TUGAS 1 PENGOLAHAN AIR
“PARAMETER PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM”
“
TEMBAGA (Cu) DAN PENTACHLOROPHENOL
”
Disusun Oleh : Achmad Rizki Azhari NIM. 25010113140258
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
1. Tembaga (Cu)
A. Gambaran Umum
Tembaga atau copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan, termasuk algae, tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam tranpor electron dalam proses fotosintesis. Garam-garam tembaga divalent, misalnya tembaga klorida, tembaga sulfat, dan tembaga nitrat bersifat sangat mudah larut dalam air; sedangkan tembaga karbonat, tembaga hidroksida, dan tembaga sulfide bersifat sulit larut dalam air. Apabila masuk ke dalam perairan alami yang alkalis, ion tembaga akan mengalami presipitasi dan mengendap sebagai tembaga hidroksida dan tembaga karbonat. (Effendi, 2003).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010, kadar maksimum tembaga yang diperbolehkan dalam air minum di Indonesia yaitu 2 mg/l. Sedangkan untuk kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 0,02 mg/l untuk kelas I, II, dan III; dan 0,2 mg/l untuk kelas IV.
B. Manfaat
Tembaga banyak dipergunakan, baik dalam industri maupun untuk keperluan pertanian (Sembel, 2015). Tembaga digunakan dalam industry metalurgi, tekstil, elektronika, dan sebagai cat anti-karat (anti fouling) (Effendi, 2003). Tembaga (CuSO4.5H2O) digunakan sebagai algasida untuk membasmi algae yang tumbuh secara berlebihan di perairan. Tembaga karbonat digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk membunuh Moluska (Effendi, 2003).
Tembaga dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah yang sangat rendah sebagai komponen vitamin B12 (Sembel, 2015). LD50 larutan garam tembaga diperkirakan antara 150 hingga 500 mg/kg (Sembel, 2015). Zat tembaga bekerja dengan zat besi untuk membantu pembentukkan sel darah merah (Wax, 2015). Selain itu juga membantu menjaga kesehatan pembuluh darah, saraf, sistem kekebalan tubuh, dan tulang (Wax, 2015). Tembaga juga membantu penyerapan zat besi dalam tubuh (Wax, 2015).
C. Dampak Negatif Bagi Kesehatan
dalam ginjal. Gejala lain keracunan tembaga yaitu sensasi bunyi terus-menerus dalam telinga (tinnitus), gangguan terhadap system persarafan (neurophaty), pernapasan, hiper reaktivitas pembuluh tenggorokan (btonchial hyperreactivity), disfungsi tiroid, dan keracunan ginjal (Sembel, 2015). Mengonsumsi air minum dengan kadar > 3 mg/l akan menghasilkan gejala pencernaan seperti mual, muntah-muntah, dan diare (Sembel, 2015).
2. PCP (Pentachlorophenol) A. Gambaran Umum
[Gambar 1. Bentuk Kimia PCP (Gilbert, 2014)]
PCP adalah zat sintetis, terbuat dari bahan kimia lainnya, dan tidak terdapat secara alami di lingkungan (ATSDR, 2001). PCP ditemukan dalam tidak berwarna hingga putih kristal padat dengan bau seperti Benzene (Gilbert, 2014). PCP tidak murni yang biasanya ditemukan di lokasi limbah berbahaya berwarna abu-abu sampai coklat gelap dan berbentuk seperti debu, manik-manik, atau serpihan (Gilbert, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010, kadar maksimum PCP yang diperbolehkan dalam air minum di Indonesia yaitu 0,009 mg/l.
B. Manfaat
PCP diaplikasikan dalam pertanian sebagai herbisida dan pestisida (ATSDR, 2001). PCP juga digunakan sebagai insektisida penolak serangga pemakan kayu (Sembel, 2015) dan sebagai defoliant, mossicide, serta disinfektan (Gilbert, 2014). PCP diterapkan secara komersial dalam perawatan tiang listrik, pagar, trotoar, komponen bangunan, dermaga, dan pemasangan lantai (ATSDR, 2001).
C. Dampak Negatif Bagi Kesehatan
Paparan tingkat tinggi PCP dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, efek hati, kerusakan pada sistem kekebalan tubuh, efek reproduksi, dan efek perkembangan (Gilbert, 2014).
Daftar Pustaka
ATSDR (Agency for Toxic Subtances & Disease Registry). 2001.
Public Health Statement Pentachlorophenol. http://www.atsdr.cdc.gov/PHS/PHS.asp?id=400&tid=70.
Diakses pada 22 Februari 2016.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Gilbert, Steven G. 2014. Pentachlorophenol. http://www.toxipedia.org/display/toxipedia/Pentachlorophenol. Diakses pada 22 Februari 2016.
Sembel, Dantje T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.