• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, kebutuhan manusia semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Kebutuhan mereka bukan lagi berkisar pada sandang, pangan, dan papan, namun juga pada kebutuhan lain seperti transportasi.

Mengingat bahwa manusia terkadang harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk sampai pada tempat tujuannya. Oleh karena itu, salah satu pilihan transportasi yang paling diminati adalah kendaraan ber-roda empat, yaitu mobil.

Namun dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan mobil menyebabkan harga kendaraan tersebut meningkat. Hal ini tentunya sungguh sulit mengingat bahwa sebagian besar masyaratakat Indonesia secara finansial tidak memiliki cukup dana untuk memilikinya. Kondisi inilah yang merupakan pendorong tumbuh dan berkembangnya lembaga pembiayaan konsumen sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas barang- barang konsumtif yang dibutuhkannya.

Adanya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsur.1 Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan apabila ada seseorang yang menginginkan barang-barang konsumen seperti mobil, sepeda motor, televisi, lemari es, dan lain sebagainya, sementara penghasilannya tidak cukup untuk membayar secara tunai dan lunas barang-barang tersebut, maka dapat menggunakan alternatif pembiayaan dengan sistem pembiayaan kosumen.

Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) ini bertujuan membantu seseorang untuk mendapatkan barang-barang konsumsi tersebut dengan

1 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Pasal 7.

(2)

memberikan kemudahan-kemudahan melebihi yang diberikan oleh bank.2 Ketentuan pembiayaan konsumen lebih lanjut diatur pada PMK No.84/2006 pasal 2 d tentang pembiayaan konsumen juga pada pasal 6 angka (1).

Dalam prakteknya, kegiatan ini memerlukan fasilitas kredit yang tidaklah sedikit mengingat bahwa terkadang barang yang diperlukan bukanlah barang dengan harga yang rendah. Hal ini mendorong lembaga pembiayaan untuk mensyaratkan adanya jaminan demi keamanan modal dan kepastian hukum lembaga tersebut.

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.3 Jaminan juga dapat diartikan sebagai tanggungan dimana yang dimaksud disini adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang telah ditentukan dalam KUHPer maupun yang ditetapkan oleh yurisprudensi.4 Jaminan berfungsi sebagai sarana pelindungan untuk memberikan kepastian terhadap pihak kreditur apabila pihak debitur tidak dapat memenuhi atau lalai memenuhi kewajibannya. Masyarakat Indonesia sendiri sering melakukan fasilitas kredit dengan jaminan fidusia, semula lembaga jaminan ini belum dituangkan dalam Undang-Undang, namun setelah puluhan tahun memegang peranan penting dalam praktek perkreditan, baik di Indonesia maupun di negara Belanda, lembaga ini telah diakui sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat, baik melalui yurisprudensi maupun doktrin. Oleh karena itu, eksistensinya tidak lagi diragukan dalam praktek perkreditan Indonesia.

Dalam jaminan fidusia, pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya.

Artinya pemberi fidusia/debitur telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. Dalam konteks ini, memberikan suatu barang sebagai jaminan berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. Kekuasaan

2 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h.

117.

3 H Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Cetakan ke-2 Bandung, 2006, h.31.

4 Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cetakan ke-1, h.14.

(3)

tersebut bukanlah melepaskan kekuasaan benda secara ekonomis melainkan secara yuridis.5 Dengan demikian dalam perjanjian jaminan fidusia, pemberi fidusia/debitur bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima fidusia/kreditur bertindak sebagai pemilik yuridis.

Namun jaminan fidusia ini tidaklah tanpa kendala seperti pihak kreditur yang hanya berhenti pada pembuatan perjanjian kredit saja, adapun juga ada yang berhenti pada pembuatan akta notaris saja dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia serta juga adanya terkait pelunasan oleh kuasa pihak tiga yang sidebitur tidak merasa memberikan kuasanya. Adanya masalah pokok dalam peletakan jaminan, penullis melakukan penelitian dari segi sisi kuasa yang mana adalah adanya kesenjangan antara aturan yang ada dan praktek yang terjadi seperti pelunasan pengambilan barang objek jaminan yang dilakukan oleh kuasa (pihak ketiga) tanpa debitur tidak pernah merasa memakai kuasa untuk pelunasan barang jaminan tersebut, keberadaan pembiayaan konsumen lahirnya karena adanya kesepakatan antara dua pihak perusahaan pembiayaan dan konsumen yang mempedomani adanya asas kebebasan berkontrak. Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tidak diatur dalam KUHPerdata, sehingga dikategorikan termasuk perjanjian tidak bernama. Dalam Pasal 1338 KUH Perdata ditegasakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”6 artinya apa yang sudah diperjanjikan harus dipatuhi kedua pihak, yang dimaksud dalam pasal ini adalah suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang- undang mengikat kedua belah pihak hubungan antara kedua belah pihak lahir dari 1338 KUHPerdata perjanjan yang dibuat secara sah berlaku sesuai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, antara kreditur dengan debitur yang sudah memenuhi unsur yang timbul perjanjian 1320 suatu perikatan, dalam perjanjian kendaraan bermotorpun demikian kedua pihak harus patuh pada klausula yang diperjanjikan tersebut termasuk dalam pengambilan obyek fidusia. Kalau terdapat pihak lain mewakili dari pihak-pihak yang diperjanjikan, maka harus menggunakan kuasa pasal 1792 KUHPerdata ,menyebutkan “Pemberi kuasa

5 H Tan Kamello, Op. Cit., h. 22

6 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1338

(4)

adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu uruasan”7 pasal 1792 tersebut ingin memberikan pernyataan bahwa, atas kuasa harus didasarkan pada sepengetahuan pihak yang diwakilinya melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa. Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya8.

Namun pada putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 1271 K/PDT/2016 dalam praktiknya timbul peralihan objek fidusia tanpa kuasa. Hal ini menimbulkan kerugian kreditur maupun debitur dan bertentangan dengan ketentuan pasal KUHPerdata. Pada kasus tersebut sidebitur menggugat kreditur yaitu PT.Astra Sedaya Finance Jakarta Selatan karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan dalil bahwa kreditur telah mengalihkan BPKB mobil yang telah menerima pelunasan oleh pihak ketiga yang mengatasnamakan debitur, sedangkan kreditur menyerahkannya sudah sesuai sah secara hukum yang diatur pada pasal 1792 KUHPerdata.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah perlindungan hukum debitur terhadap objek fidusia yang telah beralih kepada orang yang mengatasnamakan kreditur (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 128/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel, Putusan Pengadilan Tinggi nomor: 275/pdt/2015/PT.DKI Mahkamah Agung Nomor 1271 K/PDT/2016)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menganalisis perlindungan apa yang diberikan debitur jika kreditur menerima pelunasan dari pihak lain dan

7 Pasal 1792 burgerlijk wetboek voor Indonesie (BW)

8 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h.6

(5)

mengalihkan objek jaminan ke pihak tersebut, padahal debitur masih melakukan kewajibannya masih membayar kredit terssebut.

2. Untuk Menganalisis mempertimbangkan hakim apakah debitur sudah terlindungi atau belum.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukan penelitian hukum ini adalah : 1. Manfaat Teoritik

Memberikan sumbangan konsep bagi ilmu pengetahuan hukum dalam bidang keperdataan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pertimbangan perusahaan bidang ilmu keperdataan terkait perjanjian yang mana debitur sudah beritikad baik melaksanakan kewajibannya.

b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir logika hukum, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Prof. Abdulkadir Muhammad membaginya menjadi tiga yaitu, penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris, penelitian hukum empiris.9

Ketiga jenis penelitian tersebut dapat menggunakan studi kasus hukum.

Dalam hal ini, kasus hukum dikonsepkan sebagai peristiwa hukum dan produk hukum.10 Penulis memakai jenis penelitian sebagai berikut:11

1. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normative berupa produk perilaku hukum, misalnya Aspek

9 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Adya Bakti, 2004, h. 52.

10 Ibid., hlm. 39.

11 Ibid., hlm. 52.

(6)

normatifnya ada pada norma/kaidah yang dipergunakan untuk mengukur perlindungan hukum.

2. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat.12 Pokok kajiannya adalah hukuum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. Aspek empirisnya terletak pada putusan hakim yang bertitikan pada amar putusan dan pertimbangan hakim sebagai konklusi dari pertemuan antara norma dengan kasus konkrit (pengalihan benda jaminan Fidusia).

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan- pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).13 Penelitian ini menggunakan dua pendekatan antara lain sebagai berikut:

1. Pendekatan undang-undang (statute approach), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.

2. Pendekatan konseptual (conceptual approach) biasanya digunakan untuk menguraikan dan menganalisis permasalahan penelitian yang beranjak dari adanya norma kosong. Artinya dalam sistem hukum yang sedang berlaku tidak atau belum ada norma dari suatu peraturan perudang-undangan yang dapat diterapkan pada peristiwa hukum atu sengketa hukum konkret.14

12 Ibid., h. 40.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, Cetakan II, 2008, h. 93.

14 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2016, h. 159.

(7)

3. Bahan Penelitian

Bahan-bahan hukum adalah bahan-bahan yang mempunyai kekuatan mengikat dari sudut pandang hukum.15 Bahan hukum ini terdiri atas:16

1. Bahan Hukum Penelitian Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas.17 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999.

b. Perpres No.9 Tahun 2009

c. Permenkeu No.130/PMK.010/2012 d. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Bahan Hukum Penelitian Sekunder

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

3. Bahan Hukum Penelitian Tersier

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

4. Unit Amatan dan Unit Analisis 1. Unit Amatan

Sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang suatu analisi18. Yang menjadi unit amatan adalah PT.Astra Sedaya Finance

15 Soerjono Soekanto, Metode Penulisan dan Penelitian Hukum, Bogor: Politea, Cetakan V, 2013, h. 33.

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan III, 2014, h. 12.

17 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., h. 41.

18 Ihalauw, John J. O. I. Bangunan Teori. Salatiga : Fakultas Ekonomi UKSW , 2003, h.178

(8)

2. Unit Analisis

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencari kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.19

F. Sistematika Penelitian

Penyusunan proposal skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan berkaitan, sistematika proposal skripsi ini disusun sebagai berikut:

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan antara lain latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistemetika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka di dalam bab ini akan berisi tentang Tinjauan umum tentang Perjanjian Utang Piutang, Perjanjian Kredit, Jaminan Umum dan Jaminan Perorangan, Jaminan Fidusia.

Bab III : Penutup, Kesimpulan dan Saran.

19 Masri & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2006. h.

155.

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi PKL terhadap kebijakan penataan kawasan Taman Poci Kota Tegal adalah mereka menganggap bahwa pemerintah Kota Tegal dalam menerapkan kebijakan ini

Dalam mengajukan alternative pemecahan masa- lah agar diuraikan pendekatan dan konsep yang akan digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Agility

sponden mengatakan tidak baik tentang Puskesmas Batua maka dia tidak akan me- meriksakan kesehatannya Walaupun tidak bisa dipungkiri persepsi pasien tidak baik

Setelah makan siang check out dari hotel untuk kemudian menuju Abyar Ali terlebih dahulu (untuk miqat umrah) dan melanjutkan perjalanan menuju kota Makkah Al

Jika pemilik kapal bermaksud untuk menawarkan kapal yang masih dalam kondisi docking atau dalam proses pembangunan, maka pemilik kapal diwajibkan untuk melampirkan

Fungsi hidrologi seperti storage, infiltrasi dan pengisian air tanah atau juga volume dan frekuensi dari debit aliran permukaan dipelihara dengan cara

Sumber pemanis alami (inulin) tersebut dapat berasal dari umbi dahlia (Dahlia variabilis Willd) dengan bantuan khamir (yeast) inulinolitik.. Inulin