• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CARA PEMASAKAN TELUR ASIN AYAM NIAGA PETELUR YANG BERBEDA TERHADAP KADAR GARAM DAN KESUKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CARA PEMASAKAN TELUR ASIN AYAM NIAGA PETELUR YANG BERBEDA TERHADAP KADAR GARAM DAN KESUKAAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

52

PENGARUH CARA PEMASAKAN TELUR ASIN AYAM NIAGA PETELUR YANG BERBEDA TERHADAP KADAR GARAM DAN KESUKAAN

(THE EFFECT OF DIFFERENT WAYS OF COOKING SALTED CHICKEN EGG ON SALINITY AND PREFERENCE)

Sylvia Indriani*, Samsu Wasito, Kusuma Widayaka

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

*e-mail : sylviaindriani7@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan cara pemasakan telur asin ayam niaga petelur terhadap kadar garam dan kesukaan konsumen. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 3 April sampai dengan 26 April 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi penelitian yang digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga petelur, 2.700 gram garam, 10.800 gram serbuk bata merah dan air secukupnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk kadar garam dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk kesukaan (25 panelis agak terlatih) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu T1= Pemasakan dengan cara direbus, T2 = Pemasakan dengan cara dikukus,

T3= Pemasakan dengan cara dioven, T4= Pemasakan dengan cara direbus + dioven, T5 = Pemasakan

dengan cara dikukus + dioven. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemasakan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar garam telur asin dengan cara pemasakan dioven lebih rendah (5,41%) dibandingkan dengan cara pemasakan direbus (8,52%), dikukus (6,59%), direbus + dioven (5,58%), dan dikukus + dioven (7,58%), tetapi berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap kesukaan. Kesimpulan, pemasakan dengan cara dioven menghasilkan kadar garam yang lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya dan cara pemasakan yang berbeda mempunyai tingkat kesukaan yang relatif sama. Untuk menghasilkan telur asin ayam niaga petelur yang sangat disukai oleh konsumen dan mempunyai kadar garam yang relatif rendah dilakukan pemasakan dengan cara direbus dilanjutkan dengan dioven.

Kata Kunci : Telur asin ayam niaga petelur, direbus, dikukus, dioven, kadar garam, kesukaan ABSTRACT

This study was aimed to determine the effect of different ways of cooking salted chicken eggs on salinity and consumer preferences. The experiment was carried out from April 03rd to 26th,

2013 at the Laboratory of Animal Products Technology, Faculty of Animal Science, Jenderal Soedirman University, Purwokerto. The materials used were 150 chicken eggs, 2.700 grams of salt, 10.800 grams of brick powder and water. The method used was an experimental method using a Completely Randomized Design (CRD) for salinity and Randomized Block Design (RBD) for preference (25 semi-trained panels) with 5 treatments and 5 replicates. The treatments were T1=

cooking by boiling, T2= cooking by steaming, T3= cooking by roasting, T4= cooking by boiling +

cooking by roasting, T5= cooking by steaming + cooking by roasting. The data were analyzed by

analysis of variance followed by Duncant Test. The results showed that different ways of cooking significant by (P<0.05) affected the salinity of salted egg with way of cooking by roasting was lower (5.41%) compared to way of cooking by boiling (8.52%), steaming (6.59%), boiling + roasting (5.58%), and steaming + roasting (7.58%), but the effect was not significant (P˃ 0.05) on the preference. The conclusion is, way of cooking by roasting produces a lower salinity than the other way of cooking and different ways of cooking have the relative by similar level of preference. To

(2)

53

produce commercial salted chicken eggs that are favored by consumers and has a relatively low salinity is recommended cooking by boiling followed by roasting.

Keywords : chicken salted eggs, boiling, steaming, roasting, salinity, preference PENDAHULUAN

Telur merupakan produk ternak unggas yang memberikan sumbangan terbesar bagi terciptanya kecukupan gizi masyarakat karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti vitamin, asam-asam amino yang lengkap dan seimbang serta mempunyai daya cerna yang tinggi (Sudaryani, 2003). Telur mengandung komponen utama yang terdiri dari air 73,7%, protein 13%, lemak 11,5 gram, karbohidrat 0,65 gram, abu 0,90 gram, protein serta mineral sekitar 0,8-1% (Winarno dan Koswara, 2002).

Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat mikroorganisme melalui pori-pori telur. Pencegahan terhadap kerusakan telur dapat dilakukan dengan cara pengawetan. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara pengawetan telur utuh dan pengawetan telur tanpa kulit. Salah satu pengawetan telur utuh yaitu dengan menggunakan bahan pengawet garam, atau disebut juga pengasinan. Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan. Telur asin yang umumnya dibuat oleh masyarakat adalah telur itik dan sudah banyak berbagai variasi telur asin itik yang ditemui di masyarakat. Namun telur asin yang berasal dari telur ayam niaga belum banyak ditemui di masyarakat, padahal telur ayam niaga sangat mudah untuk diperoleh dan harganya lebih murah bila dibandingkan dengan telur itik.

Berdasarkan proses pengolahannya, pengawetan dengan cara pengasinan ada dua metode yaitu dengan cara perendaman (larutan garam) dan pembalutan (campuran garam dengan abu gosok atau serbuk bata merah). Tujuan dari pembuatan telur asin adalah sebagai upaya untuk pengawetan, selain itu juga untuk meningkatkan cita rasa dari telur (Budiman dkk., 2012). Telur asin berkualitas baik memiliki ciri-ciri antara lain memiliki rasa asin yang cukup (pemeraman selama 12-14 hari), memiliki kuning telur yang berwarna kemerah-merahan dan terkesan berpasir atau masir (Suprapti, 2002). Peningkatan cita rasa dari telur asin didapat dari proses penambahan garam. Menurut Desroiser (1988), garam merupakan salah satu bahan pembantu bahan pangan yang penting dalam pengawetan pangan. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air atau kandungan air bebas dalam bahan pangan (Winarno dan Koswara, 2002).

Cara pemasakan telur asin yang telah umum dilakukan adalah dengan pengukusan atau perebusan, tetapi cara pemasakan tersebut akan menghasilkan telur asin yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Inovasi cara pemasakan telur asin dengan cara dioven diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur asin (Mustafid, 2007). Proses pengovenan menyebabkan terjadinya pengeluaran air karena adanya tekanan osmosis. Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl yang terbawa bersamaan dengan keluarnya air sehingga akan berpengaruh terhadap rasa asin (Hidayat, 2007).

Pemasakan dengan pengovenan diduga akan menghasilkan sifat organoleptik produk telur asin yang khas. Telur asin yang dimasak dengan cara oven akan menghasilkan telur asin yang bersifat stabil dan dapat disimpan lebih lama. Hal tersebut disebabkan karena pemasakan dengan

(3)

54

dioven dapat menguapkan air yang ada dalam telur sehingga kadar air dalam telur berkurang atau menurun. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian tentang telur asin menggunakan telur ayam niaga petelur dengan cara pemasakan yang berbeda.

METODE

Materi yang digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga petelur, 2.700 gram garam, 10.800 gram serbuk bata merah dan air secukupnya. Peralatan yang digunakan untuk membuat telur asin meliputi kendil, panci, oven, timbangan, gelas ukur, pipet tetes, nampan, sendok, kompor gas, gas LPG, pisau, kain lap, tissue, biuret statif, erlenmeyer dan kertas label.

Metode penelitian adalah metode eksperimental untuk kadar garam menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, kesukaan dengan pengujian organoleptik (25 panelis agak terlatih) menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu pemasakan telur asin ayam niaga dengan cara:

T1 = direbus selama 60 menit dengan suhu 100oC

T2 = dikukus selama 60 menit dengan suhu 100oC

T3 = dioven selama 60 menit dengan suhu 100oC

T4= direbus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan suhu

100oC

T5= dikukus selama 30 menit dengan suhu 100oC + dioven selama 30 menit dengan suhu

100oC

Peubah yang diukur dalam penelitian adalah (1) kadar garam (2) kesukaan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi dan diuji lanjut dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Garam (%) Telur Asin Ayam Niaga

Kadar garam merupakan kandungan garam yang diperoleh telur yang telah mengalami proses pemasakan. Rataan kadar garam (%) telur asin ayam niaga petelur dengan cara pemasakan yang berbeda berkisar antara 5,41 sampai 8,52% secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan ± SD Kadar Garam (%) Telur Asin Ayam Niaga Petelur dengan Cara Pemasakan yang Berbeda

Perlakuan Kadar Garam (%)

T1 Pemasakan dengan cara direbus 8,52± 1,75b

T2 Pemasakan dengan cara dikukus 6,59 ± 2,02ab

T3 Pemasakan dengan cara dioven 5,41 ± 0,48a

T4 Pemasakan dengan cara direbus dan dilanjutkan dengan dioven 5,58 ± 1,68a

T5 Pemasakan dengan cara dikukus dan dilanjutkan dengan dioven 7,58 ± 1,93ab

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P˂0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa cara pemasakan yang berbeda pada telur asin ayam niaga petelur memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar garam. Berdasarkan Tabel 1. kadar garam telur asin ayam niaga petelur yang dimasak dengan cara direbus

(4)

55

sebesar 8,52%, dikukus sebesar 6,59%, dioven sebesar 5,41%, direbus dilanjutkan dengan dioven sebesar 5,58% dan dikukus dilanjutkan dengan dioven sebesar 7,58%.

Uji lanjut Duncan terhadap cara pemasakan yang berbeda diperoleh bahwa cara pemasakan dengan cara direbus (T1) dan cara pemasakan dengan cara dioven (T3), cara pemasakan dengan

cara direbus (T1) dan cara pemasakan dengan cara direbus dilanjutkan dengan dioven (T4)

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P˂0,05) dengan rataan masing -masing secara berurutan 8,52 ± 1,75 dan 5,41 ± 0,48, 8,52± 1,75 dan 5,58 ± 1,68. Rataan kadar garam yang dimasak dengan cara dioven lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lain. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengeluaran cairan garam dari kerabang telur pada saat proses pengovenan dengan suhu 1000C selama 1 jam. Asterida (2007) menyatakan bahwa telur asin yang

dioven dengan suhu 750C akan meningkatkan kadar NaCl. Kadar NaCl dalam telur meningkat ketika dilakukan pengovenan selama 5 menit, ini dikarenakan kadar air dalam telur menurun sehingga NaCl bertambah, namun ketika dilakukan pengovenan selanjutnya yaitu selama 10, 15 dan 20 menit, NaCl cenderung turun. Hal ini diduga ion Cl- dalam telur asin pecah dan ikut menguap bersamaan dengan menguapnya air seiring lamanya waktu pengovenan.

Menurut Sukendra yang disitasi dari Kastaman dkk., (2005), kadar NaCl telur asin dipengaruhi oleh seberapa besarnya penetrasi NaCl ke dalam telur. Penetrasi atau masuknya ion Na+ dan Cl- ke dalam telur asin dipengaruhi ukuran kristal garam, konsentrasi garam yang

digunakan dan lamanya pemeraman telur asin, juga besar dan jumlah pori-pori telur serta tingkat kemurnian NaCl yang digunakan. Semakin lama perendaman menyebabkan konsentrasi NaCl larutan garam menurun, tetapi meningkatkan konsentrasi NaCl dalam telur (Kautsar, 2005). Meningkatnya konsentrasi garam pada telur berarti terjadi penurunan gaya penggerak laju difusi air dari telur menuju larutan garam, sehingga nilai kehilangan air telur pun menurun (Lachish, 2007). Proses pengasinan terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. Proses masuknya NaCl ke dalam telur tersebut memerlukan waktu (Sukendra, 1976).

Kesukaan (Skor) Telur Asin Ayam Niaga Petelur

Pengujian kesukaan bertujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen dari produk telur asin ayam niaga petelur yang diberi perlakuan cara pemasakan yang berbeda berdasarkan skor dari panelis. Berdasarkan hasil pengujian mutu hedonik terhadap kesukaan telur asin ayam niaga petelur dengan cara pemasakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan ± SD dan Mutu Hedonik Kesukaan (Skor) Telur Asin Ayam Niaga Petelur dengan Metode Pemasakan yang Berbeda

Perlakuan Kesukaan (Skor) Mutu Hedonik

T1 Direbus 3,20 ± 1,12 Agak disukai

T2 Dikukus 3,08 ± 1,22 Agak disukai

T3 Dioven 3,08 ± 1,29 Agak disukai

T4 Direbus + Dioven 3,28 ± 1,27 Agak disukai

T5 Dikukus + Dioven 3,04 ± 1,10 Agak disukai

Total 3,14 ± 1,19

Keterangan : Cara pemasakan yang berbeda berpengaruh tidak nyata terhadap kesukaan telur asin ayam niaga petelur (P>0,05).

(5)

56

Pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa skor kesukaan telur asin ayam niaga petelur dengan cara pemasakan yang berbeda yaitu sekitar 3,04 - 3,28 dengan kriteria agak disukai. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap kesukaan telur asin ayam niaga petelur. Hal ini menunjukkan cara pemasakan yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap telur asin ayam niaga petelur atau mempunyai tingkat kesukaan yang relatif sama. Penerimaan panelis terhadap kesukaan telur asin ayam niaga petelur yang diasinkan dengan cara pemasakan yang berbeda relatif tidak berbeda, yaitu antara agak disukai sampai disukai. Menurut Soekarto (1995), dalam uji kesukaan, panelis diminta tanggapan pribadinya tentang suka atau ketidaksukaannya dan juga mengemukakan tingkat kesukaannya yang mana uji kesukaan selalu berkaitan dengan eksistensi produk dan daya terima terhadap produk tersebut.

Faktor yang menyebabkan cara pemasakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kesukaan adalah penilaian panelis dinyatakan berdasarkan selera individu sehingga panelis bebas untuk menentukan dasar penilaian. Hal tersebut mengakibatkan sebagian panelis memilih untuk menyatakan kesukaan dengan menekankan penilaian pada salah satu faktor organoleptik saja baik dari warna, aroma, dan cita rasa sesuai kehendak panelis. Dari hasil pengujian oleh 25 orang panelis agak terlatih ternyata nilai kesukaan terdistribusi yaitu panelis menyatakan kesukaan dari rasa sebanyak 14 orang (56%) dan menyatakan kesukaan dari warna sebanyak 11 orang (44%) dari 25 orang panelis. Keadaan ini menjadikan kesukaan relatif tidak berbeda. Menurut Winarno (1997), satu hal yang penting mempengaruhi penerimaan suatu produk adalah latar belakang dan selera masing-masing individu yang memberikan penilaian.

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) pemasakan dengan cara dioven menghasilkan kadar garam telur asin ayam niaga petelur yang lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya, 2) pemasakan dengan cara direbus, dikukus, dioven, direbus kemudian dilanjutkan dengan dioven, dikukus kemudian dilanjutkan dengan dioven menghasilkan tingkat kesukaan terhadap telur asin ayam niaga petelur yang relatif sama.

DAFTAR PUSTAKA

Asterida, Y. 2007. Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kadar Air, Kadar NaCl dan Jumlah Bakteri Telur Asin. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Budiman, A., A. Hintono, dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian Telur Asin setelah Perebusan terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan dan Tingkat Kekenyalan. Universitas Diponegoro. Semarang. Animal Agriculture Journal. Vol. 1 (2) : 219-227.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Universitas Indonesia. Jakarta. Hidayat, A. 2007. Pengaruh Perbedaan Cara dan Lama Pemasakan Telur Asin terhadap Sifat

Organoleptik. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Kastaman, R., Sudaryanto, dan B. H. Nopianto. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur Metode Reverse Osmosis pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 19 (1) : 30-39.

(6)

57

Kautsar, I. 2005. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama Perendaman terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Lachish, U. 2007. Osmosis and Thermodynamics. American Journal of Physics. Vol. 75 (11) : 997-998.

Mustafid. 2007. Kajian Lama Penyimpanan dalam Cara Pemasakan yang Berbeda terhadap Kadar Air dan Jumlah Mikroba Telur Asin. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Soekarto, S. T. 1995. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara

Karya Aksara. Jakarta.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sukendra, L. 1976. Pengaruh Cara Pengasinan Telur Bebek Muscovy sp dengan Menggunakan Adonan Campuran Garam dan Bata terhadap Mutu Telur Asin Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor.

Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur : Telur Asin, Tepung Telur dan Telur Beku. Kanisius. Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M. Bio

Gambar

Tabel 2. Rataan ± SD dan Mutu Hedonik Kesukaan (Skor) Telur Asin Ayam Niaga Petelur dengan  Metode Pemasakan yang Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengetahui persen peningkatan hasil belajar kognitif peserta didik kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Manokwari pada

Jika dokumen web yang kita buat di atas muncul, maka dapat disimpulkan webserver IIS sudah berjalan dengan baik2. Gb.1.5 Webserver akan menampilkan halaman web dengan

Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian pembuatan beras analog ini yaitu tepung beras jagung yang di didapatkan dari pasar tradisional Sawojajar, tepung mocaf, tepung sagu (I-rasa)

Ini adalah persoalan umum pada semua teknik maximum- likelihood (termasuk algoritma Lucy-Richardson ), yang mencoba mencocokkan data sedekat mungkin dengan citra aslinya [8].

Bersama ini perkenankanlah kami pengurus ASI cabang Surakarta mengucapkan terimakasih kepada pengurus ASI Pusat yang telah memberi kepercayaan untuk menyelenggarakan

Melalui multimedia tersebut, pengajar dapat berbagi pengalaman atau belajar bersama dengan pelajar asuhannya dalam sebuah lab, misalnya kegiatan pelafalan dengan menggunakan

UKM Brebes Fried Chicken sudah lama menjalankan kegiantan operasionalnya, tetapi karena keterbatasan pemikiran mengenai pengelolaan keuangan dan sumber daya manusia yang

Yang dimaksud dengan motivasi intrinstik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada