINOGEN” terima kasih atas kebersamaan, dukungan, bantuan, dan motivasi kepada peneliti setiap saat.

9. Teman-teman Siaga Ners Angkatan 08 (Niniarfina, Rahmat Hidayat, Ruminggi, Miftahul Janna, Irna Satriani, Irnawati, Oky Rosandy Hasman, Ayu Wulandari, dan Fatimah Nur), terima kasih atas seluruh bantuan dan dukungannya.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Dari semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis tentunya tidak dapat memberikan balasan yang setimpal kecuali berdoa semoga Tuhan

(7)

vii senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Hamba-Nya yang senantiasa membantu sesamanya.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa peneliti hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, karena sesungguhnya kebenaran sempurna hanya milik Tuhan semata. Oleh karena itu, peneliti senantiasa mengharapkan masukan yang konstruktif sehingga peneliti dapat berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata mohon maaf atas segala salah dan khilaf.

Makassar,November 2017

Yunitha Pratiwi Yuli Mandila

(8)

viii ABSTRAK

Yunitha Pratiwi Yuli Mandila, C12113022. “GAMBARAN MEKANISME KOPING WARGA BINAAN REMAJA DI LAPAS KELAS IIA MAROS DAN LAPAS KELAS I MAKASSAR”dibimbing oleh Ariyanti Saleh dan Rini Rachmawaty

Latar belakang : Data terakhir klasifikasi narapidana anak perkantor wilayah se-Indonesia pada bulan Oktober tahun 2016, Kantor Wilayah (KanWil) di Jawa Timur yang mempunyai penghuni terbanyak dengan jumlah 7,426 penghuni Lapas, sementara di Wilayah Sulawesi Selatan, Lapas Maros dan Lapas Makassar yang mempunyai penghuni terbanyak dengan jumlah 83 penghuni di Lapas Maros dan 253 penghuni di Lapas Makassar.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui gambaran mekanisme koping warga binaan remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

Metode : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain survey Deskriptif.

Populasi pada penelitian ini adalah remaja usia 15-19 tahun yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas IIA Maros dan LAPAS Kelas I Makassar. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Total Sampling.

Hasil : Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa gambaran mekanisme koping warga binaan remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar yaitu mekanisme koping konstruktif ada sebanyak 39 responden (97.5%). Sedangkan responden dengan mekanisme koping destruktif dengan jumlah 1 responden (2.5%).

Kesimpulan dan saran : Disimpulkan bahwa warga binaan remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar memiliki mekanisme koping yang baik yaitu mekanisme koping konstruktif, sebanyak 39 responden (97.5%). Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran mekanisme koping warga binaan remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

Kata kunci : Gambaran mekanisme koping, warga binaan anak di Lapas Sumber Literatur : 47 pustakawan (2004 – 2017)

(9)

ix ABSTRACT

Yunitha Pratiwi Yuli Mandila, C12113022. “DESCRIPTION OF PRISONED ADOLESCENT’S COPING MECANISM IN CLASS IIA PRISON OF MAROS AND CLASS I PRISON OF MAKASSAR” supervised by Ariyanti Saleh and Rini Rachmawaty.

Background: The latest data about the amount of prisoned kids in Indonesia by October 2016 shows that East Java region has the highest number with 7426 prisoned kids, while in South Sulawesi region, the highest number are in Prison of Maros (83 kids) and Prison of Makassar (253 kids).

Aims of study : This research aims to describe the coping mecanism of prisoned adolescent in class IIA Prison of Maros and class I Prison of Makassar.

Method: This research was a descriptive-survey study. Population in this research were 15-19 years old prisoned adolescent in class IIA Prison of Maros and class I Prison of Makassar.

Sampling method was Total Sampling.

Result: Result in this research about picture of coping mechanism of juvenile people in prisons class IIA Maros and first class classroom Makassar that is constructive coping mechanism, counted 39 respondents (97.5%). While respondents with destructive coping mechanism couted 1 respondent (2.5%).

Conclusion and Suggestion: coping mechanism the youth in the prisons of class IIA Maros and class I Makassar have a good coping mechanism that is constructive coping mechanism, counted 29 respondens (97.5%). So it is expected the youth in the prison of class IIA Maros and class I Makassar

Keywords: Coping mecanism, prisoned adolescent Literatures: 47 literatures (2004-2017)

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Pengembangan Teori ... 4

2. Aplikatif ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tinjauan Tentang Remaja ... 5

1. Definisi Remaja ... 5

2. Perilaku Asertif pada Remaja ... 6

3. Penyebab Remaja Masuk Lapas ... 8

B. Pengertian Mekanisme Koping ... 10

1. Definisi Mekanisme Koping ... 10

2. Jenis-jenis mekanisme koping ... 10

3. Cara Menangani Kecemasan... 14

BAB III KERANGKA KONSEP ... 16

(11)

xi

BAB IV METODE PENELITIAN ... 17

A. Desain Penelitian ... 17

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

1. Tempat Penelitian ... 17

2. Waktu Penelitian... 17

C. Populasi Penelitian dan Sampel ... 17

1. Populasi ... 17

2. Sampel ... 17

D. Alur Penelitian ... 19

E. Variabel Penelitian ... 20

1. Variabel Penelitian ... 20

2. Definisi operasional ... 20

F. Proses Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 21

1. Proses Pengumpulan Data ... 21

2. Instrument penelitian ... 21

G. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data ... 22

1. Rancangan Pengolahan Data... 22

2. Analisa Data ... 23

H. Etik Penelitian ... 23

1. Prinsip menghargai harkat dan martabat manusia (respect for persons) ... 23

2. Prinsip berbuat baik (benefience) dan tidak merugikan (mal-eficence) ... 24

3. Prinsip keadilan (justice) ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Hasil Penelitian ... 25

1. Gambaran Karakteristik Demografi Respnden di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar. ... 25

2. Penyebab Masuk Lapas dan Lama Masa Tahanan di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar. ... 27

3. Gambaran Mekanisme Koping Warga Binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar. ... 27

4. Gambaran Mekanisme Koping Berdasarkan Karakteristik Responden Yaitu Usia, Status Pendidikan, Pekerjaan Orang Tua, Status Pernikahan Orang Tua. 28 B. Pembahasan ... 31

1. Karakteristik demografi responden ... 31

(12)

xii

2. Mekanisme koping berdasarkan usia ... 35

3. Mekanisme koping berdasarkan status pendidikan ... 36

4. Mekanisme koping berdasarkan pekerjaan orang tua... 37

5. Mekanisme koping berdasarkan status pernikahan orang tua ... 38

6. Mekanisme koping berdasarkan penyebab masuk Lapas ... 39

7. Mekanisme koping berdasarkan lama masa tahanan ... 39

C. Keterbatasan Penelitian ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Status Pendidikan, Agama, Pekerjaan Orang Tua, Status Pernikahan Orang Tua (n = 40)...

Tabel 5. 2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Penyebab Masuk Lapas dan Lama Masa Tahanan(n=40)...

Table 5.3 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Warga Binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar (n=40)...

Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Usia (n=40)...

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Status Pendidikan (n=40)...

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua (n=40)...

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Status Pernikahan Orang Tua (n=40)...

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Penyebab Masuk Lapas (n=40)...

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Mekannisme Koping Berdasarkan Lama Masa Tahanan (n=40)...

Zzz zzz 26 Zzz

27 Zzz

27 Zzz

28 Zzz

28 Zzz

29 Zzz

29 Zzz

30 Zzz

31

(14)

xiv DAFTAR BAGAN

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ... 16 Bagan 4. 1 Alur Penelitian ... 19

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 2

Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Kuesioner

Master Tabel Output SPSS Surat-surat

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Remaja menurut World Health Organization (2016) adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batas usia remaja adalah 15 sampai 19 tahun. Remaja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu mereka yang mulai dewasa hingga mereka yang cukup umur untuk nikah. Salah satu individu yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak di Indonesia adalah remaja. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri yang dipengaruhi perubahan fisik, psikis, seksual dan sosial-ekonomi dalam batasan usia tertentu (Hasanah, 2013). Masa dan perubahan tersebut bisa mengarah pada kerentanan remaja melakukan tindakan kriminal.

Tindakan kriminal pada remaja sering terjadi di negara-negara berkembang.

Menurut WHO (2016), pada tahun 2000-2012, tingkat kriminal seperti pembunuhan di kalangan remaja lebih tinggi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Selain itu, sebuah studi dari 40 negara berkembang menunjukkan bahwa rata-rata 42% remaja laki-laki dan 37% remaja perempuan mengalami tindakan kekerasan di kalangan remaja atau biasa disebut bullying (WHO, 2016), sehingga tidak jarang tindakan-tindakan tersebut menyebabkan remaja mendapatkan hukuman bahkan masuk penjara dan menjadi narapidana.

Menurut Sistem Database Permasyarakatan, data terakhir klasifikasi narapidana anak perkantor wilayah se-Indonesia pada bulan Oktober tahun 2016, Kantor Wilayah (KanWil) di Jawa Timur yang mempunyai penghuni terbanyak dengan jumlah 7,426 penghuni Lapas, sementara di Wilayah Sulawesi Selatan, Lapas Maros dan Lapas Makassar yang mempunyai penghuni terbanyak dengan jumlah 83 penghuni di Lapas

(17)

2 Maros dan 253 penghuni di Lapas Makassar (Sistem Database Permasyarakatan, 2016).

Pada tahun 2015 di Lapas Maros terdapat 40 tahanan, dan di Lapas Makassar 132 tahanan. Pada tahun 2016 di Lapas Maros terdapat 83 tahanan,dan di Lapas Makassar sebanyak 253 tahanan. Dan pada tahun 2017 jumlah tahanan di Lapas Maros sebanyak 115 orang sedangkan di Lapas Makassar sebanyak 204 tahanan.

Menurut Vareoy (dalam Afrinisna, 2013), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa di penjara Norwegia sering kali narapidana mengalami kecemasan, gangguan perasaan bahkan gejala depresi. Mohino (dalam Afrinisna, 2013), juga mengungkapkan bahwa beberapa kondisi psikologis yang dialami narapidana di penjara adalah depresi, hysteria dan paranoid. Berdasarkan penelitian lain, ternyata seluruh subjek narapidana mengalami kecemasan pada tingkatan tinggi, baik pada kategori state anxiety maupun kategori trait anxiety. Solihatun (dalam Mustika, 2015) menyimpulkan bahwa penyebab kecemasan bersumber dari hubungan personal, keterpisahan dengan keluarga; faktor ekonomi, lingkungan Lapas. Strategi coping yang dilakukan adalah usaha-usaha yang berfokus emosi baik melalui strategi kognitif maupun perilaku.

Menurut Kartono (2005, dalam Apriyanto, 2016) mengatakan pemenjaraan akan mengakibatkan konflik-konflik batin yang serius, terutama bagi para remaja yang baru pertama kali masuk penjara, remaja cenderung mengalami patah mental yang disebabkan oleh isolasi sosial dalam penjara. Remaja merasa dikucilkan dan dikutuk oleh masyarakat penjara dan masyarakat luar pada umumnya. Selain itu pada diri remaja akan muncul perasaan menyesal atas perbuatan dan kesalahan yang telah dilakukan bahkan ada perasaan membenci dirinya sendiri. Kartono juga menyebutkan adanya dampak yang akan muncul bagi remaja yang lama menjalani hukuman di

(18)

3 penjara diantaranya adalah : a). Tidak adanya partisipasi sosial, remaja dianggap sebagai masyarakat yang terkucilkan. b). Para remaja mengalami tekanan-tekanan batin yang semakin berat dengan bertambahnya waktu pemenjaraan. Kemudian muncul kecenderungan menutup diri secara sosial dan usaha untuk melarikan diri dari realitas yang bersifat trauma, terutama sekali peristiwa ini banyak terdapat pada penghuni baru. c). Para remaja mengembangkan reaksi-reaksi yang stereotype, yaitu cepat curiga, lekas marah, cepat membenci, dan mendendam.

Berdasarkan data dari Lembaga pemasyarakatan Kabupaten Maros bahwa ada sebanyak 52 anak remaja yang menghuni Lapas, mereka adalah anak-anak yang masih menjalani pendidikan di bangku pendidikan SMP dan SMA. Peneliti tertarik melakukan penelitian di Lapas Maros karena di daerah Sulawesi Selatan hanya Lapas Maros yang mempunyai penghuni anak terbanyak dan dari 52 anak tersebut yang menghuni Lapas disebabkan karena kasus penyimpangan yang dilakukan oleh remaja antara lain : mencuri, penganiayaan, dan tindakan kriminal yang lainnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meeliti mengenai “Gambaran Mekanisme Koping Warga Binaan Anak di Lapas Maros dan Lapas Makassar”

B. Rumusan Masalah

Tingginya angka kriminal sebanyak 352.936 di kalangan remaja, baik di dunia maupun di Indonesia, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, menyebabkan banyak remaja yang menjadi warga binaan. Dukungan dan pola asuh dari masing-masing orang tua berbeda-beda yang berdampak pada mekanisme koping remaja yang menjadi warga binaan. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah gambaran mekanisme koping warga binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

(19)

4 C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran mekanisme koping warga binaan remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

b. Mengetahui mekanisme koping remaja di Lapas berdasarkan karakteristik remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Pengembangan Teori

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu keperawatan bagi pihak keperawatan jiwa, anak dan keperawatan komunitas Universitas Hasanuddin. Hal ini terkait dalam melihat gambaran mekanisme koping warga binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

2. Aplikatif

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan wawasan pengetahuan gambaran mekanisme koping warga binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Remaja 1. Definisi Remaja

Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke dewasa, batas usia remaja pada usia 15 sampai dengan 19 tahun (WHO, 2016). Santrock (2011) menyatakan bahwa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Perubahan biologis yang terjadi pada remaja adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang datang dengan pubertas. Dari segi kognitif, remaja akan mengalami peningkatan dalam berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pada segi sosio-emosional, seorang remaja akan mencari kebebasan, mengalami konflik dengan orangtua, dan keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya. Perubahan biologis, sosial, dan psikologis yang terjadi pada remaja merupakan bagian dari penyesuaian positif untuk meraih otonomi, akan tetapi pada masa remaja ini sering dijadikan sebagai masa untuk bereksperimen dan ikut serta dalam sejumlah aktivitas termasuk perilaku yang berisiko seperti keterlibatan dengan perilaku seksual secara dini, penyalahgunaan zat serta perilaku-perilaku kekerasan (Sholichatun, 2011).

Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Istilah asing yang digunakan untuk masa remaja, antara lain : adolescentia, puberteit, dan youth (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

(21)

6 Masa remaja juga sering dikatakan masa mencari jati diri atau identitas diri, biasanya remaja tidak puas lagi untuk bersama dengan teman sebaya mereka, remaja selalu ingin mencari identitas dirinya, untuk menjelaskan dirinya dan apa perannya. Tugas penting yang dihadapi remaja adalah sense of individual indentity, yaitu mencari jawaban dari pertanyaan mengenai dirinya, mencakup

keputusan dan standar-standar tindakan. Mencari identitas diri dan mengangkat harga diri akan membuat remaja memakai simbol status harga diri (Pieter &

Lubis, 2012).

Ketika remaja ingin mencari identitas dirinya, remaja tanpa sadar mendapat tekanan untuk berpenampilan dan berperilaku seperti teman-teman sebaya atau kelompok tertentu yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan, agar dapat diterima didalam kelompok tersebut. Misalnya, remaja kebanyakan mulai merokok karena dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya atau kelompok tertentu yang lebih dahulu merokok. Contoh lainnya, penyalahgunaan Napza dan seks bebas dimana remaja tersebut mengikuti teman sebanyanya atau kelompok tertentu yang sudah melakukan seks bebas dan memaka Napza. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan remaja untuk bersikap asertif (BKKBN, 2013).

2. Perilaku Asertif pada Remaja

Berperilaku asertif yaitu ketika seseorang mampu berkata “tidak” atau menolak, mampu meminta pertolongan, mampu mengekspresikan perasaan mereka baik positif maupun negatif secara wajar. Biasanya remaja tidak dapat berperilaku asertif karena mereka takut mengecewakan orang lain, rasa solidaritas terhadap teman sebaya, takut tidak disukai dalam kelompok dimana mereka sudah diterima.

(22)

7 Menurut Rathus dan Nevid (1983, dalam penelitian Rosita, 2007), terdapat 6 faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu:

a. Jenis Kelamin

Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki.

b. Self esteem

Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

c. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batas-batas perilaku, dimana batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang.

d. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka.

e. Tipe Kepribadian

Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon yang sama.

Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Dengan tipe kepribadian tertentu seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian lain.

f. Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya

Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikuatirkan menggangu.

(23)

8 Pentingnya menumbuhkan perilaku asertif dapat membantu remaja menjalani hubungan secara efektif. Remaja juga akan lebih mudah untuk mengungkapkan apa yang dipikirikan atau dirasakan kepada orang lain secara langsung sehingga mereka tidak hanya mengikuti kemauan orang lain saja.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempermudah berperilaku asertif, yaitu kenali diri sendiri dengan baik, apa yang menjadi kelebihan dan apa yang menjadi kekurangan, kesukaan ideologi dan sebagainya, kembangkan nilai kepercayaan yang dapat membuat kita bersikap asertif. Diharapkan perilaku asertif dapat menjadi tameng bagi remaja dalam menangkal dampak-dampak negatif dari teman sebaya atau dari lingkungannya (BKKBN, 2013).

3. Penyebab Remaja Masuk Lapas

Tingginya tingkat kriminal di kalangan remaja dipengaruhi oleh mudahnya akses dan penyalahgunaan alcohol, akses dan penyalahgunaan senjata api, geng dan pasokan lokal obat-obatan terlarang, ketimpangan pendapatan yang tinggi, kemiskinan, dan kualitas pemerintahan suatu negara (hukum dan sejauh mana mereka ditegakkan, serta kebijakan untuk pendidikan dan perlindungan sosial) di lingkungan masyarakat (WHO, 2014). Dikarenakan pengaruh tersebut, sehingga remaja sering melakukan suatu tindakan kriminal yang menyebabkan mereka menjadi warga binaan di Lapas (Lembaga pemasyarakatan).

Semakin banyaknya keterlibatan remaja dalam perilaku-perilaku yang negatif ditunjukkan dengan tingginya jumlah remaja di penjara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penjara sebagai bangunan tempat mengurung orang hukuman bersalah menurut pengadilan. Di Indonesia pada umumnya penjara dibagi menjadi 2 kategori yaitu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan). Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

(24)

9 tentang Permasyarakatan Bab 1, Pasal 1, Ayat 3, Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Berbeda dengan Rutan yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 merupakan tempat tersangka atau terdakwa yang ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan Bab 1, Pasal 1, Ayat 5 Warga Binaan adalah Narapidana, Anak Didik Permasyarakatan, dan Klien Permasyarakatan. Dan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK 04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan Narapidana/Warga binaan permasyarakatan, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan warga binaan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam rutan untuk kepentingan penyidikan penuntutan dan pemeriksaan.

Pada saat remaja terlibat dalam sebuah kasus kriminalitas, maka ia akan mendapatkan tindakan atau perlakuan secara hukum. Meskipun dia masih dalam usia anak-anak atau remaja. Seseorang yang dikatakan anak-anak ataupun remaja secara hukum ketika usianya kurang dari 18 hingga 19 tahun pada saat melakukan tindak kenakalan atau kriminal, sanksi yang diterimanya juga harus sesuai dengan usia anak atau remaja tersebut, yaitu setengah dari sanksi yang diterima orang dewasa, maksimal 10 tahun kurungan penjara (Hastuti S, 2006).

Menjalani kehidupan di Lapas merupakan bentuk pertanggungjawaban yang harus dipenuhi oleh remaja yang melanggar hukum. Tujuan dari pembinaan kepada remaja adalah agar mereka tidak mengulangi apa yang telah mereka perbuatannya, menemukan kembali kepercayaan dirinya, dan dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat. Selama menjalani masa hukuman di Lapas, berbagai permasalahan dialami narapidana remaja diantaranya adalah

(25)

10 perubahan hidup, hilangnya kebebasan, hak-hak yang semakin terbatas, dan perolehan label penjahat. Mereka yang masih tergolong remaja sangat membutuhkan arahan, bimbingan, serta pendampingan dari orangtua agar mereka dapat berkembang ke arah pendewasaan yang lebih positif (Handayani, 2010).

Sehingga remaja harus menerima hukuman apa yang telah diberikan, dan remaja juga harus mengetahui bagaimana cara mengatasi atau bagaimana mekanisme koping atau tindakan yang harus mereka lakukan untuk menerima hukuman mereka.

B. Pengertian Mekanisme Koping 1. Definisi Mekanisme Koping

Menurut Stuart (2006), mekanisme koping merupakan tiap upaya yang di tujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping juga merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaiakan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif, perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi.

2. Jenis-jenis mekanisme koping a. Problem focused coping

Yaitu usaha untuk menyelesaikan masalah, seperti mendefinisikan suatu masalah, menghasilkan solusi alternatif, mempertimbangkan alternatif secara efisien, memilih alternatif dan bertindak, strategi problem-focused coping beroreintasi pada penyelesaian masalah.

Adapun strategi yang digunanakan :

(26)

11 1) Confrontatif coping: mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan pengambilan resiko.

2) Seeking social support: usaha untuk mendapat kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.

3) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara hati-hati, bertahap dan analitis.

b. Emotional Focused Coping

Yaitu usaha mengatasi stres dengan mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh sesuatu yang dianggap penuh tekanan. Emotional focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres.

Adapun strategi yang digunakan :

1.) Self-control: Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapai situasi yang menekan.

2.) Distancing: Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, menghindari seolah-olah tidak terjadi permasalahan, menciptakan pandangan yang positif.

3.) Positive reaprisial: Usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya bersipat religius.

4.) Acepting responsibility: Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk menjadi lebih baik.

(27)

12 5.) Escape/avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut dan menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok dan obat-obatan.

Sedangkan menurut Sarafino (dalam, Hasjanah, 2012) mengategorikan strategi koping dalam dua klasifikasi, dan pada masing-masing klasifikasi strategi coping terdiri atas beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :

a. Perilaku Coping yang Berfokus pada Masalah (Problem-Focused Coping).

Perilaku coping yang berorientasi pada masalah dibedakan dalam 4 bentuk berikut : 1. Planfull Problem Solving

Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.

2. Direct Action

Meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.

3. Assistance Seeking

Assistance Seeking dilakukan dengan cara individu mencari dukungan dan

menggunakan bantuan dari orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.

4. Information Seeking

Information seeking dilakukan individu dengan cara mencari informasi dari

orang lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.

b. Perilaku Coping yang Berfokus pada Emosi (Emotional Focused Coping) Perilaku coping yang berorientasi pada emosi dibedakan dalam 4 bentuk berikut :

(28)

13 1. Avoidance

Avoidance dilakukan oleh individu dengan cara menghindari masalah yang ada

dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.

2. Denial

Denial dilakukan individu dengan cara menolak masalah yang ada dengan

menganggap seolah-olah masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan masalah yang dihadapinya.

3. . Self-Criticism

Self-Criticism adalah keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan

menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.

4. Possitive Reappraisal

Possitive Reappraisal terjadi jika individu melihat sisi positif dari masalah

yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut.

Menurut Kelliat (1999, dalam Ramadhani, 2014), mekanisme koping ada dua, yaitu koping adaptif dan maladaptif. Mekanisme koping adaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stresor atau tekanan yang bersifat positif, rasional dan konstruktif. Sementara, mekanisme koping maladaptif suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stresor atau tekanan yang bersifat negatif, merugikan, destruktif dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

Mekanisme koping individu menurut (Arfianto, 2008) meliputi :

Mekanisme koping destruktif (maladaptive) adalah dimana individu mengalami keadaan yang beresiko tinggi suatu ketidakmampuan untuk mengatasi stressor.

(29)

14 Koping maladaptive menggambarkan individu kesulitan dalam beradaptasi terhadap kejadian-kejadian yang sangat menekan.

Mekanisme koping konstruktif adalah suatu kejadian dimana individu dapat mengatur berbagai tugas mempertahankan konsep diri, mempertahankan hubungan dengan orang lain, mempertahankan emosi dan mengatur stress.

3. Cara Menangani Kecemasan

Menurut Mutadin (dalam Mustika, 2015), cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan (kecemasan) ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi 6 faktor berikut :

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan fisik merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. Fisik yang sehat adalah kondisi terhindarnya jasmani dari penyakit, misalnya tidak sakit perut, sakit gigi, dan sakit-sakit lain.

b. Keyakinan atau Pandangan Positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan tentang nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping.

c. Keterampilan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif- alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

(30)

15 d. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial meliputi kemampuan individu untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

e. Dukungan Sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

(31)

16 BAB III

KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka yang mengacuh pada masalah- masalah yang akan diteliti atau berhubungan dengan penelitian (Nursalam, 2008). Kerangka konsep dari penelitian sebagai berikut:

Keterangan :

: Variabel yang akan diteliti.

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

Penjelasan :

Yang menjadi dasar dari penelitian ini ialah variabel di sebelah kiri, yaitu mekanisme koping. Variable tersebut akan dikaji pada partisipan yang merupakan anak di Lapas yaitu remaja berusia 15-19 tahun. Pengkajian tersebut akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yang selanjutnya akan dianalisa sehingga menghasilkan gambaran mekanisme koping warga binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

Warga Binaan Remaja di Lapas Kelas II A

Maros dan Lapas Kelas I Makassar Mekanisme

Koping

(32)

17 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan desain Survey Deskriptif. Menurut Nursalam (2016) Survey Deskriptif bertujuan untuk

mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas IIA Maros dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas I Makassar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada akhir bulan Mei sampai awal bulan Juni 2017.

C. Populasi Penelitian dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja usia 15-19 tahun yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Maros Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas I Makassar.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah semua anak usia 15-19 tahun yang ada di Lembaga Permasyarakatan (LAPAS) Kelas IIA

(33)

18 Maros dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas I Makassar. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Total Sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut : 1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Adapun kriteria inklusi meliputi :

a) Warga binaan di Lapas Maros dan di Lapas Makassar.

b) Berusia 15-19 tahun.

c) Bersedia menjadi responden.

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2016).

Adapun kriteria eksklusi meliputi :

a) Anak yang berstatus yatim piatu.

(34)

19 D. Alur Penelitian

Bagan 4. 1 Alur Penelitian

Mendapatkan surat rekomendasi dari Universitas sebagai bukti bahwa tindakan ini murni penelitian

Permohonan izin Penelitian : Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UNHAS, Litbang Program Studi Ilmu

Keperawatan UNHAS, kepala UPT P2T BKPMD Prov.Sulawesi Selatan, Kepala Kantor Wilayah Sulawesi

Selatan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Maros dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Makassar

Memberi Informed Consent, termasuk menjelaskan tujuan penelitian

Pengumpulan data, dengan menggunakan kuesioner

Analisa Data

Penyajian hasil penelitian, kesimpulan dan saran

(35)

20 E. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah mekanisme koping.

2. Definisi operasional a. Karakteristik responden

1) Usia adalah umur responden yang dihitung dari tanggal lahir sampai tanggal penelitian.

2) Jenis kelamin identitas diri atau seksual yang teridentifikasi sejak lahir.

Kriteria objektif :

a) Laki-laki, jika responden berjenis kelamin laki-laki.

b) Perempuan, jika responden berjenis kelamin perempuan.

3) Status pendidikan adalah status kependidikan terakhir yang telah atau sedang dijalani remaja.

Kriteria objektif : a) SD (Sekolah Dasar)

b) SMP (Sekolah Menengah Pertama) c) SMA (Sekolah Menengah Atas)

d) Tidak bersekolah, jika responden tidak pernah sama sekali mengenyam bangku pendidikan di sekolah manapun.

4) Pekerjaan orang tua yaitu pekerjaan yang sedang dijalani orang tua saat ini.

5) Status pernikahan orang tua.

Kriteria Objektif :

1. Menikah, jika kedua orang tua masih hidup dan masih dalam ranah pernikahan.

(36)

21 2. Cerai, apabila kedua orang tua berpisah.

6) Penyebab anak masuk Lapas adalah apa yang mereka lakukan sehingga mereka masuk ke dalam Lapas.

7) Lama masa tahanan adalah berapa lama jangka waktu seorang tahanan menjalani hukuman di dalam Lapas.

b. Mekanisme Koping adalah cara penyesuaian diri yang digunakan seeorang untuk menghadapi perubahan yang diterima ketika berada di Lapas.

Kriteria Objektif :

1. Mekanisme koping konstruktif jika skor >30 atau 31-60 2. Mekanisme koping destruktif jika skor ≤ 30 atau 0-30 F. Proses Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Proses Pengumpulan Data

Peneliti memilih responden, kemudian peneliti memberikan informed consent pada responden beserta penjelasan mengenai manfaat dan tujuan penelitian. Selanjutnya, peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden dan mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi.

2. Instrument penelitian

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 4 instrumen.

a. Kuesioner A

Berisi pengumpulan data demografi yang berhubungan dengan karakteristik responden meliputi nama, usia, jenis kelamin, status pendidikan, agama, pekerjaan orang tua, status pernikahan orang tua, penyebabab masuk Lapas dan lama masa tahanan kuesioner ini disusun oleh peneliti.

(37)

22 b. Kuesioner B

Untuk mengukur mekanisme koping warga binaan akan di Lapas diadaptasi dari Sri Agustika Marbun (2015). Telah diuji validitas dan reabilitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha 0,841. Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan. Dimana pertanyaan positif memiliki skor, jika Selalu (Sl) akan diberi nilai 3, jika Sering (Sr) akan diberi nilai 2, dan jika Jarang (Jr) akan diberi 1 dan jika Tidak pernah (Tp) akan diberi nilai 0, dan pertanyaan negatif memiliki skor, jika Selalu (Sl) akan diberi nilai 0, jika Sering (Sr) akan diberi nilai 1, dan jika Jarang (Jr) akan diberi 2 dan jika Tidak pernah (Tp) akan diberi nilai 3.

G. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Rancangan Pengolahan Data

a. Editing

Pada penelitian ini, setelah data terkumpul maka dilanjutkan dengan kegiatan editing yaitu dengan memeriksa setiap kuesioner yang diisi mengenai kebenaran data yang sesuai dengan variable, serta pemeriksaan terhadap ukuran/dimensi dan dijelaskan data serta pembuktiannya.

b. Pengkodean (coding)

Proses pemberian kode-kode pada jawaban responden dan ukuran-ukuran yang diperoleh dari unit analisis sesuai dengan rancangan awal.

c. Tabulasi Data

Mengelompokkan data ke dalam suatu table menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

d. Cleaning

Pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah terdapat kesalahan, ketidak lengkapan, serta dilakukan koreksi.

(38)

23 2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis univariat, pada penelitian ini analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan gambaran mekanisme koping warga binaan anak di Lapas Maros, variable yang akan dianaisis meliputi:

usia, jenis kelamin, status pendidikan, pekerjan orang tua, status pernikahan orang tua, penyebab remaja masuk Lapas dan lama masa tahanan. Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi pervariabel untuk melihat gambaran mekanisme koping warga binaan anak di Lapas Maros, beserta komponennya serta distribusi frekuensi dengan crosstabulasi untuk mengukur gambaran mekanisme koping berdasarkan karakteristik responden.

H. Etik Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan nomor UH17040245.

Ketetapan mengenai prinsip dasar penerapan etik, penelitian menggunakan tiga prinsip, sebagai berikut:

1. Prinsip menghargai harkat dan martabat manusia (respect for persons)

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan otonomi responden dalam keterlibatannya saat pengumpulan data dilakukan, bersedia tanpa ada paksaan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dengan memberikan informed consent (lembar persetujuan). Beberapa perlindungan khusus yang harus

diterapkan adalah bahwa peneliti harus melindungi hak, privasi, dan kerahasiaan responden (Rachmawaty, 2017).

Sebelum memulai penelitian, peneliti meminta izin kepada responden dengan menandatangani lembar persetujuan responden yang disertakan bersama dengan

(39)

24 penjelasan dan tujuan penelitian. Peneliti juga member kebebasan kepada responden jika menolak dan menjamin kerahasiaan responden.

2. Prinsip berbuat baik (benefience) dan tidak merugikan (mal-eficence)

Peneliti menjelaskan manfaat dari penelitian yang dilakukan tidak akan menimbulkan resiko/bahaya apapun kepada responden, dalam hal ini bebas dari eksploitasi dan ketidaknyamanan akibat publikasi identitas partisipan. Untuk itu peneliti meberikan penjelasan lengkap tentang tujuan dan manfaat yang diperoleh, serta peneliti juga memberi informasi bahwa apabila terdapat ketidaknyamanan dalam penelitian ini, maka responden memiliki hak untuk tidak melanjutkan partisipasinya dalam penelitian yang dilakukan.

Peneliti harus menjelaskan manfaat dari penelitianya sebelum penelitian dimulai, peneliti juga harus mendapatkan persetujuan dari komisi etik (Rachmawaty, 2017). Dalam penelitian ini, persetujuan etik dilakukan sebelum melakukan penelitian.

3. Prinsip keadilan (justice)

Penelitian yang dilakukan dapat memperlakukan subjek penelitian dengan benar dan memperoleh hak secara adil dan seimbang. Dimana dalam prinsip keadilan ini peneliti merahasiakan identitas dari responden, memperlakukan responden secara adil dan terbuka. Justice harus ditegakkan pada partisipan (Rachmawaty, 2017). Dalam penelitian ini, prinsip Justice ditegakkan dengan tidak membeda-bedakan antar responden satu dan responden yang lainnya atau peneliti memperlakukan setiap responden dengan adil.

(40)

25 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan mulai tanggal 01 November 2016 – 30 November 2016 di Lapas Kelas IIA Maros. Dan tanggal 04 Juni 2017 di Lapas Kelas I Makassar. Pelaksanan penelitian ini bertempat di Maros dan Makassar.

Data diperoleh dengan menggunakan angket (kuesioner) yang dibagikan kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 responden. Dengan menggunakaan metode survey deskriptif dan teknik pengambilan sampel yaitu, total sampling.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang terdiri dari data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pendidikan, agama, pekerjaan orang tua, status pernikahan orang tua, penyebab masuk Lapas dan lama masa tahanan. Sedangkan untuk mengetahui gambaran mekanisme koping digunakan kuesioner yang diadaptasi dari Sri Agustika Marbun yang terdiri dari 20 pertanyaan, degan melibatkan 40 responden.

Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk table distribusi univariat dan bivariat sebagai berikut :

1. Gambaran Karakteristik Demografi Respnden di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

Penelitian ini dilakukan di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar, dengan jumlah responden sebanyak 40 responden remaja. Adapun gambaran karakteristik responden dapat dilihat pada table 5.1

(41)

26 Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Status Pendidikan, Agama, Pekerjaan Orang Tua, Status Pernikahan Orang Tua

(n = 40)

Variabel Frekuensi (n) Persenase (%) Usia :

15 tahun 6 15,0

16 tahun 14 35,0

17 tahun 13 32,5

18 tahun 7 17,5

Jenis Kelamin :

Laki-laki 40 100

Status Pendidikan :

SD 6 15

SMP 17 42,5

SMA 17 42,5

Agama :

Islam 40 100

Pekerjaan Orangtua :

PNS 3 7.5

Non PNS 24 60

Tidak Bekerja 13 32.5

Status Pernikahan Orang Tua :

Menikah 37 92.5

Cerai 3 7.5

Variabel Mean (SD) Min-Max

Usia 16.52 (.960) 15-18

Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 40 responden, berdasarkan karakteristik ditemukan bahwa responden yang memiliki usia termuda berada pada usia 15 tahun, yakni 6 orang (15%) dan responden yang memiliki usia tertua berada pada usia 18 tahun, yakni 7 orang (17.5%). Semua responden berjenis kelamin laki-laki, yakni 40 orang (100%). Hampir sebagian status pendidikan warga binaan SMP dan SMA yakni 17 orang (42,5%), semua responden beragama Islam yakni 40 orang (100%), lebih dari sebagian kecil orang tua responden tidak bekerja yakni 13 orang (32,5%), serta kebanyakan status orang tua responden menikah, yakni 37 orang (92,5%).

(42)

27 2. Penyebab Masuk Lapas dan Lama Masa Tahanan di Lapas Kelas IIA Maros

dan Lapas Kelas I Makassar.

Adapun gambaran karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Penyebab Masuk Lapas dan Lama Masa Tahanan (n=40)

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Penyebab Masuk Lapas :

Narkoba 6 15

Membawa Senjata Tajam 3 7.5

Mencuri 22 55

Pelecehan 1 2.5

Begal 5 12.5

Membunuh 1 2.5

Silariang 1 2.5

Pengeroyokan 1 2.5

Lama Masa Tahanan :

<= 10 Bulan 22 55

>10 Bulan 18 45

Variabel Mean (SD) Min-Max

Lama Masa Tahanan 1.48 (.506) 1-2

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 40 responden, berdasarkan karakteristik lebih dari setengah penyebab warga binaan masuk Lapas karena mencuri yakni 22 orang (55,%), serta lebih dari setengah lama masa tahanan <= 10 bulan, yakini 22 orang (55%).

3. Gambaran Mekanisme Koping Warga Binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Warga Binaan Remaja di Lapas Kelas IIA Maros dan Lapas Kelas I Makassar (n=40)

Mekanisme Koping Frekuensi (n) Persentase (%)

Konstruktif 39 97.5

Destruktif 1 2.5

Total 40 100

(43)

28 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari hasil kuesioner sebagian besar responden

sebanyak 39 orang (97.5%) memiliki mekanisme koping yang konstruktif yaitu dimana individu atau seseorang dapat mempertahankan emosi dan mengatur stress. Dan 1 orang (2.5%) memiliki mekanisme koping yang destruktif, yaitu dimana individu tidak mampu mengatasi atau mengatur stressornya.

4. Gambaran Mekanisme Koping Berdasarkan Karakteristik Responden Yaitu Usia, Status Pendidikan, Pekerjaan Orang Tua, Status Pernikahan Orang Tua.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Usia (n=40)

Karakteristik Mekanisme Koping

Total Konstruktif Destrukktif

n % n % n %

Usia :

15 Tahun 6 100 - - 6 100

16 Tahun 14 100 - - 14 100

17 Tahun 12 92.3 1 7.7 13 100

18 Tahun 7 100 - - 7 100

Tabel 5.4 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada usia 16 tahun sebanyak 14 orang (100%). Dan responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak terdapat pada usia 17 tahun yaitu 1 orang (7.7%).

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Status Pendidikan (n=40)

Karakteristik Mekanisme Koping

Total Konstruktif Destruktif

n % n % n %

Status Pendidikan :

SD 6 100 - - 6 100

SMP 16 94.1 1 5.9 17 100

SMA 17 100 - - 17 100

(44)

29 Tabel 5.5 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki status pendidikan SMA dengan jumlah 17 responden (100%). Sedangkan responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki status pendidikan SMP dengan jumlah 1 orang (5.9%).

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua (n=40)

Karakteristik

Mekanisme Koping

Total Konstruktif Destruktif

n % n % n %

Pekerjaan Orang Tua :

PNS 3 100 - - 3 100

Non PNS 24 100 - - 24 100

Tidak Bekerja 12 92.3 1 2.5 13 100

Tabel 5.6 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki pekerjaan orang tua Non PNS, yakni sebanyak 24 responden (100%). Dan, responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki pekerjaan orang tua tidak bekerja dengan jumlah 1 responden (2.5%).

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Status Pernikahan Orang Tua (n=40)

Karakteristik

Mekanisme Koping

Total Konstruktif Destruktif

n % n % n %

Status Pernikahan Orang Tua :

Menikah 36 97.3 1 2.7 37 100

Cerai 3 100 - - 3 100

Tabel 5.7 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki status

(45)

30 pernikahan ors*ang tua menikah dengan jumlah 36 responden (97.3%). Dan, responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak juga terdapat pada responden yang status pernikahan orang tua menikah dengan jumlah 1 responden (2.7%).

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Status Penyebab Masuk Lapas (n=40)

Karakteristik

Mekanisme Koping

Total Konstruktif Destruktif

n % n % n %

Penyebab Masuk Lapas :

Narkoba 6 100 - - 6 100

Membawa Senjata Tajam 3 100 - - 3 100

Mencuri 21 95.5 1 4.5 22 100

Pelecehan 1 100 - - 1 100

Begal 5 100 - - 5 100

Membunuh 1 100 - - 1 100

Silariang 1 100 - - 1 100

Pengeroyokan 1 100 - - 1 100

Tabel 5.8 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada responden yang penyebab masuk lapasnya yaitu mencuri dengan jumlah 21 responden (95.5%). Dan untuk responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak juga terdapat pada responden yang penyebab masuk lapasnya yaitu mencuri dengan jumlah 1 responden (4.5%).

(46)

31 Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Berdasarkan Lama Masa Tahanan (n=40)

Karakteristik

Mekanisme Koping

Total

Konsruktif Destruktif

n % n % n %

Lama Masa Tahanan :

<= 10 Bulan 22 100 - - 22 100

> 10 Bulan 17 94.4 1 5.6 18 100

Tabel 5.9 Menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping konstruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki lama masa tahanan <=10 bulan dengan jumlah 22 responden (100%). Sedangkan untuk responden yang menggunakan mekanisme koping destruktif terbanyak terdapat pada responden yang memiliki lama masa tahanan <=10 bulan dengan jumlah 17 responden (94.4%).

B. Pembahasan

1. Karakteristik demografi responden

Sampel pada penelitian ini sebanyak 40 responden. Responden berasal dari dua tempat yaitu dari Lapas kelas IIA Maros dan Lapas kelas I Makassar.

Karakteristik responden terbagi atas usia, jenis kelamin, status pendidikan, agama, pekerjaan orangtua, status pernikahan orangtua, penyebab masuk lapas, lama masa tahanan.

Hasil tabel 5.3 menunjukkan bahwa, responden dengan mekanisme koping konstruktif ada sebanyak 39 responden (97.5%) sedangkan responden dengan mekanisme koping destruktif ada sebanyak 1 responden (2.5%).

Responden yang telah dijatuhi hukuman atau telah menjadi warga binaan Lapas menunjukkan hasil mekanisme koping yang baik (mekanisme koping konstruktif). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(47)

32 (Agnesia, Halim, & Manurung, 2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara vonis yang dijatuhkan dengan mekanisme koping individu.

Berdasarkan pertanyaan dari kuesioner, pada pertanyaan positif, pertanyaan nomor 2 yaitu “berusaha dan berjuang untuk sesuatu yang saya inginkan” yang menjawab tidak pernah ada sebanyak 2 responden (5%), yang menjawab jarang sebanyak 4 responden (10%), yang menjawab sering sebanyak 8 responden (20%), dan yang menjawab selalu sebanyak 26 responden (65%). Pada pertanyaan nomor 3 yaitu ”saya mendiskusikan dengan orang lain untuk memahami keadaan” yang menjawab tidak pernah ada sebanyak 3 responden (7.5%), yang menjawab jarang sebanyak 7 responden (17.5%), yang menjawab sering sebanyak 19 responden (47.5%), dan yang menjawab selalu sebanyak 11 responden (27.5%). Pada pertanyaan nomor 4 yaitu “saya menerima pengertian dan pemahaman dari orang lain” yang menjawab jarang sebanyak 8 responden (20%), yang menjawab sering sebanyak 18 responden (45%), yang menjawab selalu sebanyak 14 responden (35%). Pada pertanyaan nomor 5 yaitu “saya mencari pertolongan pada orang yang lebih tau” yang menjawab tidak pernah sebanyak 5 responden (12.5%), yang menjawab jarang sebanyak 6 responden (15%), yang menjawab sering sebanyak 12 responden (30%), yang menjawab selalu sebanyak 17 responden (42.5%). Pada pertanyaan nomor 6 yaitu “saya mencari saran dan nasehat kepada keluarga” yang menjawab jarang sebanyak 6 responden (15%), yang menjawab sering sebanyak 7 responden (17.5%), yang menjawab selalu sebanyak 27 responden (67.5%). Pada pertanyaan nomor 7 yaitu “saya mencari saran dan nasehat kepada teman yang saya hormati” yang menjawab tidak

(48)

33 pernah sebanyak 6 responden (15%), yang menjawab jarang sebanyak 7 responden (17.5%), yang menjawab sering sebanyak 21 responden (52.5%), yang menjawab selalu sebanyak 6 responden (15%). Pada pertanyaan nomor 8 yaitu saya membuat rencana dan melaksanakannya” yang menjawab tidak pernah sebanyak 8 responden (20%), yang menjawab jarang sebanyak 13 responden (32.5%), yang menjawab sering sebanyak 13 responden (32.5%), yang menjawab selalu sebanyak 6 responden (15%). Pada pertanyaan nomor 9 yaitu “saya belajar dari pengalaman masa lalu” yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 responden (7.5%), yang menjawab jarang sebanyak 3 responden (7.5%), yang menjawab sering sebanyak 19 responden (47.5%), yang menjawab selalu sebanyak 15 responden (37.5%). Pada pertanyaan nomor 10 yaitu “saya memilih beberapa solusi yang berbeda untuk masalah yang saya alami” yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 responden (7.5%), yang menjawab jarang sebanyak 12 responden (30%), yang menjawab seing sebanyak 8 responden (20%), yang menjawab selalu sebanyak 17 responden (42.5%). Pada pertanyaan nomor 11 yaitu “saya berusaha untuk tidak putus asa” yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 responden (10%), yang menjawab jarang 4 responden (10%), yang menjawab sering sebanyak 7 responden (17.5), yang menjawab selalu sebanyak 25 responden (62.5%). Pada pertanyaan nomor 12 yaitu “saya mencoba untuk tidak tergesah-gesah dalam mengambil keputusan” yang menjawab tidak pernah sebanyak 5 responden (12.5%), yang menjawab jarang sebanyak 3 responden (7.5%), yang menjawab sering sebanyak18 responden (45%), yang menjawab selalu sebanyak 14 responden (35%). Pada pertanyaan nomor 13 yaitu “saya meikirkan apa yang harus saya katakana atau lakukan” yang menjawab tidak pernah sebanyak 3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari analisis regresi linier berganda pada penelitian ini (hasil uji t) dinyatakan bahwa variabel reputasi perusahaan, kompensasi yang ditawarkan

Berdasarkan uraian latar belakang dan data yang diperoleh maka perlu dilakukan penelitian tentang Hubungan Frekuensi ANC dan Pengetahuan Tentang Tablet Besi dengan

Sehubungan itu, kajian ini dijalankan adalah untuk; (i) mengenal pasti tahap pengetahuan dan pengamalan nilai- nilai murni dalam kalangan belia, (ii) menentukan

Penciptaan lukisan ini untuk mengekspresikan gagasan sesuai dengan ekspresi pribadi dan penggambaran tentang bentuk pemandangan alam persawahan serta hamparan pesawahan

Dalam mewujudkan masyarakat madani, Muhammadiyah Ranting Padang Bandung mempunyai beberapa faktor pendukung untuk menjalankan program- program kerja yang sudah dibentuk,

ketika pertahanan dari inang tidak mampu atau tidak dapat menghancurkan bakteri patogen maka pemberian bakteriosidal dapat membunuh mikroba patogen dengan beberapa kondisi

Peningkatan kemampuan berpikir logis dan penurunan miskonsepsi dapat diatasi dengan mengakomodasi pembelajaran konsep menggunakan kemampuan berpikir yang benar

Namun, demikian ditemukan perbedaan subyek yang akan penulis angkat, serta penulis tidak menemukan tentang penelitian yang mendalam mengenai waris anak dalam