• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, 26 Februari Penulis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, 26 Februari Penulis"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Laporan ini merupakan laporan tertulis dari kelompok Etika Profesi Akuntansi Code of Conduct Jurusan Akuntansi 2011 Universitas Negeri Jakarta.

Laporan ini ditujukan kepada Ibu Marsellisa Nindito,Se,Akt.,M.Sc. sebagai Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Makalah ini membahas tentang teori-teori mengenai etika profesi akuntansi dan menjelaskan tenteng kasus yang terjadi yang berhubungan dengan teori etika profesi akuntansi.

Pada kesempatan ini kami selaku mahasiswa menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Marsellisa Nindito,Se,Akt.,M.Sc. selaku Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyempurnakan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis di masa yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 26 Februari 2014

Penulis

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan 1.5 Metode Penelitian 1.6 Sistematika Penulisan BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Etika Absolut Versus Etika Relatif 2.2. Teori-teori Etika Utama

2.2.1. Teleologi: Utilitarianisme dan Konsekuensialisme –Analisis Dampak

2.2.2. Etika Deontologi – Motivasi untuk Perilaku 2.2.3. Keadilan dan Kewajaran – Memeriksa Saldo

2.2.4. Etika Kebajikan – Meneliti Kebajikan yang Diharapkan 2.2.5. Imajinasi Moral

2.2.6. Teori Etika Teonom 2.2.7. Egoisme

2.3. Etika Abad ke-20

2.3.1. Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore 2.3.2. Tatanan Nilai Max Scheller

2.3.3. Etika Situasi Joseph Fletcher

2.3.4. Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch

2.3.5. Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederick Skinner 2.3.6. Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas

2.4. Praktik Pengambilan Keputusan Etis

(3)

2.4.1. Pemaparan Kasus 2.4.2. Analisa Kasus

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Daftar Pustaka

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu pengetahuan tentang sebuah objek baru dianggap sebagai disiplin ilmu bila pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat teori tentang objek yang dikaji.

Jadi teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Imu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang menjelaskan berbagai gejala alam dan sosial yang memungkinkan manusia melakukan serangkaina tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. (Suriasumantri, 2000).

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Berbagai teori etika meuncul karena adanya perbedaan perspektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia. Sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol suatu tindakan atau perilaku.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan tujuan instruksi khusus Mata Kuliah Etika Profesi Akuntan, masalah yang dibahas adalah mengenai Teori-teori Etika. Adapun pokok bahasan lebih spesifik sebagai berikut:

a) Kontribusi Filsuf dalam Bidang Etika b) Etika Abad ke-20

c) Praktik Pengambilan Keputusan Etis

(5)

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan khusus:

1.3.1. Tujuan Umum

a) Menjelaskan ketidaksamaan pandangan mengenai apakah etika bersifat absolut atau relatif.

b) Menjelaskan berbagai teori etika yang berkembang c) Menjelaskan perbedaan antarteori etika yang ada

d) Menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia terkait dengan teori-teori etika dalam lingkungan bisnis

1.3.2. Tujuan Khusus

Memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Akuntan sesuai silabus BAB 3: “Etika Perilaku”

1.4. Manfaat Penulisan

a) Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa.

b) Sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya.

c) Sebagai literatur untuk lebih memahami kegiatan akuntansi, khususnya dalam hal yang berhubungan dengan kewirausahaan

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Karya Tulis ini, sistematika penulisan yang digunakan adalah : BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan, dan metodologi penelitian.

BAB II PEMBAHASAN

Berisi tentang : Pembahasan mengenai Teori-teori Etika dan perbedaan yang ada di dalamnya

BAB III PENUTUP

Berisi tentang : kesimpulan dan saran.

(6)

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan Karya Tulis ini, metodologi penelitian yang digunakan adalah :

a) Studi pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan karya tulis ini

b) Penjelajahan internet yaitu dengan mencari beberapa informasi di mesin pencari yang tidak penulis tidak dapatkan dari buku-buku.

(7)

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Etika Absolut Versus Etika Relatif

Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika absolut dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahw ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan di mana pun. Sementara itu para penganut etika relatif dengan berbagai argumentasi juga membantah hal ini. Mereka justru mengatakan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda dan untuk situasi yang berbeda pula.

Untuk memulai diksusi, Rachels (2004) memberikan contoh menarik mengenai keyakinan dua suku yang sangat berbeda yaitu suku Callatia di India dan orang-orang Yunani tentang perlakuan terhadap orang tua mereka saat meninggal dunia. Sebagai wujud rasa hormat kepada orang tua yang telah meninggal dunia, suku Callatia akan memakan jenazah orang tua mereka sedangkan orang-orang Yunani akan membakar jenazah orang tua mereka. Ini sekadar salah satu ilustrasi yang barangkali dapat dipakai untuk mendukung argumentasi para penganut etika realtif di mana kebudayaan yang berbeda kan menghasilkan kode moral yang berbeda pula. Di antara tokoh-tookoh berpengaruh yang mendukung paham etika relatif ini adalah Joseph Fletcher (dalam Suseno 2006) yang terkenal dengan teori etika situasionalnya. Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral selalu bergantung pada situasi konkret dan situasi konkret ini dalam kesehariannya tidak pernah sama.

Tokoh berpengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan James Rachel. Rachel sendiri yang walaupun membuka pemikirannya dengan memberikan argumentasi bagi pendukung etika relatif melalu contoh ilustrasi perlakuan berbeda terhadap jenazah orang tua dari dua suku/bangsa berbeda, sebenarnya merupakan

(8)

pendukung etika absolut. Ia mengataka bahwa ada pokok teoritis yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk kelestarian masyarakat. Misalnya aturan melawan kebohongan dan pembunuhan hanyalah dua contoh yang masih berlaku dalam semua kebudayaan yang tetap hidup walaupun juga diakui bahwa dalam setiap aturan umum tentu saja ada pengecualiannya.

2.2. Teori-teori Etika Utama

2.2.1. Teleologi: Utilitarianisme dan Konsekuensialisme –Analisis Dampak

Teleologi memiliki sejarah panjang di antara filsafat empiris Inggris. John Locke (1632-1704), Jeremy Bentham (1748- 1832), James Mill (1773-1836), dan anaknya John Stuart Mill (1806-1873) semua melihat etika dari perspektif teleologi. Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti akhir, konsekuensi, hasil; sehingga, teori-teori teleologi yang mempelajari etika perilaku dalam hal akibat atau konsekuensi dari keputusan etis. Teleologi cocok untuk banyak pelaku bisnis yang berorientasi hasil karena berfokus pada dampak dari pengambilan keputusan. Teleologi mengevaluasi keputusan sebaga baik atau buruk, diterima atau tidak diterima, dalam hal konsekuensi dari keputusan tersebut.

Investor menilai investasi sebgai baik atau buruk, bermanfaat atau tidak, berdasarkan hasil yang diharapkan. Jika tingkat pengembalian aktualnya (actual return) berada di bawah harapan investor, maka investasi tersebut dianggap sebagai keputusan investasi yang buruk; jika tingkat pengembaliannya lebih besar daripada yang diharapkan, investasi tersebut dianggap sebagai keputusan investasi yang baik atau berharga.

Pengambilan keputusan etis mengikuti pola yang serupa. Dengan cara yang sama dengan kebaikan atau keburukan, sebuah investasi dinilai berdasarkan hasil keputusan keuangan, etika kebaikan dan keburukan didasarkan pada konsekuensi dari keputusan etis. Keputusan etis adalah benar atau salah ketika keputusan tersebut menghasilkan hasil keputusan yang positif atau negatif. Keputusan yang baik secara etika memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan yang buruk secara etika memberikan hasil yang kurang positif atau

(9)

konsekuensi negatif. Namun demikian, konsekuensi dari suatu keputusan etis tidak akan beretika dengan sendirinya. Konsekuensinya adalah apa yang terjadi.

Etikalitas dari pembuat keputusan dan keputusan tersebut telah ditetapkan berdasarkan nilai komparatif non-etika dari suatu tindakan atau konsekuensi. Jika keputusan mendatangkan hasil positif, seperti membantu seorang individu untuk mencapai realisasi diri, maka keputusan dikatakan benar secara etika. Hasil positif nilai non-etika lain termasuk kebahagiaan, kesenangan, kesehatan, kecantikan, dan pengetahuan. Sedangkan hasil negatif non-etika termasuk ketidakbahagiaan, kesengsaraan, penyakit, keburukan, dan kebodohan. Dengan kata lain, penilaian tentang benar dan salah, atau kebenaran etika hanya didasarkan pada apakah hal baik atau buruk terjadi atau tidak.

Teleologi memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme, yang paling nyata adalah dalam tulisan-tulisan Bentham dan J.S. Mill. Dalam utilitarianism, Mill menulis:

“Kredo yang diterima seperti landasan moral, utilitas, atau Prinsip Kebahagiaan Terbesar (greatest Happines Principle), menyatakan bahwa tindakan merupakan hal yang benar sesuai proporsinya jika cenderung untuk meningkatkan kebahagiaan, salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan. Kebahagiaan diharapkan mendatangkan kesenangan, dan ketiadaan rasa sakit; ketidakbahagiaan akan menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan.

Utilitarianisme mendefinisikan kebaikan dan kejahatan dalam hal konsekuensi non- etika dari kesenangan dan rasa sakit. Tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang akan menghasilkan jumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit terkecil. Hal ini adalah teori yang sangat sederhana. Tujuan hidup adalah untuk menjadi bahagia dan semua hal yang meningkatkan kebahagiaan baik secara etika karena cenderung menghasilkan kesenangan atau meirngankan rasa sakit dan penderitaan. Bagi utilitarian (penganut utilitarianisme), kesenangan dan rasa sakit dapat berupa fisik ataupun mental.

Penanggulangan stres, kesedihan, dan penderitaan mental sama pentingnya dengan dengan mengurangi rasa sakit fisik dan ketidaknyamanan. Sebagai contoh, tingkat stres seorang karyawan mungkin meningkatbila penyelianya (supervisor) memintanya untuk menyelesaikan sebuah tugas, tetapi kmeudian menyediakan informasi yang sangat sedikit, waktu yang tidak cukup untuk menghasilkan laporan, dan tuntutan yang tidak realistis dalam hal kualitas laporan. Ketegangan yang meningkat tidak berkontribusi untuk kebahagiaannya secara umum atau kenyamanannya dalam menyelsaikan tugas. Bagi

(10)

seorang utilitarian, hal-hal yang berharga bagi mereka adalah pengalaman yang menyenangkan, dan pengalaman-pengalaman ini merupakan pengalaman yang baik hanya karena pengalaman tersebut menyenangkan. Akan tetapi, dalam kasus ini, menyelesaikan tugas bukan merupakan hal yang menyenangkan maupun baik jika dilihat dari sudut pandang karyawan. Hal itu tidak memberikan kontribusi pada utilitasnya atau kebhagiaannya secara umum.

Mill dengan cepat menunjukkan bahwa kesenangan dan rasa sakit memiliki aspek kuantitatif dan kualitatif. Bentham mengambangkan kalkulus kesenangan dan rasa sakit berdasarkan intensitas, durasi, kepastian, keakraban, fekunditas, kemurnian, dan keluasan.

Mill menambahkan bahwa sifat dari kesenangan atau penderitaan juga penting. Beberapa kesenangan lebih diinginkan daripada yang lain dan memerlukan usaha untuk mencapainya.

Seorang atlet, misalnya, berlatih setiap hari untuk bertanding dalam Olimpiade.

Pelatihannya mungkin sangat menyakitkan, tetapi atlet memfokuskan dirinya pada hadiah, yaitu memenangkan medali emas. Kesenangan kualitatif berdiri di podium melebihi jalan yang secara kuantitatif melelahkan dmei menjadi juara Olimpiade.

Hedonisme berfokus pada individu, dan mencari jumlah terbesar kesenangan pribadi atau kebahagiaan pribadi. Epicurus (341-270 SM) menyatakan bahwa tujuan hidup adalah keamanan dan kesenangan abadi, sebuah kehidupan di mana rasa sakit diterima hanya jika rasa sakit itu menyebabkan kesenangan yang lebih besar, dan kesenangan akan ditolak jika kesenangan itu menyebabkan rasa sakit yang lebih besar. Utilitarianisme, sebaliknya, mengukur kesenangan dan rasa sakit bukan pada tingkat individu melainkan pada tingkat masyarakat. Rasa senang dari pembuat keputusan seperti semua orang yang mungkin dapat terpengaruh oleh keputusan tersebut, perlu dipertimbangkan. Namun, beban tambhan tidak harus diberikan kepada pengambil keputusan. “kebahagiaan yang membentuk standar utilitarian tentang apa yang benar dalam perbuatan, bukan kebahagiaan pribadi si agen, tetapi kebahagiaan semua pihak. Seperti antara kebahagiaan sendiri dan kemudian kebahagiaan orang lain, utilitarianisme memgharuskan si agen untuk tidak memihak, menjadi penonton yang tidak berkepentingan dan murah hati.” Seorang CEO yang membujuk dewan direksi agar memberinya bonus sebesar $100 juta dapat memperoleh kebahagiaan yang besar dari bonus, tetapi kalau ia tidak memperhitungkan dampak bonus tersebut pada semua karyawan lain di perusahaannya, rekan kelompok eksekutif lainnya, dan masyarakat secara keseluruhan, maka ia mengabaikan aspek etika dari keputusannya.

Referensi

Dokumen terkait

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR KARTU RENCANA STUDI TAHUN AKADEMIK 20161.. PROGRAM STUDI

Inkubator merupakan alat yang paling sering kita temui pada laboratorium mikrobiologi dalam jumlah lebih dari satu unit. Hal ini dikarenakan fungsi dari alat ini yang

(2) Bagan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Asset Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun

Dengan menggunakan model subset ARIMA ([1,12],1,0) dengan penambahan 19 outlier , diprediksikan besar inflasi pada akhir tahun 2015 sekitar 8% dan target inflasi tahun 2015

Garam-garam tembaga divalent, misalnya tembaga klorida, tembaga sulfat, dan tembaga nitrat bersifat sangat mudah larut dalam air; sedangkan tembaga karbonat, tembaga

Dengan ini menyatakan kesanggupan dan kesungguhan untuk mengikuti Program Pembibitan Alumni PTAI Tahun 2013 Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Ditjen Pendidikan Islam

[r]