• Tidak ada hasil yang ditemukan

Broto Widya Hartanto Pascasarjana DTMI UGM ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Broto Widya Hartanto Pascasarjana DTMI UGM ABSTRACT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING SIMULATION: PRELIMINARY STUDY

MODELING CARRYING CAPACITY USING AGENT-BASED MODELING SIMULATION:

A PRELIMINARY STUDY

Broto Widya Hartanto Pascasarjana DTMI UGM Email : [email protected]

ABSTRACT

Carrying capacity is the ability of environment to support humans, other living beings, and the balance between them. Carrying capacity consists of various components or agents, which interact and affect the environment. Interaction between agents potentially generates emergent properties in the dynamics of the system as a whole. Currently the system with these characters is called a complex and adaptive system. Intervention through policy based on the strategic measures is required in the purpose to obtain the optimal system performance. A method used in this optimization of complex and adaptive system is agent-based modeling and simulation. This preliminary study will explain the use of agent-based modeling and simulation in the carrying capacity system as a basis for sustainable development. This study focuses on components such as the environment quality, employment growth as part of the development activities, population perspectives and behavior to environmental conditions, as well as intervention. Identification and contextual analysis are focused on the emergent properties from the various components that have a fundamental role in the system.

The result of this study is a framework simulation of agents on carrying capacity system using Netlogo 6.0.

Keywords : Carrying Capacity, Intervention, Complex Adaptive System, Emergent Properties, Agent-Based Modeling Simulation.

ABSTRAK

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung lingkungan hidup terdiri dari berbagai komponen atau agen yang saling berinteraksi dan dapat mempengaruhi lingkungannya. Interaksi antar agen berpotensi memunculkan sifat-sifat baru dalam dinamika sistem secara keseluruhan. Saat ini sistem dengan karakter tersebut dinamakan sistem kompleks dan adaptif. Untuk mendapatkan kinerja sistem yang optimal dibutuhkan intervensi melalui kebijakan berdasar langkah strategis. Metode yang digunakan dalam optimalisasi kinerja sistem komplek dan adaptif adalah menggunakan pemodelan dan simulasi berbasis agen. Penelitian pendahuluan ini akan menjelaskan penggunaan pemodelan dan simulasi berbasis agen pada sistem daya dukung lingkungan sebagai dasar pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini berfokus pada komponen-komponen meliputi kualitas lingkungan, pertumbuhan lapangan kerja sebagai bagian dari kegiatan pembangunan, prespektif dan perilaku penduduk terhadap kondisi lingkungan, serta intervensi. Identifikasi dan analisis kontekstual berfokus pada sifat-sifat yang muncul dari berbagai komponen yang memiliki peran mendasar pada sistem tersebut. Hasil dari penelitian ini merupakan kerangka simulasi dari agen pada sistem daya dukung lingkungan hidup dengan menggunakan program Netlogo 6.0.

Kata Kunci : Daya Dukung Lingkungan, Intervensi, Sistem Kompleks Adaptif, Sifat Muncul, Agent Based Modeling Simulation

1. PENDAHULUAN

Pembangunan nasional perlu memperhatikan aspek berkelanjutan secara seimbang antara lingkungan dan manusia. Menurut Singh et al. (2014, dikutip dari Blanchard, 1992; Gerbens-leenes et al., 2010; Wenheng dan Shuwen, 2008) dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan urbanisasi menghasilkan peningkatan yang substantif pada kesejahteraan sebagian besar penduduk dunia, dan pada saat yang bersamaan terdapat peningkatan konsumsi material sumber daya dan berakibat pada pelepasan limbah dalam jumlah yang banyak ke lingkungan.

Kegiatan pembangunan berpotensi mengakibatkan penurunan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan hidup yang pada akhirnya menjadi beban sosial. Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya (UU No 32, 2009). Daya dukung lingkungan hidup menjadi indeks penting untuk mengevaluasi kondisi sumber daya daerah, lingkungan ekologi dan pembangunan ekonomi daerah (Jiang et al., 2017).

Pembangunan dan pengembangan daerah menyebabkan konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu, sehingga tidak mampu lagi untuk mendukung hidup sejahtera. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang memastikan bahwa manfaat dari pertumbuhan perkotaan terbagi secara adil dan berkelanjutan, kebijakan perencanaan dan pengelolaan tata ruang dan migrasi internal serta kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan distribusi pertumbuhan penduduk (World Urbanization Prospects, 2014). Kebijakan sebagai langkah intevensi didasari oleh analisis yang menggambarkan hubungan dan interaksi antara penduduk dan lingkungan yang melibatkan berbagai komponen ekonomi, sosial, dan alam perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Keterlibatan interaksi manusia dengan sistem alam merupakan sistem yang kompleks dimana komponen sistem manusia dan sistem alam saling berhubungan

(2)

secara dekat (Alberti et al., 2011; Liu et al., 2007).

2. METODE

2.1 Sistem Kompleks Adaptif

Daya dukung merupakan salah satu sistem kompleks dan adaptif. Menurut Hui (2015, dikutip dalam Seidl dan Tisdell, 1999; Monte-Luna et al, 2004), konsep daya dukung didasari oleh persamaan logistik yang menggambarkan dinamika populasi dengan aturan sederhana terkait kepadatan dan telah dikembangkan di seluruh tingkatan hierarki sistem kehidupan serta di berbagai sector social masyarakat.

Sistem kompleks dan adaptif, berpotensi memunculkan sebuah fenomena perilaku yang komleks dan tidak dapat diprediksi. Sistem tersebut terdiri dari berbagai komponen heterogen dan autonom dengan banyak hubungan timbal balik (Haghnevis et al, 2016). Tidak terdapat pemisahan antara sistem dan lingkungannya dimana sistem selalu beradaptasi atau menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan (Chan, 2001). Sistem kompleks dan adaptif umumnya berdasarkan perilaku yang kompleks yang muncul sebagai hasil dari interaksi antar agent dan agent dengan lingkungannya dan oleh sebab itu sistem ini merubah perilakunya untuk dapat beradaptasi pada lingkungannya (Rammel et al., 2007).

Menurut An (2012, dikutip dalam Arthur, 1999; Axelrod dan Cohen, 1999; Manson, 2001; Crawford et al., 2005), sistem yang kompleks umumnya terdiri dari subsistem yang heterogen atau entitas otonom, yang sering menampilkan hubungan yang non-linear dan beberapa interaksi antar entitas, seperti umpan balik, belajar, adaptasi.

2.2 Agent-Based Modeling Simulation

Dalam mempelajari sebuah sistem, dapat menggunakan eksperimen dengan sistem nyata atau eksperimen menggunakan model. Eksperimen dengan model adalah salah satu jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia nyata (Borshchev dan Filippov, 2004). Metode untuk mempelajari sebuah sistem yang kompleks dan adaptif dalam sebuah lingkungan adalah menggunakan metode Agent Based Modeling Simulation (ABMS). Pada ABMS, pemodel mendefinisikan perilaku pada tingkatan individu dan perilaku global muncul sebagai akibat dari banyaknya individu yang masing-masing mengikuti aturan perilaku sendiri, hidup pada lingkungan yang sama dan berkomunikasi antar agent dan lingkungannya (Borshchev dan Filippov, 2004). ABMS memungkinkan untuk melakukan modeling secara bottom-up pada sebuah lingkungan yang didasari oleh sebagian besar interaksi antar agent autonom dan heterogen (Bichraoui et al, 2013;

Borshchev dan Filippov, 2004; Ringler et al, 2016; Ding et al, 2016). Sejak ditemukan pada tahun 1970, pendekatan ABM telah digunakan untuk meneliti berbagai sistem dalam bermacam disiplin ilmu diantaranya sosial, ecologi, ekonomi, ilmu politik dan sebagainya (Grimm et al., 2006).

Pendekatan ABM saat ini umum dilakukan untuk memahami sifat-sifat yang muncul pada sebuah sistem kompleks. Agent based modeling saat ini telah menjadi alat yang banyak digunakan untuk memahami kompleksitas dalam banyak studi teori maupun empiris (An, 2012). ABM memiliki kemampuan sebagai pendekatan yang menggabungkan antara pengambilan keputusan pada sebuah komponen yang heterogen dan jaringan sosial (Sopha et al., 2011). ABM dapat membantu untuk mempelajari dinamika yang kompleks pada sebuah sistem terkait hubungan antara manusia dengan alam (Hare dan Deadman, 2004; Liu et al., 2007; Filatova et al., 2013). Teori complex adaptive system (CAS) dan metode ABM telah menunjukkan hasil yang efektif dan praktis sebagai alat untuk mempelajari kompleksitas dalam sebuah proses yang berkembang pada sistem eco-industri (Kraines dan Wallace, 2006; Zhou, 2005). ABMS merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk memodelkan kompleksitas dalam banyak sistem ekologi, sosial, atau sosio- ekologis di dunia nyata (Grimm et al., 2010).

2.3 Protokol ODD

Dengan berbagai potensi dan keuntungan yang ada, ABMS memiliki struktur yang komplek dibandingkan dengan model analisis yang lain. Selain harus diterapkan dan dijalankan pada sebuah komputer, ABMS sulit untuk melakukan analisis, pemahaman, dan penyampaian dibanding dengan model analisis tradisional (Grimm et al, 1999).

Pada penggunaan pemodelan dengan persamaan tradisional, pemodel mengetahui benar bagaimana harus menjawab pertanyaan dengan menulis persamaan dan nilai-nilai parameter, sedangkan pada penggunaan ABMS, menjawab pertanyaan tersebut menjadi sulit karena model yang lebih kompleks dan pemodel tidak memiliki notasi umum (tradisional) seperti dalam persamaan diferensial (Railsback dan Grimm, 2012). Terdapat dua masalah utama dan saling terkait dengan deskripsi dari ABM yaitu: tidak adanya standard protocol dan umumnya digambarkan secara verbal tanpa petunjuk persamaan, aturan dan jadwal yang jelas yang digunakan dalam model (Grimm et al, 2006).

Dalam penelitian ini, protokol standard yang digunakan untuk menggambarkan sistem pada ABMS adalah menggunakan protocol ODD yang dikembangkan oleh Grimm et al, 2006. Standarisasi protokol untuk penggambaran model ABM dan terutama protocol ODD telah diterima dengan baik oleh komunitas ilmiah (Müller et al, 2013). Logika tahapan ODD diawali dengan informasi umum (Overview) kemudian bagian komponen yang menggambarkan karakter dalam ABMS (Design Concepts) dan terakhir adalah elemen yang menyajikan rincian yang diperlukan untuk membuat deskripsi model menjadi lengkap (Details) (Railsback dan Grimm, 2012).

2.4 Verifikasi dan Validasi

Akurasi model dapat dievaluasi melalui proses validasi dan verifikasi. Verifikasi adalah proses menentukan apakah model yang diimplementasikan berhubungan dengan konsep model yang menjadi target. Validasi adalah proses yang menunjukkan bahwa mekanisme dan property dari model adalah terlihat sama dengan mekanisme dan property dari kondisi nyata, sehingga dapat menunjukkan apakah model yang diimplementasikan memiliki kesamaan dan

(3)

menjelaskan fenomena pada kondisi nyata. Terdapat dua poros Validasi, yaitu tingkatan dimana validasi dilakukan yang terdiri dari macro validation dan micro validation, dan tingkatan ketelitian dari validasi yang dilakukan yang terdiri dari face validation dan empirical validation (Wilensky dan Rand, 2015).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pendahuluan ini akan mempelajari perilaku dari entitas pada lingkungan tertentu yang digunakan sebagai dasar penetapan intervensi. Fokus komponen meliputi kualitas lingkungan, pertumbuhan pusat kegiatan atau lapangan kerja sebagai bagian dari kegiatan pembangunan, prespektif dan prioritas penduduk terhadap kondisi lingkungan, serta angka kematian. Pemodelan dan simulasi menggunakan Netlogo 6.0, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. ABMS pada Daya Dukung Lingkungan Hidup dengan Netlogo 6.0

3.1 Deskripsi Model

Logika model digambarkan dengan penduduk yang secara naluri memiliki perilaku mendatangi pusat kegiatan atau lapangan kerja, untuk peningkatan kesejahteraannya. Sedangkan pusat kegiatan menempati lokasi dengan potensi revenue yang tinggi dari kegiatan produksinya. Pembangunan pusat-pusat kegiatan, berpotensi pada munculnya pemukiman penduduk disekeliling lokasi tersebut, sehingga membuat lokasi semakin padat dan berdampak pada degradasi lingkungan. Secara sederhana pemodelan daya dukung lingkungan hidup digambarkan dalam causal loop pada Gambar 2.

Gambar 2. Causal Loop Diagram Model Daya Dukung Lingkungan

Intervensi melalui kebijakan dan peraturan berdasar langkah strategis dibutuhkan untuk mendapatkan daya dukung lingkungan yang optimal.

3.1.1 Overview

(4)

i. Purpose

Pemodelan ini melakukan eksplorasi pada aspek perilaku individu yang berperan atau berpengaruh dalam sistem daya dukung lingkungan hidup. Secara spesifik pertanyaan dari pemodelan ini adalah: bagaimana pola degradasi daya dukung lingkungan hidup akibat pola penyebaran penduduk pada sebuah wilayah yang dipengaruhi oleh pertumbuhan pusat-pusat kegiatan atau lapangan pekerjaan?

ii. Entities, State Variable dan Skala

Model terdiri agen penduduk (mobile agent) dan industri (stationary agent) sebagai penggambaran pusat-pusat kegiatan. Agen penduduk terdiri dari penduduk dengan prioritas terhadap kualitas lingkungan (Healthier) dan penduduk dengan perilaku tidak memprioritaskan kualitas lingkungan (Waster).

Agen penduduk memiliki shape face , size 1 dengan warna biru (Healthier) dan warna orange (Waster). Agen industri memiliki atribut shape factory , size 6 dan warna kuning seperti pada Gambar 3. Pemilihan perilaku agen disesuaikan dengan kondisi nyata. Agen penduduk memiliki aturan dalam pertumbuhan jumlah (pertumbuhan-healthier dan pertumbuhan-waster), mampu untuk berpindah dan memiliki perilaku tertentu dalam memilih tempat tinggal.

Gambar 3. State Variable dari Entitas

Agen Healthier memilih tinggal di wilayah dengan kualitas lingkungan yang baik dan sehat, sedangkan Waster tidak memprioritaskan kualitas lingkungan namun mempertimbangkan harga tanah dalam memilih lokasi menetap. Pola perilaku ini yang menyebabkan konsentrasi penduduk pada wilayah sekeliling industri, dan berpotensi mengalami degradasi lingkungan yang lebih signifikan akibat industri juga menghasilkan limbah dari proses produksinya.

Parameter untuk agen adalah arah perpindahan yang mengikuti fungsi random dan jarak ke pusat kegiatan.

Pergerakan dilakukan hingga agen menemukan wilayah untuk menetap dengan kriteria keputusan sesuai aturan perilaku yang dimiliki agen penduduk pada waktu tertentu. Parameter untuk model adalah pertumbuhan pusat kegiatan, arah persebaran penduduk pada wilayah terntentu, dan persebaran degradasi lingkungan yang menandakan kondisi kualitas lingkungan atau daya dukung lingkungan hidup di suatu wilayah.

iii. Process overview and scheduling

Pemodelan dibangun untuk mempelajari pola interaksi antar agen, serta interaksi agen dengan lingkungannya, seperti pada Gambar 4. Interaksi dipengaruhi oleh pola perilaku masing-masing agen dan lingkungan yang ditetapkan, sehingg dapat diketahui kondisi kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan hidup. Pada pengaturan scheduling, agen memilih lokasi secara acak. Agen industri akan dipengaruhi dan mempengaruhi kondisi agen penduduk. Sedangkan agen penduduk akan dipengaruhi oleh prioritasnya terhadap pemilihan lokasi tempat tinggal. Semakin lama agen, baik penduduk dan industri, menempati sebuah lokasi akan mempengaruhi kondisi lingkungan hidup di lokasi tersebut.

(5)

Gambar 4. Pola Kondisi Lingkungan 3.1.2 Design Concept

i. Emergence

Pertumbuhan agen akan muncul secara random di lingkungan model. Dalam waktu tertentu (ticks), masing- masing agen akan berinteraksi dan menghasilkan keputusan tertentu dalam beradaptasi sehingga mempengaruhi perubahan kondisi kualitas lingkungan dan daya dukungnya, yang ditunjukkan dengan pola perubahan warna. Hal tersebut merupakan salah satu sifat-sifat muncul (emergent properties) yang dapat diamati pada wilayah tertentu.

ii. Sensing

Setiap penduduk mendekati lokasi berdirinya industri, kemudian Healthier akan bergerak mencari wilayah yang layak dan baik sedangkan agen Waster akan bertempat tinggal di sekeliling agen industry.

iii. Learning

Setiap individu agen merubah pola adaptasinya pada kurun waktu tertentu sebagai akibat dari pengalaman yang telah dialami. Agen merubah pola adaptasinya akibat kondisi lingkungan, dan pertumbuhan pusat kegiatan.

iv. Interaction

Interaksi dipengaruhi oleh pola perilaku masing-masing penduduk terhadap industri. Pertumbuhan industri akan menarik kedatangan penduduk ke lokasi tersebut. Industri yang muncul secara acak akan mempengaruhi pemilihan tempat tinggal penduduk. Dari keseluruhan pola interaksi dapat diketahui kondisi kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan hidup pada wilayah tertentu.

v. Stochasticity

Fungsi acak atau random digunakan untuk menentukan letak pertumbuhan agen, penetapan wilayah tempat tinggal penduduk dan berlaku untuk menggambarkan kemunculan penduduk di wilayah tertentu. Kondisi acak dapat ditentukan user dengan slider untuk melakukan beberapa scenario.

3.1.3 Details i. Initialization

Digunakan untuk menggambarkan kondisi awal lingkungan dan agen (penduduk dan industri). Kondisi lingkungan pada model, diawali dengan status kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan hidup yang sama dan layak. Nilai inisialisasi diantaranya adalah jumlah agen penduduk per agen industri (1 agen Healthier dan 3 agen Waster), jumlah maksimal agen industri yang ada di wilayah tertentu pada periode tertentu, dan aturan persebaran.

ii. Input Data

Input pada pemodelan ini (Gambar 5) adalah pertumbuhan agen dan prioritasnya terhadap lingkungan serta angka kematian, dengan kondisi yang dapat dikontrol oleh user. Perubahan lingkungan akibat input data digambarkan berdasarkan perubahan kualitas lingkungan di wilayah tertentu.

Gambar 5. Input Data iii. Submodels

Pada kondisi nyata pusat kegiatan dengan tingkat pengunjung dan kodisi sumber daya manusia (SDM) yang rendah akan berdampak pada keberlanjutan usaha. Pertumbuhan penduduk sebagai pengunjung dan SDM di lingkungan tertentu akan mempengaruhi pola kualitas lingkungan. Penggambaran pola kualitas dibagi menjadi raise-value dan decrease-value, yang mengikuti aturan: Qr=qKn, dimana Qr adalah kualitas lingkungan pada radius r, q nilai ketetapan dan Kn adalah nilai kenaikan dan penurunan kulitas lingkungan per radius wilayah r.

(6)

3.2 Verifikasi, Validasi

Verifikasi dilakukan dengan metode structure code walk through, sehingga didapatkan simulasi yang dijalankan sesuai dengan kondisi nyata dan aktivitas setiap agen berperilaku sesuai dengan aturan dan yang diharapkan selama model testing. Validasi menggunakan face validation, dimana pada kondisi nyata terdapat 2 kelompok karakter penduduk terkait kepedulian lingkungan yaitu kelompok peduli dan tidak peduli terhadap kondisi kualitas lingkungan. Pertumbuhan industry mengikuti aturan pendirian yang dilakukan selama diwilayah tersebut terdapat penduduk dan potensi untuk berkembang.

3.3 Analisis

Dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa skenario sehingga menggambarkan pola-pola yang muncul dan secara signifikan mempengaruhi keseluruhan sistem.

1. Skenario peraturan persebaran agen penduduk (tata ruang atau spatial). Peraturan persebaran sensitive terhadap jangka waktu, dimana peraturan persebaran yang semakin ketat (jumlah peraturan) berpengaruh pada lama waktu daya dukung lingkungan. Langkah intervensi dapat dilakukan pada aturan persebaran penduduk pada wilayah tertentu melalui peraturan tata ruang dan wilayah.

Gambar 6. Skenario pada Peraturan Persebaran Penduduk

2. Scenario angka kematian. Kondisi angka kematian lebih sensitive terhadap waktu degradasi lingkungan hidup pada saat kondisi peraturan persebaran penduduk ketat (banyak peraturan), dibandingkan saat kondisi peraturan longgar (sedikit peraturan).

Gambar 7. Skenario pada Peraturan Persebaran Penduduk

3. Prioritas agen terhadap kondisi lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem secara keseluruhan.

4. KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan simulasi yang menggambarkan interaksi antar agen dan agen dengan lingkungannya dengan menggunakan program Netlogo 6.0. Agen terdiri dari penduduk dan pusat kegiatan (industri) dengan bentuk interaksi yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi, sehingga membuat masing-masing agen memiliki keputusan tertentu dan bersifat adaptif terhadap kondisi lingkungan. Validasi menggunakan face validation agar sistem pada simulasi mendekati dengan kondisi nyata. Hasil yang didapatkan adalah tersedianya parameter-parameter yang dapat dimodifikasi guna membangun berbagai skenario simulasi. Masing-masing skenario mampu menggambarkan pola-pola yang terbentuk (emergent properties) yang dapat dipelajari sebagai langkah penyusunan intervensi. Efisiensi penggunaan ABMS dalam pemodelan ini terlihat pada penggunaannya yang simultan sehingga dapat menggambarkan pola-pola terbentuk dari waktu ke waktu.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Bertha Maya Sopha dan Bapak Muhammad Ali Imron atas ilmu dan pengetahuan yang mendalam dalam Agent-Based Modeling Simulation sebagai metode pemodelan dan simulasi untuk menganalisis sebuah sistem kompleks dan adaptif.

6. DAFTAR PUSTAKA

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 5 10 15 20 25 30

JANGKAWAKTUDAYADUKUNG LINGKUNGAN

PERATURAN PERSEBARAN PENDUDUK

0 50 100 150 200 250 300 350

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

JANGKAWAKTUDAYADUKUNG LINGKUNGAN

ANGKA KEMATIAN

Peraturan Ketat Peraturan Longgar

(7)

Alberti, M., Asbjornsen, H., Baker, L.A., Brozovic, N., Drinkwater, L.E., Drzyzga, S.A., Jantz, C.A., Fragoso, J., Holland, D.S., Kohler, T.A., Liu, J.G., McConnell, W.J., Maschner, H.D.G., Millington, J.D.A., Monticino, M., Podestá, G., Pontius Jr., R.G., Redman, C.L., Reo, N.J., Sailor, D., Urquhart, G. (2011). Research on coupled human and natural systems (CHANS): approach, challenges, and strategies. Bull. Ecol. Soc. Am, 92(2), 218–228.

An, L. (2012). Modeling human decisions in coupled human and natural systems: Review of agent-based models.

Ecological Modelling, 229, 25-36.

Arthur, W.B. (1999). Complexity and the economy. Science, 284, 107–109.


Axelrod, R., Cohen, M.D. (1999). Harnessing Complexity: Organizational Implications of a Scientific Frontier. New York:

The Free Press.

Bichraoui, N., Guillaume, B., Halog, A. (2013). Agent-Based modelling simulation for the development of an industrial symbiosis-Preliminary results. Procedia Environmental Sciences, 17, 195-2004.

Blanchard, O. (1992). Energy consumption and modes of industrialization: four developing countries. Energy Policy, 20, 1174–1185.

Borshchev, A., Filippov, A. (2004). From System Dynamics and Discrete Event to Practical Agent Based Modeling: Reasons, Techniques, Tools. Proc. 22nd Int. Conf. Syst. Dyn. Soc., 1–23.

Chan, S. (2001). Complex Adaptive System. Research Seminar in Engineering Systems, ESD.83.

Crawford, T.W., Messina, J.P., Manson, S.M., O’Sullivan, D. (2005). Complexity science, complex systems, and land-use research. Environment and Planning, B 32, 792–798.

Ding, Z., Wang, Y., Zou, P.X.W. (2016). An agent based environmental impact assessment of building demolition waste management: Conventional versus green management. Journal of Cleaner Production, 133, 1136-1153.

Felsen, M. and Wilensky, U. (2007). NetLogo Urban Suite - Economic Disparity model. Center for Connected Learning and Computer-Based Modeling, Northwestern University, Evanston, IL. Retrieved from http://ccl.northwestern.edu/netlogo/models/UrbanSuite-EconomicDisparity.

Filatova, T., Verburg, P.H., Parker, D.C., Stannard, C.A. (2013). Spatial agent-based models for socio-ecological systems:

challenges and prospects. Environ. Model. Softw, 45, 1-7.

Gerbens-Leenes, P.W., Nonhebel, S., Krol, M.S. (2010). Food consumption patterns and economic growth. Increasing affluence and the use of natural resources. Appetite, 55, 597–608.

Grimm, V., Berger, U., Bastiansen, F., Eliassen, S., Ginot, V., Giske, J., et al. (2006). A standard protocol for describing individual-based and agent-based models. Ecological Modelling, 8, 115-126.

Grimm, V., Berger, U., DeAngelis, D.L., Polhill, J.G., Giske, J., Railsback, S.F. (2010). The ODD protocol: a review and first update. Ecological Modelling, 221(23), 2760- 2768.


Grimm, V., Wyszomirski, T., Aikman, D., Uchmanski, J. (1999). Individual-based modelling and ecological theory: synthesis of a workshop. Ecol. Model, 115, 275–282.

Haghnevis, M., Askin, R.G., Armbruster, D. (2016). An agent-based modeling optimization approach for understanding behavior of engineered complex adaptive systems. Socio-Economic Planning Sciences, 56(3), 67-87.

Hare, M., Deadman, P. (2004). Further towards a taxonomy of agent-based simulation models in environmental management. Mathematics and Computers in Simulation, 64(1), 25-40.


Jiang, D., Chen, Z., Dai, G. (2017). Evaluation of the Carrying Capacity of Marine Industrial Parks: A Case Study in China.

Marine Policy, 77, 111-119.

Kraines, S., Wallace, D. (2006). Applying agent-based simulation in industrial ecology. Journal of Industrial Ecology, 10 (1– 2), 15–18.

Liu, J., Dietz, T., Carpenter, S.R., Alberti, M., Folke, C., Moran, E., Pell, A.N., Deadman, P., Kratz, T., Lubchenco, J., Ostrom, E., Ouyang, Z., Provencher, W., Redman, C.L., Schneider, S.H., Taylor, W.W. (2007). Complexity Of Coupled Human And Natural Systems. Science, 317, 1513–1516.

Manson, S.M. (2001). Simplifying complexity: a review of complexity theory. Geoforum, 32, 405–414.

Monte-Luna, P.D., Brook, B.W., Zetina-Rejon, M.J., Cruz-Escalona, V.H. (2004). The carrying capacity of ecosystems. Global Ecology and Biogeography, 13, 485–495.

Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. (2009). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009.

Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009.

Railsback, S.F., Grimm, V. (2012). Agent-Based and Individual-Based Modeling: A Practical Introduction. New Jersey:

Princeton University Press.

Rammel, C., Stagl, S., Wilfing, H. (2007). Managing complex adaptive systems—a coevolutionary perspective on natural resource management. Ecological Economics, 63, 9–21.


Ringler, P., Keles D., Fichtner, W. (2016). Agent-based Modelling and Simulation of Smart Electricity Grids and Markets – A Literature Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 57, 205-215.

Seidl, I., Tisdell, C.A. (1999). Carrying capacity reconsidered: from Mathus’ population theory to cultural carrying capacity.

Ecological Economics, 31, 395–408.


Sopha, B.M., Klöckner. C.A., Hertwich, E.G. (2013). Adoption and diffusion of heating systems in Norway: Coupling agent- based modeling with empirical research. Environmental Innovation and Societal Transitions, 8, 42-61.

United Nations. (2014). World Urbanization Prospects: Highlights. New York: Department of Economic and Social Affairs.

Wenheng, W., Shuwen, N. (2008). Impact study on human activity to the resource-environment based on the consumption level difference of China’s Provinces or autonomous regions. China Population, Resources and Environment, 18, 121–127.

Wilensky, U. (1999). NetLogo. Center for Connected Learning and Computer-Based Modeling, Northwestern University, Evanston, IL. Retrieved from http://ccl.northwestern.edu/netlogo/.

Wilensky, U., Rand, W. (2015). An Introduction to Agent-Based Modeling: Modeling Natural, Social, and Engineered Complex Systems with Netlogo. Amerika: The MIT Press.

(8)

Zhou, Z. (2005). Study on the complex adaptive system of eco-industrial systems. China, Beijing: Department of Chemical Engineering, Tsinghua University.

TANYA JAWAB :

1. Dr. Ir. Wahyu Susihono, ST,MT.,IPM (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) Bagaimanakah penggunaan model dan simulasi di provinsi lain (Serang, Banten) Jawaban :

Penggunaan protokol ODD memungkinkan untuk dilakukan replikasi pada pemodelan dan simulasi ini

Gambar

Gambar 1. ABMS pada Daya Dukung Lingkungan Hidup dengan Netlogo 6.0
Gambar 3. State Variable dari Entitas
Gambar 4. Pola Kondisi Lingkungan  3.1.2 Design Concept
Gambar 7. Skenario pada Peraturan Persebaran Penduduk

Referensi

Dokumen terkait

At the end of the course, students are expected to be able to attempt a good translation from English into Bahasa Indonesia and from Bahasa Indonesia into English at the level

telah melakukan penelitian dan pengambilan data di PG-TK Buah hati pada tanggal 20 Agustus - 11.

Tumimbal lahir atau punarbhava yang disebut juga penerusan (patisandhi) bukan perpindahan roh karena dalam agama Buddha tidak mengenal roh yang kekal dan berpindah.. Dalam agama

Dengan demikian kesimpulan dari isotermal model Langmuir adalah iotermal yang terbaik untuk memprediksi adsorpsi formaldehida pada adsorben KAK-Ag. Hal ini dilaporkan bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh energi gelombang pecah terhadap besar dan arah arus sejajar pantai serta volume transpor sedimen sejajar pantai

PENERAPAN MULTIMED IA PEMBELAJARAN BERUPA GAME D ENGAN METOD E D ISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PEMROGRAMAN D ASAR. Universitas Pendidikan Indonesia |

The purpose of try out is to test or measure validity or reliability of research instrument. The researcher would try out the instrument before it applied to give pre test to the

Buah pepaya yang masih mengkal memiliki efek menggugurkan kandungan, sedangkan buah pepaya yang sudah matang berkhasiat untuk melancarkan gangguan sistem pencernaan, selain itu