• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DOMPET ELEKTRONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DOMPET ELEKTRONIK"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

17

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DOMPET ELEKTRONIK

1 KONSEP DAN TEORI PERLINDUNGAN HUKUM DOMPET ELEKTRONIK

1. 1 KONSEP DOMPET ELEKTRONIK

Dompet elektronik (electronic wallet) yang selanjutnya disebut dompet elektronik adalah layanan elektronik untuk menyimpan data alat pembayaran termasuk alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik, yang juga dapat menampung dana untuk melakukan pembayaran.12

Dompet elektronik (e-wallet) merupakan program software berupa aplikasi yang memberikan pelayanan jasa yang diciptakan untuk menyimpan informasi pribadi dan uang para konsumen.

Beberapa contoh dompet elektronik (e-wallet) yang ada di Indonesia antara lain Go-pay (Go-jek), OVO (Lippo Group), Dana (PT. Espay Debit Indonesia Koe), LinkAja (Telkomsel), ShopeePay (Shopee), dan lain-lain.

Konsep dari dompet elektronik (e-wallet) adalah konsumen harus terlebih dahulu memiliki akun pada aplikasi layanan tersebut, berikutnya konsumen diarahkan untuk mengisi beberapa pertanyaan berkaitan dengan data diri konsumen seperti nama, nomer telepon, alamat e-mail untuk melakukan verifikasi informasi pribadi tersebut. Verifikasi dilakukan oleh penyelenggara

12 Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

(2)

18 dompet elektronik (e-wallet) dengan memberikan kode OTP (One Time Password). Kode OTP merupakan kode keamanan dalam penyelenggaraan

transaksi perbankan berbasis online yang harus dijaga kerahasiaannya. Kode OTP tersebut berupa rangkaian digit angka berbeda. Kode OTP ini diberikan kepada konsumen pengguna dompet elektronik melalui pesan sms (short message service) atau melalui e-mail.

Setelah verifikasi data dilakukan, selajutnya konsumen harus terlebih dahulu melakukan pengisian dana (top up) yang dapat dilakukan melalui transfer dari rekening bank. Pengisian dana (top up) yang dilakukan melalui transfer dari rekening bank biasanya dilakukan melalui transfer virtual account yang telah disediakan oleh penyelenggara dompet elektronik dengan kode tertentu yang kemudian diikuti nomor telepon konsumen dibagian belakang.

Contoh kode pengisian dana untuk dompet elektronik Go-pay adalah “70001”

dan kode pengisian dana untuk dompet elektronik ShopeePay adalah “112”.

Kemudian secara otomatis dana akan berpindah dari rekening bank ke aplikasi dompet elektronik (e-wallet) tersebut.

Langkah terakhir yang harus dilakukan oleh pengguna dalam mengaktifkan dompet elektronik (e-wallet) adalah memasukkan nomor identifikasi pribadi (personal identification number / PIN). Nomor tersebut digunakan untuk memverifikasi identitas pengguna saat menggunakan metode pembayaran dalam dompet elektronik (e-wallet).

Pengguna dompet elektronik (e-wallet) dapat memulai transaksi pembayaran dengan cara membuka aplikasi dompet elektronik (e-wallet),

(3)

19 kemudian menekan fitur “bayar” yang tertera pada halaman utama dompet elektronik. Selanjutnya, secara otomatis aplikasi akan mengaktifkan kamera untuk melakukan memindai kode QR (quick response code) atau barcode.

Setelah memindai kode yang terdapat pada merchant tertentu, pengguna dapat memasukkan nominal pembayaran sesuai dengan tagihan yang akan dibayarkan di merchant tersebut. Selanjutnya, pengguna dapat menyetujui transaksi pembayarn tersebut menggunakan sidik jari atau PIN.

Saldo yang tersimpan di dalam dompet elektronik (e-wallet) sering juga disebut dengan istilah uang elektronik (e-money). Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik pada Pasal 1 angka 3 mendefinisikan Uang Elektronik (e-money) sebagai instrument pembayaran yang memenuhi unsur (a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit, (b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chips dan (c) nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Selayaknya dompet berbentuk fisik yang biasanya dibawa oleh orang perorangan ketika berpergian, dompet elektronik merupakan dompet masa kini yang dapat dibawa kemanapun oleh pemiliknya tanpa harus membawa bentuk fisiknya. Dompet elektronik menyimpan saldo konsumen berupa uang tunai yang dikonversikan menjadi uang elektronik (e-money) yang tersimpan dalam sebuah aplikasi dompet elektronik (e-wallet).

(4)

20 Hadirnya inovasi dari dompet elektronik (e-wallet) tentu sangat berguna bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaannya saat ini sudah dapat diterima oleh masyarakat secara luas, tidak hanya dilakukan pada kota- kota besar melainkan dilakukan secara merata hampir diseluruh kota di Indonesia.

Adapun beberapa fungsi dompet elektronik (e-wallet) dalam melakukan transaksi pembayaran antara lain :

- membayar barang, makanan dan/atau minuman di tempat-tempat yang menerima dompet elektronik;

- membayar tagihan listrik, telepon, pulsa dan wi-fi;

- membayar iuran bpjs;

- membayar tagihan pada e-commerce;

- membayar asuransi;

- membayar pembelian tiket pesawat, tiker kereta, biaya penginapan yang dilakukan secara online; dan lain-lain.

Disamping dompet elektronik (e-wallet) memiliki berbagai fungsi dalam melakukan transaksi pembayaran, dalam penggunaannya terdapat kelebihan dan kekurangan dari dompet elektronik (e-wallet). Kelebihan dari dompet elektronik (e-wallet) yaitu :

 Praktis dan Efisien

Dengan menggunakan dompet elektronik, konsumen tidak perlu membawa uang tunai, debit atau kartu kredit. Konsumen hanya perlu membawa telepon genggam.

(5)

21

 Promo dan Diskon

Penyelenggara dompet elektronik memberikan promo berupa potongan harga hingga mencapai 70% atau diskon berupa poin atau cashback.

 Kemudahan dalam melakukan Top Up

Pengisian dana (top up) dalam penggunaan dompet elektronik dapat dilakukan dengan mudah melalui ATM, m-banking, minimarket, atau kemitraan dompet elektronik yang lain.

Adapun kekurangan dari dompet elektronik (e-wallet) yaitu :

 Hanya dapat digunakan di tempat-tempat yang menerima pembayaran melalui dompet elektronik.

 Sistem transaksi pada dompet elektronik bergantung pada jaringan internet.

 Dana yang terdapat dalam dompet elektronik tidak dapat dikonversikan kembali menjadi uang tunai.

 Dompet elektronik yang berbasis online dapat memicu terjadinya

perentasan terhadap sistem keamanan aplikasi.

Meskipun memiliki beberapa kekurangan, dompet elektronik (e-wallet) telah secara resmi ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai alat pembayaran non tunai di Indonesia. Perizinan mengenai penyelenggaraan dompet elektronik (e- wallet) di Indonesia secara tegas diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

(6)

22 Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, pihak yang mengajukan izin untuk menjadi penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) dapat berupa bank atau lembaga selain bank, dengan syarat lembaga selain bank tersebut berbentuk perseroan terbatas. Kewajiban untuk memperoleh izin oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) dengan pengguna aktif telah mencapai atau direncanakan akan mencapai paling sedikit 300.000 (tiga ratus ribu) pengguna.

Pihak yang mengajukan permohonan izin penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) harus memenuhi persyaratan manajemen resiko, standar keamanan, dan kecukupan perlindungan konsumen. Menurut Pasal 9 ayat (2) PBI Nomor 18/40/PBI/2016, mninimal standar keamanan penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) yaitu perlindungan data dan informasi konsumen yang tersimpan di dompet elektronik (e-wallet), penerapan sistem dan prosedur aktivasi konsumen, dan sistem deteksi penipuan.

Penggunaan dompet elektronik (e-wallet) berkaitan juga dengan pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money). Uang elektronik (e- money) juga merupakan salah satu instrumen pembayaran non tunai yang dalam

penerbitannya harus memenuhi beberapa unsur antara lain diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor (dalam hal ini nilai uang rupiah), nilai uang disimpan baik dengan chip maupun server, nilai uang elektronik (e-money) yang tersimpan bukan merupakan simpanan.

(7)

23 Penyimpanan uang elektronik (e-money) melalui server inilah yang dimaksudkan dengan dompet elektronik (e-wallet). Melalui server dompet elektronik (e-wallet), konsumen dapat menyimpan uang elektronik (e-money) untuk digunakan dalam transaksi pembayaran. Dalam penerbitan uang elektronik (e-money), harus terlebih dahulu mendapat izin dari Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan umum dan aspek kelayakan.13

Perizinan yang diberikan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan perwujudan dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah merupakan tujuan dari Bank Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia bertugas untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, termasuk sistem pembayaran non tunai menggunakan uang elektronik (e-money) melalui dompet elektronik (e-wallet).

Selain Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen juga bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengaturan dalam sektor jasa keuangan di Indonesia.

Sistem pembayaran non tunai menggunakan dompet elektronik (e- wallet) menimbulkan sebuah hubungan hukum bagi para subjek hukum yang

saling terikat dalam sebuah aplikasi dompet elektronik (e-wallet). Subjek hukum adalah orang-perorangan dan/atau badan hukum yang memiliki hak dan/atau kewajiban di dalam hukum.

13 Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.

(8)

24 Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat dua subjek hukum yaitu :

- Konsumen

Pasal 1 ayat (2) UUPK :

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

- Pelaku Usaha

Pasal 1 ayat (3) UUPK :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Kata konsumen bukan sesuatu yang sudah dikenal dalam hukum positif.

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sulit menemukan kata istilah

“konsumen”. Istilah konsumen berasal dari bahasa Inggris-Amerika yaitu

“consumer” atau dalam bahasa Belanda “consument” yang artinya pihak pengguna barang atau jasa.14

Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2014 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, subjek hukum dalam transaksi dompet elektronik adalah :

14 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, Jakarta, 1998.

(9)

25 - Penyelenggara Dompet Elektronik

Pasal 1 ayat 11 :

“Penyelenggara Dompet Elektronik adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan Dompet Elektronik.”

- Pengguna Dompet Elektronik.

Pengaturan mengenai subjek hukum dalam UUPK dengan PBI mengenai subjek hukum memiliki makna yang sama namun dengan penyebutan yang berbeda. Secara khusus pengaturan dompet elektronik (e-wallet) dalam PBI menjelaskna bahwa subjek hukum adalah penyelenggara dan pengguna dompet elektronik.

Penyelenggara dompet elektronik merupakan pelaku usaha yang menyediakan platform yang bergerak dibidang jasa berupa layanan yang memberikan kemudahan untuk melakukan berbagai macam transaksi pembayaran melalui sebuah aplikasi. Sedangkan pengguna dompet elektronik merupakan konsumen yang menggunakan layanan jasa yang disediakan oleh penyelenggara atau pelaku usaha.

Selain subjek hukum, ada juga objek hukum dalam dompet elektronik (e-wallet). Objek hukum merupakan segala sesuatu yang dapat dimiliki dan berguna bagi subjek hukum. Secara umum yang dimaksud dengan objek hukum adalah benda. Jenis objek hukum menurut Pasal 503-504 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa benda dibagi menjadi dua yaitu:

 Benda bergerak

(10)

26 Bendak bergerak adalah benda yang dapat dirasakan, dilihat, dan diraba oleh panca indera. Benda bergerak adalah benda yang dapat bergerak atau dipindahkan.

 Benda tidak bergerak

Benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Contoh : hak kekayaan intelektual.

Objek hukum dalam dompet elektronik (e-wallet) termasuk dalam jenis benda tidak bergerak. Dompet elektronik (e-wallet) terpasang telepon genggam masing-masing pengguna, tidak terlihat secara nyata tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Dalam hal ini dompet elektronik termasuk dalam hak kekayaan intelektual.

1. 2 KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

Perlindungan hukum merupakan tindakan perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai bentuk dari fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum adalah untuk memberikan perlindungan. Perlindungan yang diberikan oleh hukum merupakan perlindungan atas hak asasi manusia serta harkat dan martabat manusia sebagai subjek hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perlindungan hukum memiliki dua sifat yaitu pertama preventif.

Merupakan perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sebuah peristiwa tertentu. Sehingga perlindungan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Peristiwa yang tidak diinginkan tersebut

(11)

27 biasanya berupa perbuatan yang telah dilarang oleh peraturan perundang- undangan.

Kedua, perlindungan hukum bersifat represif. Merupakan perlindungan yang diberikan sesudah terjadinya sebuah peristiwa tertentu. Peristiwa tersebut juga merupakan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Sehingga adanya perlindungan hukum dalam hal ini sebagai jalan keluar atas peristiwa yang telah terjadi tersebut.

Dalam hal memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, hak dan kepentingan konsumen dilindungi dalam bentuk peraturan perundang- undangan melalui campur tangan negara. Hal ini karena salah satu ciri dan tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Perlindungan hukum terhadap masyarakat harus hadir dalam bentuk kepastian hukum, berupa hak-hak konsumen.15

Perkembangan perekonomian yang pesat menyebabkan keberadaan konsumen dan produsen tidak terbatas. Kemajuan perdagangan dan globalisasi yang didukung oleh teknologi telekomunikasi semakin memperluas jangkauan ruang gerak barang dan/atau jasa hingga melewati batas negara. Kondisi demikian memberikan keuntungan kepada konsumen berupa terpenuhinya setiap kebutuhannya. Konsumen memiliki hak untuk menentukan dan memilih setiap barang dan/atau jasa yang akan digunakan. Berbagai pilihan tersedia secara beragam dengan strata yang berbeda-beda.

15 Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.H., M.Hum., Framework Sistem Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Cetakan I, Nusa Media, Bandung, Desember 2017, hlm. 4.

(12)

28 Di sisi lain, kemajemukan konsumen dalam menentukan dan memilih setiap produk menjadi penggiat para produsen untuk dapat menjangkau kemajemukan konsumen tersebut. Dalam kondisi ini, konsumen dapat menjadi pihak yang lemah dan menciptakan kedudukan yang tidak seimbang antara konsumen dan produsen.

Produsen dengan giat melakukan berbagai macam promosi dan iklan untuk menarik perhatian konsumen. Tidak jarang pula para produsen bersaing dalam memberikan harga dan kualitas terbaik yang bisa mereka hasilkan.

Karena persaingan yang semakin ketat tersebut tidak menutup kemungkinan produsen melakukan berbagai upaya dari yang positif sampai upaya negatif sekalipun. Itikad buruk produsen tersebut tentu menyebabkan kerugian dan mengancam keamanan serta keselamatan konsumen.

Kelemahan konsumen tersebut juga disebabkan karena tingkat kesadaran konsumen yang lemah terhadap hak-haknya. Konsumen sering kali menjadi objek tak terbatas bagi produsen dalam mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan standar perjanjian yang telah disepakati. Oleh sebab itu diperlukan perlindungan hukum untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

(13)

29 Sedangkan menurut Pasal 1 angka (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013, perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan.

Hukum perlindungan konsumen pada dasarnya diciptakan untuk menjadi landasan wawasan bagi konsumen sebagai upaya pemberdayaan melalui pendidikan dan pelatihan.

Semakin luasnya ruang perdagangan dan gobalisasi, perlindungan konsumen tetap harus ditingkatkan untuk menjamin kesejahteraan konsumen, mutu dan kualitas barang dan/atau jasa yang diperoleh atau digunakan. Untuk menjamin kesejahteraan konsumen, pemerintah perlu memberikan pengawasan terhadap pelaku usaha dalam menghasilkan dan memasarkan produknya sampai tiba ditangan konsumen. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah telah mendapatkan legitimasi dari peraturan perundang-undangan sebagai bentuk campur tangan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan upaya responsif pemerintah dalam melengkapi kaidah hukum untuk melindungi konsumen dari segala kerugian yang disebabkan dari arus deras persaingan para pelaku usaha.

Hukum perlindungan konsumen tidak diciptakan untuk membalik atau memutar keadaan konsumen dari yang lemah menjadi kuat ataupun sebaliknya keadaan produsen yang kuat menjadi lemah. Karena pada dasarnya hubungan konsumen dan produsen merupakan hubungan dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap satu sama lain.

(14)

30 Pengaturan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan ataupun melemahkan usaha atau aktivitas pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen diharapkan mampu mendorong iklim dan persaingan usaha yang sehat. Dengan demikian, diharapkan dapat melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan sehat melalui barang dan/atau jasa yang berkualitas.16

Perlindungan konsumen dilakukan berdasarkan lima asas yang terdapat dalam perlindungan konsumen. Asas-asas yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah :

- asas manfaat;

- asas keadilan;

- asas keseimbangan;

- asas keamanan dan keselamatan konsumen;

- asas kepastian hukum.

Asas manfaat mengandung pengertian bahwa segala upaya perlindungan konsumen harus dilakukan untuk kepentingan terbaik seluruh pemangku kepentingan, termasuk konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Asas keadilan memiliki pengertian bahwa partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

16 Dr. Zulham, S.H.I., M.Hum., Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi, Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, hlm 4.

(15)

31 yang sama bagi konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

Asas keseimbangan memiliki pengertian bahwa upaya perlindungan hukum memberikan keseimbangan untuk konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen merupakan upaya perlindungan konsumen dalam menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar konsumen dan pelaku usaha taat terhadap hukum dan memperoleh keadilan melalui upaya perlindungan konsumen serta negara yang memberikan kepastian hukum.

Adanya asas-asas di atas dimaksudkan untuk mendukung tercapainya tujuan dari perlindungan konsumen. Adapun tujuan perlindungan konsumen menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 antara lain :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

(16)

32 d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, perlu adanya pemenuhan terhadap hak-hak konsumen. Hak Konsumen menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

(17)

33 g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.

Hak konsumen di atas mencakup tiga aspek penting konsumen yaitu kenyamanan, keselamatan, dan keamanan. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi dari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatannya. Dengan demikian setiap pelaku usaha dapat diminta pertanggungjawaban untuk memberikan kualitas terbaik dari setiap produk kepada konsumen.

Selain kualitas produk, pelaku usaha juga harus dapat memberikan informasi yang jelas dan jujur tentang produknya. Melalui informasi tersebut, konsumen dapat menilai sendiri kualitas produk yang akan dipilih dan digunakan.

Hak selalu berdampingan dengan kewajiban. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 antara lain :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

(18)

34 c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Dalam sebuah hubungan, hak dan kewajiban harus seimbang. Apabila konsumen ingin hak-hak nya terpenuhi, maka konsumen juga harus memiliki itikad baik untuk melakukan segala kewajibannya sesuai dengan yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut berguna untuk membangun hubungan yang harmonis antara konsumen dengan pelaku usaha.

1.3 TEORI PERIKATAN DALAM PENGGUNAAN DOMPET ELEKTRONIK

Sebuah perikatan ditandai dengan adanya perjanjian atau kontrak.

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Menurut Subekti, istilah kontrak mempunyai pengertian yang lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.17

Dalam sebuah perikatan tentu ada hubungan hukum para pihak.

Hubungan hukum tersebut menciptakan hak dan kewajiban yang saling bertukar bagi para pihak. Hak dan kewajiban yang terdapat dalam perikatan diatur menggunakan sistem terbuka, di mana para pihak bisa dengan bebas

17 Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, Jakarta : Intermasa, 1996, hlm. 1.

(19)

35 mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, keabsahan suatu perjanjian adalah kesepakatan para pihak, kesanggupan untuk melakukan perbuatan hukum, keberadaan objek, dan alasan-alasan hukumnya. Dalam hukum perikatan dikenal adanya asas konsensualisme ialah suatu perikatan yang lahir sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan demikian perjanjian itu sudah sah bila sudah sepakat tentang hal-hal yang pokok.18

Adanya perjanjian dalam hubungan hukum antara konsumen dan produsen dapat memperkuat posisi konsumen bilamana dihadapkan pada pihak yang merugikan hak-haknya.

Dalam hal penggunaan dompet elektronik, setiap pengguna baru yang melakukan pemasangan sebuah aplikasi layanan di telepon genggam masing- masing, halaman utama aplikasi akan langsung menampilkan halaman yang berisi tentang Term Of Service atau ToS. Term Of Service merupakan pernyataan sepihak yang biasanya diterapkan sebagai kebijakan bahkan aturan sebuah layanan agar pengguna mematuhi aturan-aturan sebelum atau pada saat menggunakan layanan tersebut. ToS meminta persetujuan dalam bentuk statement persetujuan yang harus di-klik atau di-“centang” oleh pengguna dan menganggap semua pengguna telah membaca dan menyetujuinya.19

18 Prof. Dr. I Ketut Oka Setiawan, S.H., M.H., SpN., Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta, Desember 2015, hlm. 4.

19 Teguh Arifiyadi, S.H., M.H., Apakah Term of Service Bisa Membebaskan Penyedia Layanan Dari Hukum, hukumonline,com, 18 Oktober 2017, https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah- term-of-service-bisa-membebaskan-penyedia-layanan-dari-hukum-lt4f26da047affd , diunduh pada 18 Februari 2022.

(20)

36 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan :

“klausula baku diartikan sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat- syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen"

Persetujuan pada halaman Term Of Service atau ToS merupakan klausula baku yang menandai bahwa telah terjadi hubungan hukum antara pengguna dan penyeleggara dompet elektronik (e-wallet). Konsumen yang telah menyetujui ToS, secara otomatis menyetujui untuk menjalin hubungan hukum dengan penyelenggara dompet elektronik. Setelah hubungan hukum terjadi, para pihak baik konsumen (pengguna) dan pelaku usaha (penyelenggara) harus bersedia untuk melakukan hak dan/atau kewajibannya sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Klausula baku dalam layanan dompet elektronik (e-wallet) biasanya berisi tentang kebijakan privasi dan ketentuan layanan. Dalam kebijakan privasi berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem keamanan seperti salah satunya keberadaan informasi dan data diri konsumen yang tersimpan di dalam aplikasi dompet elektronik (e-wallet). Sedangkan dalam ketentuan layanan berisi tentang ketentuan larangan yang diatur oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet).

Meskipun klausula baku dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha, namun tetap ada pembatasan yang diberikan oleh Undang-Undang. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

(21)

37 Perlindungan Konsumen tentang ketentuan pencantuman klausula baku yaitu pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

(22)

38 h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

2 ANALISA PENGATURAN HUKUM DOMPET ELEKTRONIK DALAM MENCIPTAKAN SISTEM KEAMANAN

Penyelenggaraan transaksi pembayaran menggunakan dompet elektronik (e-wallet) merupakan sistem teknologi finansial pada masa ini.

Konsep dompet elektronik (e-wallet) yang berbasis online untuk menyimpan uang elektronik (e-money) konsumen dalam sebuah aplikasi yang dapat digunakan dalam segala jenis pembayaran. Dewasa ini, penggunaan dompet elektronik (e-wallet) berkembang semakin pesat sehingga pemeritah menerbitkan berbagai peraturan yang mengatur legalitas tentang transaksi elektronik untuk memberikan perlindungan dan kenyamanan konsumen dalam melakukan transaksi.

Penemuan akan contoh kasus dari beberapa media online atas permasalahan yang menyebabkan kerugian telah dialami oleh konsumen sebagai pengguna dompet elektronik (e-wallet). Pokok dari permasalahan tersebut adalah kurangnya sistem keamanan yang diciptakan oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet). Kurangnya sistem keamanan terebut mengakibatkan konsumen pengguna dompet elektronik (e-wallet) mengalami kerugian seperti kehilangan dan perentasan saldo serta kebocoran data.

(23)

39 Jika konsumen mengalami kehilangan saldo pada sistem dompet elektronik (e-wallet), penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) harus bertanggung jawab untuk segera melakukan pengembalian dana (refund) kepada konsumen sesuai dengan standar prosedur yang berlaku. Selain itu penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) juga harus memeriksa dan memastikan bahwa pengembalian dana (refund) kepada konsumen telah berhasil dilakukan.

Dalam mencegah terjadinya kehilangan saldo pada sistem dompet elektronik (e-wallet), Pasal 22 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) memiliki kewajiban untuk :

a. memastikan penggunaan dana pada Dompet Elektronik hanya untuk tujuan pembayaran;

b. mematuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batasan nilai dana yang dapat ditampung dalam Dompet Elektronik;

c. memastikan dana yang dimiliki pengguna telah tersedia dan dapat digunakan saat melakukan transaksi;

d. menempatkan seluruh dana yang tersimpan dalam Dompet Elektronik dalam bentuk aset yang aman dan likuid untuk memastikan ketersediaan dana;

e. memastikan bahwa penggunaan dana hanya untuk memenuhi kepentingan transaksi pembayaran oleh pengguna Dompet Elektronik; dan

(24)

40 f. menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai batas dana yang dapat ditampung oleh dompet elektronik (e- wallet), batas ini dapat dilampaui jika konsumen menerima pengembalian dana

(refund) ke saldo konsumen dan penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) mampu mengidentifikasi kelebihan dana tersebut.

Dana yang disimpan oleh konsumen dalam aplikasi dompet elektronik (e-wallet) dilakukan dengan menatausahakan dana pengguna yang tersimpan dalam dompet elektronik (e-wallet) dengan mengelola pada pos kewajiban segera atau rupa-rupa pasiva bagi penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) berupa bank.

Sedangkan bagi penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) selain bank, penempatan dana 100% yang tersimpan dalam dompet elektronik (e- wallet) pada bank umum dalam bentuk rekening simpanan.

Selain kehilangan saldo dalam dompet elektronik (e-wallet), konsumen juga mengalami perentasan terhadap informasi data diri konsumen juga tersimpan di dalamnya. Dompet elektronik (e-wallet) yang tersimpan dalam telepon genggam konsumen terhubung juga dengan aplikasi yang terkait.

Misalnya e-mail dan m-banking. Sehingga dompet elektronik (e-wallet) yang berbasis internet ini memiliki tingkat resiko tinggi terjadinya perentasan pada sistem keamananya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan pengaturan mengenai pengelolaan informasi

(25)

41 dan transaksi elektronik yang berguna untuk mendorong pembagunan teknologi informasi secara optimal dan merata, terutama pemanfaatannya dalam bidang perdagangan dan pertumbuhan perekonomian terhadap seluruh strata masyarakat. Dewasa ini, dompet elektronik (e-wallet) menjadi salah satu bagian dari transaksi elektronik. Sebab menurut Pasal 1 angka (2), Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan larangan dalam hubungan transaksi elektronik yaitu mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.20

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan juga memberikan pengaturan yang sama tentang sistem keamanan terhadap saldo dan segala aset konsumen pada Pasal 25 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Jika perentasan terhadap dompet elektronik (e-wallet) dapat terjadi terhadap keberadaan saldo dan informasi data diri konsumen, maka sistem keamanan dari penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) menjadi kunci utama atas permasalahan tersebut.

20 Pasal 30 ayat (1) sampai dengan (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(26)

42 Dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan :

”Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.”

Larangan lain bagi penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) juga terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran antara lain dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran menggunakan virtual currency, dilarang menggunakan data dan informasi konsumen maupun transaksi pembayaran secara sembarangan; dan/atau memiliki dan/atau mengelola nilai yang dapat dipersamakan dengan nilai uang yang dapat digunakan di luar lingkup penyelenggara jasa sistem pembayaran yang bersangkutan.

Dalam permasalahan penggunaan dompet elektronik (e-wallet) penting untuk mencari kualifikasi hukum yang dari peristiwa hukum tersebut, kualifikasi hukum tersebut diperlukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi antara konsumen dengan produsen, apakah kerugian konsumen tersebut merupakan tanggung jawab produsen, dan bagaimana tanggung jawab produsen terhadap konsumen.

Dalam hukum perdata subjek hukum dapat bertanggungjawab apabila melakukan dua hal yaitu wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Atas dua

(27)

43 hal tersebut subjek hukum dapat diminta pertanggungjawabannya berupa ganti rugi atau bisa juga hukuman pidana.

Jika ganti rugi disebabkan karena wanprestasi, maka ganti rugi tersebut terjadi karena salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini, penggantian hanya ditentukan dalam bentuk uang.21

Jika ganti rugi disebabkan karena perbuatan melawan hukum, maka ganti rugi dibebankan kepada pihak yang melakukan kesalahan kepada pihak yang mengalami kerugian. Ganti rugi ini timbul karena kesalahan, bukan karena perjanjian.

Ada banyak ketentuan yang telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai etika dan itikad baik produsen sebagai pelaku usaha dalam membangun hubungan baik dengan konsumen serta pertanggungjawaban produsen akibat kerugian yang telah dialami oleh konsumen.

Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam Bab VI Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain :

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

21 Pasal 1249 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(28)

44 mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :

“Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.”

Hal yang sama juga tertulis dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

(29)

45 yaitu penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) yang tidak memenuhi kewajibannya untuk bertanggung jawab atas kerugian konsumen pengguna dompet elektronik (e-wallet) serta melakukan larangan yang sudah diatur maka akan mendapat sanksi administratif berupa teguran, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, dan/atau pencabutan izin.

Dalam Pasal 39 ayat (1) sampai dengan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga menjelaskan bahwa pihak yang mengalami kerugian dapat mengajukan gugatan perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang belaku atas segala kerugian yang timbul dari perbuatan yang dilarang tersebut.

Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur tentang sanksi bagi pelaku usaha. Sanksi tersebut terbagi menjadi dua yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi Administratif Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 :

1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang- undangan.

Sanksi Pidana Pasal 62 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 :

(30)

46 1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijadikan hukuman tambahan, berupa:

a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. pencabutan izin usaha

(31)

47 Pengaturan tentang tanggung jawab penyelenggara dompet elektronik di atas berkaitan dengan kekurangan dompet elektronik yang terdapat dalam sub bab konsep dompet elektronik yaitu dompet elektronik yang berbasis online dapat memicu terjadinya perentasan terhadap sistem keamanan. Tanggung jawab penyelenggara dompet elektronik merupakan jaminan dasar yang harus diperoleh oleh konsumen sebagai pengguna layanan tersebut.

Disamping upaya perlindungan hukum dalam penyelesaian sengketa yang diberikan kepada konsumen yang termuat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Bank Indonesia diatas, Otoritas Jasa Keuangan mengatur upaya perlindungan konsumen melalui layanan pengaduan cepat yang harus disediakan oleh penyelenggara layanan jasa keuangan yang dalam hal ini adalah penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) untuk menerima pengaduan konsumen.

Pasal 35 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangn Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menjelaskan bahwa penyelenggara jasa keuangan wajib melakukan tindakan lebih lanjut terhadap pengaduan yang telah disampaikan oleh konsumen paling lambat 20 hari kerja setelah pengaduan tersebut diterima oleh penyelenggara jasa keuangan.

Adapun perlindungan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada konsumen yang mengalami kerugian atas penggunaan jasa tersebut.

Ketentuan perlindungan tersebut tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) Peraturan

(32)

48 Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, bahwa konsumen dapat mengajukan pengaduan terkait sengketa dengan penyelenggara jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan konsumen dalam mendapatkan perlindungan hukum diluar upaya hukum seperti pengajuan gugatan.

Selain upaya perlindungan represif, konsumen juga dapat melakukan upaya perlindungan preventif secara mandiri untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi dan data yang tersimpan dalam aplikasi dompet elektronik.

Upaya preventif tersebut dapat dilakukan dengan cara menjaga kerahasiaan kode OTP (One Time Password) yang diberikan oleh penyelenggara dompet elektronik pada saat konsumen melakukan konfirmasi mengenai informasi dan data yang ada dalam aplikasi dompet elektronik seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab konsep dompet elektronik di atas.

Konsumen harus menjaga kerahasiaan kode OTP (One Time Password) tersebut dan tidak boleh memberitahukan kode tersebut kepada siapapun termasuk penyelenggara dompet elektronik. Dengan memberikan kode OTP kepada orang lain, maka konsumen telah memberikan akses kepada orang tersebut untuk mengakses aplikasi dompet elektronik milik konsumen.

Selanjutnya dengan mudah informasi dan data diri konsumen akan direntas oleh orang yang mengetahui kode OTP tersebut.

(33)

49 Hal itulah yang terjadi pada contoh kasus di atas yang dialami oleh Maia Estianti. Perentasan yang dialami oleh Maia terjadi karena Maia memberikan kode OTP tersebut kepada driver gojek. Sehingga penting bagi konsumen untuk menjaga kerahasiaan kode OTP (One Time Password) tersebut agar dapat meminimalisir terjadinya perentasan terhadap informasi dan data diri konsumen.

Selain menjaga kerahasiaan kode OTP (One Time Password), upaya preventif lain yang dapat dilakukan konsumen adalah membaca dengan teliti klausula baku yang telah dibuat oleh pelaku usaha yang dalam hal ini adalah penyelenggara dompet elektronik (e-wallet). Sebab konsumen yang telah menyetujui klausula baku tersebut, secara otomatis menyetujui untuk menjalin hubungan hukum dengan penyelenggara dompet elektronik. Setelah hubungan hukum terjadi, para pihak baik konsumen (pengguna) dan pelaku usaha (penyelenggara) harus bersedia untuk melakukan hak dan/atau kewajibannya sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Meskipun klausula baku dibuat secara sepihak oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet), peraturan perundang-undangan tetap memberikan batasan dan/atau larangan terhadap ketentuan klausula baku tersebut. Ketentuan tentang klausula baku terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain salah satunya apabila menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

(34)

50 Pengaturan klausula baku juga diatur kembali dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada Pasal 22 ayat (1) bahwa perjanjian baku harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, penulis menemukan bahwa klausula baku yang dibuat oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) tidak sesuai dengan pengaturan klasula baku yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Penulis menemukan bahwa klausula baku yang dibuat oleh penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) Go-pay dan ShopeePay tidak menjalankan kewajibannya sebagai penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) yang telah diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada pelaku usaha.

Dalam klausula baku tentang syarat layanan dompet elektronik (e- wallet) ShopeePay tertulis demikian “dengan menggunakan layanan shopee atau membuka akun, anda memberikan penerimaan dan persetujuan yang tidak dapat dicabut atas persyaratan perjanjian ini, termasuk syarat dan ketentuan tambahan serta kebijakan yang disebutkan di sini dan/atau terkait di sini, kebijakan privasi shopee, dan setiap informasi yang tersedia di platform termasuk, namun tidak terbatas pada bagian help centre dan frequently asked questions dari platform”.

Selain itu, dompet elektronik (e-wallet) Go-pay juga mengatur hal serupa tentang klausula baku dalam ketentuan layanan yang tertulis demikian

“dengan menyetujui ketentuan penggunaan ini, anda juga menyetujui ketentuan penggunaan tambahan, termasuk ketentuan penggunaan pada setiap layanan, dan perubahannya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan penggunaan ini (selanjutnya, ketentuan penggunaan, ketentuan

(35)

51 penggunaan tambahan, dan perubahannya secara bersama-sama disebut sebagai ketentuan penggunaan”.

Klasula baku yang dibuat oleh dompet elektronik (e-wallet) Go-pay dan ShopeePay menyatakan bahwa konsumen yang menyetujui klausula baku di awal harus juga menyetujui klausula baku tambahan di masa yang akan datang sebagaimana telah diatur dalam klausula baku tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan pengaturan yang ada tentang klausula baku dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pengaturan mengenai klausula baku dalam Undang-Undang Konsumen tersebut dengan tujuan untuk menciptakan kedudukan yang seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen. Meskipun klausula baku dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen wajib untuk mematuhinya, namun tetap harus memperhatikan asas dalam perikatan yaitu asas keadilan.

Apabila penyelenggara dompet elektronik sebagai pelaku usaha akan menambahkan ketentuan-ketentuan baru dalam klausula baku layanan dompet elektronik, maka konsumen berhak untuk memutuskan kembali apakah konsumen akan menyetujui ketentuan-ketentuan baru tersebut. Sehingga kesepakatan yang terjadi antara penyelenggara dompet elektronik dan konsumen terjadi karena persetujuan kedua belah pihak.

Selain itu, dalam klausula baku layanan dompet elektronik (e-wallet) juga memuat tentang ketentuan informasi yang dikumpulkan oleh layanan aplikasi dompet elektronik (e-wallet). Dompet elektronik (e-wallet) menyebutkan dalam klausula baku perjanjian bahwa penyelenggara layanan

(36)

52 juga bekerja sama dengan pihak ketiga atau beberapa pihak lain yang berkaitan dengan penunjang fitur layanan aplikasi.

Dalam layanan dompet elektronik (e-wallet) ShopeePay, platform menggunakan Google Analytics yang merupakan file text yang ditempatkan pada perangkat konsumen. Secara singkat, segala informasi dan data diri konsumen akan terhubung dan tersimpan dalam file text tersebut. Sehingga pihak ketiga dapat mengakses dan mengelola informasi dan data diri konsumen dengan bebas. Hal serupa juga terdapat dalam dompet eletronik (e-wallet) Go- pay. Aplikasi layanan hingga materi pemasaran dompet elektronik Go-pay semua dioperasikan oleh pihak ketiga. Lebih lanjut layanan dompet elektronik ShopeePay dan Go-pay menyatakan dalam klausula baku tersebut bahwa penyelenggara mengupayakan perlindungan yang terbaik terhadap keamanan tersebut. Namun, dalam klausula baku tersebut tidak menjelaskan tentang upaya penyelesaian apabila terjadi perentasan terhadap sistem keamanan yang bisa saja tejadi karena terhubungnya informasi dan data diri konsumen kepada pihak ketiga.

Apabila penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) bekerja sama dengan pihak lain atau pihak ketiga dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen, maka penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) juga harus bertanggungjawab atas segala resiko yang dapat terjadi sebagai akibat dari bebasnya akses yang diberikan oleh penyelenggara dompet elektronik (e- wallet) kepada pihak ketiga.

Dari semua pemaparan diatas tentang perlindungan konsumen melalui upaya preventif dan represif, perlu adanya penerapan yang maksimal tentang

(37)

53 peranan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan tujuan agar seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan tertib, seimbang, terbuka, dan akuntabel. Otoritas Jasa Keuangan juga bertugas untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara terus-menerus dan stabil, serta dapat melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat secara luas.22

Peranan Otoritas Jasa Keuangan dapat dirasakan salah satunya melalui keberadaan layanan penyelesaian pengaduan konsumen yang bersengketa dengan penyelenggara jasa keuangan.23 Hal tersebut merupakan fasilitas yang disediakan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.

Perlindungan konsumen secara khusus dalam penggunaan aplikasi layanan dompet elektronik (e-wallet) dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi hak-hak konsumen sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang- undangan. Perlindungan tersebut merujuk pada keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen selama penggunaan aplikasi layanan dompet elektronik (e-wallet).

Dalam era globalisasi ekonomi saat ini, penggunaan dompet elektronik (e-wallet) oleh konsumen telah memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi.

Transaksi pembayaran non tunai atau cashless saat ini merupakan hal umum bagi masyarakat. Metode pembayaran menggunakan dompet elektronik (e-

22 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

23 Pasal 41 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

(38)

54 wallet) dilakukan sehari-hari di setiap tempat di mana transaksi ekonomi

berlangsung.

Tingginya tingkat penggunaan dompet elektronik (e-wallet) pada masyarakat saat ini, tentu diperlukan suatu kepastian hukum yang melindungi kepentingan konsumen sebagai pengguna layanan jasa keuangan tersebut.

Kepastian hukum terhadap perlindungan hak-hak konsumen akan memberikan kenyamanan bagi konsumen sebagai pengguna dompet elektronik (e-wallet).

Hal tersebut akan memberikan jaminan kepastian kepada konsumen sehingga setiap kali melakukan transaksi menggunakan dompet elektronik (e-wallet), konsumen tidak akan merasa khawatir dan ketakutan karena adanya kepastian hukum yang memberikan perlindungan bagi konsumen pengguna dompet elektronik (e-wallet).

Pembinaan oleh Pemerintah sebagai pemegang tanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen harus menjamin diperolehnya hak yang sama bagi konsumen dan pelaku usaha, serta terlaksananya kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha.24

Kepastian hukum dalam perlindungan konsumen merupakan hal penting. Perlindungan konsumen untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen untuk meningkatkan kesadaran diri, pengetahuan, kepedulian, kemampuan serta kemandirian konsumen untuk melindungi hak-haknya sebagai konsumen.

Perlindungan konsumen tidak hanya untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen saja tetapi dengan adanya perlindungan konsumen, pelaku

24 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(39)

55 usaha dalam hal ini penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan usaha.

Oleh sebab itu, perlindungan konsumen diberikan bukan untuk menjatuhkan kedudukan penyelenggara dompet elektronik (e-wallet), melainkan untuk menjaga hubungan baik antara para pihak. Hubungan baik para pihak dapat dinilai dari kedudukan konsumen dan penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) berada posisi yang seimbang dan setara dalam melakukan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sehingga hubungan baik antara konsumen dan pelaku usaha dapat menciptakan perekonomian yang sehat.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perjanjian dimaksud telah dimuat juga pengaturan terkait dengan larangan bagi kedua belah pihak untuk melakukan pelanggaran yang menyatakan “kedua belah

merupakan Sistem operasi berbasis Debian yang dapat bebas dioptimalkan untuk perangkat keras Raspberry Pi , yang dirilis pada bulan Juli 2012.. Gambar 2.2 Diagram blok arsitektur

Padahal dia adalah dosen dan dekan fakultas ekonomi yang sehari-harinya mengajar teori ekonomi; (5) Model-model pengentasan kemiskinan yang dilakukan Yunus, antara lain: (a)

Gambar 3.12 Usecase Diagram Kegiatan Dosen Tetap Bidang Keahlian Sesuai Program Studi Dalam Seminar

Insiden penyakit infeksi yang masih tinggi di Indonesia serta meningkatnya resistensi beberapa strain kuman terhadap antibiotik, maka perlu dilakukan penelitian untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Konteks visi yang lebih tepat bagi Padang TV menurut penulis adalah “menjadi pemimpin dalam industri media televisi lokal di Kota Padang dan sekitarnya, dan berkontribusi

Melihat dari permasalahan di atas dan juga riset yang sudah dilakukan ketua peneliti sebelumnya Pusat Bisnis Teknologi dan Industri sebagai salah satu Pusat yang