• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENYAJIAN DATA. Perjalanan pertahanan Indonesia dapat ditinjau melalui 3 periode yakni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PENYAJIAN DATA. Perjalanan pertahanan Indonesia dapat ditinjau melalui 3 periode yakni"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

24 BAB II

PENYAJIAN DATA 2.1 Pertahanan Indonesia

Perjalanan pertahanan Indonesia dapat ditinjau melalui 3 periode yakni orde lama, orde baru dan reformasi. Pertama, persenjataan pada orde lama didapatkan melalui modifikasi alutsista yang sudah ada untuk misi-misi tempur.i Contohnya, Indonesia memodifikasi pesawat RI-X yang dibuat di Magetan dan gabungan antara pesawat Nakajima dan Sakai Blenheim MK IV milik Belanda yang dinamakan pesawat Sakai Blenheim.

Selain itu, alutsista Indonesia pada masa ini didominasi oleh teknologi Uni Soviet (sekarang Rusia) seperti yang ditunjukkan pada grafik 2.1.

Alasannya, Indonesia menganggap blok barat pro terhadap kaum penjajah yang tidak menguntungkan Indonesia dalam percaturan hubungan internasional sebagai negara yang pernah dijajah, sehingga lebih baik memihak Uni Soviet yang berlawanan dari blok barat secara ideologi. Maka hubungan kedua negara dalam perkembangannya, menjadikan Uni Soviet sebagai produsen senjata terbesar bagi Indonesia.

Namun, pada orde baru (1966-1998) Indonesia cenderung memihak kepada blok barat guna memperbaiki kesejahteraan negara karena mengalami kekacauan politik dan ekonomi domestik yang mengakibatkan pandangan skeptis pada blok timur. Perihal itu sekaligus berusaha membangun citra negara yang sebelumnya memihak blok timur. Upaya yang dilakukan antara lain normalisasi hubungan seperti Malaysia dan Amerika Serikat, pembekuan

commit to user

(2)

25

hubungan dengan Tiongkok, bergabung kembali dengan PBB pada April 1966, dan IMF tahun 1967.

Grafik 2. 1ii Jumlah Senjata Indonesia berdasarkan Penyuplai Periode Orde Lama dan Orde Baru

Sumber : arm trade/export to Indonesia SIPRI.

Grafik 2.1 menunjukkan prinsip pertahanan negara yang tidak terlepas dari penilaian politik berdasarkan pemasok persenjataan Indonesia dalam dua periode diatas. Impor senjata Amerika Serikat yang mendominasi orde baru menjadi momentum Indonesia untuk menjalin hubungan dengan Korea Selatan.

Namun, Indonesia mendapatkan embargo senjata dari Amerika Serikat pada tahun 1999-2005, sehingga senjata-senjata yang sudah dibeli dari Amerika Serikat tidak bisa digunakan.

Transaksi senjata pada kedua periode tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung kepada impor karena belum dapat memproduksi persenjataan secara mandiri. Di sisi lain, Impor perlu dilakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keamanan tetapi juga menjaga hubungan antar negara. Maka, impor alutsista tidak dapat hilang sepenuhnya dalam agenda

commit to user

(3)

26

pemenuhan kebutuhan pertahanan Indonesia bersamaan dengan peningkatan kapabilitas industri pertahanan.

Sementara itu, pemerintahan masa orde baru didominasi oleh kalangan militer dan sebagian kecil dari kalangan sipil baik dari segi ekonomi maupun politik. Kelompok militer memiliki wewenang untuk berkecimpung di dunia bisnis yang semakin menguat sejak tahun 1970-an. Perihal tersebut berdampak pada pembangunan industri pertahanan Indonesia yang ditunjang melalui bisnis militer. Adapun kebijakan yang mencerminkan dominasi kelompok elit militer berupa dwifungsi ABRI bahwa TNI memiliki kewengangan untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara, memegang kekuasaan serta mengatur negara.

Berbeda dengan orde baru, pertahanan Indonesia pada masa reformasi (1999-2004) berfokus pada reformasi militer. Reformasi meliputi peran sosio- politik militer, legalisasi pertahanan, perluasan agenda keamanan, sebagian mengenai anggaran dan teknologi pertahanan. Perubahan yang tampak adalah TNI tidak boleh ‘mendukung’ dirinya melalui kegiatan komersial terkait anggaran pertahanan yang secara mutlak diputuskan oleh pemerintah.iii

Keadaan alutsista pada masa reformasi tidak ada pengadaan senjata baru dan bersamaan dengan kondisi domestik, maka sektor industri pertahanan disisihkan dari fokus kebijakan pemerintah. Pembubaran bahana prakarya industri strategis pada tahun 2002 menandakan kemunduran pada industri, khususnya Dirgantara Indonesia. Industri ini mengalami kerugian secara materiil hingga sempat tidak beroperasi yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja.

commit to user

(4)

27

Pemerintah mulai menaikkan anggaran pertahanan dan menyusun rencana untuk membangkitkan industri strategis pada tahun 2005. Bersamaan dengan itu, embargo senjata Amerika Serikat dicabut karena adanya faktor perubahan isu internasional mengenai terorisme yang membenarkan penaikan anggaran tersebut. Maka pasca reformasi, pemerintah mulai memberikan perhatian pada modernisasi alutsista dan pengembangan industri pertahanan karena peran industri strategis yang sempat vakum periode 1998-2005.

Salah satu faktor perancangan kapabilitas pertahanan tersebut dituangkan dalam buku putih pertahanan 2008, yakni kapabilitas pertahanan militer pada masa mendatang, diarahkan pada penataan organisasi dengan modernisasi alutsista sesuai pembangunan postur TNI.iv Untuk mewujudkannya, pemerintah memutuskan rumusan kebijakan pertahanan yang dikenal dengan Minimum Essential Force. Kebijakan MEF adalah rencana pembangunan nasional bidang pertahanan keamanan sebagai bagian dari postur ideal pertahanan negara yang ditetapkan pada tahun 2010. Masterplan pengembangan industri pertahanan terdiri dari MEF I, MEF II, dan MEF III.

MEF I ditargetkan untuk jangka waktu tahun 2010-2014 yang berfokus pada postur minimal alpalhankam. MEF II ditargetkan untuk jangka waktu tahun 2015-2019 yang berfokus pada postur transisi alpalhankam. MEF III dengan jangka waktu antara tahun 2020-2024 yang berfokus pada postur ideal alpalhankam. Indikator postur transisi alpalhankam meliputi mendukung postur minimal, peningkatan kemampuan kerja sama produksi, new product development, mendukung postur ideal, produk jangka menengah, dan

commit to user

(5)

28

peningkatan kerja sama internasional (new product development-advanced technology).v

2.1.1 Perkembangan Industri Pertahanan Indonesia

2.1.1.1 Industri Pertahanan Indonesia

Tonggak pembentukan industri pertahanan di Indonesia dan secara resmi didukung pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983 mengenai pembentukan dewan pembina dan dewan pengelola industri- industri strategis dan industri pertahanan keamanan. B.J Habibie yang memiliki latar belakang teknorat di Jerman kemudian direkrut oleh Soeharto untuk pulang ke Indonesia tahun 1974. B.J Habibie diangkat menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi sampai tahun 1978. Berdirinya tiga industri utama yang pernah ditangani oleh B.J Habibie antara lain :

1) PT Pindadvi

Salah satu asset dari Belanda adalah LPB diganti menjadi PSM atau Pabrik Senjata dan Mesiu dan pengelolaannya diserahkan pada TNI AD. PSM berganti nama menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat tahun 1958, kemudian menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad) tahun 1962. Tahun 1976, Kopindad kembali ke nama asalnya yakni Pindad. Pada 29 April 1983, PT Pindad dimasukkan kedalam industri strategis.

Produknya antara lain 10 unit tank Scorpion, water canon, tactical combat vehicle, senapan FNC dengan lisensi dari Fabrique National

commit to user

(6)

29

Herstal (FNH) Belgia. Sejak tahun 1986, PT Pindad membentuk divisi mekanik yang menghasilkan aneka mesin perkakas, pengola kayu, permesinan dek kapal laut dan system rem udara kereta api.

2) PT PALvii

PAL menjadi bagian dari industri berat TNI Angkatan Laut pada tahun 1962. Pada tahun 1963, PAL berganti nama menjadi Komando Penataran Angkatan Laut (Konatal) dikembangkan untuk menjadi insutri maritim. Pendanaan PAL didukung oleh anggaran Angkatan Laut. Konatal menjadi perusahaan umum pada tahun 1978, kemudian Perum PAL menjadi PT PAL dengan akta pendirian tanggal 15 April 1980 sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 4 tahun 1980.

Perkembangan selanjutnya, fasilitas produksi PT PAL atau Ship Building Plant (SBP) dibangun secara bertahap dan selesai pada tahun 1994. PT PAL dalam beberapa kali produksi merancang sendiri dengan bantuan dari BPPT dan galangan kapal dari luar negeri seperti Luerssen, Ferrostaal, Thyssen dan Howaldt Duetsche Werke dari Jerman untuk fasilitas produksi kapal perang. Sementara itu, fasilitas produksi untuk kapal niaga berasal dari Mitsui, Jepang.

3) PT Dirgantara Indonesiaviii

Indonesia telah memodifikasi beberapa pesawat sebelum resmi dibentuknya lembaga industri dirgantara secara resmi antara lain Si Kumbang tahun 1954 oleh Nurtanio W.S, J. sumarsono dan Agustinus Adisucipto dan Belalang 90 dan Kunang 25 tahun 1958, untuk calon

commit to user

(7)

30

penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat.

Pemerintah meresmikan LAPIP yang bertugas menyiapkan pembangunan industri penerbangan pada akhir tahun 1961. LAPIP kemudian berganti nama menjadi LIPNUR untuk menghormati Nurtanio yang gugur pada Maret 1966 saat melakukan uji coba pesawat terbang.

Di sisi lain, beberapa pihak yang dibentuk untuk mendukung industri tersebut antara lain Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Republik Indonesia (Depanri) pada 1963 dan divisi Advanced technology dan Teknologi Penerbangan (ATTP) oleh Pertamina.

Selain itu, Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang (Kopelapip) dimulai tahun 1965.

Perkembangan selanjutnya, Pemerintah mengonsolidasikan potensi dan aset Pertamina, Divisi ATTP, LIPNUR dan Angkatan Udara RI di Bandung pada tahun 1975 untuk pengembangan industri pesawat. LIPNUR dan ATTP dilebur menjadi IPTN. B.J Habibie mendirikan PT IPTN pada 28 April 1976 kemudian diremsikan Presiden Soeharto pada 23 Agustus 1976.

PT IPTN diganti menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985. Pada tahun 1995, Indonesia berhasil membuat pesawat buatan sendiri yang dinamakan N-250 Gatotkaca dan disaat yang sama pemerintah meresmikan PT Dua Satu Tiga Puluh (DSTP) yang akan melansir pesawat jet N-2130. Namun, krisis commit to user

(8)

31

ekonomi yang melanda tahun 1998 mengakibatkan pemerintah menghentikan pendanaannya kepada IPTN.

Berikut beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan :

a. LAPIP bekerja sama dengan CEKOP, Polandia dalam membangun pesawat berlisensi PZL-104 Wilga kemudian dinamakan dengan Gelatik dan diproduksi sebanyak 44 unit.

b. Perjanjian antara ATTP dengan industri pertahanan luar negeri, yakni MBB dari Jerman dan CASA dari Spanyol yang menghasilkan 2 tipe pesawat helikopter NC-212 dan NBO-105.

Namun proyek tidak berjalan mulus karena krisis yang dialami pertamina.

c. IPTN bekerja sama dengan CASA dari Spanyol tahun 1983 untuk memproduksi CN-235 yang selanjutnya digunakan oleh Merpati Nusantara tahun 1988.

4) PT Dahanaix

Berawal dari proyek roket Angkatan Udara yang selanjutnya dipisahkan menjadi program roket dan pabrik dinamit pada tahun 1973. Proyek tersebut diresmikan sebagai badan usaha perusahaan umum dengan nama Dahana di lingkup Departemen Pertahanan dan Keamanan melalui Peraturan Pemerintah No. 36/1973 sebelum ditetapkan sebagai perusahaan perseroan tahun 1991. Badan usaha ini menyediakan layanan bahan peledak untuk sektor migas, pertambangan umum, kuari, konstruksi dan pertahanan. commit to user

(9)

32

Kegiatan dan capaian PT Dahana antara lain, melakukan joint operation melayani PT Kaltim Prima Coal sejak tahun 1994. Perihal tersebut menjadi langkah awal bagi PT Dahana dalam bidang jasa aplikasi bahan peledak dengan produk Dayagel Seismic. Pada bidang migas yakni oilwell perforating, Dahana memproduksi sendiri untuk produk Shaped Charges yang bekerja sama dengan Chartered Olitech Singapore yang beroperasi sejak tahun 1995. Dahana mendirikan pabrik On Site Bulk Emulsion tahun 1998 dengan faktor pasar kuari granit yang berkembang pesat di Pulau Karimun.

2.1.1.2 Hambatan Industri Pertahanan Indonesia

Hambatan perkembangan industri pertahanan secara signifikan terjadi karena momentum krisis moneter Asia tahun 1997-1998. Akibatnya, orde baru berakhir dan berhentinya sokongan dana dari pemerintah terhadap industri strategis dengan padat modal. Fenomena krisis moneter Indonesia berawal dari nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting kemudian dalam jangka panjang berdampak pada jatuhnya nilai tukar rupiah serta jatuh tempo utang swasta luar negeri dengan jumlah besar.x

Akibatnya pada tanggal 3 September, Soeharto mengumumkan pembatalan proyek-proyek infrastruktur. Pada tanggal 8 Oktober, Indonesia berkonsultasi dengan IMF mengenai masalah krisis yang tengah dihadapi.

Alhasil bantuan IMF tersebut dalam beberapa persyaratannya, berdampak pada pemotongan dana negara khususnya pada industri-industri strategis, seperti proyek mobil nasional dan pesawat jet Indonesia dibawah B.J Habibie.

commit to user

(10)

33

Peristiwa tersebut memberikan dampak pada industri pertahanan khususnya bagi Dirgantara Indonesia. Dibandingkan dengan PT PAL dan PT Pindad. PT DI belum balik modal untuk menutupi kerugiannya selama 25 tahun didirikan. Hingga tahun 2003 perusahaan ini ditutup sementara, PT DI masih memiliki hutang sebesar Rp. 3,2 triliun sedangkan aset yang dimiliki sekitar Rp. 3,7 triliun.

Alasannya karena fokus PT DI adalah spesifik produk pesawat yang membutuhkan waktu dan biaya cukup besar dalam pembuatan. Beberapa diantaranya adalah kontrak dari British Aero System yang senilai 90 juta dolar dalam kurun waktu 10 tahun, kemudian pengerjaan pesanan dua CN- 235 untuk Tentera Udara Diraja Malaysia senilai 36 juta dolar dan empat unit CN-235 untuk Pakistan senilai 49 juta dolar.xi

Tekanan tersebut semakin terasa bagi DI ketika pemerintah menarik dukungan finansial. Setidaknya ada beberapa upaya yang dilakukan antara lain yang pertama adalah mengurangi beban kerja melalui program pensiun yang bermula 15.510 orang pada tahun 1998 menjadi 9.300 pada awal tahun 2002. Kedua, membentuk sub unit bisnis ‘non pesawat’ contohnya menerima pesanan panci dan mengirim insinyur ke berbagai perusahaan asing dengan gantinya wajib membayar sampai 50 % dari penghasilannya untuk kas DI.xii

commit to user

(11)

34

Tabel 2. 1xiii Program Defense Offset di Indonesia Periode 2003-2006

Proyek Mitra Offset

Corvette Sigma (2003) Schelde Naval Shipbuilding Coproduction

National Corvette (2003)

Orrizonte Sistem Naval & Italian Navy Corvette

Codevelopment

Warship LPD (2005) Daewoo International Coproduction

Guided Rocket (2006) Costind PRC – PT. Pindad Codevelopment

Small and Medium Weapons (2006)

Costind PRC – PT. Pindad Coproduction

Armored Vehicle (2004) Hyundai – PT. Pindad Coproduction

Sumber : Praktik-praktik defense di Indonesia oleh Muradi (2009)

Bertolak belakang dari DI, PAL dan Pindad masih menjalankan industrinya meskipun ada yang batal dan sebagian yang sedang berjalan pada era 2000-an (lihat tabel 2.1). Selain itu, fokus kedua perusahaan cenderung fokus ke sektor yang umum dalam memproduksi varian barang non-militer sebagai penyeimbang produksi militer. Maka, PT. DI sebagai industri pertahanan yang mengalami dampak kerugian yang cukup besar dibandingkan dengan PT. PAL dan PT. Pindad.

commit to user

(12)

35

2.1.2 Alutsista Udara Indonesia dan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Indonesia

2.1.2.1 Kondisi Alutsista Udara Indonesia

Terlepas dari permasalahan keuangan yang sempat melanda Dirgantara Indonesia, kondisi pesawat Indonesia yang sebagian besar cukup dibilang sudah mencapai usia tua kerap menjadi perdebatan diantara para pemangku kebijakan dan TNI sebagai user. Faktor pendorong selain finansial adalah sanksi embargo Amerika dari tahun 1991 sampai tahun 2005. Kala itu, mekanisme pengadaan alutsista Indonesia cenderung ‘beli putus’ dan tidak menggunakan mekanisme offset, maka Indonesia kesulitan mendapatkan suku cadang serta peralatan ketika diembargo.

Embargo berdampak pada pemeliharaan pesawat tempur Indonesia terutama yang berasal dari Amerika dan Inggris. Contohnya adalah F-16A/B Fighting Facon, OV-10F Bronco, F-5E/F Tiger II, dan A-4E Skyhawk yang menganggur di Lanud Iswahyudi, Madiun. Perihal itu mendorong Indonesia mencari alternatif untuk memperpanjang usia pesawat tersebut melalui kerja sama dengan perusahaan pesawat Belanda, Kool Hass Felthen BVP. Selain itu, juga menerapkan sistem rotasi untuk suku cadang pesawat satu dengan yang lainnya yang mengakibatkan hanya beberapa pesawat yang bisa beroperasi.

Permasalahan alutsista udara masih berlanjut hingga tahun 2015 terkait manajemen pemeliharaan pesawat. Tercatat pada tahun 2015, ada 24 unit dari 50 unit pesawat angkut berbagai jenis yang sesuai dengan kebijakan perawatan TNI AU. Antara lain yang bisa beroperasi adalah 11 dari 24 unit C-130 Hercules tipe B, 3 unit Boeing 737-200 dan Boeing 737-400, 1 dari 3 unit F-28 VIP, 3 dari commit to user

(13)

36

6 unit C-212, 1 dari 6 unit CN-235, dan 6 dari 8 unit CN-295 yang 2 lainnya menunggu suku cadang.xiv

Berdasarkan situasi tersebut, maka tidak heran bila kecelakaan pesawat selalu dikaitkan dengan manajemen pemeliharaan. Tingkat kecelakaan pesawat sudah terjadi terutama pada era Indonesia di embargo. Selain itu pada periode 2008-2017, kecelakaan terjadi paling banyak di tahun 2009 dan 2016 masing- masing kecelakaan empat kali dalam setahun.xvPermasalahan pemeliharaan mengenai kebutuhan akan suku cadang menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung dengan produsen luar negeri.

Selain itu, Indonesia dilema terhadap pembelian alutsista udara yang menyangkut dana pertahanan. Indonesia membutuhkan pesawat yang secara kuantitas ‘banyak’ dengan biaya yang murah, namun disatu sisi Indonesia memerlukan pesawat dengan teknologi yang baru dengan harapan tidak membebankan anggaran pada biaya pemeliharaan yang lebih besar. Maka, muncul juga pembicaraan mengenai pengadaan senjata alutsista bekas antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Contohnya adalah hibah F-16 bekas dari Amerika yang sudah disetujui pada tahun 2011 dengan syarat diperbaiki terlebih dahulu. Salah satu saran dari wakil komisi pertahanan DPR, Tubagus Hasanuddin bahwasannya alokasi anggaran tersebut terbagi untuk pesawat tua seperti F 15 Tiger dan pesawat bekas F-16. Namun, dari sisi Kementerian Pertahanan melalui Wayan, penerimaan hibah itu tepat karena Indonesia sedang membutuhkan banyak pesawat yang disebabkan kerusakan. Alasan lainnya, F-16 yang dihibahkan tidak

commit to user

(14)

37

berbeda dengan blok 32, sehingga user dapat segera meenggunakannya dan mencegah human error.xvi

2.1.2.2 Komite Kebijakan Industri Pertahanan Indonesia

Pemerintah membentuk lembaga Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) merupakan yang dinaungi oleh Kementerian Pertahanan sebagai representatif pemerintah untuk mengatur urusan yang menyangkut pengadaan alutsista. Perihal tersebut mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan. KKIP dibentuk pada tahun 2011 yang secara struktur diketuai langsung oleh Presiden.

Struktur lembaga dimulai dari ketua harian adalah Menteri Pertahanan dengan Menteri BUMN sebagai wakil ketua harian. Anggota KKIP, antara lain Menteri Pertahanan; Menteri BUMN; Menteri Perndustrian; Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Menteri Komunikasi dan Informasi; Menteri Keuangan; Menteri PPN atau Bappenas; Menteri Luar Negeri; Panglima TNI;

dan Kapolri.

Ketua harian membantu Ketua KKIP untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersangkutan. Seperti yang digambarkan pada gambar 2.1, industri pertahanan merupakan sektor yang melibatkan beberapa pihak antara lain pemerintah sebagai regulator, TNI/Polri/K/L sebagai user, dan industri sebagai produsen yang bertujuan memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan Keamanan (alpalhankam).

commit to user

(15)

38

Gambar 2. 1xvii Hubungan Industri Pertahanan

Sumber :Triple Helix Hubungan Industri Pertahanan, Kebijakan, KKIP.

2.2 Hubungan Bilateral Indonesia dan Korea Selatan di Bidang Pertahanan

Bilateral kedua negara nampak jelas ketika adanya penandatanganan kerja sama industri pertahanan khusus antara Departemen Pertahanan Republik Indonesia dan Kementerian Pertahanan Nasional Republik Korea pada tanggal 22 Desember 2000. Kedua negara telah melakukan beberapa transaksi baik eskpor dan impor maupun pembuatan bersama (lihat tabel 2.1). Kerja sama di bidang industri pertahanan antara Indonesia dan Korea Selatan antara lain sebagai berikut :

a. Kerja sama Matra Laut

Kedua negara menjalin hubungan militer melalui penandatanganan perjanjian Navy to Navy Talks (NTNT) pada tahun 1996. Kerja sama tersebut mencakup bidang pendidikan, latihan, pertukaran informasi, teknologi, dan kunjungan personel. Pada Desember 2009, Indonesia mendapatkan tank amfibi tipe LVT-7A1 beserta suku cadangnya yang merupakan hibah dari Korea Selatan sebanyak 10 unit. commit to user

(16)

39

LVT-7A1 ini telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat selaku produsen utamanya. Pada tahun 2008, TNI mempertimbangkan tawaran kapal selam dari Korea Selatan kemudian keduanya setuju pada tahun 2013 dengan syarat transfer teknologi kapal selam kelas Changbogo kepada Indonesia.xviii

Indonesia memesan 3 unit kapal selam tersebut yang mana 2 kapal dibuat di Korea Selatan oleh Perusahaan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) dan 1 dibuat di Indonesia oleh PT PAL (Penataran Angkatan Laut) dibawah lisensi Jerman. Kapal selam pertama diterima Indonesia pada tahun 2017 dengan nama KRI Nagapasa-403.

Kapal selam kedua yang dinamakan KRI Adadedali-404 dikirim pada tanggal 25 April 2018 dan sampai di Surabaya, Indonesia pada tanggal 17 Mei 2018. Kapal selam ketiga dengan nama kapal selam Alugoro diresmikan oleh Menteri Pertahanan di Surabaya pada tanggal 11 April 2019.

b. Kerja sama Matra Udara

Transaksi pada sektor udara dimulai sejak ditandatanganinya program imbal balik CN-235 Indonesia terhadap Korea Selatan.

Soeharto melalui pertemuannya dengan Roh Tae Woo di New York dalam acara PBB pada tahun 1992, menanyakan terkait rencana Korea Selatan untuk membeli CN-235 ke CASA. Pada tahun 1994, soeharto mengirimkan surat kepada Kim Young Sam yang berisi penawaran CN-

commit to user

(17)

40

235 terhadap Korea Selatan dan mempertibangkan pembelian CN-235 PT IPTN untuk angkatan bersenjata Korea Selatan.

Pada tanggal 25 Juni 1996 bersamaan dengan Indonesia Air Show 1996, kedua negara menandatangani nota kesepahaman antara Meneg Ristek dan Wakil Menhan ROK. Intinya Korea membeli 8 unit CN-235 dari IPTN dan Indonesia membeli sejumlah peralatan ABRI berupa truk dan tank Korea.

Program ini mendapatkan ijin dari IMF dan dapat dilanjutkan.

Pembelian CN-235 berikutnya oleh Korea Selatan berlangsung mulai dari pesanan 4 unit pesawat oleh Korea Selatan pada tahun 2008 dan dikirim pada tahun 2011 dan 2012.xix Berikut adalah transaksi alutsista antara kedua negara.

Tabel 2. 2xx Pertahanan Indonesia-Korea Selatan Berdasarkan Transaksi Alutsista Periode 2005-2018

No Jenis Alutsista Tahun Biaya (US$ Dollar)

1 Pembuatan Kapal Tempur Landing Platform Dock AALS 4

unit

2004-2011 150 juta

2 Pesawat Latih KT-1 Woong Bee nomor desain 7

2001 ; (2003-2005) 60 juta (offset untuk pesanan CN-235 oleh

Korea Selatan)

3 Pesawat Latih KT-1 Woong Bee nomor desain 5

2005; (2007-2008) -

4 Pesawat Latih KT-1 Woong Bee nomor desain 8

2005; (2011-2012) -

commit to user

(18)

41

5 Panser Tarantula nomor desain 22 2009; (2013-2014) 70 juta

6 Hibah LTVP-7A1, 10 Unit 2009 -

7 Pengembangan Pesawat FGA KFX 2010 +-1,6 Milyar

8 Towed Gun KH-178 105mm 2010 -

9 Towed Gun KH-179 155mm 2011; (2012-2014) -

10 Pembuatan Kapal Selam Kelas Changbogo (Jenis 209/1400)

2011; (2017-2018) 1,1-1,4 Milyar; Desain Nagapasa

11 Pesawat Tempur T-50 Golden Eagle

2011; (2013-2014) 400 juta; Versi T-50i

12 Rudal Chiron (Portable SAM) 2012; (2013-2015) -

13 Kapal Landing Platform Dock AALS

2017 - Produksi di

Indonesia dengan rencana kirim

tahun 2019 14 Pesawat Latih KT-1 Woong Bee 2018; (rencana dikirm tahun

2020/2021)

-

Sumber : SIPRI, Transform of major weapons : Deals with Deliveries or Orders made for 2000 to 2018

2.2.1 Program KF-X oleh Korea Selatan

2.2.1.1 Industri Pertahanan Korea Selatan

Korea Selatan mulai berusaha memodernisasi pertahanannya pada tahun 1970. Kegiatan tersebut didorong oleh doktrin Nixon sebagai Presiden Amerika Serikat tahun 1969 kepada para aliansinya untuk bertanggung jawab atas keamanannya masing-masing. Kedua, pertumbuhan kemampuan pasukan Korea Utara, yakni KPA (Korean People’s Army) yang memiliki commit to user

(19)

42

peralatan senjata modern. Ketiga, perbedaan pandangan dan sejarah perang Korea Selatan dengan negara-negara Asia Timur lainnya.

Korea Selatan membangun kapabilitas pertahanannya selama 20 tahun hingga akhirnya melakukan modernisasi secara berkelanjutan. Pada era Park Chung Hee, diluncurkan proyek Yulgok (1974-1994) sebagai pedoman dalam modernisasi militer di Korea Selatan. Tahap pertama (1974-1981) mengganti peralatan lama dengan yang baru kemudian membeli jet tempur F-4. Tahap kedua (1982-1986) melakukan kerja sama pengembangan tank dan kendaraan lapis baja dengan Amerika serta produksi pesawat tempur F-5 yang berlisensi. Tahap ketiga, Produksi tank secara masal dan produksi helikopter, kapal selam dan jet tempur F-16 berlisensi.xxi

Strategi untuk industri pertahanan Korea Selatan pada rentang tahun 1997-2003, fokus terhadap kemajuan produksi lokal dan kemampuan inti militer. Buku pertahanan 2020 pada era Kim Dae Jung menjadi landasan Korea Selatan untuk membangun pertahanannya. Fokus pertahanannya adalah memajukan teknologi persenjataan dan mengurangi jumlah pasukan pada tahun 2020 dengan pertimbangan korespondensi komposisi pasukan dan rendahnya tingkat kelahiran negara tersebut.

Di sisi lain, persaingan internasional industri pertahanan khususnya industri pesawat terbang semakin meningkat dan menjadi sengit pasca perang dingin. Akibatnya, permintaan akan persenjataan berkurang.

Perusahaan-perusahaan tersebut berupaya untuk mempertahankan bisnisnya melalui konsolidasi dan merger contohnya perusahaan pesawat asal Amerika Serikat, Lockheed Martin. commit to user

(20)

43

Berbeda dengan Amerika Serikat, industri pertahanan Korea Selatan yang berhasil diselamatkan pasca krisis moneter adalah industri penerbangan.

Korea Selatan melakukan konsolidasi perusahaan-perusahaan hingga akhirnya merge. Pada tahun 1999, berdiri industri pesawat dengan nama KAI yang merupakan gabungan beberapa perusahaan antara lain Korean Air, Dae Woo Heavy Industries, Hyundai Space & Aircraft, dan Samsung Aerospace Industries.

Keadaan tersebut tidak menenggelamkan ambisi Korea Selatan untuk melakukan modernisasi peralatan militer yang dituang kedalam perencanaan pertahanan jangka menengah lima tahun Angkatan Bersenjata Korea Selatan (2001-2005). Selain itu, bertujuan untuk meningkatkan pertahanan hingga 9,4 % anggaran pengadaan. Alasannya, untuk mengejar tingkat persenjataan negara tetangga sebagai pertimbangan adanya kebijakan reunifikasi Korea.

Salah satu pengadaannya adalah program generasi tempur selanjutnya atau F-X yang dipesan sejumlah 40 dengan opsi tambahan 40, estimasi biaya 4 milyar dolar AS, dan tanggal pengiriman tahun 2005.xxii

2.2.1.2 Awal Program KF-X

Kronologi program F-X, yaitu Pemerintah Korea Selatan mengumumkan program 120 pesawat tempur pada November 1997. Pada tahun 1999, pengumuman keputusan jumlah pesawat tempur yang dipesan kemudian membentuk tim evaluasi. Korea Selatan akhirnya memilih dua penawar atau bidder, yakni Boeing dan Dassault. Pesawat yang dipilih Korea Selatan adalah F-15K pada tanggal 27 Maret 2002. Pada tanggal 28 Mei 2002, Kim Dae Jung menyetujui rencana pengadaan tersebut dan KF-X merupakan kandidat. commit to user

(21)

44

Pada tahun 2006, estimasi biaya KF-X adalah 12 triliun won atau setara dengan 900 juta dolar termasuk produksi 40 pesawat. ADD, lembaga pengembangan pertahanan Korea Selatan telah menghasilkan studi desain alternatif dengan 1 dan 2 mesin. Pada tahun 2008, KDI yang merupakan lembaga pembangunan di Korea Selatan menemukan proyek ini tidak layak tetapi pekerjaan terus berlanjut. Indonesia secara resmi bergabung dalam program pengembangan KF-X pada tahun 2011. Pada tahun 2012, pemerintah Korea Selatan memangkas dana menjadi 4,5 miliar won atau 4 juta dolar yang cukup menutupi studi lanjutan bersangkutan.xxiii

Pada tahun 2013, lembaga analisis pertahanan Korea bergabung dengan KDI untuk menilai KF-X yang diduga dapat merugikan negara dari segi ekonomi karena pembiayaannya yang besar, yakni 10 triliun won. Sedangkan anggaran dipangkas menjadi 4,5 miliar won atau 4 juta dolar pada tahun 2013 yang hanya cukup untuk studi lanjutan. Pada Maret 2013, program ini ditunda oleh pihak Korea Selatan sebagai kontraktor utama KF-X.xxiv

Berawal dari Korea Selatan pada Juni 2011, KAI menandatangani kontrak pengembangan eksplorasi KF-X. KAI resmi ditunjuk pemerintah sebagai bidder atau penawar untuk proyek KF-X pada tahun 2015. Rencana program KF-X dari Korea Selatan terdiri dari tahap pertama untuk pengembangan KF- X generasi pertama atau 4+ kemudian diikuti oleh KF-X angkatan kedua (generasi 5) adalah penyelesaian ulasan desain pada tahun 2018. Tahap kedua, pelaksanaan penerbangan prototipe pertama pada tahun 2022. Tahap ketiga, melakukan serangkaian produksi pesawat pada tahun 2024.

commit to user

(22)

45

Spesifikasi mesin KF-X, yakni masing-masing pesawat akan ditenagai oleh dua mesin F-414 General Electric atau sama seperti Super Hornet dan Gripen E/F (lihat tabel 2.2). Fase pertama KF-X, tahun 2014 Korea Selatan memutuskan untuk membeli sebanyak 40 F-35A stealth fighters pada tahun 2021. Fase kedua, proyek F-X akan diluncurkan pada tahun 2021 dengan alokasi dana sebesar 3,3 miliar dolar.xxv

Tabel 2. 3xxvi KF-X Spesifikasi yang Diusulkan Tahun 2015

Length 15.6m

Wingspan 10.7m

MTOW 24,500kg

Max speed M1.9

Thrust* 40,000lb/178kN Fuel capacity 5,400kg

Armaments 7,300kg

Systems AESA radar, IRST sensor

Sumber : Flight International, “South Korea Special Report”, 2015.

2.2.2 Kerja sama Pengembangan Bersama KF-X/IF-X

Korea Selatan menawarkan kerja sama kepada Indonesia yang kemudian melalui Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan DAPA ditandatangani Letter of Intent pengembangan bersama jet tempur pada tanggal 6 Maret 2009 di Jakarta. LoI maupun MoU tidak mengatur tentang besara transfer teknkologi dan konsekuensi bila kerja sama dibatalkan seperti yang ada pada lampiran 1.

Pada tanggal 15 Juli 2010, Kementerian Pertahanan Indonesia dan Departemen Pertahanan Korea Selatan menandatangani nota kesepahaman pengembangan bersama KF-X/IF-X di Seoul. Penandatanganan tersebut menghasilkan kesepakatan Indonesia membayar sebesar 20 % dari total biaya

commit to user

(23)

46

dengan 5 prototipe yang dibangun sebelum 2020 dan Indonesia membeli 50 pesawat.xxvii

Pemerintah Korea Selatan membiayai 60 % dan KAI membayar sebesar 20 % dari total biaya pengembangan. Rencana kerja sama ini terdiri dari tiga tahap antara lain TDP (Technology Development Phase) tahun 2010-2012, EMDP (Engineering and Manufacturing Development Phase) tahun 2015-2023, dan PDP (Production Development Phase) tahun 2025-2026.

Kedua negara membuat dan menyetujui perjanjian teknis atau project agreement dalam melaksanakan kerja sama pengembangan bersama. Pada tahun 2011, Korea Selatan dan Indonesia melaksanakan proyek KF-X tahap pertama dengan penandatanganan project agreement TDP. Kedua negara menandatangani kontrak pada April 2011. Tahap pertama dilaksanakan pada Agustus 2011 dan resmi selesai pada Desember 2012.

Namun, Korea Selatan menunda program KF-X selama 18 bulan mulai pada Maret 2013 sampai Juni 2014. Perihal tersebut disebabkan oleh faktor internal, yakni pergantian Presiden Korea Selatan yang baru diinagurasi untuk mendiskusikannya kembali dengan parlemen. Parlemen Korea Selatan belum memberikan persetujuan untuk menyediakan anggaran yang digunakan untuk mendukung tahap EMDP. Pemerintah mengadakan studi kelayakan ekonomis terhadap program KF-X.

Sementara itu, Tubagus Hasanuddin, DPR Komisi I, Indonesia telah mengucurkan dana pada proyek sebesar 1,6 triliun rupiah atau 164, 8 juta dolar.xxviii Indonesia telah mengirimkan 30 teknisi untuk terlibat dalam kerja desain KF-X/IF-X. Perkembangan selanjutanya pada tanggal 12 Oktober 2013, commit to user

(24)

47

Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan menandatangani perjanjian kerjsama dibidang pertahanan di Jakarta. Pada tanggal 13 Desember 2013, Korea Selatan mengesahkan kerja sama tersebut.

Perumusan EMDP atau fase kedua dimulai tahun 2014 dan dilaksanakan pada tahun 2016. Project agreement untuk EMDP ditandatangani pada 6 Oktober 2014. Pada tanggal 4 Desember 2015, PT Dirgantara Indonesia dan KAI menandatangani SCA (strategic Cooperation Agreement). Pada tanggal 28 Desember 2015, DAPA dan KAI menandatangani kontrak pengembangan KF-X.

Pada tanggal 7 Januari 2016, Kemhan Indonesia dan KAI menandatangani perjanjian pembagian biaya. Pada tanggal 3 November 2016, PT Dirgantara Indonesia dan KAI menandatangani nota kesepahaman SCA.

Disamping proses negosiasi untuk EMDP, pemerintah Amerika Serikat menolak transfer jet tempur F-35 kepada DAPA Korea pada April 2015. Transfer teknologi terdiri dari radar AESA; EOTGP (Electronic Optics Targeting Pod);

IRST (Infrared Search and Track); dan Radio Frequency Jammers. Amerika Serikat mempermasalahkan isu keamanan informasi teknologi tersebut, sehingga mencegah Lockheed Martin untuk mentransfernya.

Korea Selatan, perwakilan Lockheed Martin dan Indonesia melakukan negosiasi putaran pertama diadakan pada tanggal 18 sampai 20 November 2015 di Seoul. Negosiasi yang kedua dilakukan di Washington antara para pejabat diplomat Korea Selatan, Lockheed Martin, dan Pemerintah Amerika Serikat.

Pada tanggal 30 November 2015, Amerika Serikat menyetujui sejumlah 21 transfer teknologi F-35 Lockheed Martin.xxix Hasil negosiasi antara kedua negara

commit to user

(25)

48

periode 2015 sampai 2018 beberapa diantaranya mengenai perjanjian kerja sama strategis.

Di pihak Indonesia mengenai EMDP, menghasilkan kesepakatan cost- sharing yang dituangkan Indonesia kedalam peraturan menteri pertahanan nomor 6 tahun 2016 tentang pelaksanaan program pengembangan pesawat tempur IF-X (lihat Tabel 2.3). Kewajiban Indonesia termasuk mengenai pembayaran Cost Share, mulai pada Bulan April tahun 2016 kemudian dilakukan setiap bulan April dan Oktober dari tahun 2017 sampai tahun 2026.

Tabel 2. 4xxx Cost Share Indonesia untuk Pengembangan Bersama KF-X/IF-X

Tahun Total Biaya (%)

RI Cost Share (%)

Cost Share

(Won) (100.000.000)

2015 1,6 0 0

2016 6,0 0,6 500

2017 8,7 2,1 1.841

2018 11,4 2,3 1.987

2019 15,8 2,2 1.907

2020 14,9 2,4 2.081

2021 10,5 2,3 1.994

2022 6,2 2,0 1.734

commit to user

(26)

49

2023 4,9 1,5 1.300

2024 4,6 1,5 1.300

2025 4,3 1,5 1.300

2026 11,1 1,6 1.394

Total 100 20,0 17.338

Sumber : Permenhan RI no 6 tahun 2016.

Namun pada Februari 2017, Amerika Serikat menolak memberikan lisensi ekspor teknologi utama kepada Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat mengkaji pertimbangan untuk transfer teknologi ke Indonesia, tetapi pengembangan bersama masih tetap berjalan. Amerika serikat meminta Indonesia untuk membentuk DTSS (Defense Technology Security System) yang bertujuan menjaga informasi empat inti teknologi tersebut.

Namun di lain pihak, Indonesia terlambat membayar pendanaan pengembangan bersama KF-X/IF-X. PT Dirgantara Indonesia belum membayar sisa pembayaran tahun 2017 yang dialokasikan sebesar 138,9 miliar won pada akhir Oktober kemudian semester pertama tahun 2018, sehingga total keduanya sebesar 230 miliar won. Kim Jong Dae, anggota Komite Pertahanan Majelis Nasional Korea menyatakan keterlambatan Indonesia dalam membayar membebankan biaya 40 % kepada KAI yang saat itu sedang dalam kesulitan keuangan. KAI menerima 132 miliar won dari Kementerian Pertahanan Indonesia pada akhir tahun 2018.xxxi

Di sisi lain, situasi tersebut mendapat respon dari perwakilan Lockheed Martin untuk Asia Tenggara melalui pertemuan dengan Menteri Pertahanan

commit to user

(27)

50

Indonesia di Jakarta pada Desember 2017. Maksud kunjungan adalah menyampaikan sikap dukungan terhadap kerja sama pembuatan KF-X/IF-X.

Perihal itu menunjukkan dorongan Lockheed Martin kepada Indonesia untuk tetap melakukan kerja sama dengan Korea Selatan.

Perkembangan secara teknis pada 8 Februari 2017, DAPA dan pejabat Indonesia secara resmi membuka Kantor Manajemen Joint Program di Korea Selatan. Berdasarkan DAPA, fase desain awal untuk KF-X/IF-X dimulai pada bulan Desember dan diprediksi akan selesai pada kuartal kedua tahun 2018.

Prototipe akan terbang pada tahun 2021 atau 2022 dengan pengiriman yang dijadwalkan sekitar tahun 2025.xxxii

Dipihak Indonesia, menyatakan telah mengajukan renegosiasi program KF-X/IF-X pada tanggal 19 Oktober 2018 melalui pertemuan tingkat tinggi oleh Presiden Joko Widodo di Korea Selatan pada September 2018. Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia mempublikasi alasan Indonesia untuk meminta renegosiasi antara lain yang pertama, untuk penghematan cadangan devisa negara dalam rangka menjaga stabilitas nilai rupiah yang dapat berdampak pada kepercayaan investor terhadap Indonesia. Kedua, kondisi beban APBN cukup besar dalam jangka panjang.

Apabila ditinjau melalui anggaran pertahanan Indonesia, khususnya periode 2013-2018 meskipun meningkat tetapi pada tahun 2017-2018 mulai menunjukkan stagnan yang mengindikasi presentasenya terhadap PDB tidak mengalami peningkatan signifikan (Grafik 2.2). Perihal ini karena prioritas APBN 2019 adalah pembangunan infrastruktur salah satunya berupa kenaikan

commit to user

(28)

51

anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dari 104,8 triliun pada tahun 2018 kemudian sebesar 110,7 triliun rupiah pada tahun 2019.

Grafik 2. 2xxxiii Anggaran Pertahanan Indonesia tahun 2013-2019 (dalam triliun rupiah)

Sumber : Informasi APBN 2013-2019, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Sementara itu, pengerjaan Korea Selatan mengenai KF-X terus berlanjut melalui pembukaan 2019 seoul International ADEX menampilkan tiruan dari pesawat tempur KF-X. Perkembangan yang lain pada tanggal 14 Februari 2019, dilaksanakan upacara pemotongan pertama bagian tempur KF-X yaitu bulk head atau kepala massal.

Hasil interaksi Indonesia dan Korea Selatan di bidang pertahanan diluar kerja sama pengembangan jet tempur, antara lain pada tanggal 22 Desember 2000, kedua negara menandatangani perjanjian kerja sama khusus industri pertahanan. Pada tanggal 4 Desember 2006, Indonesia dan Korea Selatan menyetujui joint declaration strategic partnership. Kedua perjanjian ini menjadi dasar atau memperkuat kerja sama pertahanan termasuk pengembangan bersama jet tempur.

commit to user

(29)

52

Selain itu pada tanggal 8-10 November 2017, keduanya menandatangani status kemitraan antara Indonesia dan Korea Selatan menjadi special strategic partnership. Pada tanggal 9 Juli 2018, Indonesia mengesahkan rancangan undang-undang kerja sama dengan Korea Selatan dibidang pertahanan sebagai bukti komitmen Indonesia terhadap kerja sama. Akhirnya pada September 2018, diadakan pertemuan singkat Presiden Joko Widodo di Korea Selatan mengenai kerja sama two plus two meeting bidang pertahanan.

Beberapa agenda penting yang terjadi dalam hubungan Indonesia dan Korea Selatan mengenai dinamika kerja sama pengembangan bersama KF-X/IF- X dirangkum dalam historical map atau peta sejarah sebagai berikut.

Gambar 2. 2 Historical Map Agenda Penting Hasil Dinamika Kerja Sama Pengembangan Bersama KF-X/IF-X mengenai Diplomasi Pertahanan

Indonesia terhadap Korea Selatan

commit to user

(30)

53

i Nanda Julian Pratama Atno, “Dari Rakyat Untuk Rakyat : Benih, Cikal-Bakal, dan Kelahiran Tentara Indonesia 1945- 1947”. Jurnal of Indonesian History. UNNES. Vol 7. Edisi 1. 2018.

ii “TIV of arms to Indonesia, 1950-1998”, SIPRI, Diakses 28 agustus 2019.

http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php

iii A. Laksamana, Evan. Dari ‘Reformasi Militer’ Menuju ‘Transformasi Pertahanan’: Tantangan dan Prospek ke Depan. Indonesian Review RSK & Media. Vol. 1. 2010. Hal. 6-10

iv Kementerian Pertahanan, “Buku Putih Pertahanan 2008”, diakses 9 Desember 2020,

https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2015/12/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e31.pdf

v Kementerian Pertahanan, Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, Permenhan nomor 19 tahun 2012.

vi Silmy Karim. “Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia.” (Jakarta: Gramedia, 2014), 101.

vii Ibid., 130.

viii Dirgantara Indonesia, Tentang Kami, diakses pada 7 September 2019, https://www.indonesian-aerospace.com/tentang/sejarah

ix Karim, op.cit, 142.

x Tarmidi, L. T. (2003). “Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1(4), 1-25.

https://doi.org/10.21098/bemp.v1i4.183

xi Kamil Hanif, Anwar (ed.), “Jilid III Nurtanio, Cikal Bakal Dunia Dirgantara Indonesia”, (Jakarta: Tempo Publishing, 2019), ipusnas, hal. 71.

xii Irahali, H. Lili, “Fragmen PT Nurtanio sampai dengan Dirgantara Indonesia 1983-2007, Perenungan Mantan Karyawan”, (Malang: Bayumeda Publishing, 2008), hal. 204-208.

xiii Muradi, “Praktik-praktik Defense Offset di Indonesia”, diakses 9 Desember 2020,

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/praktik_defense_offset_indonesia.pdf

xiv Indra (ed.), “TNI dan Mengungkapkan Kondisi Sebenarnya Alutsista Periode Pertama Presiden Jokowi”, (Jakarta:

Tempo Publishing, 2019), hal. 22-24.

xv Ibid, hal. 42-46.

xvi Syamsi, Iqbal (ed.), “Kontroversi Hibah Pesawat Tempur F-16 Bekas Milik TNI AU”, (Jakarta:Tempo Publishing, 2019), hal. 89-91. Lihat juga, “Drama Hibah F-16 : Keberhasilan Diplomasi Pertahanan ?”.

xvii“Kebijakan.”, KKIP, Diakses pada 15 September 2019, https://www.kkip.go.id/kebijakan/

xviii James W. Castle & Andri Manuwoto, “Indonesia: Political Pulse 2009.”, (Jakarta: Castle Asia, 2010), 344

xix Staf Ahli Pais Bappenas. Status Program/Proyek Dephankam/ABRI yang Memerlukan Tindak Lanjut. Jakarta : Bappenas, 1 Februari 1999. Diakses tanggal 1 Agustus 2019,

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=2ahUKEwj11ueh297lAhWZfSsKHYb oABYQFjACegQIBBAC&url=http%3A%2F%2Fperpustakaan.bappenas.go.id%2Flontar%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F2 0871-%5B_Konten_%5D-Konten%2520C5342.pdf&usg=AOvVaw3n6yB8GkhhROoX2FzDXz85

xx “Trade Registers.”, SIPRI, Diakses pada 13 Oktober 2019, https://armstrade.sipri.org/armstrade/page/trade_register.php

xxi Sung-Wook Nam et.al. “South Korea’s 70-Year Endeavor for Foreign Policy, National Defense, and Unification”, (Palgrave Macmillan,2019).

xxii Myeong-Chin Cho. “Korea Aircraft industry : Challenges and Opportunities”, (Jerman: BICC, 2003).

xxiii “KF-X Timeline”, Aviationweek, 6 Juni 2014 – 17 Juni 2014. Diakses pada 12 Oktober 2019,

http://web.archive.org/web/20140606034234/http://awin.aviationweek.com/Portals/aweek/media/KFX- Timeline/KFX_RM2.html

xxiv Idi,.

xxv “S. Korea to Kick Off Second Phase of F-X Project in 2021.”, Yonhap, 7 Oktober 2019. Diakses pada 26 Oktober 2019,

commit to user

(31)

54 https://en.yna.co.kr/view/AEN20191007009700325

xxvi Flight International, “KFX hits US Tech Buffer.” , Vol. 188. Isu 5509

xxvii “KF-X Fighter : Korea’s Future homegrown jet.”, Defense Industry Daily, Diakses 7 Oktober 2019,

https://www.defenseindustrydaily.com/kf-x-paper-pushing-or-peer-fighter-program- 010647/#2008%E2%80%932010

xxviii Anton Aliabbas, “KFX Remains Paper Jet Fighter.”, 9 Juni 2013. Diakses pada 7 Oktober 2019,

https://www.thejakartapost.com/news/2013/06/09/kfx-remains-paper-jet-fighter.html

xxix Jun Jihye, “Dapa to Sign KF-X Contract with KAI KF-X사업기술이전논란속 28일본계약체결사업본격화.”, 24 Desember 2015. Diakses pada 7 Oktober 2019,

http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2015/12/116_193970.html

xxx Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Program Pengembangan Pesawat Terbang IF-X. 21 Desember 2016. Diakses pada 7 oktober 2019,

https://www.kemhan.go.id/ppid/wp-content/uploads/sites/2/2017/01/Permenhn-IFX-No.-6-Tahun-2016- Autentikasi2.pdf

xxxi Jon Grevatt, “Indonesia Resumes KFX Payments.”, 14 Januari 2019. Diakses pada 9 Oktober 2019, https://www.janes.com/article/85680/indonesia-resumes-kfx-payments

xxxii “(2nd LD) S. Korea, Indonesia Open Joint Consultations on KF-X Project.”, Yonhap, 8 Februari 2017. Diakses pada

20 Oktober 2019,

https://en.yna.co.kr/view/AEN20170208003252315

xxxiii Kementerian Pertahanan,”Buku Informasi APBN 2019”, Diakses pada 21 Oktober 2019,

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi66oHY- b_rAhWYyjgGHYUGBMkQFjAAegQIAhAB&url=https%3A%2F%2Fwww.kemenkeu.go.id%2Fmedia%2F11213%2Fbuk u-informasi-apbn-2019.pdf&usg=AOvVaw2OzmWpPxcTrAlDjfg2eOeL

commit to user

Gambar

Grafik 2. 1 ii  Jumlah Senjata Indonesia berdasarkan Penyuplai   Periode Orde Lama dan Orde Baru
Tabel 2. 1 xiii  Program Defense Offset di Indonesia   Periode 2003-2006
Gambar 2. 1 xvii  Hubungan Industri Pertahanan
Tabel 2. 2 xx  Pertahanan Indonesia-Korea Selatan Berdasarkan Transaksi  Alutsista Periode 2005-2018
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian dapat membuktikan adanya perbedaan kualitas sistem pengendalian intern dari ukuran koperasi, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas sistem pengendalian

Konferensi PRBBK VII tahun 2011 akan menelaah apakah manajemen PPB, khususnya dalam bencana Letusan Gunungapi Merapi, sejak kajian/assessment, perencanaan,

PENGAWASAN TEKNIS KEGIATAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ( LELANG ULANG). KELOMPOK KERJA ( POKJA) I I I PADA UNI T LAYANAN PENGADAAN ( ULP) KABUPATEN

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi sangat menarik untuk diteliti dan dikaji secara mendalam untuk mengetahui posisi Indonesia sebagai negara yang sedang

POIOA PENGADAAN PEKER'AAN KONSTRUKSI BIDANG BINA MARGA II PADA DINAS PEKERIAAN UMUM KABUPATEil TEBO.. TAHUN ANGGARAN

[r]

DAFTAR NOMINATIF TENAGA HONORER KATEGORI II Instansi : Pemerintah Kab... Instansi

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data obyek menurut ketentuan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan,