• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Medication Error pada Resep Pasien Kanker Payudara yang Mendapatkan Tindakan Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Medication Error pada Resep Pasien Kanker Payudara yang Mendapatkan Tindakan Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Medication Error

2.1.1 Definisi medication error

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang

masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, dkk., 1991).

Kejadian medication error dibagi dalam empat fase, yaitu fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep), fase transcribing (error terjadi pada saat pembacaan resep), fase dispensing (error terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat) dan fase administration (error yang terjadi pada proses penggunaan obat) (Ariani, 2005).

(2)

Meskipun awal mula penyebab kesalahan pengobatan berada dalam sistem, Namun itu adalah tanggung jawab masing-masing petugas kesehatan untuk mengambil setiap tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadi kesalahan. Orang pertama yang dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah kesalahan pengobatan adalah penulis resep. Sekarang sulit untuk mengetahui tingkat kesalahan yang berhubungan dengan peresepan, karena banyak kesalahan tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan. Ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa masalah ini adalah substansial (Cohen, dkk., 1991).

Tidak penting seberapa besar ketepatan atau penyelesaian pesanan obat, mungkin hal tersebut disalahartikan jika resep tidak dapat dibaca. Tidak terbacanya tulisan tangan karena perintah pengobatan dan resep merupakan penyebab utama yang dikenal dari kesalahan pengobatan. Kesalahan tersebut telah mengakibatkan celaka pada pasien bahkan kematian (Cohen, dkk., 1991).

Perintah yang ditulis dengan buruk dapat menunda pemberian obat. Hal itu dapat meningkatkan potensi untuk kesalahan pengobatan yang serius yang berasal dari pemahaman yang salah tentang obat, dosis, rute pemberian dan waktu pemberian. Ketika petugas tidak dapat membaca perintah resep maka pekerjaan sangat terganggu. Gangguan tersebut dapat mempengaruhi kinerja seseorang dan hal tersebut lebih meningkatkan kemungkinan kesalahan (Cohen, dkk., 1991).

2.2 Resep

2.2.1 Definisi resep

(3)

kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan atau membuat, meracik serta menyarahkan obat kepada pasien. (Syamsuni, 2006).

2.2.2 Jenis jenis resep

1. Resep standar (Resep Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.

2. Resep magistrales (Resep Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.

3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan.

Buku referensi : Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan

lain-lain.

4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).

2.3 Penulisan Resep

2.3.1 Pengertian penulisan resep

(4)

Undang-Undangan yang berlaku. Permintaan tersebut disampaikan kepada farmasis/apoteker agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak (Jas, 2009).

2.3.2 Tujuan penulisan resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Secara umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi atau apotek lebih panjang dalam pelayanan farmasi dibandingkan praktek dokter, maka dengan wujudnya penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang dihadapinya. Melalui penulisan resep, peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Selain itu dengan adanya penulisan resep, pemberian obat juga lebih rasional dengan adanya penulisan resep dibandingkan dengan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk suatu pelayanan yang berorientasi kepada pasien (patient oriented), dan penghindaran material oriented. Dalam masa yang sama, resep berperan juga sebagai rekam medis (medical record) yang dapat dipertanggungjawabkan, maka sifatnya adalah rahasia (Jas, 2009).

2.3.3 Kerahasiaan dan kode etik penulisan resep

(5)

apoteker karena resep menyangkut penyakit penderita, khususnya beberapa penyakit di mana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Selain kerahasiaan resep yang harus dijaga, terdapat kode etik dan kaidah penulisan resep yang diperlukan bagi menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care, pharmaceutical care dan nursing care (Jas, 2009).

2.3.4 Format penulisan resep

Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :

1. Inscriptio : nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker.

3. Prescriptio/Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

(6)

2.3.5 Prinsip penulisan resep di Indonesia

Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep (WHO, 1994). Berikut ini prinsip penulisan resep yang berlaku di Indonesia.

1. Obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia.

2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun di label kemasan.

3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep. 5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

2.3.6 Menulis resep

Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:

1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan informatif.

2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah.

3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam angka romawi dan harus ditulis dengan jelas.

a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah, buatlah).

(7)

ang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya.

4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal: Codein, tidak boleh menjadi Kodein.

Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F. 5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf.

6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah, Ana (5 tahun).

7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan sesudah bentuk sedíaan.

8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte (Jas, 2009).

2.4 Kanker Payudara

2.4.1 Definisi kanker payudara

(8)

2.4.2 Epidemiologi kanker payudara

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang yang didiagnosis setiap tahunnya, sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).

Kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Diperkirakan 10 dari 100.000 penduduk terkena kanker payudara dan 70% dari penderita memeriksakan dirinya pada keadaan stadium lanjut (Ana, 2007).

2.4.3 Etiologi kanker payudara

Etiologi dan penyakit kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor resiko tersebut adalah :

a) Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian, wanita lebih beresiko menderita kanker payudara daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1% dari seluruh kanker payudara.

b) Faktor usia

Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat.

(9)

Adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga merupakan faktor resiko terjadinya kanker payudara.

d) Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya

Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas. e) Faktor genetik

Pada suatu studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Bila terdapat mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yaitu gen suseptibilitas kanker payudara, maka probabilitas untuk terjadi kanker payudara adalah sebesar 80%.

f) Faktor hormonal

Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.

g) Usia menarche

Berdasarkan penelitian, menarche dini dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen. h) Menopause

Menopause yang terlambat juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan resiko kanker payudara 3 %.

i) Usia pada saat kehamilan pertama >30 tahun.

Resiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.

(10)

Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko kanker payudara sebesar 30 % dibandingkan dengan wanita yang multipara.

k) Tidak menyusui

Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui.

l) Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama, diet tinggi lemak, alkohol, dan obesitas (Rasjidi dan Hartanto, 2009).

2.4.4 Stadium kanker payudara

American Joint Committee on Cancer Staging of Breast Carcinoma membagi

stadium karsinoma menjadi :

Stadium 0 Ductal Carsinoma In Situ (DCIS) dan Lobular Carsinoma In Situ (LCIS).

Stadium I Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif

(11)

Stadium IIIA Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening terfiksasi atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi

Stadium IIIB karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang manginvasi kulit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persentase kejadian medication error dalam proses prescribing, transcribing dan dispensing resep racikan di Puskesmas

A (2013), motivasi merupakan istiloah umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu,

Pengaruh Dukungan Sosial Dan Reliugiusitas Terhadap Motivasi Untuk Berobat Pada Penderita Kanker Serviks.. Maria L, and

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya medication error fase prescribing yang terjadi pada resep pasien anak rawat jalan meliputi administrasi resep

Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel

reproduksi yang berhubungan dengan resiko terjadinya kanker payudara adalah.. multipara, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahap dispensing yang berpotensi menimbulkan medication error yang berbahaya terjadi karena obat ada yang kurang yaitu 3

Data analisis identifikasi medication error pada fase administration error pada hasil penelitian didapatkan kesalahan yanng sering terjadi yaitu pasien tidak diberikan