• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Islam Indonesia 2 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Universitas Islam Indonesia 2 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI GEOMETRIK SEBAGAI BAGIAN DARI RENCANA PEMBANGUNAN JARINGAN OUTER RINGROAD PROVINSI DIY

(Studi Kasus : Ruas Tikungan Jembatan Tunjungan Jalan Pakem–Kalasan)

Muhammad Fahrizal Indrata1, Subarkah2

1Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia

Email : 13511002@students.uii.ac.id

2Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia

Email : 865110101@staf.uii.ac.id

Asbtract : Traffic growth in Yogyakarta Special Region has increased significantly from year to year. In addition to the increase in the number of vehicles in Yogyakarta, the congestion that occurred in the ringroad road is getting worse due to the rampant over land function around the ringroad area.

Congestion becomes an existing problem on Ringroad road segment. Based on these conditions, it is necessary to improve the performance of the road segment by building outer outer ringroads that exist today. Jalan Pakem-Kalasan become one of the outer ringroad network needs to be done to see the geometric view of the road segment to be converted as ringroad function.Stages performed in this study is to evaluate the road segment Pakem-Kalasan especially Tunjungan bridge to dinaikan class and function the road into a ringroad in accordance with standards Bina Marga. After obtained the result from field data and calculation analysis with field speed done comparison according to provision from Bina Marga to then done alternative development of function and class of its way.The results of the analysis for existing road conditions obtained speeds of 50 km / h with combined bend turns that can still harm the rider. Results of field data and existing analysis was not able to meet the requirements of the increase in function and class of roads into outer ringroad. Improved class and functionality of the functional path to class 2 artery by designing a new 1 bend path with the help of Autocad Civil 3D application using radius of 406 m. The new trace can meet the comfort of riders with a width of 10.5 m line with a plan speed of 80 km / h in accordance DGH regulations for ring road.

Keywords : Road geometric, Outer Ringroad, Bina Marga, Curve

1. PENDAHULUAN

Pertumbuhan lalulintas di Daerah Istimewa Yogyakarta semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota wisata menjadi daya tarik perjalanan yang sangat signifikan terutama pada saat liburan. Ringroad yang telah dibangun menjadi solusi untuk melayani arus lalulintas yang padat. Namun, dikarenakan berbagai faktor, ringroad pun akhirnya bertransformasi menjadi ruas jalan dengan kemacetan parah. Selain akibat peningkatan jumlah kendaraan di Yogyakarta, kemacetan yang terjadi di ruas jalan ringroad ini semakin parah akibat maraknya alih fungsi lahan di sekitar area ringroad. Ringroad sebagai jalan arteri

primer seharusnya terbebas dari berbagai hambatan, namun yang terjadi adalah alih fungsi dari lahan pertanian menjadi kawasan permukiman maupun komersial menjadikan semakin banyaknya kendaraan yang melintas sehingga menurunkan kapasitas jalan. Sebagai contoh yaitu dibangunnya pusat perbelanjaan di kawasan ringroad selatan telah meningkatkan jumlah perjalanan ke area ringroad dalam kurun waktu dua tahun belakangan. Letak mall yang terlalu dekat dengan simpang juga menjadi salah satu penyebab terjadinya antrian panjang di ruas jalan ringroad.

Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan tindakan peningkatan kinerja ruas jalan ringroad dengan membangun outer di bagian luar ringroad yang ada saat ini.

(2)

Adapun Rumusan masalah dari penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat kelayakan geometrik tikungan pada Jembatan Tunjungan Jalan Pakem-Kalasan sebagai ruas jalan outer ringroad yang akan di tingkatkan fungsi dan kelas jalan sesuai dengan standar Bina Marga.

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah mengetahui tingkat kelayakan dan kondisi geometrik tikungan pada Jembatan Tunjungan Jalan Pakem-Kalasan sebagai ruas jalan outer ringroad serta membuat rancangan geometrik jalan yang sesuai dengan Bina Marga untuk penaikan fungsi dan kelas jalan.

2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Geometrik Jalan

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yang memberikan kenyamanan yang optimal pada arus lalulintas dan sebagai akses ke rumah-rumah. Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk tebal perkerasan jalan, walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan seutuhnya, demikian pula dengan drainase jalan. Jadi tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan.

Ruang, bentuk dan ukuran jalan dikatakan baik jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. (Silvia Sukirman, 1999)

Secara umum geometrik jalan menghasilkan bentuk tikungan dan tanjakan. Bentuk tikungan terbagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut.

1. SCS ( Spiral Circle Spiral ).

2. SS ( Spiral Spiral ).

3. FC ( Full Circle ).

Sedangkan bentuk tanjakan pada perencanaan geometrik dibagi menjadi 2 bagian yaitu sebagai berikut.

1. Lengkung Cembung.

2. Lengkung Cekung.

2.2 Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau meliputi tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Sering kali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan.

(Sukirman, 2006).

Menurut Sukirman (2006) perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang tersedia.

Alinyemen vertikal yang mengikuti tanah asli akan mengurangi pekerjaan tanah tetapi bias saja mengakibatkan banyak tikungan dan belum tentu sesuai dengan persyaratan fungsi jalannya. Daerah pegunungan dan perbukitan diusahakan pekerjaan galian dan timbunan seimbang, agar biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan sebagai berikut.

1. Kondisi tanah dasar.

2. Kondisi medan.

3. Fungsi jalan.

4. Muka air banjir.

5. Muka air tanah.

6. Kelandaian yang masih memungkinkan.

2.3 Alinyemen Horizontal

Dalam Sukirman (2006) alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Yang perlu diperhitungkan dalam alinyemen horizontal yaitu sebagai berikut.

1. Gaya sentrifugal.

2. Lengkung peralihan (tempat peralihan, penampang melintang dari jalan lurus ke jalan dengan superelevasi).

3. Diagram superelevasi (diagram kemiringan melintang).

4. Bentuk lengkung horizontal.

5. Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal.

(3)

6. Jarak pandang lengkung horizontal.

2.4 Jarak Pandang

Dalam Hendarsin (2000) jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk mengindari nahaya tersebut dengan aman.

Jarak pandang terdiri dari : 1. Jarak pandang henti 2. Jarak pandang mendahului.

2.5 Tinjauan Penelitian

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang terdahulu yaitu, lokasi, jenis dan jumlah tikungan yang berbeda. Penelitian Wasta (2014) yang berjudul “Analisis Kelayakan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Ring Road Selatan YogyakartaKm 36,7 – Km 37,4” yang dilakukan dengan jenis tikungan gabungan di Ring Road Selatan dan adanya pembatas untuk 2 jalur 4 lajur dengan hasil pada tikungan 1 jari-jari dan lengkung spiral tidak sesuai dengan ketentuan Tabel Bina Marga dimana minimal jari-jari sudah terpenuhi tetapi lengkung spiral sebesar 80m tidak memenuhi standar, lalu jarak antar tikungan minimum, kemiringan lapangan, lengkung vertikal masih belum memenuhi standar. Penelitian Dirgantara (2014) yang berjudul “Evaluasi dan Perbaikan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Magelang – Yogyakarta Km. 12,9 – Km. 13,3” yang dilaksanakan pada lokasi Jalan Magelang – Yogyakarta Km.12,9 – Km. 13,3 dengan jumlah tikungan 2 berpembatas 2 jalur 4 lajur dengan kelas jalan Arteri dan Nasional menghasilkan kecepatan lapangan sebesar 60 km/jam tidak sesuai dengan kecepatan rencana standar Bina Marga untuk kelas jalan Arteri. JPH tikungan C memenuhi syarat JPH minimum, sedangkan tikungan lainnya tidak.Jalan Magelang – Yogyakarta Km 12,9 – Km 13,3 tidak memerlukan jarak pandang mendahului karena pada jalan 2

arah terdapat pembatas jalan berupa median, dan selebihnya merupakan jalan 1 arah. Penelitian Sumarsono (2016) yang berjudul “Analisis Kelayakan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Ring Road Barat Yogyakarta” dengan lokasi Tikungan Ring Road Barat Yogyakarta berpembatas 2 jalur 4 lajur dengan hasil Kemiringan di lapangan belum memenuhi standar dan kemanan untuk mengimbangi gaya sentrifugal di lapangan. Penelitian Lukman (2011) yang berjudul “Evaluasi Kelayakan Geomteri Jalan di Ruas Jalan Afandi”

dengan tikungan kelas jalan Kolektor atau jalan kabupaten 2 jalur 2 lajur berpembatas marka dengan hasil kecepatan di lapangan sebesar 30 km/jam tidak sesuai standar kelayakan untuk jalan kolektor kelas 3.

Jarak pandang henti sebesar 30 km/jam belum memenuhi syarat Bina Marga sebesar 35 km/jam. Pada Penelitan Ningrum (2014) yang berjudul

“Perencanaan Peningkatan Jalan Tembus Jl. Ambarawa – Jl. Soekarno Hatta, Bawen, Semarang” untuk jalan Kolektor tidak berpembatas menghasilkan evaluasi terhadap jalan existing memperlihatkan beberapa faktor yang menjadi tinjauan dalam perencanaan peningkatan jalan ini.

Dikarenakan adanya perencanaan perbaikan dan pelebaran jalan, maka diperlukan perencanaan ulang terhadap geometri jalannya. Seluruh analisa dan perhitungan teknis yang ada, didasaarkan pada peraturan Bina Marga dan Standar Nasional Indonesia. Hasil perencanaan dilakukan 1 tahap pelebaran jalan pada tahun 2016 untuk ruas Rengas – Bawen, ruas Gembol – Doplang dan ruas Doplang – Harjosari dilebarkan menjadi 7 m yang sebelumnya lajur 5 m untuk ruas Rengas – Bawen dan 3 m untuk ruas Gembol _ Doplang dan ruas Doplang – Harjosari. Dengan lebar bahu jalan yang baru 1 m, menggunakan tipe jalan yang sama yaitu 2/2 UD. Perkerasan yang digunakan adalah perkerasan lentur dan pada perkerasan existing perlu dilakukan pelapisan tambahan dengan tebal 7 cm menggunakan Laston MS 454. Untuk pelebaran digunakan lapis permukaan

(4)

setebal 10 cm menggunakan Laston MS 454, untuk lapis pondasi atas menggunakan batu pecah kelas A dengan tebal 20 cm CBR 100% sedangkan untuk lapis pondasi bawah menggunakan sirtu kelas B CBR 50% setebal 12 cm dengan tanah dasar berupa lempung lanau kepasiran berwarna merah kecoklatan CBR 6%. Diharapkan dengan peningkatan tersebut dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama umur rencana yang telah ditentukan yaitu 10 tahun dengan kecepatan rencana 50 km/jam dan kelandaian maksimum 9%.

2.6 Klasifikasi Perencanaan

Volume lalu lintas rencana (VLR), fungsi jalan raya, dan kodisi medan. Merupakan faktor pada kelas jalan raya untuk penerapan pengendalian dan kriteria perencanaan geometrik. Volume lalu lintas rencana (VLR) mempunyai peranan yang sangat penting yaitu menjadi pedoman dalam penentuan standar lebar daerah manfaat jalan, standar alinyemen, dan standar lainnya. Kelas–kelas standar juga harus mengikuti fungsi jalan, fungsi jalan dikelompokan menjadi tiga yaitu arteri, kolektor, dan lokal. Standar kelas yang lebih tinggi ditunjukan untuk fungsi jalan yang lebih tinggi pula, sedangkan untuk kondisi medan berperan dalam pengendalian dan kriteria perencanaan, semakin curam topografi maka tingkat perencanaan geometrik yang berkurang dapat diterima. Untuk medan pegunungan kelas standar nya mempunyai lebar lajur yang sama, untuk klasifikasi perencanaan berdasarkan faktor–faktornya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1 Klasifikasi Perencanaan Jalan

Fungsi Medan Jalan

Volume Lalulintas (SMP/hari)

Kelas

Arteri

Datar > 50.000 1

≤ 50.000 2

Bukit ≥ 50.000 1

≤ 50.000 2

Lanjutan Tabel 1 Klasifikasi Perencanaan Jalan

Gunung > 50.000 1

≤ 50.000 2

Kolektor

Datar

> 30.000 3 10.000-30.000 3

≤ 10.000 4

Bukit

> 30.000 3 10.000-30.000 3

≤ 10.000 4

Gunung

> 30.000 3 10.000-30.000 3

≤ 10.000 4

Lokal

Datar

> 10.000 3 1.000-10.000 4

≤ 1.000 5

Bukit

> 10.000 3 1.000-10.000 4

≤ 1.000 5

Gunung

> 10.000 3 1.000-10.000 4

≤ 1.000 5

(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990)

2.7 Kecepatan Rencana

Batasan kecepatan jalan dengan tipe dan kelas jalan yang bersangkutan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2 Kecepatan Rencana (Vr)

Fungsi Kecepatan Rencana, VR (Km/jam) Datar Bukit Pegunugan Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70 Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50 Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30

(Sumber : Bina Marga, 1997) 2.8 Kecepatan Lapangan

Untuk menghitung kecepatan di lapangan dapat dihitung pada Persamaan 1 berikut.

SMS =

(1)

Keterangan :

SMS = Space Mean Speed, X = jarak yang ditempuh, n = jumlah sampel kendaraaan,

t1 =

(2)

(5)

2.9 Jarak Pandang

Untuk menghitung Jarak Pandang Henti dapat menggunakan Persamaan 3 dibawah ini.

JPH = Jht + Jhr

= ( )*t+(( ) (3) Keterangan :

V = kecepatan rencana (km/jam), t = waktu tanggap, ditetapkan Bina Marga 2,5 detik, g

= percepatan gravitasi, 9,8 m/dt2, f = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan aspal (Direktorat Jendral Bina Marga, 1997 menetapkan nilai 0,30 – 0,40).

Berikut Tabel 3 yang dapat digunakan untuk mengetahui jarak pandang henti minimum.

Tabel 3 Jarak Pandang Henti Minimum Vr (km/jam) 80 60 50 40 30 20 JPH Minimum (m) 120 75 55 40 25 15 (Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga,

1990)

Jarak Pandang Mendahului memiliki standar dan minimum yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga, 1997 standar dan minimum Jarak Pandang Minimum dinyatakan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jarak Pandang Mendahului Minimum Vr (km/jam) 80 60 50 40 30 20 JPM Total (m) 550 350 250 200 150 100 JPM Min (m) 350 250 200 150 100 70

(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990)

2.10 Daerah Bebas Samping

Adapun perhitungan pada Ruang Bebas Samping pada tikungan dapat dilihat pada Persamaan Berikut.

JPH < Lt

E = (R*1 – ) (4) JPH > Lt

E = (R*1 – ) +

( ) (5)

keterangan :

E = ruang bebas samping (m), R = jari – jari tikungan (m), JPH = jarak pandang henti (m), Lt = Panjang tikungan (m)

2.11 Superelevasi

Superelevasi berlaku pada jalur lalu lintas dan bahu jalan, pada setiap tikungan superelevasi sangat penting untuk dibuat kecuali tikungan yang miliki radius yang lebih besar dari Rmin tanpa superelevasi.

Untuk masalah drainase pada saat percapaian kemiringan. Pada jalan perkotaan untuk kecepatan rendah bila keadaan tidak memungkinkan, misalnya (akses lahan, persimpangan, tanggung jawab, perbedaan elevasi).

Gambar 1 Superelevasi Tikungan Full Circle (FC)

(Sumber : Herdarsin, 2000)

Gambar 2 Superelevasi Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)

(Sumber : Herdarsin, 2000)

(6)

Gambar 3 Superelevasi Tikungan Spiral–Spiral (SS)

(Sumber : Herdarsin, 2000) 2.12 Panjang Lengkung Vertikal

Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti.

Lengkung vertikal di bedakan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut.

1. Lengkung vertikal cembung dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Lengkung Vertikal Cembung (Sumber : Herdarsin, 2000)

2. Lengkung vertikal cekung dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Lengkung Vertikal Cekung (Sumber : Herdarsin, 2000)

Panjang lengkung vertikal dapat dihitung menggunakan persamaan yaitu sebagai berikut.

Lv = D x (6)

Keterangan :

D = jarak pandang henti (m), Δ = perbedaan kelandaian (%).

Standar panjang minimum lengkung vertikal tertera pada Tabel 5 sesuai dengan kecepatan rencana di bawah ini.

Tabel 5 Standar Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana (Km/jam)

80 60 50 40 30 20 Standar Panjang

Lengkung Vertikal (m)

70 50 40 35 25 15

(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990)

3. METODE PENELITIAN

Proses dalam penelitian dapat dilihat pada bagan alir (flowchart) pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Flow Chart Penelitian Mulai

Studi Literatur

Tidak Data Cukup ?

Pengumpulan Data

1. Survei lalu – lintas untuk mendapatkan VLHR

2. Survei lebar lajur, lebar bahu, lebar median 3. Survei jarak pandang henti dan jarak

pandang menyiap

4. Survei kecepatan di lapangan 5. Survei daerah bebas samping 6. Survei pemetaan

A Ya

Analisis Geometrik Existing sesuai standar Bina Marga

1. Analisis lalulintas untukmendapatkan VLHR 2. Analisis lebar lajur, lebar bahu, lebar median 3. Analisis jarak pandang henti dan jarak pandang

menyiap

4. Analisis kecepatan di lapangan

5. Analisis daerah bebas samping untuk dijadikan Outer Ringroad

6. Analisis lengkung horizontal 7. Analisis lengkung vertikal

(7)

Tidak

Lanjutan Gambar 6 Flow Chart Penelitian 4. HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan pada kondisi eksisting dan perancangan peningkatan fungsi dan kelas jalan, pembaca dapat melihat gambar 7 untuk perbedaan antara trase kondisi eksisting dan perencanaan trase peningkatan fungsi jalan.

Pembahasan-pembahasan dan perencanaan peningkatan fungsi pada Gambar 8 untuk perencanaan trase peningkatan fungsi dan kelas jalan sebagai berikut ini.

Gambar 7 Perbedaan Trase Lama dan Trase Baru

Gambar 8 Trase Baru

1. Lebar lajur untuk jalan kondisi eksisting yang diamati berdasarkan stasiun 6+360 sampai stasiun 6+700 belum ada yang memenuhi sesuai dengan kelayakan lebar lajur ideal jalan arteri kelas 2 yang memiliki lebar lajur minimum 3,5 meter. Pada perencanaan peningkatan fungsi dan kelas jalan digunakan lebar lajur minimum yaitu 3,5 m dengan jumlah lebar lajur sebesar 10,5 meter.

2. Lebar Bahu yang diamati dilapangan dari stasiun 6+360 sampai stasiun 6+700 dengan rata-rata 1 meter. Lebar bahu minimum pada jalan arteri kelas 2 yaitu 1 meter namun, untuk lebar bahu ideal pada jalan arteri kelas 2 adalah 2,5 meter. Pada perencanaan peningkatan fungsi dan kelas jalan lebar bahu yang digunakan sebesar 1,25 m dengan lebar lajur minimum kelas 2 yaitu 1 m.

3. Jalan Pakem–Kalasan yang dianalisis didapatkan kecepatan di lapangan sebesar 50 km/jam, sedangkan untuk peningkatan fungsi dan kelas jalan menjadi outer ringroad perlu ditingkatkan sebesar 80 km/jam.

A

Efektif ?

Usulan Perbaikan dan Perancangan

Geometrik Jalan sesuai klasifikasi Ringroad : 1. Perancangan alinyemen horisontal 2. Perancangan alinyemen vertikal

Gambar Usulan Perbaikan dan Perencanaan Geometrik

Ringroad

Saran dan Kesimpulan

Selesai

Ya

(8)

4. Lengkung horizontal perhitungan digunakan jenis tikungan spiral-circle- spiral pada tikungan 1 dan tikungan 2 digunakan lengkung Spiral-Spiral. Pada kedua tikungan tersebut belum layak untuk menjadi fungsi jalan outer ringroad.

Peningkatan fungsi dan kelas jalan dilakukan dengan merancang trase baru menggunakan kecepatan rencana 80 km/jam.

5. JPH pada stasiun 6+520 baik dari arah Pakem-Kalasan maupun Kalasan-Pakem telah memenuhi persyaratan JPH Minimum dari Bina Marga untuk kecepatan 80 km/jam sebesar 120 meter, sedangkan JPH pada Stasiun 6+580 arah Pakem-Kalasan dan Stasiun 6+480 arah Kalasan-Pakem masih belum memenuhi syarat JPH minimum. Peningkatan kecepatan untuk menaikan fungsi jalan digunakan kecepatan rencana sebesar 80 km/jam dan didapatkan hasil jarak pandang henti sebesar 139,454 meter. Perancangan jarak pandang henti sudah memenuhi syarat jarak pandang minimum sebesar 120 meter sehingga dapat digunakan untuk trase baru.

6. Jarak pandang mendahului yang tersedia di lapangan per stasiunnya belum memenuhi syarat jarak pandang mendahului minimum yang dibutuhkan. Perancangan jarak pandang mendahului dengan menggunakan kecepatan rencana 80 km/jam didapatkan hasil sebesar 449,358 meter. Jarak pandang mendahului yang dirancang sudah memenuhi syarat jarak pandang mendahului minimum yaitu sebesar 350 meter, sehingga rancangan jarak pandang mendahului dapat digunakan untuk trase baru.

7. Jarak ruang bebas samping di lapangan dari as jalan ke penghalang untuk tikungan 1 dan 2 adalah 6,2 meter dan 4,65 meter, sedangkan hasil perhitungan daerah bebas samping tikungan 1 dan 2 adalah 5,808 meter. Nilai kebebasan tikungan 2 belum terpenuhi. Daerah bebas samping yang dihasilkan untuk rancangan trase baru dengan besar radius 406 meter dan JPH 139,454 meter sebesar 5,858 meter.

8. Kemiringan lapangan yang ditujukan pada superelevasi menunjukkan kemiringan pada tikungan 1 = 6,5 % dan tikungan 2 = 3,43 %, tetapi kemiringan seharusnya untuk kemiringan maksimum pada tikungan 1 = 9,9 % dan tikungan 2 = 9,9 %, hal ini menunjukkan kemiringan dilapangan telah memenuhi standar dan keamanan karena tidak melebihi kemiringan maksimum dilapangan. Kemiringan baru pada perancangan dihitung dengan Rmin dan F yang sesuai dengan kecepatan rencana dan didapatkan hasil sebesar 9,9%. Kemiringan yang didapat dari trase baru yaitu sebesar 6%.

9. Jenis medan jalan pada tikungan gabungan tersebut adalah jenis medan jalan datar, sehingga dari data elevasi jalan diperoleh hanya dua jenis kelandaian dan satu PPV, karena rata–rata kelandaian jalan pada tikungan gabungan tersebut memiliki kelandaian yang datar dan dari hasil perhitungan lengkung vertikal didapat nilai Lv di lapangan adalah 30,887 m kurang dari Lv minimum adalah 40 m, sehingga pada Lv di lapangan belum memenuhi dari Lv seharusnya. Pada perancangan trase baru menggunakan satu tikungan dengan jenis medan jalan datar, sehingga dari data elevasi jalan diperoleh hanya dua kelandaian dan dua VPI. Hasil perhitungan lengkung vertikal digunakan LV minimum untuk kecepatan 80 km/jam sebesar 70 m.

10. Pada kondisi eksisting dan perencanaan penaikan fungsi dan kelas jalan didapatkan perbedaan tinggi elevasi yang tidak terlalu tinggi, sehingga tidak memerlukan adanya koordinasi alinyemen.

5. SIMPULAN

1. Geometrik tikungan pada Jembatan Tunjungan Jalan Pakem-Kalasan masih belum layak untuk dijadikan ruas jalan Outer Ringroad.

2. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan geometrik jalan parameter kecepatan yang didapat di lapangan dengan geometrik jalan parameter kecepatan rencana 80 km/jam untuk fungsi jalan arteri kelas 2 sesuai

(9)

standar Bina Marga, 1997. Pada kondisi tikungan Jembatan Tujungan Jalan Pakem-Kalasan di rancang trase baru untuk memenuhi kebutuhan kelas jalan arteri dengan 1 tikungan SCS.

3. Pada geometrik jalan trase baru dihasilkan radius tikungan 406 dan LS 70. Lebar lajur 3,5 m dan lebar bahu 1,25 m. JPH pada trase baru sebesar 139,454 m dan JPM sebesar 449.358 m.

Daerah bebas samping yang harus di penuhi sebesar 5,858 m.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1990.

Spesifikasi Standar Untuk Perencanaan Geometrik Jalan luar Kota (Rancangan Akhir). Sub Direktorat Perencanaan Teknis Bina Marga. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal BinaMarga. Jakarta.

Dirgantara, A. M. P.P. 2014. Evaluasi Dan Perbaikan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Magelang – Yogyakarta Km.

12,9 – Km. 13,3. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Hendarsin, S. L. 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

Lukman, U. D. 2011. Evaluasi Kelayakan Geometri Jalan di Ruas Jalan Affandi. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Ningrum, A.F. F. 2014. Perencanaan Peningkatan Jalan Tembus Jl.

Ambarawa – Jl. Soekarno Hatta, Bawen, Semarang. Tugas Akhir.

Diterbitkan online di: http://ejournal- sl.undip.ac.id/index.php/jkts.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Sukirman, S. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Nova Bandung.

Sukirman, S. 2006. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Nova.

Bandung.

Sumarsono, A. 2016. Analisis Kelayakan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Ring Road Barat Yogyakarta. Tugas Akhir.

(Tidak Diterbitkan). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Wasta, A. S. 2014. Analisis Kelayakan Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Ringroad Selatan Yogyakarta Km.

36,7 - Km. 37,4. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Praktikum Ekologi Tumbuhan yang berjudul Lower Crop Community (LCC) ini bertujuan untuk mengetahui distribusi, nilai penting, kontribusi masing-masing spesies, mengetahui pengaruh

Kondisi fisik lingkungan yang nyaman dan tidak nyaman secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja manusia seperti kemampuan manusia dalam menerima informasi

RIDHWAN

Petani berada di jantung dari produksi pangan dan apa yang sangat kita butuhkan adalah kedaulatan pangan - membutuhkan perlindungan dan menasionalisasikan kembali pasar

Kontribusi dari usaha perikanan yaitu sebesar 36,82% yang dilakukan oleh kepala keluarga, dan sumbangan pendapatan dari usaha diluar usaha perikanan yaitu

1) Untuk menceritakan sesuatu, menceritakan disini memiliki maksud agar orang lain atau pembaca tahu tentang apa yang dialami, diimpikan, dikhayalkan, maupun yang

Adapun alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif ini adalah bermaksud mendapatkan pemahaman secara lebih mendalam tentang proses dan hasil dari internalisasi