• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengembangan Perkebunan

Pada masa-masa yang lalu, para pengguna peta adalah orang-orang dewasa yang hendak bernavigasi dengan tujuan-tujuan tertentu beserta para pemilik tanah yang akan merekonstruksi batas-batas penguasaan property suburnya yang terletak di sekitar sungai Nil (bencana) banjir (musiman). Sementara pada masa kini, para pengguna peta tidak saja orang dewasa yang bertujuan untuk bernavigasi tetapi banyak kegiatan ataupun profesi yang memanfaatkan peta untuk memudahkan kegiatan dan pengelolaan (Prahasta, 2013).

Jalan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia sehari- hari. Dengan adanya jalan, manusia dapat bepergian kemana saja untuk menuju ke tempat aktifitasnya. Begitu juga bagi pemerintah, jalan merupakan sarana transportasi yang penting untuk menjalankan roda ekonomi dan pemerintahan. Jika kondisi jalannya baik, maka aktifitas perekonomian dan transportasi juga akan menjadi lancar.Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi jalan beserta data atribut yang berhubungan dengan jalan tersebut (Wartika dan Ghoni, 2013).

Untuk memudahkan dalam pendataan dan pengolahan data akses afdeling, dapat dilakukan dengan sebuah sistem pemetaan yang berbasis komputer, yaitu yang dinamakan dengan Sistem Informasi Geografis. Dengan adanya sistem informasi geografis ini, data beserta peta afdeling dapat diproses secara otomatis oleh komputer. Sistem informasi geografis ini dirancang untuk proses mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek, dimana lokasi geografis menjadi karakteristik yang penting dalam sistem ini. Sistem informasi geografis dapat mengintegrasikan data spasial (peta vektor dan citra digital), atribut (tabel basis data), dan lain sebagainya. Kemampuan tersebutlah yang membedakan sistem informasi geografis dengan sistem

(2)

informasi lain, dan membuat sistem informasi geografis lebih bermanfaat dalam memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis (Wartika dan Ghoni, 2013).

2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis (Turban, 2005).

SIG tidak lepas dari data spasial, yang merupakan sebuah data yang mengacu pada posisi, obyek dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi di mana di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi. Terdapat 5 komponen utama SIG (Harmon dan Anderson 2003), yaitu:

1. User atau pengguna yang menjalankan sistem.

2. Aplikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi.

3. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut.

4. Software atau perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang memiliki kemampuan pengelolaan dan penayangan data spasial.

5. Hardware atau perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalan sistem.

sistem Informasi Geografis adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk (Charter dan Agtrisari, 2002) :

(3)

1. Akuisisi dan verifikasi data 2. Kompilasi data

3. Penyimpanan daya

4. Perubahan dan updating data 5. Manajemen dan pertukaran data 6. Manipulasi data

7. Pemanggilan dan presentasi data 8. Analisa data

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. SIG terdiri dari empat subsistem, yaitu (Prahasta, 2009) :

a. Data Input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oeh perangkat SIG yang bersangkutan (Prahasta, 2009).

b. Data Output

Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya (Prahasta, 2009).

(4)

c. Data Management

Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, diupdate, dan diedit (Prahasta, 2009).

d. Data Manipulation & Analisis

Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan (Prahasta, 2013).

Gambar 2.1 : Ilustrasi uraian Sub-sistem SIG

(Prahasta, 2009)

Alasan SIG dibutuhkan adalah karena untuk data spasial penangananya sangat sulit terutama karena peta dan data statistik cepat kadaluarsa sehingga tidak ada pelayanan penyediaan data dan informasi yang diberikan menjadi tidak akurat. Berikut adalah dua keistimewaan analisis melalui SIG (Prahasta, 2009).

(5)

a. Analisis Proximity

Analisis Proximity merupakan suatu proses analisis yang berbasis pada jarak antar layer. Dalam analisis ini SIG menggunakan proses yang disebut dengan buffering. Buffer yaitu membangun lapisan pendukung sekitar layers dalam jarak tertentu untuk menetukan dekatnya hubungan antara sifat dan bagian (Prahasta, 2009).

Data spasial biasanya terdiri dari berbagai jenis obyek. Jenis obyek meliputi tititk, garis, dan poligon. Dalam SIG , kita dapat mengklasifikasikan buffer sebagai operasi buffer titik, operasi buffer garis dan operasi buffer poligon. Buffer adalah daerah memori yang digunakan untuk menyimpan sementara produksi atau masukan data. Unit penyangganya adalah titik, garis, dan poligon. Operasi buffer mengacu penciptaan zona dengan lebar tertentu di sekitar titik, garis atau area poligon. Hal ini juga disebut sebagai zona jarak tertentu disekitar cakupan fitur (Prahasta, 2009).

Ada dua jenis buffer yaitu buffer lebar konstan dan buffer lebar variabel.

Kedua jenis dapat dihasilkan untuk satu set fitur cakupan, berdasarkan setiap fitur dari nilai atribut. Buffer dapat digunakan dalam query untuk menentukan entitas yang terjadi baik di dalam atau di luar zona penyangga yang ditentukan. Penyangga pada tipe data raster adalah analisis jarak.

Dalam situasi praktis, salah satu kebutuhan beberapa daerah penyangga (titk, garis, dan poligon) secara bersamaan (Prahasta, 2009).

Sebagai contoh proses buffer menggunakan obyek point. Point A adalah unit dasar dari resolusi dalam system SIG. Titik buffer melibatkan penciptaan polygon melingkar tentang tempat tujuan. Jari-jari polygon ini melingkar disebut jarak buffer. Dalam skema ini jarak buffer atau jari-jari lingkaran dapat diperbaiki untuk semua titik pada lapisan atau pengguna bisa menentukan itu. Jika beberapa titik di dalam satu layer yang sama

(6)

dalam proses buffer, kemudian jarak buffer setiap titik ditentukan dalam table atribut. Jika salah satu buffer yang multiple point di layer yang sama, maka algoritma buffer memeriksa tumpang tindih disetiap titik buffer dan menghapus bagian yang tumpang tindih (Prahasta, 2009).

Gambar 2.2: Buffering banyak titik (Mandagere, 2009)

Jika buffer pada multiple point terdapat titik berpotongan atau tumpang tindih, maka system mengambil semua poligon tumpang tindih dan kemudian digabungkan ke dalam satu poligon atau lebih yang mewakili layers. Proses penghapusan bagian tumpang tindih melibatkan penggunaan titik potong dan penyederhanaan. Dalam gambar 2, polygon A,B, dan C menggambarkan semua delapan bagian pada layers tersebut (Prahasta, 2009).

Gambar 2.3 : menghilangkan overlaps (Mandagere, 2009)

(7)

Hasil proses buffer ini perlu di amati apakah suatu poligon terletak pada zona buffer datau diluar zona buffer. Untuk tujuan ini, sistem secara otomatis mendapatkan informasi pada tabel atribut sesuai dengan hasil buffer (di dalam tau di luar) pada satu layers tersebut. Poligon A termasuk poligon yang masuk dalam zona buffer, sedangkan untuk obyek b dan c berada pada luar zona buffer (Prahasta, 2009).

b. Analisis overlay

Proses integrasi data dari lapisan-lapisan layers yang berbeda disebut dengan overlay. Secara analisis membutuhkan lebih dari satu layers yang akan ditumpang susun secara fisik agar bisa dianalisis secara visual.

Dengan demikian, SIG diharapkan mampu memberikan kemudaha- kemudahan yang diinginkan yaitu (Charter dan Agtrisari, 2002) :

1. Penanganan data geosapsial menjadi lebih baik dalam format baku.

2. Revisi dan pemutahiran data menjadi lebih mudah

3. Data geo spasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan direpresentasikan

4. Menjadi produk yang mempunyai nilai tambah 5. Kemampuan menukar data geosapsial

6. Penghematan waktu dan biaya

7. Keputusan yang diambil menjadi lebih baik

Sumber data utama adalah citra penginderaan jauh. Teknologi Global Positioning System (GPS) memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor. Pengumpulan data dengan GPS merupakan pengganti pemetaan terestrial konvensional menggunakan Theodolit atau sejenisnya. Sedangkan data turunan dapat berupa hasil analisis geografis, maupun hasil analisis basis data atribut. Sedangkan luaran dari SIG, sangat

(8)

beragam, mulai dari informasi sederhana, peta-peta digital dan cetakannya, sampai buku laporan. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa SIG adalah basis data geografis yang terkait dengan data atribut (Charter dan Agtrisari, 2002).

2.3 Lokasi dan kesesuaian lahan 2.3.1 Survei pendahuluan

Sebelum melakukan pembukaan areal dimulai, studi kelayakan harus dilakukan terlebih dahulu. Studi kelayakan ini harus dilakukan melalui survei pendahuluan untuk memeriksa atau mengidentifikasi lahan calon perkebunan yang akan dibangun. Pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas luas yang tercantum pada izin lokasi dengan kajian tentang kawasan (hutan atau non-hutan), aksebilitas, status dan tata guna kawasan, kesesuaian lahan (agroklimat, kelerengan, kelas tanah), kondisi sosial- ekonomi wilayah, dan dukungan masyarakat sekitar calon perkebunan. Bila hasil kajian menyatakan lahan yang diperiksa itu ternyata tidak layak, maka proyek sebaiknya tidak dilanjutkan. Namun apabila hasil kajian menyatakan lahan tersebut layak, maka proses dapat dilanjutkan (Malangyoedo,2014).

2.3.2 Studi kawasan

Investor perlu memahami kawasan yang ditetapkan berdasarkan TGHK dan RTRWP. TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) adalah pembagian hutan negara menurut fungsinya, yaitu hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, serta hutan produksi yang dapat dikonversi. TGHK ditetapkan sejak tahun 1983 oleh Departemen Kehutanan yang disepakati oleh Pemerintah Daerah serta sektor lainnya. RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) adalah pembagian tata ruang wilayah provinsi sebagai penjabaran dari Undang-Undang Tata Ruang Tahun 1992. Dalam RTRWP dikenal pembagian ruang sebagai hutan lindung, kawasan budidaya kehutanan, dan kawasan budi daya non-kehutanan. Dalam implementasinya, sejak tahun 1993, antara TGHK dan RTRWP dipadu serasikan. Salah satu

(9)

provinsi yang hingga kini belum padu serasi adalah Kalimantan Tengah. Di provinsi ini, TGHK masih 100% diberlakukan, sehingga izin lokasi yang diterbitkan oleh bupati setempat masih sering tumpang-tindih dengan kawasan hutan menurut ketetapan TGHK (Malangyoedo,2014).

Oleh karenanya, langkah awal yang penting dilakukan dalam memilih alih lahan adalah pemeriksaan kawasan. Di Indonesia, terdapat dua kawasan dengan penggunaan yang berbeda, yakni kawasan hutan dan kawasan non- hutan atau dikenal oleh kalangan perkebunan sebagai areal penggunaan lain (APL). Pada kawasan hutan yang ditetapkan berdasarkan TGHK maupun RTRWP, hanya hutan konversi yang masih memungkinkan untuk dialihfungsikkan menjadi APL apabila memperoleh persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan,namun dengan prosedur yang tidak mudan dan dapat ditolah oleh Menteri Kehutanan dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan APL dapat digunakan untuk pengembangan perkebunan dengan cukup mengajukan permohonan izin lokasi kepada bupati setempat.

Oleh karenanya, dalam perencanaan pembangunan perkebunan sebaiknya tidak memilih lokasi yang masuk didalam kawasan hutan. Untuk memastikannya, perlu dilakukan cross check melalui Badan Pemetaan dan Planologi Nasional yang berada di Bogor (Malangyoedo, 2014).

2.3.3 Tanah

Kriteria kesesuaian tanah untuk produktivitas tanaman kelapa sawit diklasifasikan dalam empat kelas, yakni sangat sesuai (S1), sesuai dengan faktor pembatas minor (S2), bisa sesuai dengan banyak faktor pembatas (S3), dan tidak sesuai (N) (Malangyoedo, 2014).

2.3.4 Iklim

Salah satu parameter yang sering digunakan mewakili kondisi iklim adalah water deficit. Water deficit merupakan interaksi kompleks dari elevasi, bulan kering, curah hujan dan penyinaran matahari. Diketahui bahwa

(10)

dampak signifikan dari besarnya water deficit per tahun sangat tidak cocok untuk kelapa sawit karena akan menyebabkan turunnya produktivitas hingga 54-65%, oleh sebab itu area seperti ini menjadi tidak ekonomis bagi perkebunan kelapa sawit. Area tanpa water deficit merupakan area yang ideal untuk kelapa sawit, namun water deficit antara 200-300 m menjadi faktor pembatas ringan untuk kelapa sawit, sedangkan area dengan water deficit antara 300-500 mm menjadi area marginal land perkebunan kelapa sawit (Malangyoedo, 2014).

2.3.5 Survei Detail dan Tata Ruang Kebun

Selanjutnya adalah perencanaan luas kebun yang akan dibangun serta tata ruangnya. Luas satu kebun biasanya disesuaikan kapasitas pabrik yang akan dibangun. Satu unit pabrik yang berkapasitas 30 ton TBS/jam disuplai oleh tanaman yang luasnya 6.000 ha, sedangkan yang berkapasitas 60 ton TBS/jam membutuhkan areal seluas 11.000-12.000 ha. Satu kebun dibagi dalam beberapa afdeling yang luasnya 600-800 ha/afdeling, tergantung kondisi areal, dan tiap afdeling terdiri dari blok tanaman yang luasnya 16-40 ha/blok, tergantung kondisi areal. Blok ini sangat penting sebagai satuan luas administrasi, dan semua pekerjaan akan diperhitungkan dalam satuan blok. Untuk areal yang rata atau berombak, blok tersebut mudah dibagi.

Tetapi, untuk kondisi bergelombang atau berbukit akan memiliki blok yang lebih kecil, dan tidak jarang sebagai batas blok dipakai batas alam seperti sungai, jalan, dan lain-lain (Malangyoedo, 2014).

Jadwal atau perencanaan juga harus sudah dibuat, karena banyak pekerjaan atau hal-hal tertentu yang harus dilaksanakan atau dipesan beberapa bulan sebelumnya, misalnya pemesanan kecambah dilakukan 3-6 bulan sebelum pembibitan dimulai dan pembibitan dimulai 1 tahun sebelum penanaman di lapangan (Malangyoedo,2014).

(11)

2.3.6 Tata Guna Lahan

Kajian atas lahan dengan melaksanakan survei detail adalah guna mempelajari tata guna lahan yang ada dilokasi yang dipilih. Kondisi tata guna lahan ini akan mempengaruhi besarnya luas efektif lahan, ketika ternyata di lokasi tersebut banyak terdapat pemukiman penduduk dan pertanian masyarakat yang tidak mungkin digunakan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit (Malangyoedo, 2014).

2.3.7 Desain Kebun

Maksud perencanaan/desain kebun adalah untuk merencanakan tata ruang alam kebun dan afdeling yang terbagi atas: jaringan jalan, areal pembibitan saluran air serta lokasi afdeling dan blok.

a) Jaringan Jalan

Panjang dan kualitas jalan dikebun merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam menjamin kelancaran pengangkutan bahan, alat dan produksi, serta pengontrolan lapangan. Rencana pembuatan jaringan jalan harus selaras dengan desain kebun secara keseluruhan, yang disesuaikan dengan kondisi topografi dan kebutuhan kebun. Berdasarkan kebutuhan di lapangan terdapat beberapa jenis jalan, antara lain:

1) Jalan utama (main road), yaitu jalan yang menghubungkan antara satu afdeling dengan afdeling lain maupun dari afdeling ke pabrik, serta menghubungkan langsung pabrik dengan jalan luar/umum. Jalan utama dengan lebar 6-8 m lebih sering dilalui kendaraan yang lebih berat, termasuk kendaraan umum, sehingga perlu diperkeras dengan batu.

Jalan utama biasanya dibangun secara terpadu dengan infrastruktur lain seperti perumahan, bengkel dan kantor.

2) Jalan produksi (collection road), yaitu jalan yang berfungsi sebagai sarana untuk mengangkut produksi TBS dari TPH. Jalan ini terdapat di

(12)

antara blok dan berhubungan dengan jalan utama, dibuat tegak lurus terhadap baris tanaman. Jalan ini lebih kecil dari jalan utama dengan lebar 5-6 m, dan pada tempat tertentu perlu diperkeras. Untuk satu hektar diperlukan sepanjang 50 m.

3) Jalan kontrol (controll road) yaitu jalan yang terdapat didalam setiap blok. Jalan kontrol berfungsi untuk memudahkan pengontrolan areal pada tiap blok dan sebagai batas pemisah antar blok tanaman. Jalan ini lebarnya 4-5 m dan tiap hektar membutuhkan 10 m (Malangyoedo, 2014).

b) Saluran Air

Perencanaan pembangunan saluran air didasarkan atas topografi lahan, letak sumber air didasarkan atas topografi lahan, letak sumber air, dan tinggi muka air tanah. Sistem pengeluaran air berlebih (drainase) dibuat berdasarkan kondisi drainase areal. Untuk lahan gambut, pengelolaan tata air sangat dominan mengingat karakteristik lahan gambut yang mengering dan menyusut tidak kembali (irreversible shrinkage) apabila mengalami kekeringan (Malangyoedo, 2014).

c) Afdeling dan Blok

Luas afdeling dan blok disesuaikan keadaan topografi lahan dan efisiensi pengelolaan areal yang dikaitkan dengan kemudahan perawatan tanaman dan kegiatan panen. Luas areal satu afdeling yang ideal berkisar 750 ha dan luas satu blok adalah 25 ha (500 x 500 m) untuk topografi datar, sedangkan luas blok untuk daerah dengan topografi bergelombang atau berbukit adalah 16 ha (400 x 400). Luas satu blok tersebut juga dikaitkan terhadap kepentingan penetapan kesatuan contoh daun (KCD) (Malangyoedo, 2014).

(13)

2.4 Beberapa Hal Yang Diperlukan Dalam Pemetaan GIS 2.4.1 Hardware (PC, laptop)

GIS membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemprosesan data.

Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe GIS itu sendiri. GIS skala yang kecil hanya membutuhkan PC (personal computer) yang kecil pula untuk menjalankannya. Dengan demikian, dibutuhkan pula komputer yang lebih besar serta host untuk client machine yang mendukung penggunaan multiple user.Hardware yang digunakan dalam GIS memiliki spesifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya, seperti RAM, Harddisk, Processor maupun VGA Card untuk komputer yang stand alone maupun jaringan. Hal tersebut disebabkan data yang digunakan dalam GIS baik data vektor maupun raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan procesor yang cepat. Selain itu, untuk mengubah peta ke dalam bentuk digital diperlukan hardware yang disebut digitizer (Charter dan Agtrisari, 2002).

2.4.2 Software (aplikasi)

Sebuah software GIS haruslah menyediakan fungsi dan tool yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian, elemen yang harus terdapat dalam komponen software GIS adalah (Charter dan Agtrisari, 2002) :

a. Tool untuk melakukan input dan transformasi data dan geografis b. Sistem Manajemen Basis Data (MBS)

c. Tool yang mendukung query geographic, analisis dan visualisasi

d. Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi.

Sebagai inti dari sistem GIS adala software dari GIS itu sendiri yang menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link, query, dan analisa data geografi. Ada banyak software GIS yang bisa kita gunakan,

(14)

diantaranya adalah Map Info, Arc Info, Arc View, Quantum, dan masih banyak lagi (Charter dan Agtrisari, 2002).

2.4.3 Global Positioning System (GPS)

Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi global yang dimungkinkan dengan beroperasinya satelit penentu posisi milik negara Amerika Serikat. Asalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satelite Timing and Ranging Global Positioning System), yang kemudian disingkat GPS merupakan sistem radio navigasi satelit yang dikembangkan oleh United State Departement of Defense (DoD) untuk keperluan militer dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu secara teliti dalam segala cuaca pada sembarang waktu dimuka bumi (darat, laut dan udara). Selanjutnya dengan persetujuan USCongress, GPS kemudian dikembangkan untuk keperluan non– militer. Secara Teknis GPS adalah perpaduan satelit dan receiver yang mampu menunjukkan dan mencatat posisi suatu obyek dimuka bumi secara global (Prahasta, 2009).

Secara prinsip, Global Positioning System (GPS) bekerja berdasarkan sinyal- sinyal yang dipancarkan oleh satelit-satelit tersebut. Informasi mengenai posisi satelit, jarak antara satelit dan permukaan bumi, informasi waktu, kelaikan satelit secara terus-menerus dan simultan dikirimkan kepada penerima sinyal di bumi, yang selanjutnya diolah menjadi informasi koordinat yang secara global dapat diketahui oleh setiap orang dengan satuan pengukuran dan sistem koordinat yang jelas (Prahasta, 2009).

Alat receiver GPS genggam menerima sinyal (seperti radio) dari satelit tersebut dan menggunakan informasi dari sinyal tersebut untuk menghitung lokasi yang pasti dari receiver di permukaan bumi. Dengan menggunakan receiver GPS, dapat ditemukan lokasi yang tepat dimanapun istilah sistem koordinat standar. Koordinat-koordinat tersebut dapat membantu untuk menemukan lokasi pada peta rupabumi yang ada. Ketika berdiri di atas tanah,

(15)

sering sekali sukar diketahui secara pasti lokasi anda di peta bahkan jika berdiri di tengah rawa atau sisi gunung jauh dari landmark yang pasti.

Walaupun merupakan teknologi yang canggih, GPS amat sederhana untuk digunakan. Aktifkan saja receiver GPS dan tunggulah sampai alat tersebut memperlihatkan koordinat lokasi (bagian yang lebih sulit adalah mengetahui bagaimana menggunakan informasi koordinat untuk membuat peta). Untuk mengetahui cara GPS bekerja memperkirakan akurasi koordinat dari receiver, dan mengatasi keadaan jika ada sesuatu yang terasa salah (Prahasta, 2009).

GPS saat ini telah banyak digunakan dan sangat disukai oleh pelaku survei dan pemetaan karena sifatnya yang praktis, cakupan yang luas dan global, penggunaan yang mudah, serta ketelitiannya yang cukup tinggi, terutama untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kehutanan dan pengelolaan sumberdaya alam lain. Dalam bidang kehutanan, GPS utamanya sangat dibutuhkan dalam penentuan titik-titik kontrol pengukuran hutan dan penetapan batas-batas kawasan hutan (Prahasta, 2009).

Penggunaan Global Positioning System (GPS) selalu terintergrasikan dengan Satelit dan receiver. Hal ini tidak lepas dari akurasi data yang akan diterima.

Sumber kesalahan yang berbeda, yang tidak dapat dikontrol karena satu atau lain sebab, disebabkan oleh konfigurasi satelit. Ingat bahwa triangulasi menjadi paling akurat jika titik-titik tempat melakukan triangulasi berada pada sudut yang lebar satu dengan lainnya relatif ke tempat berdiri. Jika semua satelit berkelompok di satu tempat di angkasa, perhitungan posisi tidak akan seakurat jika satelit-satelit (Prahasta, 2009).

tersebut tersebar secara luas. Masing-masing dari 24 satelit GPS bergerak dalam orbitnya sendiri atau memiliki garis edar mengelilingi bumi, sehingga satelit-satelit tersebut selalu mengubah konfigurasi di angkasa, ketika satelit- satelit tersebut dikonfigurasikan sehingga beberapa berada dalam bidang

(16)

pandang receiver dan tersebar melintasi angkasa, lokasi yang dihitung akan sangat akurat (Prahasta, 2009).

Data geografis juga dapat diperoleh secara manual dengan melakukan sampling melalui survei lapangan atau pengambilan angket. Data yang diperoleh umumnya berupa suatu seri titik-titik pengamatan yang kemudian dapat dijadikan layers SIG. Data-data titik tersebut diinterpolasi dan dirubah menjadi data luasan dengan berbagai metode interpolasi yang tersedia pada perangkat lunak SIG (Prahasta, 2009).

Survei atau pengukuran titik, track, dan luasan dengan GPS yang akan memodernkan metode survei, informasi yang diperoleh dengan cara ini juga sangat akurat. Ada banyak jenis dan model receiver GPS yang dijual dengan bentuk, ukuran, kualitas, dan harga yang berbeda-beda. Mereka bekerja menurut beberapa prinsip-prinsip yang sama (Prahasta, 2009).

Akurasi atau ketepatan perlu mendapat perhatian bagi penentuan koordinat sebuah titik/lokasi. Koordinat posisi ini akan selalu mempunyai “faktor kesalahan”, yang lebih dikenal dengan “tingkat akurasi”. Misalnya, alat tersebut menunjukkan sebuah titik koordinat dengan akurasi 3 meter, artinya posisi sebenarnya bisa berada dimana saja dalam radius 3 meter dari titik koordinat (lokasi) tersebut. Makin kecil angka akurasi (artinya akurasi makin tinggi), maka posisi alat akan menjadi semakin tepat.. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian antara lain (Prahasta, 2009) :

1. Jenis receiver (Geodetic atau Navigasi) 2. Jenis data (pseudorange atau fase pembawa) 3. Metoda penentuan posisi (differensial, absolut, dll) 4. Kondisi ionosfer dan troposfer

5. Efek multipath

6. Ketelitian data (ephemeris dll) 7. Geometri satelit

(17)

8. Teknik pemrosesan data

Umumnya informasi perihal satelit yang ditemukan dan menarik adalah : 1. Jumlah satelit

2. Status dan kekuatan sinyal dari setiap satelit yang tampak 3. Posisi setiap satelit dengan azimuth dan sudut diatas horison.

2.4.4 Data

Data GIS dibagi atas dua bentuk, yakni geographical atau data spasial, dan attribut atau data spasial. Data spasial adalah data yang terdiri atas lokasi eksplisit suatu geografi yang diset kedalam bentuk koordinat. Data attribut adalah gambaran data yang terdiri atas informasi yang relevan terhadap suatu lokasi, seperti kedalaman, ketinggian, lokasi penjualan, dan lain-lain dan bisa dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan maksud untuk memberikan identifikasi, seperti alamat, kode pin, dan lain-lain. Sumber- sumber data spasial termasuk kertas peta, diagram, dan scan suatu gambar atau bentuk digitalnya kedalam sistem. Koordinat suatu data dicatat menggunakan GPS receiver dan data dapat ditangkap melalui satellite imagery atau fotografi udara. Secara fundamental, cara kerja GIS berdasarkan pada dua tipe model data geografis, yaitu model data vektor dan model data raster (Charter dan Agtrisari, 2002).

2.4.5 Metode

GIS yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata, yaitu metode, model, dan implementasi akan berbeda- beda untuk setiap permasalahan. GIS didesain dan dikembangkan untuk manajemen data aid yang akan mendukung proses pengambilan keputusan organisasi. Pada beberapa organisasi penggunaan GIS dapat dalam bentuk dan standar tersendiri untuk penggunaan GIS dapat dalam bentuk dan standar tersendiri untuk metode analisisnya. Jadi, metodologi yang

(18)

digunakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan untuk beberapa proyek GIS (Charter dan Agtrisari, 2002).

2.4.6 Manusia

Teknologi GIS tidaklah bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang diaplikasikan sesuai kondisi nyata. Sama seperti Sistem Informasi lainnya, pemakai GIS pun memiliki tingkatan tertentu, dari tingkatan spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang menggunakan GIS untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari. Dalam hal ini adalah pemakai sistem yang menggunakan GIS untuk mencari solusi masalah spasial. Seseorang operator sistem bertanggung jawab dari hari ke hari terhadap performansi kerja suatu sistem. GIS supplier bertanggung jawab dalam penyediaan software pendukung dan update software terbaru dan metode perbaikan suatu sistem. Private Company menyediakan data internal dari agen publik.

Agen publik, pada dasarnya adalah agen pemerintahan, menyediakan data dalam porsi yang besar suatu negara dan pengembang aplikasi adalah pihak- pihak yang memberikan pelatihan GIS (Charter dan Agtrisari, 2002).

Gambar

Gambar 2.1 : Ilustrasi uraian Sub-sistem SIG
Gambar 2.2: Buffering banyak titik   (Mandagere, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya

Lebih-lebih lagi setelah ada seruan presiden USA Woodrow Wilson yang terkenal dengan kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (the right of

Tahap Pra Pelayanan Dalam Panti Tahap pendekatan awal merupakan tahap sosialisasi program pembinaan di PSBR Rumbai kepada masyarakat dan calon siswa (remaja putus

Dari gejala ini timbul dugaan baliwa jika P tersedia dalam tanah, baik yang berasal dari residu P maupun yang berasal dari tanah, cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman pada

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan hermeneutika, yaitu cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks masa

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

andersoni yang ditemukan adalah 311 ekor, sebagian besar ditemukan pada usus (82,96%), sisanya pada lambung dan cecum dengan jumlah cacing per individu inang adalah 1-66.. Jenis