• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Rawat Jalan (Piliarta, Swastini, Rini N.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Rawat Jalan (Piliarta, Swastini, Rini N.)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

16

KAJIAN KELENGKAPAN RESEP PEDIATRI RAWAT JALAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN MEDICATION ERROR DI RUMAH SAKIT SWASTA DI KABUPATEN

GIANYAR

I Nyoman Gede Piliarta, Dewa Ayu Swastiwi, Rini Noviyani

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam universitas Udayana ABSTRACT

Pediatric prescribing need to get special attention because drug utilization for pediatric is related with different rate of the development of the organ, body system, as well as enzyme that responsible to drug metabolism and drug excretion are not complete yet. Medication error perhaps will be found in pediatric prescribing so a study about prescription that potentially made medication error happened must be carried out, therefore the medication error occurrence can be minimized or preventable. This study was run by using descriptive evaluative method by observing the prescription of some children in hospital at Gianyar regency during February to April 2009. The sample was conducted by accidental sampling. The total of prescriptions that used to be sample was 96. The data’s including: the age of patient, the variant of the drugs, dosages, and the type of drugs, so medication error could be observed or not. The Result of study showed that the total of male patients were 60,42% and female patients were 39,58%, while the age range of patients showed were between 6-11 months. There were 16 categories of drugs that used most frequent were cough and cold medicine about 20%, vitamin and mineral about 18,93%, and analgesic and antipyretic13,93%. The prevalence of error occured was 277 error that consist of 78,70% in pharmaceutical adjustment, 16,61% in clinical concideration, and 4,69 % in administration.

Keywords: medication error, pediatric, prescription Pendahuluan

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang terjadi tentunya merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang tidak diharapkan (Hartayu dan Aris, 2005).

Kejadian medication error dibagi dalam empat fase, yaitu fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep), fase transcribing (error terjadi pada saat pembacaan resep), fase dispensing (error terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan

obat) dan fase administration (error yang terjadi pada proses penggunaan obat) (Ariani, 2005; Charles dan Endang, 2006). Medication error pada anak-anak

perlu perhatian khusus karena penggunaan obat untuk anak-anak berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat yang belum sempurna (Aslam, dkk., 2003). Dari studi yang dilakukan oleh Fortescue, et al, (2003) terhadap 10788 peresepan pediatri, lebih dari 50% (616 resep) potensial untuk terjadi error. Sejumlah 120 (19,5%) termasuk kategori sangat membahayakan, 115 (18,7%) potensial terjadi Adverse Drug Reaction (ADR), 5 kasus (0,8%) adalah Adverse Drug Reaction (ADR) yang dapat dicegah.

(2)

17 Data tentang kejadian medication error terutama di Indonesia tidak banyak diketahui. Hal tersebut kemungkinan karena tidak teridentifikasi secara nyata, tidak dapat dibuktikan, atau tidak dilaporkan (Charles dan Endang, 2006). Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber (penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep) (Rahmawati, dkk., 2004). Kegagalan komunikasi ini dapat disebabkan oleh ketidakjelasan serta tidak lengkapnya penulisan resep, contoh ketidaklengkapan resep pada peresepan pediatri yaitu tidak tercantumnya berat badan dan umur pasien, padahal kedua unsur resep ini sangat penting sebagai dasar perhitungan dosis. Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah racikan pada resep pediatri yang berisi lebih dari tiga kombinasi jenis obat dan adanya obat dalam satu peresepan memliki aksi farmakologis yang sama, serta adanya pemakaian yang tidak sesuai yaitu obat kausatif yang dicampurkan dengan obat simptomatik dalam racikan (Hartayu dan Aris, 2005)

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang dapat ditinjau dari kelengkapan resep yang meliputi identitas dokter, identitas pasien, nama obat, regimen dosis, serta kelengkapan administratif yang lain (Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004). Salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Gianyar memiliki jumlah peresepan yang banyak dan untuk peresepan pediatri menduduki peringkat pertama, dengan jumlah peresepan lebih dari 100 resep per hari untuk rawat jalan dan lebih dari 200 resep per hari untuk rawat inap. Banyaknya resep pediatri yang masuk ke unit farmasi di rumah sakit swasta di Kabupaten Gianyar memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat dan waktu untuk konseling terhadap pasien pun sangat singkat. Kondisi yang terjadi seperti ini memerlukan

penanganan khusus, sehingga medication error yang mungkin terjadi dapat dicegah.

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: mengetahui karakteristik pasien dan peresepan pediatri rawat jalan di unit farmasi rumah sakit swasta di Kabupaten Gianyar selama bulan Februari sampai April 2009. Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif-evaluatif. Penelitian deskripsi evaluatif yang digunakan untuk memperoleh gambaran persentase kejadian penyebab medication error yang hasilnya diperoleh dari data kelengkapan resep pediatri rawat jalan yang diterima oleh unit farmasi rumah sakit swasta di Kabupaten Gianyar selama bulan Februari sampai April 2008 (Ariani, 2005; Sastroasmoro dan Sofyan, 2008). Jumlah resep yang digunakan untuk dievaluasi sebanyak 96 resep sesuai dengan perhitungan berdasarkan rumus dengan taraf kepercayaan 95%. Pendekatan penelitian dilakukan secara cross-sectional yaitu melakukan observasi atau pengukuran variabel pada saat pengambilan data dan tiap subyek diobservasi hanya satu kali tanpa melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan (Sastroasmoro dan Sofyan, 2008).

Hasil dan Pembahasan

1. Karakteristik Pasien

Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin diperoleh jumlah pasien pediatri laki-laki sebesar 60,42% atau sebanyak 58 resep dan pasien pediatri perempuan sebesar 39,58% atau sebanyak 38. Penyebaran umur berdasarkan umur diperoleh rentang umur 6-11 bulan memiliki jumlah yang paling tinggi sebesar 34,38% atau sebanyak 33 orang. Diurutan kedua yaitu rentang umur antara 1-4 Tahun sebesar 31,25% atau sebanyak 28 orang. Rentang umur 0-5 bulan berada diurutan ketiga, yaitu sebesar 26,04% atau sebanyak 25 orang. Kemudian berada diurutan keempat adalah rentang umur 5-8 tahun

(3)

18 sebesar 7,29% atau sebanyak 7 orang. Jumlah pasien pediatri yang terkecil adalah dengan rentang 9-12 tahun sebesar 1,04% atau sebanyak 4 orang.

2. Karakteristik Obat yang diserahkan Kepada Pasien Pediatri

Karakteristik dari obat yang dapat digambarkan adalah mengenai penggolongan obat beserta jumlah dan persentase dari masing-masing obat yang diberikan kepada pasien pediatri. Jumlah total obat yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah 280 obat dan dapat dibagi menjadi 16 golongan obat.

Tabel 1. memperlihatkan bahwa peresepan golongan obat batuk dan pilek sebanyak 55 obat atau sebesar 20%. Peresepan tehadap obat-obat terapi tambahan memiliki jumlah yang cukup banyak dan menduduki urutan kedua diantaranya golongan vitamin dan mineral sebanyak 53 obat atau sebesar 18,93%. Obat-obat golongan ini biasanya diresepkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan khusus untuk vitamin b kompleks yang diresepkan biasanya digunakan untuk mengurangi efek yang ditimbulkan pada peresepan antibiotik spektrum luas (Tjay dan Kirana, 2007).

Obat urutan ketiga terbanyak yang diresepkan oleh dokter adalah golongan analgesik dan antipiretik yaitu parasetamol dan ibuprofen dengan jumlah obat 48 obat atau sebesar 13,39%. Parasetamol memiliki efek untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang dan digunakan untuk menurunkan suhu tubuh (Tanu, 2007). Peresepan parasetamol dan ibuprofen yang diberikan kepada pasien pediatri kebanyakan bertujuan untuk menurunkan efek samping yang ditimbulkan dari pemberian vaksin yang diberikan kepada pasien, sebagai contoh adalah vaksin campak yang dapat menimbulkan efek samping demam (Anonim a, 2000).

Peresepan golongan obat-obat yang memerlukan perhatian terhadap pasien pediatri memiliki jumlah yang cukup banyak. Obat-obat yang memerlukan perhatian yaitu golongan kortikosteroid dengan jumlah peresepan 22 obat atau sebesar 7,86%. Penggunaan obat golongan kortikosteroid dapat menghambat pertumbuhan anak, karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon pertumbuhan di perifer, hal ini terjadi tergantung dari besarnya dosis yang dipakai dan lamanya terapi menggunakan obat (Anonim a, 2000; Tanu, 2007). Luminal dalam peresepan juga memerlukan pemantauan khusus, karena obat ini dapat menyebabkan keracunan apabila penggunaan lebih dari 10 kali dosis hipnotik, atau efek yang ditimbulkan sangat beragam diantaranya vertigo, mual, muntah, diare, kadang-kadang timbul kelainan emosional dan fobia (Tanu, 2007). Peresepan golongan sedative dan konvulsan (luminal) yang dievaluasi dalam penelitian ini mencapai 10 obat atau sebesar 3,57%.

(4)

19 3. Kajian Kelengkapan Resep

Hasil Evaluasi 96 resep di rumah sakit swasta di Kabupaten Gianyar terhadap kajian kelengkapan resep, diperoleh angka kejadian yang berpotensi menimbulkan medication error sebanyak 277 error yang terdiri dari kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis. Persentase kejadian error yang terbesar adalah kesesuaian farmasetika yang ditinjau dari perhitungan dosis pada masing-masing obat yaitu sebesar 78,70 % atau sebanyak 218 error, diikuti oleh pertimbangan klinis sebesar 16,61 % atau sebanyak 46 error, dan untuk kelengkapan administrasi sebesar 4,69% atau sebanyak 13 error.

3.1. Persyaratan Administrasi

Persyaratan administrasi yang harus dimiliki resep menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, meliputi : 1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter.

2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).

4. Nama setiap obat beserta komposisinya (praescriptio/ordonatio), dosis, dan jumlah obat yang diminta.

5. Cara pemakaian yang jelas (signatura). 6. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep (subscriptio).

7. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

8. Informasi lainnya.

Dari 96 resep yang dievaluasi ternyata kejadian berpotensi menimbulkan error tertinggi adalah cara pemakaian sebesar 76,92 %, diikuti oleh nama dan umur pasien sebesar 15,39 %, kemudian jumlah obat yang diminta sebesar 7,69 %.

3.2. Kesesuaian Farmasetika

Evaluasi yang dilakukan untuk kesesuaian farmasetika yaitu evaluasi terhadap dosis yang ditulis oleh dokter. Dosis yang dimaksudkan adalah banyaknya suatu obat

yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang pasien, baik untuk obat dalam maupun obat luar (Syamsuni, 2006). Evaluasi ini dihitung berdasarkan umur atau berat badan pasien yang merupakan hasil konversi dari umur pasien berdasarkan pustaka yang digunakan yaitu ISO (Informasi Spesialite Obat) Indonesia volume 43 tahun 2008.

Tabel 2. menggambarkan jumlah obat dalam masing-masing jenis dosis, yang dibedakan menjadi empat jenis, yaitu dosis tepat, dosis berlebih, dosis kurang, dan dosis yang tidak jelas (Yulianingsih, 2008). Kejadian yang berpotensi paling besar terjadinya error adalah dosis berlebih sebesar 60,71% atau sebanyak 170 obat lebih tinggi daripada dosis lazim yang diberikan, diikuti dengan dosis kurang sebesar 13,57% atau sebanyak 38 obat yang dosisnya berada dibawah dosis lazim, dan terendah yang berpotensi menimbulkan error adalah dosis tidak jelas sebesar 3,57%.

3.3. Pertimbangan Klinis

Kajian pertimbangan klinis yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah kombinasi obat dan interaksi obat. Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap 96 resep pediatri didapatkan bahwa angka kejadian untuk kombinasi obat sebanyak 25 kejadian atau sebesar 54,34 % dan interaksi obat sebanyak 21 kejadian atau sebesar 45,65 %.

a. Jumlah Obat dalam Resep

Jumlah obat yang dapat dikatakan berpotensi menjadi error adalah jumlah obat dalam satu resep lebih dari tiga macam obat (AMA, 1994; Harianto, 2006). Dari 96 resep yang

(5)

20 dievaluasi terdapat 25 resep yang memiliki jumlah obat yang lebih dari 3 macam.

Tabel 3. memperlihatkan bahwa kombinasi obat 7 macam sebanyak 13 lembar atau sebesar 52% yang merupakan jumlah resep terbanyak, diikuti dengan jumlah obat 6 macam dan 8 macam sebanyak 3 lembar atau sebesar 12% dan jumlah obat 4 macam, 5 macam, dan 9 macam sebanyak 2 lembar atau sebesar 8%. Terapi polifarmasi atau pemberian obat yang berlebih biasanya diberikan oleh dokter untuk mengurangi keluhan-keluhan lainnya dan meningkatkan potensi kerja obat, namun peluang terjadi efek samping meningkat, interaksi antar obat dalam satu resep semakin besar, dan tingkat kepatuhan pasien semakin berkurang (Harianto, 2006).

b. Interaksi Obat

Interaksi obat dimaksudkan adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat dapat bertambah atau berkurang akibat adanya interaksi yang terjadi (Anonim d. 2009). Pada penelitian ini interaksi yang dilihat adalah interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik, sedangkan interaksi farmasetik tidak dibahas karena interaksi terjadi di luar tubuh manusia, yaitu pada saat pencampuran obat.

Evaluasi terhadap 96 resep diperoleh 21 angka kejadian interaksi. Interaksi obat antara fenobarbital dan kotikosteroid memilki persentase terbesar yaitu 33,33%, diikuti fenobarbital dan deksklorfeniramine sebesar 23,81%, kloramfenikol dan parasetamol 19,05%, kortikosteroid dan salbutamol 14,29%, dan angka kejadian terkecil adalah interaksi antara kortikosteroid dengan eritromisin dan kejadian terkecil juga terjadi pada fenobarbital dan parasetamol 3,12%. Kesimpulan

1. Jumlah pasien yang dievaluasi yaitu laki-laki sebesar 60,42% dan wanita sebesar 39,58% orang dan jumlah pasien terbanyak pada rentang umur 6-11 bulan 2. Karakteristik obat yang diperoleh dari 280

obat yang diberikan kepada pasien pediatri terbagi menjadi 16 golongan obat dengan 3 golongan obat terbanyak adalah golongan obat batuk dan pilek 20%, golongan vitamin dan mineral 18,93%, dan golongan analgesik dan antipiretik 13,93%.

3. Dari hasil kajian kelengkapan resep diperoleh angka kejadian yang berpotensi menimbulkan medication error sebanyak 277 error yang terdiri dari kesesuaian farmasetika sebesar 78,70%, pertimbangan klinis sebesar 16,61%, dan kelengkapan administrasi sebesar 4,69%.

(6)

21 Daftar Pustaka

Anonim a. 2000. Informasi Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Anonim b. 2008. ISO (Informasi Spesialite

Obat) Indonesia, volume 43 – 2008. Jakarta : ISFI

Anonim d. 2009. Drug Informasi Online

Drug.com. Available from :

http://www.drugs.com/drug_interactions. php.htm. Opened : 20 Juni 2009.

Ariani, Ni Wayan. 2005. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Resep Dokter Anak di Apotek-Apotek Kota Yogjakarta Bagian Barat Tahun 2003 (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Aslam, M., Chik K. T., dan Adji Prayitno.

2003. Farmasi Klinik (Clinical

Pharmacy), Menuju, Pengobatan

Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: Gramedia.

Dahlan, Sopiyudin. 2005. Besaran sampel

Dalam Penelitian Kedokteran Dan

Kesehatan. Jakarta: Arkans.

Fortescue, E.B., et al. 2003. Prioritizing Strategies for Preventing Medication Errors and Adverse Drug Events in Pediatric Inpatients, Pediatrics, American Academy of Pediatrics. Vol. III. No. 4 April, p.722-729.

Harianto, Ridwan Kurnia, dan Syafrida Siregar. 2006. Hubungan antara Kualifikasi Dokter dengan Kerasionalan Penulisan Resep Obat Oral

Kardiovaskuler Pasien Dewasa Ditinjau dari Sudut Interaksi Obat (Studi Kasus di Apotek “X” di Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian, vol III no. 2 Agustus 2006.

Available from :

http://www.jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf 2006/v03n02/0302.pdf . Opened : 9 Oktober 2008.

Hartayu, T. S. dan Aris W. 2005. Kajian Kelengkapan Resep yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error di 2 rumah Sakit dan 10 Apotek di Yogyakarta. Hal 89-100 Available from: http://www.usd.ac.id/06publ_dosenfartitie n.pdf. Opened : 20 Desember 2008. Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Yulianingsih, Wahyu. 2008. Identifikasi Drug

Related Problems Potensial Katagori Dosis Pada Pasien Pediatrik di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Periode Januari – Juni 2007 (Skripsi). Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Available from : http://etd.eprints.ums.ac.id/1447/1/ K100040036.pdf. Opened : 25 juni 2009.

Gambar

Tabel  1.  memperlihatkan  bahwa  peresepan  golongan  obat  batuk  dan  pilek  sebanyak 55 obat atau sebesar 20%
Tabel  2.  menggambarkan  jumlah  obat  dalam  masing-masing  jenis  dosis,  yang  dibedakan  menjadi  empat  jenis,  yaitu  dosis  tepat,  dosis  berlebih,  dosis  kurang,  dan  dosis  yang  tidak  jelas  (Yulianingsih,  2008)
Tabel  3.  memperlihatkan  bahwa  kombinasi  obat  7  macam  sebanyak  13  lembar  atau  sebesar  52%  yang  merupakan  jumlah  resep  terbanyak,  diikuti  dengan  jumlah  obat  6  macam  dan  8  macam  sebanyak  3  lembar  atau  sebesar  12%  dan  jumlah

Referensi

Dokumen terkait

Apabila kita melihat suatu gambar tampak atas dari suatu rencana atap, maka panjang jurai luar ataupun dalam belum merupakan suatu garis atau panjang yang sebenarnya disini

Berdasarkan data hasil post test kemampuan membuktikan konsep Aljabar Abstrak yang dianalisis dengan menggunakan Independent Samples T Test melalui software SPSS

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa brand experience berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap brand image , pengaruh langsung brand experience terhadap

Peneliti menjadikan Panti Asuhan ‘Taman Harapan Muhammadiyah’ Lengkong, Bandung sebagai objek penelitian untuk mencari tahu bagaimanakah komunikasi interpersonal

Käyttämäni sisällönanalyysi on deduktiivista eli teorialähtöistä, jolloin analyysissa aineiston luokittelu perustuu teoreettiseen viitekehykseen (Tuomi & Sarajärvi

Keluaran : Tersedianya makan minum rapat, makan tamu dalam mendukung program Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan pemberdayaan masyarakat Kota Medan.. Target :

Berdasarkan tabel penelitian di atas, pada umumnya responden menjawab tidak setuju, maka penulis dapat mengambil kesimpulkan bahwa layanan koleksi digital karya

Cara permainan pada mode Campaign adalah pemain akan diberikan tambahan jenis balok tetris yang baru berukuran 2x2 yang bergambar barang kebudayaan yang harus didapatkan oleh