• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Sebagai negara maritim, penggunaan beton di Indonesia tidak lepas dari bangunan-bangunan di tepi pantai ataupun bangunan air, misalnya dermaga (pier, jetties), pemecah gelombang, dan bangunan-bangunan maritim lainnya, misalnya mercusuar atau jembatan yang menghubungkan dua pulau atau lebih.

Bangunan-bangunan ini sangat rentan terhadap kerusakan struktur, karena lingkungan di sekitar air laut atau yang disebut juga lingkungan tepi laut merupakan salah satu lingkungan yang paling agresif terhadap struktur bangunan.

Dikatakan demikian karena air laut mengandung ion-ion yang bersifat merusak, antara lain ion sulfat dan klorida. Suatu struktur bangunan harus tahan terhadap cuaca dan efek-efek merusak yang diakibatkan oleh serangan bahan-bahan kimia tersebut.

Beberapa problem-problem yang dihadapi struktur beton pada lingkungan laut misalnya :

1. Ekspansi karena reaksi alkali agregat (apabila terdapat agregat yang reaktif) 2. Tekanan akibat proses kristalisasi garam di dalam pori-pori beton (bila salah

satu permukaan berada dalam keadaan selalu basah sedangkan permukaan yang lain dalam keadaan kering)

3. Serangan proses pembekuan iklim dingin

4. Serangan erosi yang diakibatkan oleh ombak dan benda-benda yang mengapung

Apabila digunakan beton bertulang, masalah lain yang harus diperhatikan adalah terjadinya korosi pada baja tulangan sehingga beton harus cukup impermeable untuk melindungi baja.

2.1 Proses Korosi

Adapun proses korosi secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut (Metha, 1993) :

Reaksi anoda : Fe Æ Fe2+ +2e Reaksi katoda : 2H2O + O2 + 4e Æ 4OH-

(2)

Reaksi reduksi dan oksidasi dapat terjadi bila elektron berpindah, sehingga terjadi reaksi redoks, yaitu :

2 Fe + 2 H2O +O2 Æ 2 Fe(OH)2

Proses selanjutnya adalah proses oksidasi spontan dari ferrous oksida menjadi ferric oksida yang terhidrasi (karat). Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :

2 Fe(OH)2 + 2 Fe(OH)3 Æ Fe2O3.nH2O

Proses korosi pada baja tulangan tidak membutuhkan keberadaan logam lain sebagai katoda. Adanya perbedaan luas tulangan dapat menyebabkan pengembangan daerah aktif dengan potensi elektrokimia yang berbeda sehingga dapat menjadi pasangan anoda-katoda.

Adanya proses korosi tulangan dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada beton, misalnya timbulnya retak-retak dan akhirnya selimut beton terlepas (cracking dan spalling). Hal ini disebabkan karena adanya tegangan di dalam beton yang melebihi tegangan tarik beton. Tegangan ini disebabkan karena timbulnya material baru yang memiliki volume lebih besar dari volume tulangan asalnya. Material baru ini adalah karat yang mendesak sekelilingnya sehingga menimbulkan tegangan tarik di dalam beton.

Korosi secara garis besar memiliki 3 tipe yaitu : a) Korosi Lubang

Korosi ini terjadi pada suatu lokasi tertentu dan paling merusak dan berbahaya karena adanya perbedaan struktur pada permukaan logam sehingga terbentuk sisi anoda dan katoda (Trethewey and Chamberlain, 1991).

b) Korosi Erosi

Korosi ini biasa terjadi pada bagian logam yang mengalami gesekan akibat kecepatan aliran air yang tinggi atau terjadi turbulensi seperti pada sudut pipa.

Pada tulangan terjadi pada beton yang mengelupas dan tepat pada daerah yang terkena ombak (Fontana, 1987).

c) Korosi Merata

Korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam yang mengalami kontak dengan air berintensitas sama. Akibat korosi ini biasanya logam akan

(3)

mengalami kehilangan paling berat dibandingkan dengan korosi lain (Phengkusaksomo, 1999).

2.2 Durabilitas Beton

Durabilitas beton harus menjadi perhatian yang serius apabila dikehendaki agar bangunan yang dibangun mempunyai ketahanan yang baik terhadap lingkungan di sekitarnya. Suatu bangunan dapat dikatakan mempunyai ketahanan yang tinggi (durable) apabila bangunan tersebut dalam masa layan yang telah direncanakan dapat berfungsi sesuai dengan fungsi yang didesain untuk bangunan tersebut, dalam keadaan apapun dan dalam kondisi lingkungan yang agresif sekalipun, tanpa mengalami kerusakan yang dapat membuat bangunan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Banyak bangunan yang meskipun sudah direncanakan untuk masa layan puluhan tahun telah mengalami kerusakan parah sehingga menyebabkan fungsi bangunan tersebut menjadi terganggu. Seorang perencana bangunan harus memperhatikan setiap aspek yang terkait dengan ketahanan bangunan, termasuk pemeliharaan dari bangunan tersebut setelah dibangun.

Penyebabnya hilangnya ketahanan (loss of durability) beton dapat berasal dari dalam maupun dari luar.

Pengaruh dari dalam

a. Terkontaminasinya material pembuat beton b. Pelaksanaan yang tidak benar

Pengaruh dari luar

a. Serangan kimia dari air laut b. Perubahan temperatur yang drastis c. Pasang surut air laut

d. Pukulan gelombang yang menghantam bangunan

Untuk struktur dengan serangan klorida, dibutuhkan beton yang memiliki durabilitas tinggi, selain kekuatan beton yang memadai. Ketahanan struktur beton terhadap serangan klorida umumnya dapat ditentukan oleh :

1. Ketebalan selimut beton yang membungkus tulangan 2. Permeabilitas selimut beton

(4)

3. Tipe tulangan yang digunakan (HETEK Report no. 123. 1997)

2.3 Komposisi Kimia dalam Air Laut

Seperti yang telah diketahui bahwa kandungan air laut sebagian besarnya adalah larutan garam. Ion-ion utama dari air laut adalah Na+, Mg2+, Cl-, (SO4)2-. Komposisi yang umumnya terkandung dalam air laut dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi dari Air Laut

Konsentrasi Ion (g/liter)

Na+ 11,00

K+ 0,40

Mg2+ 1,33 Ca2+ 0,43 Cl- 19,80 SO42-

2,76

Sumber : P. Kumar Mehta, Concrete in the Marine Environment, Dept. of Civil Engineering, University of California at Berkeley, 1991, pp. 18.

Selain larutan garam, adanya gas-gas tertentu di permukaan atau di dalam air laut juga mempunyai peranan yang penting dalam reaksi-reaksi kimia yang mempengaruhi ketahanan struktur. Sebagai contoh, oksigen (O2) terdapat di udara dan di dalam air laut, naik sebagai udara yang terjebak di dalam air laut ataupun sebagai oksigen terlarut, berperan penting dalam proses terjadinya korosi tulangan pada beton, baik pada tulangan terekspos secara langsung maupun tulangan yang tertanam dalam beton. Terdapat pula konsentrasi dari Karbondioksida (CO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S) terlarut di dalam air laut. Karbondioksida (CO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S) terlarut ini akan menyebabkan pH beton menjadi menurun dari keadaan normalnya yaitu > 13 menjadi 8,2 – 8,4 sampai 7 atau bahkan kurang dari 7. Hal ini akan menurunkan alkalinitas beton dan pada akhirnya, durabilitas dari struktur beton tersebut juga akan menurun (P. Kumar Mehta, 1991, p. 17-18).

Sebenarnya NaCl tidak bereaksi dengan Ca(OH)2 maupun dengan hasil hidrasi lainnya, namun adanya ion klorida dapat menimbulkan daerah anode dan katode yang dapat menyebabkan aktivitas elektrolisa yang menyebabkan korosi.

(Antoni & Nugraha, 2007)

(5)

2.4 Permeabilitas dan Difusitas Beton

Beton merupakan material yang berpori, hal ini dapat disebabkan oleh adanya udara yang terjebak pada saat pencampuran bahan-bahan atau juga pada saat penuangan. Adanya pori-pori dalam beton dapat menjadi media masuknya zat-zat yang agresif dari luar ke dalam. Kualitas keawetan beton dapat dilihat dari indikator angka permeabilitas dan difusinya.

2.4.1 Permeabilitas

Untuk struktur beton yang berada di daerah tepi laut, permeabilitas adalah faktor yang lebih utama mendapat perhatian daripada kekuatan beton itu sendiri karena mempengaruhi durabilitas struktur.

Permeabilitas relatif pada perpindahan cairan di bawah pengaruh beda konsentrasi, akan tergantung pada ukuran, bentuk serta behubungan tidaknya pori yang satu dengan yang lain.

Permeabilitas dalam beton tergantung pada permeabilitas unsur-unsur penyusunnya. Pada umumnya hanya bergantung pada faktor air semen.

Permeabilitas yang tinggi pada pasta semen dapat mengakibatkan klorida dan zat- zat agresif lain mudah masuk dalam beton.

Hal-hal yang menyebabkan beton bersifat permeable.

2.4.1.1 Pori-pori Beton 1. Rongga udara

a. Entrapped air voids

Ukurannya ± 3 mm. Didefinisikan sebagai sejumlah kecil udara yang terjebak selama proses pencampuran beton

b. Entrained air voids

Gelembung udara dengan ukuran 50-200 µm, diberikan ke dalam pasta semen dengan menggunakan admixture tipe air-entraining.

Tujuannya menghasilkan beton yang tahan terhadap siklus membeku-mencair. Gelembung udara akan terisi ketika ada tekanan pada saat beton mengalami siklus membeku.

(6)

2. Rongga kapiler

Didefinisikan sebagai ruang yang tidak terisi oleh produk hidrasi. Pada pasta semen yang terhidrasi dengan baik (w/c ratio rendah), rongga kapiler berukuran 10-50 nm. Pada pasta semen dengan w/c ratio tinggi, rongga kapiler dapat berukuran 3-5 µm.

3. Pori-pori gel

Salah satu produk hidrasi adalah Calcium Silicate Hydrate (C-S-H) yang biasanya disebut tubermorite gel. Di antara yang satu dengan yang lain terdapat ruang yang ukurannya sangat kecil dan hampir tidak ada efek negative terhadap permeabilitas dan kekuatan beton.

2.4.1.2 Transition Zone

Transition Zone atau zona transisi adalah daerah pertemuan antara partikel agregat kasar dan pasta semen yang terhidrasi. Zona transisi ini berupa lapisan tipis, 10-50 µm di sekeliling agregat berukuran besar. Zona transisi lebih lemah daripada komponen utama beton yang lain, yaitu agregat kasar dan pasta semen.

2.4.2 Difusitas

Difusitas relatif pada perpindahan unsur kimia pada skala molekul di bawah gradient konsentrasi suatu zat berbanding terbalik dengan permeability.

Difusitas tidak tergantung pada ukuran pori, tetapi tergantung pada interkoneksi di antaranya.

Adanya penetrasi ion klorida ke dalam beton, permeabilitas dan difusitas sangat menentukan. Bentuk dan hubungan pori dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Porositas tinggi/permeabilitas rendah (penghubung aliran/saluran terbatas) 2. Porositas tinggi/tidak permeable (pori-pori tidak terhubung)

3. Porositas rendah/permeabilitas tinggi (penghubung aliran/saluran banyak dan tersebar merata) (Raka, 2000)

(7)

Makin besar pemakaian air dalam campuran beton, makin meningkat pula koefisien permeabilitas dan koefisien difusitas. Maka untuk mengurangi resiko masuknya zat agresif melalui pori-pori ini, sejak awal harus direncanakan mutu beton yang diinginkan sesuai dengan fungsi dan lingkungan struktur beton tersebut yang akan dibangun.

2.5 Material Penyusun Beton

Beton biasanya merupakan campuran dari 4 komponen utama, yaitu semen, agregat halus (ukuran 75 µm sampai 5 mm), agregat kasar (ukuran > 5 mm) dan air. Untuk tujuan-tujuan khusus atau untuk mendapatkan sifat tertentu, beton ditambah dengan satu atau lebih admixture sebagai komponen kelima dalam campuran.

2.5.1 Air

Beton tidak akan terbentuk tanpa adanya air sebagai campurannya karena semen tidak akan bereaksi dan menjadi pasta apabila tidak ada air. Air selalu diperlukan dalam campuran beton, tidak saja untuk proses hidrasi semen, tapi juga untuk mengubah semen menjadi pasta sehingga beton menjadi lecak dan mudah untuk dikerjakan (workable), terutama pada saat penuangan beton ke dalam cetakan.

Air laut yang mengandung garam terlarut dengan jumlah sampai dengan 35000 ppm masih diperbolehkan untuk dipergunakan dalam beton tanpa tulangan.

Walaupun demikian, penggunaan air laut sebagai campuran beton akan mereduksi batas kekuatan (ultimate strength) dari beton tersebut. Beton yang terkontaminasi air laut juga terlihat mengalami expansion atau efflorescence (pengembangan) yang akan menimbulkan retak. Selain itu, pada struktur beton dengan tulangan di dalamnya, terkontaminasinya air, khususnya air laut, sangat penting untuk diperhatikan, karena dapat mengakibatkan tulangan yang tertanam dalam beton mengalami proses korosi dan akhirnya berkarat (Mehta, 1991, p 29-31)

Air yang digunakan untuk penelitian ini adalah air PDAM biasa, air PDAM memiliki karakteristik berwarna jernih, tidak berbau, dan tidak mengandung zat-zat kimia yang berlebihan.

(8)

2.5.2 Semen Portland

Semen Portland merupakan semen tipe I yang banyak digunakan pada struktur-struktur beton bertulang. Semen Portland adalah semen hidraulis yang dibuat dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis. Semen hidraulis adalah semen yang mengeras bila bereaksi dengan air namun tetap stabil di dalam air.

Empat komposisi utama dalam semen portland adalah sebagai berikut : a. Tricalsium Silikat (C3S)

b. Dicalsium Silikat (C2S) c. Tricalsium Aluminat (C3A)

d. Tetracalsium Aluminoferrit (C4AF)

Semen portland tipe 1 banyak diproduksi, salah satunya adalah yang diproduksi oleh PT Semen Gresik Tbk. Jenis semen portland tipe 1 digunakan untuk umum dimana beton yang dihasilkan tidak diharuskan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu. Semen jenis ini secara umum banyak digunakan pada proyek pembangunan di Indonesia dan tersedia di semua toko bangunan dan penyalur semen sehingga sangat mudah didapat.

Tabel 2.2.Spesifikasi Teknis Semen Gresik

(9)

2.5.3 Agregat

Pasir, kerikil alam, atau batu pecah secara umum dapat dipakai asal memenuhi syarat kebersihan. Hal-hal yang perlu dicermati adalah menyangkut bentuk, kualitas permukaan, ukuran, komposisi mineraloginya, agar tidak mudah terjadi microcrack di antara zona agregat dan spesi (transition zone), juga kemungkinan adanya perbedaan koefisien dilatasi di antara agregat dan spesi.

Dalam mix design, diusahakan untuk mendapatkan proporsi perbandingan yang tepat untuk agregat kasar dan agregat halus. Semakin banyak jumlah agregat halus yang digunakan dalam campuran, semakin banyak pula pasta semen yang dibutuhkan untuk membungkus setiap butir dari agregat halus. Ini berarti bahwa air dan semen yang dibutuhkan dalam campuran akan semakin banyak pula.

(Antoni & Nugraha, 2007)

2.5.4 Fiber

Keterbatasan penggunaan beton adalah sifatnya yang getas (brittle) dan praktis tidak mampu menahan tegangan tarik. Dalam praktek kedua sifat kurang baik tersebut dapat dihindari pengaruhnya dengan pemasangan tulangan baja yang ditempatkan secara benar pada daerah tarik sehingga di dapat beton bertulang (reinforced concrete). Dewasa ini, seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu Teknologi Beton, maka untuk memperbaiki sifat kurang baik beton dilakukan

(10)

dengan cara menambahkan serat ke dalam adukan beton yang disebut sebagai beton fiber (fiber reinforced concrete).

Ada 2 kategori dasar fiber yaitu fiber yang mempunyai modulus elastis lebih tinggi dari bahan penyusun beton (high modulus fibers) dan fiber yang mempunyai modulus elastis lebih rendah dari bahan penyusun beton (low modulus fibers). Fiber bermodulus elastisitas tinggi, layak digunakan untuk perkuatan beton dan telah diproduksi seperti fiber baja, gelas dan karbon. Sedangkan fiber bermodulus elastisitas rendah seperti asbestos dan fiber tumbuhan (serat jerami, ijuk). Fiber yang dipakai berbeda-beda dalam ukuran dan bentuk (geometri). Fiber bermodulus elastisitas tinggi dapat memperbaiki ketahanan impact dan lentur sekaligus secara simultan tetapi fiber bermodulus elatisitas rendah hanya memperbaiki ketahanan impact tetapi tidak begitu besar kontribusinya pada kuat lenturnya.

Beberapa jenis fiber yang sering dipakai antara lain baja (steel), karbon (carbon), plastic (polypropelence) serta gelas (glass). Bahan-bahan fiber diatas mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing dalam memperbaiki sifat-sifat struktural beton. Steel fibers mempunyai beberapa kelebihan diantaranya modulus elastis tinggi (high modulus fiber), tidak mengalami perubahan bentuk terhadap alkali dalam semen dan adanya ikatan kuat antara fiber dengan beton karena adanya pengangkeran secara mekanikal (bond strength). Kelemahan Steel fibers adalah jika fiber ini tidak terlindung akan segera terjadi korosi. Fiber ini mempunyai kecenderungan terjadinya Balling effect yaitu fiber tidak menyebar secara merata pada adukan menjadi suatu gumpalan- gumpalan seperti bola. Glass fibers mempunyai kekuatan hampir sama dengan fiber baja namun berat jenisnya lebih ringan dan modulus elastisitasnya sekitar sepertiga fiber baja (lihat Tabel 2.3). Kelebihan fiber ini adalah dapat meningkatkan ketahanan impact yang sangat besar sampai dengan 1500 % dibanding beton biasa. Penggunaan dengan cara pencampuran beton normal sulit pada konsentrasi lebih dari 2% volume dengan panjang sampai 25 mm dan kuat lenturnya hampir dua kali. Fibers gelas kurang tahan terhadap sifat alkali semen.

Carbon fibers, bentuk paling baru dan mungkin paling spektakuler pada penggunaan fiber secara komersial. Kelebihan jenis fiber ini yaitu mempunyai

(11)

ketahanan terhadap abrasi, lingkungan yang agresif serta stabil pada suhu yang tinggi. Kelemahannya penyebaran fiber ini pada adukan lebih sulit karena mempunyai diameter amat kecil (0,02 mm). Tidak begitu dipentingkan mengenai tipe, ukuran dan bentuk fiber yang digunakan pada adukan beton. Polypropelence fibers mempunyai beberapa kelemahan dalam jangka panjang, sifat-sifat mekaniknya tidak dapat diandalkan. Beberapa sifat fiber ini antara lain modulus elastisitasnya rendah, mudah terbakar (dengan titik leleh rendah), lekatan (bond) dengan adukan beton kurang baik.

Tabel 2.3. Sifat-sifat Dasar Beberapa Jenis Fiber

Specific

gravity

Tensile Strength

Young's Modulus

Elongation at Failure

Common Volum Fractions

Common Diameters

(in)

Common Lengths

(in)

Steel 7,86 100

300 30 Up to

30 0,75 - 3 0,005 -

0,04 0,5 - 1,5

Glass 2,70 Up to

180 11 -3,5 2 - 8 0,004 -

0,03 0,5 - 1,5 Plastic/Polypropylene 0,91 Up to

100

0,14 -

12 -2,5 1 - 3 Up to

0,10 0,5 - 1,5

Carbon 1,60 Up to

100

Up to

7,20 1,40 1 - 5 0,0004 - 0,0008

0,02 - 0,5

Beton fiber umumnya memerlukan lebih banyak pasta semen daripada beton konvensional. Beton normal berisi sekitar 25 – 35 % pasta semen sedangkan pada beton fiber memerlukan 35 – 45 % pasta semen dari volume total beton yang tergantung pada volume dan geometri fiber. Penggunaan bahan tambah (superplastcizer dan retarder) sangat diperlukan untuk mendapatkan tingkat kemudahan pelaksanaan (workability) yang memadai sebagai pengganti pasta semen pada volume adukan yang besar.

2.6 Mekanisme Penetrasi Ion Klorida

Pembangunan struktur beton di lingkungan laut memiliki suatu permasalahan tersendiri menyangkut durabilitasnya. Air laut mengandung ion–ion klorida yang dapat menimbulkan daerah anode dan katode yang dapat

(12)

menyebabkan aktivitas elektrolisa yang menyebabkan korosi (Antoni & Nugraha, 2007).

Penyerapan kapiler, tekanan hidrostatis dan difusi adalah proses yang dapat menyebabkan penetrasi ion klorida ke dalam beton. Metode yang paling umum adalah difusi, yaitu pergerakan ion klorida akibat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi ion klorida.(Stanish; Hooton; Thomas, 1999)

Penyebab terjadinya penetrasi ion klorida yang lainnya adalah tekanan hidrostatis dari air dimana semakin dalam beton tersebut tenggelam, semakin besar tekanan hidrostatisnya. Jadi untuk struktur beton di bawah permukaan air selain beban struktural, tekanan hidrostatik juga harus diperhitungkan karena semakin besar tekanannya, semakin besar ion klorida yang masuk ke dalam beton.

Untuk beton bertulang, penyerapan air laut oleh beton menyebabkan terbentuknya daerah katoda dan anoda, akibatnya proses elektrolit dari ion-ion ini menghasilkan korosi pada tulangan baja akibat kehancuran beton disekitarnya.(Gunawan; Stephen, 2004)

Uap ion klorida di permukaan laut bisa menyerang ke struktur-struktur di atasnya sejauh ± 20m, karat yang terjadi akibat peristiwa korosi tulangan tersebut mempunyai volume 2.5% lebih besar yang menyebabkan beton tersebut pecah..

(Gunawan; Stephen, 2004)

Beton yang berada di bawah permukaan laut akan selalu kontak dengan air yang berarti permukaan beton akan selalu basah dan air akan masuk mengisi pori- pori beton yang tidak tertutup oleh campuran beton (mortar). Air laut akan masuk ke dalam beton secara perlahan dan akibat penetrasi air laut ke dalam beton dapat meningkatkan kepadatan (density) dari beton, hal ini berarti dapat menghilangkan penyusutan (shrinkage) yang biasanya terjadi pada beton di daerah kering akibat penguapan dari air di dalam beton.(Gerwick, 1974)

Dalam kasus korosi yang disebabkan oleh penetrasi klorida, ada beberapa tahap kerusakan yang terjadi pada beton, yaitu :

a) Ion–ion klorida mencapai tulangan beton, nilai ambang batas tercapai sehingga korosi dimulai.

b) Beton mulai retak dan karat mulai terlihat di permukaan beton berupa bercak berwarna coklat kemerahan.

(13)

c) Selimut beton mulai terlepas karena besarnya volume hasil korosi.

d) Pengurangan nilai keamanan karena berkurangnya luas penampang tulangan (HETEK Report no.123,1997).

Penetrasi ion klorida ke dalam beton dapat melalui beberapa cara yaitu : a) Difusi Ion-Ion (Ionic Diffusion)

Pergerakan ion klorida pada metode difusi ini dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, aliran difusi terjadi dari konsentrasi lebih rendah ke konsentrsi lebih tinggi. Hal ini mengikuti hukum pertama Fick (Fick’s first law of diffusion).

Persamaan ini digunakan jika percobaan yang dilakukan merupakan steady state diffusion.

dx D dC J =− eff

Dimana : J = perubahan dari ion klorida

Deff = koefisien difusi efektif

C = konsentrasi ion klorida x = jarak (posisi dari variabel)

Apabila percobaan merupakan non steady-state diffusion, maka akan mengikuti hukum kedua Fick (Fick’s second law of diffusion)

2 2

x D C t C

eff

= ∂

Dimana : D = Difusitas x = Jarak C = Konsentrasi t = Waktu b) Celah-Celah Difusi

• Microcracks (retak-retak halus pada beton)

Pada umumnya penetrasi klorida melalui mekanisme ini memanfaatkan hubungan antara saluran yang menghubungkan pori-pori yang terbentuk dalam pasta semen. Selain itu juga dapat melalui bagian permukaan agregat atau melalui retak-retak halus (microcracks).

• Saluran pori-pori dari pasta semen

(14)

Akibat proses hidrasi, pasta semen akan mengandung pori-pori yang dihubungkan oleh saluran. Permeabilitas pasta semen dipengaruhi oleh kadar air. Ukuran dan kontiunitas pori-pori yang terbentuk akan mempengaruhi koefisien permeabilitas.

• Interfacial Transition Zone pada agregat

Klorida dapat masuk kedalam beton melalui permukaan agregat yang bersinggungan langsung dengan matriks semen. Koefisien permeabilitas agregat sangat beragam tergantung jenis agregat.

Untuk perlindungan terhadap korosi SK SNI S-1990-03 mengadopsi maksimum kadar ion klorida pada beton yang diijinkan menurut ACI Building Code 318-38 dimana ditetapkan maksimum kadar ion klorida pada beton pada saat telah berumur 28 hari sebagai berikut:

Tabel 2.4. Kandungan Maksimum Ion Klorida dalam Beton Jenis Komponen Struktur

Beton

Jumlah Maksimum Ion Klorida (Cl Yang Larut Dalam Air) Dalam Beton Dinyatakan Dalam %

Terhadap Massa Semen

Beton Prategang 0,06

Beton bertulang berhubungan

dengan klorida 0,15

Beton bertulang yang selalu kering atau terlindung dari

lembab

1

Beton polos 0,3

2.7 Interfacial Transition Zone (ITZ)

Interfacial Transition Zone (ITZ) adalah daerah diantara aggregat dengan pasta semen. Pada Interfacial Transition Zone (ITZ) ikatan antara aggregat dengan pasta semen kurang rapat, karena itu Interfacial Transition Zone (ITZ) disebut sebagai bagian yang lemah pada beton. Dengan adanya daerah yang lemah (Interfacial Transition Zone) pada beton maka ion klorida dapat dengan cepat

(15)

masuk kedalam beton melalui permukaan agregat yang bersinggungan langsung dengan matriks semen.

Gambar 2.1.Interfacial Transition Zone pada beton

Kecepatan masuknya ion klorida melalui Interfacial Transition Zone (ITZ) kedalam beton dapat diperlambat dengan cara menurunkan W/C ratio, karena dengan menurunkan W/C ratio maka ketebalan Interfacial Transition Zone akan berkurang (Kato; Uomoto, 2005), sehingga dapat megurangi akses/jalan masuk dari ion klorida tersebut. Grafik berikut menunjukkan hubungan antara unit volume aggregat (Va) dan ketebalan dari Interfacial Transition Zone (TITZ) pada W/C ratio yang bervariasi (0.4; 0.5; 0.6). Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin besar W/C ratio, maka ketebalan dari Interfacial Transition Zone (TITZ) semakin meningkat pula.

(16)

Gambar 2.2. Hubungan antara unit volume aggregat (Va) dan ketebalan dari Interfacial Transition Zone (TITZ)

Dalam kasus semen pasta terhidrasi, penyebab adanya adhesi antara produk hidrasi dan agregat adalah gaya Van der Waals. Dengan demikian, kekuatan dari Transition Zone bergantung pada volume dan ukuran void (rongga/pori) yang ada. Bahkan untuk beton dengan faktor air semen yang rendah, pada umur awal, volume dan ukuran void akan lebih besar dibandingkan dengan mortar padat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, kekuatannya akan sama, atau bahkan lebih besar dari mortar padat. Hal ini disebabkan akibat adanya kristalisasi produk-produk baru yang terbentuk pada void Transition Zone yang disebabkan oleh reaksi kimia yang lambat antara pasta semen dan agregat.

Misalnya terbentuknya C-S-H pada beton dengan agregat yang mengandung silika.

Selain itu terbentuk Carboaluminate Hydrates pada beton dengan batu kapur. Interaksi-interaksi tersebut memberi kontribusi pada kekuatan karena cenderung mengurangi konsentrasi Kalsium Hidroksida. Adanya Kalsium Hidroksida dalam jumlah besar akan mengurangi kapasitas adhesi karena mempunyai area permukaan yang lebih sempit yang menyebabkan berkurangnya gaya Van der Waals. (Mehta, 1993)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan paparan data tes dan wawancara penelitian, peneliti membuat kesimpulan terkait proses berpikir yang dilakukan siswa MFM dalam melakukan langkah-langkah

Membantu petugas toko dalam mengelola data penjualan dengan membangun Sistem Informasi Aplikasi Kasir Menggunakan Barcode Reader pada Toko dan Jasa Widodo Computer

Sebagai contoh tindak pidana kompsi yang telah terjadi adalah pada jabatan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ( Kepala SKK Migas)

Dasar pengambilan sampel ini adalah perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi yang mempunyai program studi akuntansi jenjang strata dua (S­2) dan strata tiga (S­3)

Perubahan fluks magnet maksimum semula dan arus aruhan adalah maksimum.Disebabkan sentuhan antara berus dan hujung angker bertukar kedudukan arah arus yang mengalir

Biasiswa untuk mengikuti pengajian di peringkat a) Ijazah Sarjana dan Ijazah Kedoktoran. b) Tempat pengajian di dalam/ luar negara ELAUN YANG DITAWARKAN2. Elaun Keperluan

Penerimaan orang tua terhadap anak autisme timbul dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor dukungan dari keluarga besar yang menerima sepenuhnya kondisi

Aspek budaya yang menjelaskan bagaimana budaya Tionghoa dan Betawi saling mempengaruhi dalam cara pengolahan makanan dan cara penyajiannya, dan yang kedua adalah