• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I LAJU EROSI DI BAGIAN HILIR SUNGAI PAPPA KECAMATAN POLOMBANGKENG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S K R I P S I LAJU EROSI DI BAGIAN HILIR SUNGAI PAPPA KECAMATAN POLOMBANGKENG SELATAN"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

LAJU EROSI DI BAGIAN HILIR SUNGAI PAPPA KECAMATAN POLOMBANGKENG SELATAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH :

NUR JANNA REZKY AMELIA

105 81 11142 16 105 81 11149 16

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

(2)
(3)
(4)

LAJU EROSI DI BAGIAN HILIR SUNGAI PAPPA KECAMATAN POLOMBANGKENG SELATAN

Nur janna1), Rezky Amelia2), Ma’rupah3), Farida Gaffar4)

1)Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Email : nurjannasaid3@gamil.com

2)Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Email : reamelia206@gmail.com

3)Dosen Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

4)Dosen Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

ABSTRAK

Erosi tanah dapat mengurangi kemampuan tanah dalam meresistensi air dan salah satu penyebab masalah lingkungan yang serius di daerah hilir sungai. Karena dampak yang diakibatkan dari adanya erosi sungai ini cukup berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup, perlu adanya konservasi lahan, tidak merusak ekosistem hutan, melakukan reboisasi, pembuatan terasering di sekitar sungai.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar laju erosi yang terjadi di beberapa penggunaan lahan di bagian hilir Sungai Pappa dan mengetahui bagaimana tingkat bahaya erosi di setiap penggunaaan lahan di bagain hilir Sungai Pappa. Metode analisis yang digunakan untuk menghitung laju erosi adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equations). Hasil penelitian menunjukkan besar laju erosi yang terjadi di tiga penggunaan lahan ( sawah, pemukiman, dan kebun campuran)sungai pappa seluas kurang lebih 179,68 ha, dengan tingkat laju erosi ± 568,065 ton/ha/thn. Pada lahan sawah seluas 149,98 ha (84,48%) dapat diklasifikasikan sangat ringan dengan tingkat laju erosi ± 7,611 ton/ha/thn. Pada lahan pemukiman seluas 24,44 ha (13,60%) dapat diklasifikasikan sangat berat tingkat laju erosi ± 274,461 ton/ha/thn.begitupun dengan lahan kebun campuran seluas 5,26 ha (2,92%) dapat diklasifikasikan sangat berat dengan tingkat laju erosi ± 285,993 ton/ha/thn.

Kata Kunci : Laju erosi, hilir, sungai.

(5)

ABSTACT

Soil erosion can reduce the soil's ability to resist water and is one of the causes of serious environmental problems in downstream areas. Because the impact caused by river erosion is quite dangerous for living things, it is necessary to conserve land, not destroy forest ecosystems, carry out reforestation, and make terraces around rivers. The purpose of this study was to determine the rate of erosion that occurred in several land uses in the lower reaches of the Pappa River and to find out the level of erosion hazard in each land use in the lower reaches of the Pappa River. The analytical method used to calculate the rate of erosion is the USLE method (Universal Soil Loss Equations). The results showed that the rate of erosion that occurred in the three land uses (rice fields, settlements, and mixed gardens) of the Pappa River was approximately 179.68 ha, with an erosion rate of

± 568.065 tones/ha/year. On rice fields of 149.98 ha (84.48%) it can be classified as very light with an erosion rate of ± 7.611 tones / ha / year. On residential land covering an area of 24.44 ha (13.60%), it can be classified as very heavy, the level of erosion rate is ± 274.461 tones / ha / yr. Likewise with mixed garden land covering an area of 5.26 ha (2.92%) can be classified as very heavy with erosion rate ± 285,993 ton/ha/year.

Keywords: Erosion rate, downstream, river.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji bagi ALLAH SWT karena berkat limpahan Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “LAJU EROSI DI AREAL SUNGAI PAPPA KELURAHAN BONTOCINDE KABUPATEN TAKALAR” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan untuk seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini adalah berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT., IPM, selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Andi Makbul Syamsuri, ST., MT., IPM, selaku Ketua Prodi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh. Amir Zainuddin, ST ., MT., IPM, selaku Sekretaris Prodi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(7)

4. Ibu Dr. Ma’rufah, SP., MP selaku Dosen Pembimbing Satu (1) dan Ibu Farida Gaffar, ST., MM., IPM, selaku Dosen Pembimbing Dua (2) yang banyak meluangkan waktu dalam membimbing kami.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta para staf administrasi pada Prodi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Saudara/saudari kami di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Pengairan Terkhusus TSKD, yang banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini yang selalu men-support kami.

7. Kedua Orang Tua kami, yang selalu memberi dukungan secara moral maupun material dan doa kepada kami.

Serta semua pihak yang telah membantu kami. Selaku manusia biasa tentunya kami tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang kontruktif sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini.

“Billahi Fii Sabilil Haq Fastabiqul Khaerat”.

Makassar, 2021

Tim Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Batasan Masalah ... 3

F. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laju Erosi ... …. 5

B. Proses Terjadinya Eros ... …. 6

C. Faktor-Yang Mempengaruhi Erosi ……….... 8

D. Bentuk-Bentuk Erosi……….. 10

E. Macam –Macam Erosi ……….. 14

F. Akibat Yang Ditimbulkan Erosi ………... 16

G. Metode usle (Universal Soil Loss Equation)... 18

1. Erosivitas Hujan ………..….. 19

(9)

2. Erodibilitas Tanah ………... 20

3. Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) …….. ..…... 23

4. Faktor Tutupan Lahan © dan Konservasi Tanah (P) ... 25

H. Tingkat Bahaya Erosi………... 31

I. Matriks Penelitian Terdahulu………..……. 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 38

C. Metode Penelitian ... 40

D. Tata Laksana Penelitian ... 40

E. Variabel Pengamatan ... 41

F. Cara Analisis ……… . 41

F. Bagan Alir (Flow Chart...………. 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………. 45

1. Menentukan Nilai Faktor Erosivitas Hujan (R) ………... 46

2. Menentukan Nilai Erodibilitas Tanah (K) .………... 49

3. Menentukan Nilai Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng …. 51 4. Menentukan Nilai Pengelolaan Tanaman dan Usaha Pencegahan Erosi ……….. 51

5. Laju Erosi dan Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) …….. 52

6. Presentase Tingkat Bahaya Erosi ……… 54

(10)

B. Pembahasan

1. Hubungan sifat Fisik Tanah Dengan Laju Erosi Di Setiap

Penggunaan Lahan ………... 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….. 57 B. Saran ……… 57 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

(11)

Daftar Gambar

Gambar 1 Erosi Lebar………..……….. 12

Gambar 2 Erosi Alur………..……… 12

Gambar 3 Erosi Parit ………... 13

Gambar 4 Erosi Tebing Sungai ………. 13

Gambar 5 Erosi Longsor……….... 14

Gambar 6 Erosi Air ... 15

Gambar 7 Erosi Gletser ... 17

Gambar 8 Skema Persamaan USLE... 18

Gambar 9 Peta Lokasi Penelitian...37

Gambar 10 Lokasi Penelitian...38

Gambar 11 Lokasi Penelitian...38

Gambar 12 Bagan Alur Tahap Penelitian...44

Gambar 13 Diagram Erodibilitas Tanah (K)...50

Gambar 14 Diagram Laju Erosi...53

Gambar 15 Grafik Persentase Luasan Tingkat Bhaya Erosi...56

(12)

Daftar Tabel

Tabel 1 Bentuk-Bentuk Erosi Menurut Beberapa Ahli...11

Tabel 2 Struktur Tanah ... …...21

Tabel 3 Klasifikasi Butiran-Butiran Primer Tanah………... …..22

Tabel 4 Permeabilitas Tanah………...22

Tabel 5 Faktor Erodibilitas Tanah (K)……….…...23

Table 6 Jenis Tanah dan Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) ………...23

Tabel 7 Penilaian Kelas Lereng dan Faktor Lereng LS ...………...25

Tabel 8. Nilai Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanaman…….26

Tabel 9. Nilai Faktor P Sesuai Tindakan Khusus Konservasi ………....27

Tabel 10 Tingkat Pengelolahan dan Faktor Pengelolahan Pertanian……...…....28

Tabel 11 Tingkat Pengelolahan dan Faktor Pengelolahan Perkebunan ………..29

Tabel 12 Faktor CP Untuk Rumput ………...30

Tabe13 Faktor CP Untuk Hutan………..30

Tabel 14 Perkiraan Nilai CP Untuk Jenis Penggunaan Lahan………30

Tabel 15 Klasifikasi Bahaya Erosi………..32

Tabel 16 Matriks Penelitian Terdahulu………...34

Tabel 17 Penggunaan Lahan ………...45

Tabel 18 Hasil Uji Laboraterium Tekstur Tanah………45

Tabel 19 Nilai R Pada Stasiun Takalar ……….……….47

(13)

Tabel 20 Nilai R Pada Stasiun Malolo ……….……….47

Tabel 21 Nilai R Pada Stasiun Pamukkulu ……….………….….48

Tabel 22 Nilai Rata-rata Hujan ……..……….……….48

Tabel 23 Penilaian Faktor Erodibilitas (K)………50

Tabel 24 Penilaian Faktor Hilir Sungai Kelurahan Bontocinde…………51

Tabel 25 Nilai Faktor CP Untuk Aspek Pengelolahan Lahan di DAS Pappa Kelurahan Bontocinde………...52

Tabel 26 Persentase Laju Erosi………...53

Tabel 27 Tingkat Bahaya Erosi Pada Setiap Penggunaan Lahan…………54

Tabel 28 Persentase Luasan Tingkat Bahaya Erosi Sungai Pappa………...55

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sungai sebagai unsur penting bagi kehidupan manusia yaitu sebagai penampung air hujan, pusat dari ekosistem, mencegah terjadinya banjir dan sebagai sumber air irigasi. Daerah aliran sungai ini dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah karena beberapa faktor antara lain intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan kecepatan aliran meningkat sehingga akan tergerus atau terkikis yang dikenal dengan nama erosi.

Erosi tidak dapat dihindari karena erosi merupakan proses alami. Dampak dari erosi tanah adalah hilangnya lapisan subur permukaan tanah dalam aktivitas pertanian, tergerusnya lapisan tanah, lepasnya butiran-butiran tanah sehingga terjadi sedimentasi ke arah muara sungai yang mengakibatkan kapasitas aliran pada sungai berkurang, kemungkinan terjadinya banjir lebih besar dan terjadinya pengendapan pada daerah aliran sungai. Proses sedimentasi di perairan dapat menimbulkan pendangkalan dan penurunan kualitas air dimana tingginya konsentrasi sedimen dalam badan air akan menyebabkan kekeruhan.

Salah satu kasus akibat proses erosi yaitu di bagian hilir Sungai Pappa yang terletak di Kelurahan Bontocinde Kecamatan Polombangkeng Selatan Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan survei langsung di lapangan, kondisi Sungai Pappa terbilang masih alami karena belum tersentuh oleh adanya bangunan-bangunan air seperti bronjong ataupun tanggul. Selain itu, masyarakat setempat belum mematuhi aturan-aturan pemerintah tentang sungai

(15)

dan sekitarnya. Oleh karenanya, akan ada dampak negatif seperti meningkatnya bencana banjir, kekeringan dan pendangkalan akibat erosi yang membuat tanah menyerap air berkurang dan itulah yang sekarang terjadi dibagian hilir Sungai Pappa dimana terjadi pendangkalan sehingga kami berasumsi telah terjadi erosi di sekitar sungai.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Laju Erosi di Bagian Hilir Sungai Pappa Kecamatan Polombangkeng Selatan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah di atas maka dapat di rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Berapa besar laju erosi yang terjadi pada beberapa penggunaan lahan di bagian hilir Sungai Pappa ?

2. Bagaimana tingkat bahaya erosi di setiap penggunaan lahan di bagian hilir Sungai Pappa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yaitu :

1. Untuk mengetahui seberapa besar laju erosi yang terjadi pada beberapa penggunaan lahan di bagian hilir Sungai Pappa.

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat bahaya erosi di setiap penggunaan lahan di bagian hilir Sungai Pappa.

(16)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Memberikan informasi mengenai seberapa besar laju erosi yang terjadi pada beberapa penggunaan lahan di bagian Hilir Sungai Pappa dan tingkat bahaya erosi.

2. Menjadi bahan informasi bagi instansi terkait serta pihak pikah lainnya yang terkait dalam pelestarian dan pengembangan Sungai Pappa .

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran yang ingin dicapai, maka penelitian ini diberikan batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Analisis laju erosi dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE);

2. Dalam perhitungan Universal Soil Loss Equation (USLE) ada dua data yang dibutuhkan yaitu data primer dan sekunder;

3. Data primer yaitu struktur tanah dan kemiringan tanah sedangkan data sekunder yaitu data curah hujan 10 tahun;

4. Pada penelitian ini hanya dilakukan di sekitar sungai Pappa yang luasnya 5 ha;

5. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Tanah dan Hidrolik UNM;

6. Peta penggunaan lahan yang digunakan adalah peta tahun 2019;

7. Lokasi penelitian yaitu di Hilir Sungai Pappa Kelurahan Bontocinde Kecamatan Polombangkeng Selatan pada penggunaan lahan: sawah, pemukiman dan kebun campuran.

(17)

F. Sistematika Penulisan

Berdasarkan uraian dari latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian, maka kami menguraikan secara sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB l PENDAHULUAN : Merupakan BAB yang menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB ll TINJAUN PUSTAKA : Merupakan tinjauan yang memuat secara sistematis tentang teori, pemikiran dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Bagian ini akan memberikan kerangka dasar yang komprehensif mengenai konsep, prinsip atau teori yang akan digunakan untuk pemecahan masalah.

BAB lll METODE PENELITIAN : Merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan waktu dan lokasi penelitian, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian serta tahap-tahap dalam proses penelitian di laboratorium.

BAB lV HASIL DAN PEMBAHASAN : Merupakan analisa hasil dan pembahasan yang menguraikan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan hasil pembahasannya. Penyajian hasil penelitian memuat deskrispi sistematis tentang data yang diperoleh. Sedangkan pada bagian pembahasannya adalah mengolah data hasil penelitian dengan tujuan untuk mencapai penelitian.

BAB V PENUTUP: merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami selama penelitian berlangsung, yang nantinya diharapkan agar penelitian ini terrangkum dengan baik.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Erosi

Erosi merupakan salah satu penyebab terbesar kerusakan tanah di Indonesia (Sutrisno, dkk., 2013). Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami.

Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin (Arsyad, 2010). Menurut Tan (1991) dalam Lanyala dkk., (2016) erosi tanah pada ekosistem DAS umumnya terjadi karena pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air. Erosi pada suatu lahan menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur. Menurut Hardiyatmo (2006: 385) erosi permukaan merupakan proses pengangkutan partikel tanah yang diakibatkan oleh hujan, angin atau es. Akibat tetesan air hujan secara terus menerus akan mengakibatkan permukaan tanah menjadi terlepas dari kesatuannya.

Definisi erosi juga dijelaskan oleh beberapa ahli, antara lain :

Menurut Hardjowigeno (1995), erosi adalah suatu proses tanah dihancurkan dan berpindah ke tempat lain karena kekuatan air, angin, sungai atau gravitasi.

Menurut Supirin (2002), erosi tanah merupakan rangakain proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah bagian atas oleh pergerakan air dan angin.

(19)

Menurut Kartasapoetra (2010), erosi adalah proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin yang berlangsung secara alami atau akibat dari kegiatan manusia.

Menurut Arsyad (2012), arti erosi adalah proses hilang atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lainnya.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan pengertian laju erosi adalah ketebalan pelepasan, pengikisan atau terkelupasnya partikel tanah yang terjadi dalam satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun. Proses pengikisan yang terjadi pada partikel tanah diakibatkan adanya benturan air hujan, angin maupun es, sehingga partikel tanah mengalami perpindahan yang diakibatkan oleh hal-hal tersebut.

B. Proses Terjadinya Erosi

Menurut Asdak (2014), dua penyebab utama terjadinya erosi yaitu erosi alamiah dan erosi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedang erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah antara lain pembuatan jalan di daerah kemiringan lereng besar.

(20)

Menurut Utomo (1994) menyatakan bahwa proses erosi terjadi dengan 3 proses yaitu penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Air hujan yang mengenai permukaan tanah dengan energy tertentu akan menghancurkan agregat tanah intensitas hujan yang tinggi akan memiliki energy yang besar dalam menghancurkan agregat tanah. Sebagai akibat lebih lanjut, air akan mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan permukaan tanah. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan proses terjadinya erosi malalui 3 tahap, yaitu:

a. Pengelupasan (detachment): terjadi akibat titik-titik curah hujan yang menimpa permukaan tanah. Titik-titik curah hujan tersebut memiliki daya timpaan/energi kinetik yang berbeda-beda, ada yang keras dan ada pula yang lemah. Energi kinetik yang keras akan memecahkan bongkahan tanah menjadi butiran-butiran tanah yang kecil dan ada pula yang halus.

b. Pengangkutan (transportation): butiran-butiran tanah yang kecil dan yang halus akan terangkat dan mengalir bersama aliran air menuruni lereng-lereng.

Kemiringan lereng ini sangat berpengaruh terhadap derasnya aliran air.

c. Pengendapan (sedimentation): butiran-butiran tanah yang terangkut oleh aliran air ketempat-tempat yang datar dimana kecepatan aliran air sangat berkurang maka butiran tanah tersebut akan menjadi sedimentasi.

(21)

C. Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Menurut Asdak (2014), berkurangnya lapisan tanah bagian atas bervariasi tergantung pada tipe erosi dan faktor-faktor yang terlibat dalam proses erosi adalah iklim, sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup lahan. Keempat faktor yang dianggap menentukan besarnya erosi tersebut diuraikan satu persatu sebagai berikut :

a. Iklim

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung.

Pengaruh langsung melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas air hujan dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu lebih pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dalam kurun waktu yang lama. Pengaruh iklim tidak langsung dipengaruhi oleh vegetasi tumbuhan. Sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim besar, seperti di daerah kering, tumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan. Tetapi, sekali hujan turun intensitas hujan umumnya sangat tinggi.

b. Sifat-Sifat Tanah

Empat sifat tanah yang penting dalam menentukan erodibilitas tanah (mudah- tidaknya tanah tererosi) adalah:

a) Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah kuat dengan demikian tanah

(22)

tidak mudah tererosi. Tanah dengan unsur dominan pasir. kemungkinan untuk terjadinya erosi rendah karena laju infiltrasi sehingga dapat menurunkan laju air larian. Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, menyebabkan terjadinya erosi lebih rendah.

b) Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat yang mempengaruhi kemampauan tanah dalam menyerap air tanah.

Misalnya, struktur tanah granuler mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian dengan demikian, menurunkan laju air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.

c) Unsur organik yang terdiri dari limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah yang bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian. Dan dengan demikian akan menurunkan potensi terjadinya erosi.

d) Permeabilitas tanah yaitu kemampuan tanah dalam meloloskan air. Unsur yang mempengaruhi permeabilitas tanah yaitu struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi, dan dengan demikian, menurunkan laju air larian. Dimana air larian adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.

(23)

c. Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting pada proses terjadinya erosi karena mempengaruhi besarnya kecepatan dan volume air larian.

Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena momentum aliran lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis volkanik dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh karenanya, dalam program konservasi tanah dan air di daerah tropis, usaha-usaha pelandaian permukaan tanah seperti pembuatan teras lahan- lahan pertanian, peruntukan tanah-tanah dengan kemir ingan lereng besar untuk kawasan lindung seringkali dilakukan. Usaha tersebut dilakukan terutama untuk menghindari terjadinya erosi yang dipercepat dan meningkatnya tanah longsor.

d. Vegetasi Penutup Tanah

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) melindungi permukaan tanah dari tumbuhan air, 2) menurunkan kecepatan dan volume air aliran, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2014).

D. Bentuk-Bentuk Erosi

Menurut Arsyad (2006) erosi berdasarkan proses terjadinya dibedakan menjadi erosi normal dan erosi dipercepat. Erosi normal disebut juga erosi geologi atau erosi alami merupakan proses pengikisan kulit bumi yang terjadi secara

(24)

alamiah. Erosi ini tidak berbahaya karena kecepatan kehilangan tanahnya lebih kecil atau sama dengan proses pembentukan tanah. Erosi dipercepat adalah proses pengikisan kulit bumi yang kecepatan kehilangan tanahnya sudah melebihi kecepatan proses pembentukan tanah. Hal ini terutama disebabkan oleh kesalahan dalam pengolahan tanah.

Menurut beberapa ahli, erosi berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi :

Table 1. Bentuk-Bentuk Erosi Menurut Beberapa Ahli

No. Hardiyatmo Kartasapoetra Soemarto

A Splash erosion Sheet erosion Sheet erosion B Sheet erosion Rill erosion Gully erosion

C Rill erosion Gully erosion Land slide

D Gully erosion Stream bank erosion Stream bank erosion E Stream bank erosion

Sumber : Soemarto, 1986 ; Kartasapoetra, 2010; Hardiyatmo, 2006

Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk erosi dapat dibedakan menjadi enam yaitu: splash erosion, sheet erosion, rill erosion, gully erosion, stream bank erosion dan land slide. Berikut penjelasannya :

a. Erosi Percikan (Splash Erosion) adalah proses terkelupasnya partikel partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.

b. Erosi Lebar (Sheet erosion) adalah erosi yang terjadi saat lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi hujan dan

(25)

aliran run off. Erosi ini akan menghasilkan pola aliran di atas tanah namun belum menunjukkan adanya suatu lubang

Gambar 1. Erosi Lebar. Sumber: http://passel.unl.edu/

c. Erosi Alur (Rill Erosion) adalah erosi akibat pengikisan tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran air, dimana pada bagian tersebut telah terjadi konsentrasi aliran air hujan dipermukaan tanah. Aliran air menyebabkan pengikisan tanah, lama-kelamaan membentuk alur-alur dangkal pada permukaan tanah yang arahnya dari atas memanjang ke bawah.

Gambar 2. Erosi Alur. Sumber : http://soilerosion.net/

d. Erosi Parit (Gully Erosion) adalah kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi bila alur-alur menjadi semakin lebar dan dalam yang membentuk parit dengan kedalaman yang dapat mencapai 1 sampai 2,5 meter atau lebih. Parit ini

(26)

membawa air pada saat dan segera setelah hujan, dan tidak seperti erosi alur, parit tidak dapat lenyap oleh pengolahan tanah secara normal.

Gambar 3. Erosi Parit. Sumber: http://i.dailymail.co.uk

e. Erosi Tebing Sungai (Stream Bank Erosion) adalah erosi yang terjadi akibat dari terkikisnya permukaan tanggul sungai dan gerusan sedimen di sepanjang dasar saluran. Erosi tipe ini harus ditinjau secara terpisah dari tipe-tipe erosi yang diakibatkan oleh air hujan. Erosi semacam ini dipengaruhi oleh variable hidrologi/hidrolik yang mempengaruhi sistem sungai.

Gambar 4. Erosi Tebing Sungai, Sumber: : http://i.dailymail.co.uk f. Erosi Longsor (Land Slide), tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana

pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume

(27)

yang relatif besar. Ditinjau dari segi geraknya, ada beberapa erosi akibat gerakan massa tanah yaitu: rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall), aliran lumpur (mud flow). Longsoran terjadi sebagai akibat munculnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan kedua air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat yang tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan, seperti Napal liat (clay shale).

Gambar 5. Erosi Longsor. Sumber : http://media2.intoday.in/

E. Macam-Macam Erosi

Erosi dapat terjadi pada berbagai benda, seperti halnya tanah dan juga batuan. Meskipun erosi ini bermakna satu, namun erosi dapat datang karena disebabkan oleh berbagai macam cara. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya erosi. Penyebab- penyebab erosi inilah yang menjadikan erosi terdiri atas beberapa jenis atau macam. Adapun beberapa macam macam erosi antara lain adalah sebagai berikut:

a. Erosi yang disebabkan oleh air atau Ablasi

Jenis erosi yang pertama adalah erosi atau pengikisan yang disebabkan oleh air. Air yang dimaksud disini adalah air sungai Mengapa air sungai? Hal ini

(28)

karena air sungai merupakan air yang mengalir atau air yang bergerak. Pergerakan air inilah yang nantinya akan menyebabkan pengikisan. Pergerakan air dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah tanpa kita sadari telah membawa lapisan tanah secara perlahan- lahan terangkat.

Terlebih apabila arus yang dimiliki sungai sedang kuat- kuatnya. Maka dari itulah seiring dengan berjalannya waktu maka banyak tanah yang akan mengalami erosi. Erosi ini terjadi terutama setelah datangnya banjir. Setelah terjadi banjir besar maka tanah akan lebih terkena erosi daripada ketika air sungai sedang tidak banjir atau hanya normal saja.

Gambar 6. Erosi air. Sumber : http://media2.intoday.in/

b. Erosi yang disebabkan oleh gletser atau eksarasi

Erosi atau pengikisan yang selanjutnya adalah pengikisan yang disebabkan oleh gletser. Erosi semacam ini dikenal juga dengan nama erosi eksarasi. Gletser atau geyser merupakan es padat yang telah mencair. Gletser atau geyser ini apabilah telah mengalir akan menimbulkan dorongan yang begitu kuat.

Hal ini karena perubahan dari awalnya yang padat dan kemudian mencair, maka akan terlihat masih kental. Geyser ini dapat menimbulkan dorongan yang sangat besar yang mana pada akhirnya bisa mengakibatkan erosi, terutama pada

(29)

benda- benda yang telah dilewati oleh gletser atau geryser tersebut. Namun erosi seperti ini hanya terjadi di daerah-daerah yang memang mempunyai stok salju atau es yang banyak.

Gambar 7. Erosi Gletser; Sumber http://ilmugeografi.com/bencanaalam/

erosigletser.

F. Akibat yang Ditimbulkan Erosi a. Dampak Negatif

Salah satu dampak yang utama dari erosi adalah terjadinya penipisan lapisan permukaan tanah yang ada di bagian atas, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan lahan atau degradasi lahan. Akibat lainnya adalah menurunnya kemampuan tanah dalam peresapan air atau infiltrasi. Penurunan kemampuan lahan dalam meresap air akan menyebabkan peningkatkan limpasan air permukaan dan kemudian menyebabkan banjir di sungai-sungai serta berkurangnya cadangan air tanah. Selain itu, butiran-butiran tanah yang terangkut aliran permukaan akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) dan selanjutnya akan terjadi pendangkalan sungai akibat tingginya sedimentasi. Erosi berkaitan dengan beberapa faktor, mulai dari faktor iklim, termasuk besar dan intensitas hujan, musim, rentang suhu, kecepatan angin, frekuensi badai. Selain

(30)

itu, faktor geologi juga berpengaruh seperti tipe bebatuan, tipe sedimen, permeabilitas, porositas, dan kemiringan lahan. Sedangkan untuk faktor biologis, yaitu dipengaruhi oleh makhluk hidup yang tinggal dalam lahan tersebut, tutupan vegetasi lahan, serta tata guna lahan yang dilakukan manusia. Erosi juga menyebabkan pendangkalan pada waduk-waduk, sehingga menyebabkan berkurangnya volume air yang ada di waduk tersebut. Dampak lainnya juga terdapat pada pendangkalan saluran-saluran serta pintu-pintu air yang ada di irigasi Kondisi ini dapat menyebabkan aliran debit air yang ada di saluran maupun pintu air menjadi berkurang. Sehingga diperlukan proses pengerukan untuk mengatasi sedimentasi dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Begitu pula dengan masyarakat yang memanfaatkan irigasi untuk lahan pertanian, kondisi ini juga akan merugikan dikarenakan berkurang aliran debit air pada saluran air.

b. Dampak positif

1. Selain memiliki dampak negatif, erosi juga memiliki dampak positif, antara lain: menambah kesuburan tanah yang ada di daerah endapan.

Tanah yang terkikis di bagian hulu sungai biasanya adalah tanah yang subur dan banyak mengandung unsur-unsur hara seperti N, P, K serta bahan-bahan organik. Unsur-unsur hara ini akan terbawa air ke daerah endapan dan bisa menyebabkan tanah menjadi subur.

2. Pada dataran alluvial yang berada di suara sungai serta memiliki stadium lanjut, bisa dijadikan sebagai area pemukiman. Misalnya, wilayah Tanjung Bunga yang berada di muara sungai Jeneberang merupakan daerah hasil

(31)

sedimentasi proses erosi yang saat ini dijadikan daerah pemukiman penduduk

3. Timbulnya kesadaran dan inisiatif, baik pemerintah ataupun masyarakat dalam melakukan konservasi pada lahan-lahan kritis melalui proses penghijauan.

G. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)

USLE adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Smith dan Wichmeier tahun 1978 dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi erosi, kemudian erosi dihitung dari faktor-faktor panjang lereng, kemiringan lereng, penutup permukaan tanah, pengelolaan tanah, tipe tanah, curah hujan (Hardiyatmo, 2006, hal 399). Persamaan USLE adalah sebagai berikut:

Gambar 8. Skema persamaan USLE (Arsyad, 1989)

Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja

(32)

sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia, 1997). Secara deskriptif model tersebut diformulasikan sebagai berikut (Suripin, 2004) :

A = R ×K ×LS ×C×P………..………..(1) Dimana :

A = Laju erosi aktual rata-rata tahunan (ton/ha/tahun) R = Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan) 12 K = Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah) LS = Faktor panjang (L) dan curamnya (S) lereng

C = Faktor tanaman (vegetasi)

P = Faktor usaha-usaha pencegahan erosi 1. Erosivitas Hujan

Persamaan USLE menetapkan bahwa nilai R yang merupakan daya perusak hujan (erosivitas hujan) tahunan dapat dihitung dari data curah hujan yang didapat dari stasiun curah hujan otomatik (ARR) atau dari data penangkar curah hujan biasa. Erosivitas hujan merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). Kedua faktor tersebut, E dan I30 selanjutnya dapat ditulis sebagai EI30. Bols( 1978, dalam I Wayang Sutapa, 2010), menghitung EI30 dengan menggunakan data hujan harian, hari hujan dan hujan bulanan yang terbatas pada daerah pulau Jawa dan Madura (daerah tropis).

Apabila menggunakan data hujan bulanan persamaan tersebut ditulis dengan:

R = 2,21 . 𝑃1,36 ... (2)

(33)

Dimana :

R : Indeks erosivitas

P : Curah Hujan Bulanan (cm)

Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang terakhir ini lebih sederhana karena hanya memanfaatkan data curah hujan bulanan.

Faktor Erosivitas Hujan (R), didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R merupakan daya rusak hujan, dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan oleh pada penelitian Bols pada tahun 1978 untuk menentukan besarnya erosivitas hujan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa dan Madura (Suripin, 2004), didapatkan persamaan sebagai berikut:

EI30= 6,12 (Rain)1,21 × (Days)-0,47 × (Max)0,53 ... (3) Dimana :

E130 = indeks erosi hujan

Rain = curah hujan tahunan (cm)

Days = jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari) MaxP = jumlah hujan maxsimal rata-rata dalam 24 jam 2. Erodibilitas Tanah

Menurut Suripin (2002) faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan kepekaan partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya kepekaan tanah tergantung pada topografi, kemiringan lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau kepekaan tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah.

(34)

Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis, selalu berubah, oleh karenanya, karakteristik tanah dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tataguna lahan.

Perubahan erodibilitas tanah yang signifikan berlangsung ketika terjadi hujan karena pada waktu tersebut partikel-partikel tanah mengalami perubahan orientasi dan karakteristik bahan kimia dan fisika tanah. Nilai. Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan rumus:

100 K = 1,292(2,1.M1.14(10-4)(12-a)+3,25 (b-2)(c-3) ... (4) Dimana:

K = nilai erodibilitas tanah

M = ukuran partikel (% debu + % pasir sangat halus) × (100-%liat) a = kandungan bahan organic (%)

b = kelas struktur tanah

c = kelas permeabilitas tanah (cm/jam)

Tabel 2. Struktur tanah

No Tipe Struktur Tanah (diameter) Kode 1 Granular sangat halus (< 1 mm) 1

2 Granular halus ( 1 – 2 mm) 2

3 Granular sedang dan halus (2 – 10 mm) 3 4 Berbentuk gumpal, lempepng, pejal 4 Sumber : Suripiin, 2004

(35)

Table 3. Klasifikasi Butir-Butir Primer Tanah

No Fraksi tanah Diameter (mm)

1 Krikil > 2

2 Pasir kasar 2,0 – 0,2

3 Pasir halus 0,2 – 0,02

4 Debu 0,002 – 0,02

5 Liat < 0,002

Sumber : Arsyad 2010

Tabel 4. Permeabilitas Tanah

No Kelas Permeabiltas Tanah Kode

1 Sangat Lambat (< 0,5 cm/jam) 6

2 Lambat (0,5 – 2,0 cm/jam) 5

3 Lambat Sampai Sedang (2,0 – 6,3 cm/jam) 4

4 Sedang (6,3 – 12,7 cm/jam) 3

5 Sedang Sampai Cepat (12,7 – 25,4 cm/jam) 2

6 Cepat (> 25,4 cm/jam) 1

Sumber: Arsyad 2010

Sebagai keterangan untuk menghitung nilai K dengan nomograf, di atas adalah tabel pelengkapnya yaitu tipe Struktur Tanah pada Tabel 2, Klasifikasi Butir-Butir Primer Tanah pada Tabel 3, dan Permeabilitas Tanah pada Tabel 4.

Faktor erodibilitas tanah menggunakan prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di DTA (Lembaga Ekologi : 1979) dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :

(36)

Tabel 5. Faktor Erodibilitas Tanah (K) NO Jenis klasifikasi tanah K

1 Latosol 0.31

2 Regosol 0.12

3 Lithosol 0.16

4 Grumosol 0.21

5 Hydromoof abu – abu 0.20

Sumber : Hidrologi dan Pengelolaan DAS, 2014

Untuk beberapa jenis tanah di Indonesia, yang dikeluarkan oleh dinas RLKT, Departemen Kehutanan, Nilai K dapat diperoleh sesuai dengan table 6 berikut :

Table 6. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah (K)

No Jenis Tanah Nilai K

1 Latosol cokelat kekuningan 0,43

2 Latosol kuning kemerahan dan litosol 0,36 3 Komplek mediteran dan litosol 0,46

4 Latosol kuning kemerahan 0,56

5 Grumusol 0,20

6 Alluvial 0,47

7 Regosol 0,40

8 Latosol 0,31

Sumber : Kironoto, 2003

3. Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

Nilai faktor LS didapatkan berdasarkan peta kelerengan serta pengamatan langsung di lapangan terhadap panjang dan kecuraman lereng, dan selanjutnya ditentukan menggunakan nomograph LS.

(37)

Faktor panjang lereng diperoleh dengan mengunakan persamaan yang diperkenalkan oleh Eyles (1968) yaitu:

L = (Lo/22)0,5 ……….………..(5)

Keterangan:

L = faktor panjang lereng Lo = panjang lereng (m),

Sedangkan untuk menghitung faktor kemiringan lereng digunakan persamaan yang dikemukakan oleh Eppink (1979) yaitu:

S = (s/9)1,4 ... 6) Keterangan:

S = Faktor kemiringan lereng s = Kemiringan lereng dalam persen.

Faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan lereng tertentu terhadap erosi tanah dengan panjang lereng 22,1 m di bawah keadaan yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan kemeringan 9% di bawah keadaan yang indentik (Arsyad, 2010). Faktor panjang dan kemiringan dihitung menurut rumus (Wischmeier dan Smith 1978) untuk kemiringan kurang dari 12 persen:

LS = (𝑋

22)0.50(0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S2) ... (7) Untuk lahan dengan kemiringan di atas 12 persen menggunakan rumus menurut Eppink (1985) sebagai beriku:

LS = (𝑋

22)0,35(𝑆

9)1,35 ...(8) Keterangan : X = panjang lereng (m) dan S = kecurangan lereng (%)

(38)

Tabel 7. Penilaian Kelas Lereng dan Faktor LS

Kelas Lereng Klasifikasi Kemiringan

Lereng % Nilai LS

I Datar 0-8 0,40

II Landai 8-15 1,40

III Sedikit curam 15-24 3,10

IV Curam 25-40 6,80

V Sangat curam >40 9,50

Sumber : Asdak, 2010

4. Faktor Tutupan Lahan (C) dan Konservasi Tanah (P)

Faktor C ditunjukan sebagai angka perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi dengan areal yang sama, jika suatu areal kosong dan ditanami secara teratur, maka niilai faktor C berkisar antara 0,001 pada hutan tak terganggu hingga 1,0 pada tanah kosong yang tidak ditanami. penentuan Indeks tutupan lahan ini ditentukan dari peta tutupan lahan (landcover) dan keterangan tutupan lahan pada peta sebagai satuan lahan ataupun data yang langsung diperoleh dari lapangan. Untuk mendapatkan nilai C dapat diperoleh berdasarkan percobaan di lapangan pada petak-petak standar. Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak parameter diantaranya adalah parameter alami misalnya iklim dan fase pertumbuhan tanaman, sedangkan parameter pengelolaan tanah menurut kontur, atau penanaman dalam stripping atau teras. Nilai faktor C dapat dilihat pada table 8.

(39)

Tabel 8. Nilai Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanaman (C)

No. Macam Penggunaan Nilai Faktor

1 Tanah Terbuka/Tanpa Tanaman 1,0

2 Sawah 0,01

3 Tengalan 0,7

4 Ubi kayu 0,8

5 Jangung 0,7

6 Kedelai 0,399

7 Kentang 0,4

8 Kacang Tanah 0,4

9 Padi 0,561

10 Tebu 0,2

11 Pisang 0,6

12 Akar Wangi (sereh wangi) 0,4

13 Rumput Bede (tahun pertama) 0,287

14 Rumput Bede (tahun kedua) 0,002

15 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

16 Talas 0,85

17 Kebun campuran : - Kerapatan tinggi 0,1

- Kerapatan sedang 0,2

- Kerapatan rendah 0,5

18 Perladangan 0,4

19 Hutam alam : - Serasah banyak 0,001

- Serasah kurang 0,005

20 Hutan produksi : - Tebang habis 0,5

- Tebang pilih 0,2

21 Semak belukar / padang rumput 0,3

(40)

No. Macam Penggunaan Nilai Faktor

22 Ubi kayu + Kedelai 0,181

23 Ubi kayu + Kacang tanah 0,195

24 Padi – sorghum 0,345

25 Padi – kedelai 0,417

26 Kacang tanah + Gude (tanaman polongan) 0,495

27 Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

28 Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

29 Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

30 Kacang tanah + Mulsa jangung 4 ton/ha 0,128 31 Kacang tanah + Mulsa kacang tungguk 0,259 32 Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0,377 33 Pola tanam tumpang gilir + Mulsa jerami 0,079 34 Pola tanam berurutan + Mulsa sisa tanaman 0,357

35 Alang-alang murni subur 0,001

Sumber : (Hardjoamidjojo, 2013)

Faktor konservasi tanah (P) merupakan tindakan pengawetan yang meliputi usaha-usaha untuk mengurangi erosi tanah yaitu secara mekanis maupun biologis atau vegetasi. Dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai faktor P untuk tindakan khusus konservasi disajikan pada Tabel 8 dan 9.

Tabel 9. Nilai Faktor P Sesuai Tindakan Khusus Konservasi No. Tindakan Khusus Konservasi tanah Nilai P

1 Teras bangku

Konteruksi baik 0,04

Kontruksi sedang 0,15

(41)

Kontruksi kurang baik 0,35

Teras tradisional baik 0,40

2 Strip tanaman rumput (padang rumput) 0,40

3 Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur

Kemiringan 0 - 8% 0,50

Kemiringan 9 – 20% 0,75

Kemiringan > 20% 0,90

4 Tampa tindakan konservasi 1,00

Sumber : (Hardjoamidjojo, 2013)

Faktor P lebih mudah digunakan bila digabungkan dengan faktor C, karena dalam kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Beberapa nilai faktor CP dapat ditentukan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk tingkat pengelolaan pertanian non irigasi dan pengelolaan perkebunan nilai P adalah rasio perbandingan antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dapat dilihat pada Tabel .9 dan Tabel .10.

Tabel 10. Tingkat Pengelolaan dan Faktor Pengelolaan Pertanian Tingkat

pengelolaan

Faktor P

Kemiringan Kemiringan Kemiringan Kemiringan 0 – 2% 2 – 15% 15 – 40% >40%

Sangat Rendah 0.620 0.600 0.790 0.880

Sedang 0.220 0.290 0.460 0.620

Tinggi 0.890 0.125 0.191 0.273

Optimal 0.023 0.039 0.060 0.087

Sumber : (Sutapa, 2010)

(42)

Tabel 11. Tingkat Pengelolaan dan Faktor Pengelolaan Perkebunan

Tingkat Pengelolaan

Faktor P

Kemiringan Kemiringan Kemiringan Kemiringan 0 – 2% 2 – 15% 15 – 40% >40%

Sangat Rendah 0.500 0.565 0.635 0.712

Sedang 0.104 0.146 0.192 0.260

Tinggi 0.010 0.023 0.044 0.075

Optimal 0.003 0.004 0.005 0.007

Sumber: Sutapa, 2010

Nilai P ditentukan berdasarkan tabel indeks konservasi tanah yang dilakukan. Indeks penutupan lahan (C) dan indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Pengelolaan tanaman yang baik akan menyebabkan tanah lebih mudah menahan air dari pada mengalirkannya secara langsung. Pengelolaan tanaman ini juga berfungsi untuk mengurangi daya butir hujan dalam merusak tanah di bawahnya (Sutapa, 2010).

Faktor penggunaan lahan dan pengelolaan lahan sering dinyatakan sebagai satu kesatuan parameter, yaitu faktor CP. Secara umum faktor CP dipengaruhi oleh jenis tanaman (tata guna lahan) dan tindakan pengelolaan lahan (teknik konservasi) yang dilakukan, seperti misalnya penanaman mengikuti kontur, strip cropping, dan pembuatan teras. Jika pengelolaan lahan (tindakan konservasi) tidak dilakukan maka nilai P adalah 1, sedangkan bila usaha pengelolaan lahan dilakukan maka nilai P menjadi kurang dari 1. Berikut ini adalah nilai faktor CP untuk beberapa penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13.

(43)

Tabel 12. Faktor CP untuk Padang Rumput

Tingkat Pengelolaan

Faktor CP

Kemiringan Kemiringan Kemiringan

0 – 2 % 2 – 15 % 15 - 40 %

Dibiarkan 0,02 0,05 0,07

Diperbaiki 0,005 0,01 0,02

Sumber : (Sutapa, 2010)

Tabel 13. Faktor CP untuk Hutan

Tipe Hutan

Laju Kemiringan Kemiringan Kemiringan Pengambilan 0 – 2 % 2 – 15 % 15 - 40 %

Alam Tinggi 0,0005 0,001 0,0015

Rendah 0,0002 0,0005 0,001

Produksi Tinggi 0,001 0,002 0,003

Rendah 0,001 0,001 0,002

Semak Rendah 0,001 0,0015 0,002

Sumber : (Sutapa, 2010)

Tabel 14. Perkiraan Nilai CP untuk Jenis Penggunaan Lahan Konservasi Dan Pengelolaan Tanaman Nilai CP

Hutan :

a. Tak terganggu 0,1

b. Tampa tumbuhan bawah, dengan serasah 0,05 Semak / belukar

a. Tak terganggu 0.01

b. Sebagian berumput 0.1

Kebun

a. Kebun talun 0.02

(44)

Konservasi Dan Pengelolaan Tanaman Nilai CP

b. kebung pekarangan 0.2

Perkebunan

a. Penutupan tanah sempurnah 0.01

b. Penutupan tanah sebagian 0.07

Perumputan

a. Penutupan tanah semprna 0.01

b. Penutupan tanah sebagian, di tumbuhi alang – alang 0.02

c. Alang – alang 0.06

d. Serai wangi 0.65

Tanaman Pertanian :

a. Umbi – umbian 0.51

b. Biji – bijian 0.51

c. Kacang –kacangan 0.36

d. Campuran 0.43

e. Padi irigasi 0.02

Perladangan :

a. 1 tahun, 1tahuan bera 0.28

b. 1tahuan, 2 tahun bera 0.19

Pertanian dengan konservasi :

a. Mulsa 0.14

b. Teras bangku 0.03

c. Contour cropping 0.14

Sumber : (Sutapa, 2010)

H. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolahan tanah tidak

(45)

mengalami perubahan. Analisis TBE secara kuantitatif dapat menggunakan formula yang dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith (1978) berupa rumus Universal Soil Loss Equation (USLE). Perhitungan TBE dengan rumus USLE

sebelumnya lebih banyak digunakan untuk skala plot, namun saat ini telah juga digunakan untuk luasan lahan yang lebih besar. Erosi tidak bisa dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan pertanian. Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum (soil loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah (Suripin, 2004). Untuk memberikan gambaran tentang potensi erosi yang hasilkan, United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju

erosi yang dihasilkan dalam ton/ha/tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 9 (Kiranoto, 2000). Klasifikasi bahaya erosi ini dapat memberikan gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi pada suatu lahan ataupun DAS sudah termasuk dalam tingkatan yang membahayakan atau tidak, sehingga dapat dijadikan pedoman didalam pengelolaan DAS (Kiranoto, 2000).

Tabel 15. Klasifikasi Bahaya Erosi Kelas Bahaya

Erosi Laju Erosi,𝐸𝑎 (ton/ha/tahun) Keterangan

I <15 Sangat Ringan

II 15–60 Ringan

III 60–180 Sedang

IV 180–480 Berat

V >480 Sangat Berat

Sumber : (Kiranoto 2000)

(46)

I. Matriks Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu dengan penelitian ini yang hasilnya kami gunakan sebagai referensi. Beberapa penelitian terdahulu tersebut dituliskan dalam bentuk tabrl matriks penelitian terdahulu berikut ini

(47)

37 Tebel 16. Matriks Penelitian Terdahulu

No Penulis Tahun Judul/ Topik Metode Hasil

1. Aprillya Nugraheni1), Sobriyah2), Susilowati3)

2013 Perbandingan hasil prediksi laju erosi dengan metode Usle, Musle, Rusle metode Usle, Musle, Rusle di DAS kedung

Perhitungan perbandingan laju erosi dengan metode usle, musle, rusle

Hasil dari analisa kehilangan tanah dengan menggunakan metode USLE adalah

3.227.963,73 ton/th, metode MUSLE 4.391.623,44 ton/th dan RUSLE 6.909.830,72 ton/th. Laju erosi

menggunakan metode Usle sebesar 76,68 ton/ta/th, metode Musle sebesar 104,32 ton/ha/th dan metode Rusle sebesar 164,14 ton/ha/th dengan perbandingan laju erosi ketiga metode sebesar 1:1,36 : 2,14 dan rasio

perbandingan dengan penelitian sebelumnya sebesar 1:0,94:0,96 2. Andi Aghir A.

Lanyala1), Uswah Hasanah2), Ramlan3)

2016 Prediksi laju erosi pada penggunaan lahan berbeda di daerah

Prediksi laju erosi tanah menggunakan persamaan USLE

Hasil penelitian menunjukan bahwa indeks bahaya erosi yang terjadi

(48)

38

aliran sungai (DAS) kawatuna propinsi Sulawesi selatan

pada lahan DAS Kawatuna tergolong pada tingkat rendah sampai sedang.

Erosi rendah terjadi pada lahan sawah dan hutan, untuk erosi tingkat sedang terjadi pada lahan kebun

campuran, lahan semak ,belukar dan ladang.

3. Elis

Ajiansyah1 , Surdin2

2016 Deskripsi kerusakan bantaran sempadan sungai abaito sub das roraya didesa

ahuangguluri kecamatan baito kabupaten konawe selatan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor- faktor yang memicu dan mempercepat terjadinya kerusakan di wilayah bantaran sempadan Sub DAS Abaito yaitu

penebangan pohon secara liar, aktivitas penambangan batu oleh

masyarakat desa Ahuangguluri dan bencana banjir pada lahan persawahan petani desa Ahuanggluri.

4. I Gusti Ayu Surya Utami Dewi Ni Made

2012 Prediksi Erosi dan

Perencanaan Konservasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

Erosi yang terjadi pada DAS saba tergolong sangat

(49)

39

Trigunasih Tatiek Kusmawati

Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba

adalah metode survei/

observasi di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

laboratorium tanah fakultas pertanian Universitas Udayana

ringan sampai berat .

perencanaan konservasi tanah dan air DAS Saba perlu dilakukan pada unit lahan yang memiliki nilai erosi aktual (A) yang melampaui erosi yang diperbolehkan (EDP) yaitu dengan penanaman tanaman penutup tanah, tanaman (tajuk bertingkat)

(50)

40

No Penulis Tahun Judul/ Topik Metode Hasil

5. Rhoshandhayani Koesiyanto Taslim1, Marga

Mandala1, Indarto1

2019 Pengaruh Luas Laju Penggunaan Lahan Terhadap Laju Erosi:

Studi Pada Beberapa DAS Di Wilayah Tapal Kuda Jawa Timur

Penelitian ini mengkaji pengaruh luas penggunaan lahan

terhadap laju erosi dengan metode USLE

Analisis dilakukan

dengan membandingkan

presentase luas penggunaan lahan, hutan,

sawah, perkebunan dan

pemungkiman terhadap nilai

laju erosi 6. Silta Yulan

Nifen1, Afri Triwanda2

2018 Kajian Laju Erosi di Pengaruhi Tutupan Vegetasi Menggunakan Citra

Landsat-8 Pada DAS Batang Kuranji Bagian Hilir

Penelitian ini menggunakan metode musle untuk

memprediksi besaran laju erosi yang terjadi pada DAS Batang Kuranji Bagian Hilir

Hasil penelitia menunjukkan bahwa laju erosi

permukaan lahan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Batang Kurangi Bagian

Hilir diperoleh sebesar 927.502

ton/bulan atau 7,26 mm/tahun

(51)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu mulai bulan September 2020 sampai dengan November 2020, melalui 2 tahap kegiatan yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Hulu Sungai Pappa tepatnya di Kelurahan Bontocinde, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya dianalisis di Laboratorium Universitas Negeri Makassar (UNM).

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian

(52)

42

Gambar 10. Lokasi Penelitian

Gambar 11. Lokasi Penelitian B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat digunakan dalam penelitian

(53)

43

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kamera digital, Ring Sample, Palu, Papan, parang, Bor tanah, meteran roll, pita meter, tali rapiah, perangkat komputer, dan perlengkapan ATK.

2. Bahan digunakan dalam penelitian

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain , Peta Jenis Tanah, Peta Penggunaan Lahan, dan Data Curah Hujan, serta beberapa data penunjang yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

3. Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium a. Alat yang digunakan meliputi:

1) Penetapan tekstur cara Hidrometer : neraca analitik ketelitian dua desimal, mesin pengaduk khusus dengan piala logam, silinder sedimentasi atau gelas ukur 500 ml, pengaduk khusus untuk suspensi, alat hidrometer tanah tipe 152 H, Timer atau stopwatch.

2) Penetapan C-Organik: neraca analitik ketelitian tiga desimal, spektrofotometer, labu ukur 100 ml, dispenser 10 ml, pipet volume 5ml

3) Penetapan Permeabilitas : barier, tray, karet ban, funnel, dan flask.

b. Bahan yang digunakan meliputi:

(54)

44

1) Penetapan tekstur cara Hidrometer : sample tanah yang didapat dari hasil penelitian lapangan dan larutan pendispersi natrium pirofosfat 4% sebagai pereaksi.

2) Penetapan C-Organik : sample tanah yang didapat dari hasil penelitian lapangan, dan pereaksi berupa asam sulfat pekat, kalium dikromat 1 N, dan larutan standar 5.000 ppm C.

3) Penetapan Permeabilitas : sample tanah yang didapat dari hasil penelitian lapangan dan air.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif eksploratif melalui survai lapang untuk mengetahui nilai prediksi erosi pada masing-masing unit lahan areal Sungai Pappa, dimana titik sampel ditentukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan distribusi dan kategori penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil intrepetasi.

D. Tata Laksana Penelitian

Dalam pelaksanaan ini meliputi beberapa tahapan/tingkatan :

1. Menentukan batas-batas daerah penelitian

2. Digitasi peta (peta penggunaan lahan, peta geologi)

(55)

45

3. Mengambil sampel tanah dengan metode transek sebagai pendugaan awal jenis tanah di daerah penelitian yang kemudian digunakan untuk menentukan pedon pewakil sebagai cara untuk memastikan jenis tanah yang ada di daerah penelitian

4. Survey lapang dengan cara pengambilan sampel tanah (boring) pada masing-masing SPL serta pengamatan lapang untuk mendapatkan karakteristik lahan : kedalaman tanah, kemiringan lereng, dan vegetasi;

data sekunder yang dibutuhkan: data iklim.

5. Analisis laboratorium untuk menentukan tekstur tanah dengan metode pemipetan, struktur tanah, kadar bahan organik dengan metode oksidasi basah Walkey & Black, permeabilitas dengan metode permeameter.

7. Analisis data lapang untuk penghitungan prediksi erosi dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dengan menggunakan rumus USLE.

E. Variabel Pengamatan

Data yang dibutuhkan meliputi :

1. Data curah hujan bulanan selama 10 tahun 2. Bahan organik

3. Struktur tanah 4. Permeabilitas tanah

(56)

46

5. Kemiringan lereng 6. Tutupan lahan

7. Tindakan konservasi yang dilakukan

F. Cara Analisis

Data analisis prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi akan dilakukan dengan menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang mempertimbangkan faktor-faktor: hujan, panjang dan kemiringan lereng, tanah serta penutupan lahan berikut tindakan konservasinya. Persamaan rumus USLE yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

A = R.K.LS.C.P

Dimana : A adalah besaran laju erosi dengan satuan (ton/ha/tahun)

Nilai R yang merupakan daya rusak hujan, dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan oleh pada penelitian Bols pada tahun 1978 untuk menentukan besarnya erosivitas hujan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa dan Madura (Suripin, 2004), didapatkan persamaan sebagai berikut:

EI30 = 6,12 (Rain)1,21 × (Days)-0,47 × (Max)0,53 ... (3)

Dimana :

E130 = indeks erosi hujan

(57)

47

Rain = curah hujan tahunan (cm)

Days = jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari)

MaxP = jumlah hujan maxsimal rata-rata dalam 24 jam

K adalah faktor erodibilitas tanah yang besarnya tergantung pada jenis tanah Besar nilai K diperoleh dari rumus (Wischmeier and Smith, 1978)

K x 100 = 1,292{2,1 M 1,14 (10-4) (12-a)+3,25 (b-2)+2,5(c-3)}

Dimana :

K = faktor erodibilitas tanah

M = Nilai M dapat juga diestimasi apabila yang diketahui hanya kelas tekstur tanah

a = kandungan bahan organik (%C x 1,724)

b = kode struktur tanah

c = kode kelas permeabilitas penampang tanah

L = adalah faktor panjang lereng

Panjang (X) diukur melalui dari igir (punggung)/bagian atas samping bagian bawa dari batas satuan lahan berdasarkan arah kemiringan lereng (Istanto,2007)

Rumus penentuan panjang lereng :

(58)

48

S = Adalah faktor kemiringan lereng

C = Adalah faktor penutupan lahan, yang tergantung pada kerapatan tanaman dan pemeliharaan tanaman

P = Adalah faktor pengelolaan lahan, yang tergantung pada aspek konservasi tanah yang di lakukan.

(59)

49

G. Bagan Alur Penelitian

Gambar 12. Bagan Alur Tahap Penelitian

Mulai

Rumusan Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data sekunder Curah hujan Data primer

1. Struktur tanah 2. Kemiringan

lereng

Pengolahan data (Metode USLE)

Hasil Dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Laju Erosi Tingkat Bahaya Erosi

(60)

50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penggunaan lahan daerah sekitar Sungai Pappa tahun 2019 Tabel 17. Penggunaan Lahan

No Penggunaan lahan Luasan

1 Sawah 149,98 Ha

2 Pemukiman 24,44 Ha

3 Kebun Campuran 5, 26 Ha

Sumber: Hasil perhitungan

Dari sampel tanah yang di ambil pada Empat titik yaitu: Sawah, Tegalan, Permukiman dan Tanah Kosong. yang di tentukan tempatnya di Kelurahan Bontocinde Kecamatan Polongbangkeng Selatan. Diketahui kelas tekstur tanah seperti pada tabel berikut :

Tabel 18. Hasil uji laboraterium tekstur tanah

No. Tutupan lahan

Tekstur (Pipet) Bahan organik

Permeab ilitas Pasir Debu Liat Kelas

Tekstur

C

(%) Cm/jam

1 Sawah

84,50 2,15 6,68 Liat

Berpasir 0, 98 1,9 2 Permukiman 99,07 0,29 0,72 Pasir 0,37 16,28

3 Kebun

Campuran 98,56 0,83 0,60 Pasir 0,07 15,11 Sumber: Hasil Uji Labolatorium Tanah dan Hidrolik UNM

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan pasir (sand) diameter

mulai dari

Gambar

Table 1. Bentuk-Bentuk Erosi Menurut Beberapa Ahli
Gambar 1. Erosi Lebar. Sumber: http://passel.unl.edu/
Gambar 3. Erosi Parit. Sumber: http://i.dailymail.co.uk
Gambar 5. Erosi Longsor. Sumber : http://media2.intoday.in/
+7

Referensi

Dokumen terkait