• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini, teknologi berkembang sangat pesat dan menjadi sebuah fenomena aktual yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Kemajuan teknologi mampu mengubah karakter masyarakat dalam kehidupan bermedia serta berimplikasi terhadap kehidupan manusia moderen baik secara sosiologis maupun secara individual psikologis. Kehadiran media baru diterapkan sangat cepat di berbagai bidang aktivitas manusia karena memiliki kecenderungan mudah dikendalikan.Media baru dapat dikelompokkan mejadi tiga besar yaitu, pertama media baru diarahkan pada objek mengenai internet, muncul sebagai media yang memiliki karakter tidak mengenal batas. Kedua, media baru akan dikaitkan dengan proses digitalisasi yang sedang melanda konvensional seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio. Ketiga, media internet dan digitalisasi akan dikaitkan dengan area media telekomunikasi lebih spesifik yaitu mengenai pengaturan media ponsel yang biasa disebut handphone.

Hadirnya internet dengan media ponsel pada kehidupan manusia, mendorong terjadi perubahan sosial yang diikuti pola pikir atau perilaku warga negara (citizen) menjadi warga internet (nitizen). Menurut Pepitone (dalam Westerman, 2013) Media elektronik kini penggunaanya meningkat sebagai sumber informasi. Dapat kita amati dalam lingkungan sekitar kita banyak hal yang berubah, mulai dari cara berkomunikasi, mencari informasi, hingga mencari hiburan. Jaringan media sosial seperti friendster, facebook, my space, twitter, youtube, instagram, BBM, Line, path, ternyata memiliki posisi yang sangat penting yaitu dapat menjadi mekanisme menghimpun aksi, protes, dan gerakan sosial masyarakat atau publik dapat berpartisipasi langsung dan sharing informasi dengan pihak-pihak yang dipercaya seperti teman dan keluarga.

(2)

Waktu dan ruang bukan menjadi alasan untuk tidak dapat diakses oleh penggunasiapa pun, kapan pun, dan dimana pun.Secaratidak langsung internet telah menciptakan budaya baru pada masyarakat moderen yaitu budaya massa danbudaya digital yang interaktif.

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai situs web bahwa pada tahun 2016 pengguna internet mencapai 132,7 juta orang di Indonesia yang 40% nya merupakan pengguna aktif media sosial dari 256,2 juta orang total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut meningkat sebesar 51,8% dari tahun 2014 yang hanya terdapat 88 juta orang saja yang terhubung ke internet atau sebagai pengguna media sosial. Berdasarkan survey Brandwatch 2016 didapatkan fakta dan statistik media sosial, dari 7,3 miliar penduduk dunia per juli 2015 tercatat hasil sebanyak 3,7 miliar pengguna internet, sebanyak 2,3 miliar pengguna media sosial aktif dengan rata-rata pengguna internet memiliki 5 akun media sosial. Pada tahun 2016 pengguna media sosial naik 176 juta, dan setiap hari ada 1 juta pengguna media sosial yang setara dengan 12 orang per detik.

Akibat kebebasan internet di era serba digital mampu memperjelas, mengaburkan identitas pengguna itu sendiri, menggandakan, ataupun menciptakan identitas-identitas yang baru.Internet pada hakikatnya memberikan kebebasaan kepada penggunanya untuk berbicara dengan pengguna yang lainnya.Pada kenyataannya, kebebasan ini tidak berlaku secara luas karena adanya berbagai hambatan yaitu, persoalan informasi yang disajikan tidak semua memberikan manfaat positif sehingga mengecewakan pengguna.

Berbagai permasalahan mulai muncul akibat ketidakbijakan penggunaan teknologi bagi masyarakat sehingga perlu adanya kebijakan atau regulasi pemerintah Indonesia mengenai media yaitu Undang-Undang penyiaran sebagai langkah perbaikan situasi politik sejak pasca reformasi hingga sekarang dan Undang-Undang telekomunikasi yang mengatur mengenai penyelenggara konsumen jaringan dan jasa telekomunikasi.Sejalan dengan

(3)

timbul juga bentuk kejahatan dunia maya atau cyber crime. Sehingga dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dijadikan sebagai dasar dalam permasalahan cyber crime, Selanjutnya disebut dengan UU ITE

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 28 dan pasal 29 dijabarkan larangan terkait dengan internet yang bernuansa asusila, perjudian, pencemaran nama baik, serta pemerasan dan pengancaman. Larangan berikutnya adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk penyebaran berita bohong yang merugikan dan memicu permusuhan.Warga internet (netizen) pada saat ini sedangkhawatir disebabkan maraknya berita bohong (hoax) merupakan fenomena internetakibat banyaknya media yang dikelola tidak jelas,tidak berbadan hukum,membuat berita hoaxmudah disebarkan kepada netizenyang kurang bijak menyaring informasi dengan benar. Menjadi masalah sekarang adalah dampak sosial yang timbul sehubungan dengan hadirnya berita hoax di media sosial.

Dapat kita lihat, media sosial dewasa ini sangat digemari masyarakat.

Munculnya pihak-pihak yang mengacaukan ketentraman masyarakat merupakan efek samping dari internet.Misalnya, untuk mendapatkan keuntungan pribadi, seseorang dapat membuat berita bohong untuk menjatuhkan pihak lain. Dari hal ini pengguna media sosial semakin terperdaya, terprovokasi, bahkan terjadinya konflik di media sosial seperti fitnah, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dan berbagai masalah media sosial. Pentingnya penegakan hukum terhadap penyalahgunaan media sosial untuk menyebar kebencian dan fitnah menjadi kebutuhan utama karena, kejahatan ini sudah tergolong parah jika dilihat dari perspektif hukum, sosial- budaya, politik, pembangunan ekonomi, Hak Asasi Manusia, dan keamanan siber.

(4)

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah resmi direvisi berlaku sejak disahkan pada tanggal 27 oktober 2016. Pada pasal revisi UU ITE masih terdapat ancaman hukuman yang meringankan para pelaku kejahatan media elektronik terutama pelaku penyebar hoax jika dibandingkan dengan negara Jerman yang mejatuhkan denda Rp 7 miliar bagi pengunggah hoax.Indonesia masih jauh ketinggalan pada ketegasan hukum.

Pada bulan Maret lalu terdapat berita bohong (hoax) yang mengejutkan dunia pangan di Indonesia tidak lain adalah tentang konten video telur palsu. Kasus telur palsu yang paling menghebohkan dan juga menjadi viral di Indonesia adalah kasus konten video telur palsu yang di dalamnya ada seseorang bernama Syahroni Daud. Konten video Syahroni Daud menjadi viral karena di dalam video tersebut Syahroni mengatakan bahwa telur yang dibelinya melalui KJP (Kartu Jakarta Pintar) adalah palsu.Sontak saja konten video itu menjadi viral dan diperbincangkan masyarakat di Indonesia karena ini pertama kalinya ada kasus pangan palsu. Pada saat yang sama pihak Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri langsung datang dan juga menindak lanjuti serta menyelidiki adanya berita itu secara langsung di Pasar Johar Baru.

Setelah beredarnya berita telur palsu Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri langsung berkoordinasi dengan Kanit Johar Baru, koordinasi dengan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (KPKP), kemudian Dinas Peternakan dan ternyata hasilnya tidak ada telur palsu. Bahkan telur itu adalah telur yang siap konsumsi oleh masyarakat.Setelah diselidiki dan dinyatakan bahwa tidak adanya telur palsu Syahroni Daud hanya di minta untuk mengklarifikasi bahwa tidak ada telur palsu dan juga meminta maaf atas perbuatannya tersebut. Adanya keganjalan dalam kasus berita bohong (hoax) telur palsu yang dinyatakan oleh Syahroni Daud yaitu ia hanya diminta untuk melakukan klarifikasi dan juga meminta maaf, tidak ditindak lanjuti proses pidananya.

(5)

Dalam kasus ini ada beberapa warga yang termakan isu telur palsu ini dan meluapan kekesalannya serta berpotensi merugikan pihak Pasar Johar Baru sebagai penyedia telur, yang mana masyarakat yang telah membeli telur tersebut dapat mengembalikannya karena ada berita bohong (hoax) yang dinyatakan oleh Syahroni Daud. Pertanyaannya, apakah di dalam kasus berita bohong (hoax) telur palsu yang dilakukan oleh Syahroni Daud memenuhi unsur – unsur perbuatan pidana atau tidak sehingga aparat penegak hukum tidak melanjutkan proses hukum pidananya. Bagaimana pula sebenarnya pertanggungjawaban pidana dalam berita bohong (hoax) ini.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Restorative Justice oleh Kepolisian dalam Kasus Berita Bohong Telur Palsu (Studi Kasus di Direktorat Siber Polri Jakarta”.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kasus posisi berita bohong telur palsu?

2. Bagaimana penerapan restorative justice oleh kepolisian dalam kasus berita bohong telur palsu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Diketahuinya kasus posisi berita bohong telur palsu?

2. Diketahuinya penerapan restorative justice oleh kepolisian dalam kasus berita bohong telur palsu?

(6)

D. Manfaat Penelitian

Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Kegunaan Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan Hukum Pidana, hasil penilitian ini diharapkan memberikan masukan dalam perkembangan ilmu Hukum Pidana nantinya, khususnya yang mempelajari tentang analisis kasus tindak pidana berita bohong di media elektronik.

2. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan maupun sebagai sumber informasi bagi para pengkaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama, serta sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan khusunya dalam mengungkap kasus berita bohong di media elektronik.

E. Metode penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah guna mengembangkan dan menguji kebenaran dari suatu penelitian karya ilmiah. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan, menyusun, dan menginterpretasikan data sesuai dengan aturan yang berlaku.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian empiris.

“Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala – gejala lain yang terdapat di lapangan”

(Soerjono Soekanto, 1986:10).

(7)

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih Penulis untuk mendapatkan data dan informasi mengenai permasalahan adalah bertempat di Kota Jakarta.Lokasi tersebut menjadi pilihan Penulis sebab Kota Jakarta merupakan pusat dari pengumpulan data yang tersebar di media elektronik.Pengumpulan data dan informasi dilaksanakan di berbagai tempat yang dianggap Penulis dapat memberikan kontribusi dalam penelitian ini.Selain itu, terkait dengan referensi-referensi yang diperoleh dari studi pustaka yang dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret.

3. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah pihak – pihak atau orang yang dipilih oleh peneliti untuk memberikan informasi atau keterangan tentang masalah yang diteliti berdasarkan pengetahuan atau kompetensinya.

4. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Soerjono Soekanto,2001:12-13):

a. Data Primer

Data primer merupakan data diperoleh secara langsung dari sumbernya atau subjek penelitian mengenai masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan, melalui wawancara dengan narasumber yang dianggap memiliki keterkaitan dan kompetensi dengan permasalahan yang ada.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang siap pakai dan dapat membantu menganalisa serta memahami data primer.Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder ini akan diperoleh dengan berpedoman pada literatur-literatur sehingga

(8)

dinamakan penelitian kepustakaan. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dengan memerhatikan peraturan perundang-undangan yang ada maupun melalui pendapat para sarjana atau ahli hukum.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulis melakukan proses “pengumpulan data untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dengan cara menganalisis bahan – bahan pustaka yang terkait dengan permasalahan yang dikaji, baik itu bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier” (Fajar Muchti, 2009:183).

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Melalui Proses Wawancara

Penulis melakukan proses wawancara terhadap narasumber secara langsung sebagai sumber informasi agar dapat diketahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, serta cita-cita dari narasumber yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana penipuan. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan Penulis dalam hal meminta pandangan narasumber terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

b. Studi Pustaka dan Dokumen 1) Studi Pustaka

Studi pustaka yakni dengan mengkaji jurnal, hasil penelitian hukum, dan literatur dari beberapa buku yang berhubungan dengan permasalahan penulisan skripsi ini.Menjabarkan dan mengutip intisari dari bahan hukum tersebut untuk kemudian dapat dituangkan dalam penulisan ini.

(9)

2) Studi Dokumen

Studi dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu.

7. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah untuk mengolah dan menganalisa data yang telah diperoleh selama penelitian adalah analisis kualitatif yang dilakukan dengan cara menguraikan data yang telah dikumpulkan secara sistematis dengan menggunakan ukuran kualitatif, kemudian dideskripsikan sehingga diperoleh pengertian atau pemahaman, persamaan, pendapat, dan perbedaan pendapat mengenai perbandingan bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Penulis. Metode berpikir dalam mengambil kesimpulan adalah metode deduktif yang menyimpulkan dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian digunakan untuk menilai suatu peristiwa yang bersifat khusus.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum merupakan acuan yang digunakan dalam pembahasan, mengenai apa saja yang akan dibahas dan dirumuskan untuk sesuai dengan kaidah atau aturan baku dalam penulisan hukum yang terdiri dari 4 bab. Setiap bab akan terbagi menjadi sub-sub bab yang akan mempermudah pemahaman hasil penelitian penulisan ini. Berikut penjabarannya:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan berisi uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

(10)

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan berisi uraian tentang dua hal yaitu kerangka teori yang berperan sebagai landasanpenelitian dan mendukung pemecahan masalah. Kerangka teori meliputi tinjauan mengenai tindak pidana, berita bohong, media elektronik, dan hukum mengenai berita bohong. Kemudian terdapat kerangka pemikiran yang akan dirumuskan penulis dan dituangkan dalam bentuk skema bagan.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yaitu kasus posisi berita bohong telur palsu dan tindak lanjut yang dilakukan oleh Direktorat Siber Polri atas kasus berita bohong mengenai telur palsu di Pasar Johar Baru Jakarta.

Hasil penelitian akan dibahas secara detail dan runtut sehingga dapat memudahkan pemahaman.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab terakhir, akan berisikan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil keseluruhan penelitian bagi masalah yang dibahas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan tersebut sebagai calon tenaga pendidik bidang tata boga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pendapat Peserta Didik Tentang

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

Atas dasar inilah penulis tertarik ingin meneliti lebih dalam mengenai permasalahan di atas dengan judul penelitian “Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap

Di dalam website ini ditawarkan beberapa informasi mengenai Hak Asasi Manusia., diantaranya data dan kasus permasalahan, pelanggaran Hak Asasi Manusia di berbagai daerah di

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai permasalahan tersebut diatas untuk mengetahui secara

9 Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dantersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau

Pokok-pokok permasalahan yang diajukan penulis juga menjelaskan mengenai pasal tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Sasaran Pengelolaan Lingkungan

Peneliti mendapatkan ide penelitian mengenai kekambuhan skizofrenia ditinjau dari jenis pola asuh, karena peneliti menemukan pertanyaan terkait dengan permasalahan yang harus