• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi pembangunan di Jakarta era tahun 1960-an dinilai sangat minim.

Kondisi jalan pada saat itu sangat sempit dan rusak karena kurangnya pemeliharaan. Jumlah panjang jalannya kurang lebih 800 km dengan jumlah kendaraan sekitar 160.000 buah.1 Kondisi ini membuat kemacetan lalu lintas di jalan-jalan kota Jakarta. Di bidang transportasi terjadi ketidakseimbangan antara armada bus kota dengan pengguna, sehingga berkembangnya angkutan umum yang kurang efisien seperti oplet dan becak. Sarana dan prasarana kota juga kurang memadai dan tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Pembangunan yang minim ini disebabkan oleh kondisi Jakarta pada awal masa kemerdekaan mengalami situasi yang kurang kondusif untuk melakukan pembangunan. Jakarta dilanda gejolak revolusi pada akhir 1940-an yang diwarnai konflik bersenjata dan kemudian memasuki tahun 1950-an hingga tahun 1960-an di mana masa Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin sarat akan perselisihan, membuat kondisi pembangunan Jakarta seperti terabaikan.2

1 Ramadhan K.H, Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm. 98.

2 Fikri, Lokalisasi Kramat Tunggak Pada Masa Gubernur Ali Sadikin: 1971- 1977, Skripsi, (Depok: Universitas Indonesia, 2011), hlm. 2.

1

(2)

commit to user

Pada tahun 1960 pertumbuhan penduduk di Jakarta mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 1960, jumlah penduduk Jakarta berjumlah 2.910.858 jiwa. Sebelumnya kota Jakarta yang dirancang oleh Pemerintah Belanda sebelum perang dunia II hanya untuk menampung 600.000 sampai 800.000 jiwa.3 Hal ini menunjukkan bahwa terjadi lonjakan penduduk yang meningkat secara cepat. Pertumbuhan dan perkembangan Jakarta yang begitu pesat menjadi salah satu daya tarik bagi para penduduk di luar Jakarta. Kenaikan jumlah penduduk ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara tingkat perkembangan fisik sarana kota dengan kebutuhan penduduknya. Perkembangan perkotaan masih belum dapat dikendalikan secara sepenuhnya. Sarana kota tidak mampu lagi melayani kebutuhan penduduknya pada semua sektor.

Dari sektor perekonomian pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1966 di Jakarta keadaannya sangat kacau balau. Kondisi pemerintahan yang kurang stabil mengakibatkan naiknya harga minyak tanah, ongkos bis, harga beras dan kebutuhan harian lainnya. Indeks biaya hidup di Jakarta juga meningkat lebih dari sepuluh kali lipat selama periode Desember 1965 hingga Desember 1967.4

Saat kondisi Jakarta tidak stabil Presiden Soekarno menunjuk Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin diangkat sebagai gubernur untuk menggantikan Soemarno Sosroatmodjo. Sebelumnya, Ali Sadikin pernah menjabat sebagai

3 Ramadhan K.H, op.cit., hlm. 70.

4 Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2011), hlm. 292.

(3)

commit to user

Menteri Perhubungan Laut dalam kabinet pimpinan Soekarno. Pada tanggal 28 April 1966, Ali Sadikin dilantik oleh Presiden Soekarno. Prioritas utama Ali Sadikin saat menjadi Gubernur Jakarta adalah melakukan pembangunan.

Pembangunan yang dilakukan oleh Gubernur Ali Sadikin memiliki kesamaan visi dengan pemikiran-pemikiran Presiden Soekarno, yaitu untuk menjadikan kota Jakarta sebagai kota metropolitan. Sebagai ibukota negara, Jakarta harus dikembangkan seperti kota-kota yang berstandar internasional dan sejajar dengan Bangkok, Singapura, dan Manila. Ali Sadikin menganggap pembangunan sebuah kota ini bertujuan untuk kebutuhan masyarakat Jakarta. Pembangunan Jakarta dirubah menjadi suatu kota metropolitan yang gemerlap dengan kenikmatan budaya dan rekreasi yang menarik.5

Ali Sadikin memulai upaya pembangunan dengan merujuk kepada Rencana Induk (Master Plan) Jakarta. Secara umum, Rencana Induk Jakarta mengatur tentang penggunaan tanah yang meliputi kegunaan untuk tempat tinggal, perkantoran, perindustrian, tempat-tempat rekreasi, dan lain sebagainya.6

Diawal masa kepemimpinannya, Ali Sadikin dihadapi satu masalah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Jakarta. Pada saat itu APBD kota Jakarta hanya Rp. 66.000.000, jumlah ini dinilai hanya cukup

5 P.J.M Nas, Kota-kota Indonesia: Bunga Rampai, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm. 49.

6 Fikri, op.cit., hlm. 3.

(4)

commit to user

untuk membiayai gaji pegawai saja, sedangkan Jakarta juga membutuhkan anggaran untuk pembangunan.7

Ketika pemerintah pusat tidak dapat memberi kontribusi finansial kepada Jakarta dalam skala yang dianggap Ali Sadikin memang perlu dan sah. Langkah yang diambil Ali Sadikin adalah menerapkan pajak-pajak yang sudah ada secara lebih efisien dan menciptakan pajak-pajak baru, hal ini membuat Ali Sadikin dikenal sebagai orang yang memiliki ide-ide orisinil dalam hal finansial. Ali Sadikin menciptakan sebuah sumber pendapatan pemerintah kota yang menguntungkan dengan melegalkan dan kemudian menarik pajaknya dari perjudian. 8 Pada mulanya, Ali Sadikin mengetahui bahwa adanya perjudian yang berkembang pesat di wilayah Jakarta, bahkan banyak oknum-oknum pejabat dan ABRI yang menjadi backing bisnis perjudian tersebut. Orang-orang penting yang berada di belakang bisnis perjudian itu hidup mewah, tanpa harus membayar pajak. Hal ini menunjukkan bahwa untung dari pendapatan bisnis tersebut sangat besar jumlahnya. Tempat-tempat penyelenggaraan judi illegal sebelumnya terdapat disejumlah tempat di ibukota, terutama di wilayah-wilayah tertentu yang penduduknya mayoritas etnis Cina. 9

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 1957, Ali Sadikin melegalkan praktek perjudian di Jakarta. Hanya orang Cina yang boleh masuk kasino dan

7 Aguk Irawan, Negeri Para Pemberani, (Depok: Koekoesan, 2008), hlm.

44.

8 Susan Blackburn, op.cit., hlm. 299.

9 Aguk Irawan, op.cit., hlm. 48

(5)

commit to user

beberapa orang pribumi yang memang sudah dikenal sebagai penjudi yang sering main judi di luar negeri. Bagi kepercayaan sebagian masyarakat Cina, judi merupakan tindakan “buang sial”. 10 Jadi, judi yang diselenggarakan pemerintah DKI Jakarta pada waktu itu hanya untuk golongan tertentu saja. 11

Kebijakan Ali Sadikin tentang melegalkan perjudian di Jakarta merupakan sebuah kebijakan yang tidak populer. Banyak pihak yang menentang kebijakan ini terutama dari kalangan faksi Islam dan kalangan personel militer yang sebelumnya mendapatkan keuntungan dari perjudian ilegal. Bagi kalangan faksi Islam legalisasi perjudian dianggap mengeksploitasi bisnis yang tidak bermoral dan haram hukumnya. Berangkat dari fenomena tersebut, maka sangatlah menarik untuk lebih lanjut mengkaji tentang “Perjudian Di Jakarta Pada Masa Gubernur Ali Sadikin Tahun 1966-1977”.

Dengan melegalkan perjudian dan menarik pajaknya, APBD kota Jakarta mengalami peningkatan yang signifikan. Pajak judi ini dimasukan ke dalam pendapatan khusus dan digunakan untuk melakukan rehabilitasi dan pembangunan daerah

10 Arrohman Prayitno, Ali Sadikin, Visi dan Perjuangan sebagai Guru Bangsa, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2004), hlm. 118.

11 Ramadhan K.H, Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992), hlm. 65.

(6)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalahnya adalah:

1. Apa yang melatarbelakangi Ali Sadikin melegalkan perjudian di Jakarta tahun 1966-1977?

2. Apa saja bentuk-bentuk perjudian yang dilegalkan pada masa Ali Sadikin?

3. Bagaimana dampak kebijakan legalisasi perjudian terhadap masyarakat dan pembangunan di Jakarta pada tahun 1966-1977?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi Ali Sadikin melegalkan perjudian di Jakarta tahun 1966-1977.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perjudian yang dilegalkan pada masa Ali Sadikin.

3. Untuk mengetahui dampak kebijakan legalisasi perjudian terhadap masyarakat dan pembangunan di Jakarta pada tahun 1966-1977.

D. Manfaat Penelitian

Dari kajian tentang Perjudian di Jakarta, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian pengetahuan dalam ilmu sejarah, terutama kajian mengenai perjudian pada masa Gubernur Ali Sadikin di Jakarta pada tahun 1966-1977. Selain itu, hasil penelitian

(7)

commit to user

ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait dengan penulisan politik, sosial, dan ekonomi bagi kalangan mahasiswa dan bagi pemerintah daerah DKI Jakarta dan sekitarnya serta sebagai bahan kajian penelitian.

2. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai legalisasi perjudian di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin yang menghasilkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang memadai.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Ali Sadikin dalam bukunya Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977 (1977). Buku tersebut berisi

mengenai memoar Ali Sadikin selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Di dalam buku ini dibahas mulai dari awal pengangkatan menjadi gubernur sampai menyangkut pelaksanaan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, serta membahas kebijakan-kebijakan yang telah dibuat salah satunya adalah tentang larangan penyelenggaraan perjudian gelap. Masalah pemberian izin judi di Jakarta dilatarbelakangi oleh adanya tempat-tempat penyelenggaraan judi secara gelap.

Tempat judi gelap itu terdapat di wilayah-wilayah yang kebanyakan penduduknya terdiri dari golongan Cina. Ali Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 26 Juli 1967 No. Bd.9/1/5/1967 tentang Larangan Penyelenggaraan Perjudian Gelap dalam Wilayah DKI Jakarta. Usaha melokalisir

(8)

commit to user

penyelenggaraan judi Pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil-hasil pajak judi sebagai salah satu sumber keuangan daerah. Buku ini dapat memberikan gambaran umum mengenai penyelenggaraan perjudian pada masa pemerintah Kolonial Belanda yang memiliki kepentingan untuk meningkatkan ekonomi.

Buku karangan Ramadhan K.H (1992), Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977.

Buku ini merupakan kumpulan wawancara yang membahas tentang kebijakan- kebijakan yang telah dibuat oleh Ali Sadikin. Pada bab 5 membahas mengenai pajak judi yang mempunyai undang-undangnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 1957 yang memungkinkan pemerintah daerah memungut pajak atas izin perjudian. Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa kepala daerah bisa memberikan izin kepada seorang bandar Cina, karena judi dianggap sebagai kebudayaannya dan yang boleh berjudi hanya orang Cina. Pajak judi dimasukkan ke dalam APBD, dalam kelompok penerimaan khusus. Buku ini sebagai pedoman untuk pembahasan mengenai aturan-aturan dan hukum-hukum mengenai judi.

Patologi Sosial buku yang ditulis oleh Kartini Kartono tahun 2005.

Perjudian merupakan pertaruhan dengan sengaja dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada permainan yang tidak atau belum pasti hasilnya. Permaina judi pada awalnya bersifat rekreatif dan sebagai penyalur bagi ketegangan akibat kerja berat sehari-hari. Namun kegiatan-kegiatan itu disalahgunakan oleh orang dewasa untuk aktivitas perjudian dan taruhan.

Kebiasaan berjudi menimbulkan ekses-ekses perjudian seperti mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor, energi dan pikiran menjadi berkurang, badan menjadi lesu, pikiran menjadi kacau, pekerjaan menjadi terlantar, anak istri

(9)

commit to user

dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan, mudah tersinggung, mentalnya terganggu, melakukan tindak kriminal, ekonomi rakyat mengalami kegoncangan, dan kurang iman kepada Tuhan. Buku ini pedoman untuk membahas tentang definisi perjudian selaian itu juga untuk membahas mengenai ekses-ekses perjudian.

Imam Hilman dalam Skripsi yang berjudul: “Program Perbaikan Kampung: Proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT) di Jakarta tahun 1969- 1979” dari Universitas Indonesia (2008). Skripsi tersebut membahas mengenai kebijakan Ali Sadikin tentang program perbaikan kampung untuk menanggulangi keadaan kampung-kampung di Jakarta yang padat dan kotor. Mengingat, Jakarta sebagai Ibukota negara tetapi memiliki lingkungan yang semrawut bahkan Jakarta dikenal sebagai sebuah kampung yang besar. Keluar kebijakan baru melalui Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. DIV-c.13/3/40/1973 tanggal 20 September tentang: proyek perbaikan kampung sebagai proyek Muhammad Husni Thamrin. Kebijakan Ali Sadikin ini dinilai positif oleh lembaga-lembaga internasional, baik PBB maupun Bank Dunia. Dampaknya adalah Proyek MHT ini mendapat bantuan dari Bank Dunia. Pembiayaan Proyek MHT berasal dari bantuan Bank Dunia berupa pinjaman sebesar 50% dan dari Pemda DKI Jakarta 50%. Pinjaman dari Bank Dunia merupakan pinjaman negara yang dibayar oleh pemerintah pusat. Selain itu, pendanaan program perbaikan kampung MHT ini juga berasal dari pajak judi. Menurut sebagian masyarakat tidak mempermasalahkan dana judi untuk dana perbaikan kampung, yang masyarakat inginkan pada saat itu adalah manfaat dari program tersebut yaitu terbangunnya

(10)

commit to user

sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh warga setempat. Skripsi ini digunakan dalam pembahasan tentang proyek perbaikan kampung Muhammad Husni Thamrin (MHT) sebagai salah satu pembangunan yang menggunakan pajak judi.

Skripsi Fikri, 2011, Universitas Indonesia, yang berjudul Lokalisasi

Kramat Tunggak Pada Masa Gubernur Ali Sadikin: 1971-1977 berisi tentang kebijakan Ali Sadikin mengenai pelaksanaan lokalisasi para pekerja seks komersial berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No Ca.7/1/13/70. Lokalisasi Kramat Tunggak resmi dibuka pada tahun 1971. Lokalisasi Kramat Tunggak tidak hanya sebagai tempat lokalisasi saja, namun juga sebagai tempat rehabilitasi dan resosialisasi. Rehabilitasi adalah proses pemulihan anak asuh sedangkan resosialisasi yaitu proses persiapan anak asuh untuk terjun kembali ke masyarakat.

Dengan tujuan, agar ketika para pekerja seks tersebut sudah keluar dari pekerjaannya bisa hidup secara mandiri dan dapat diterima oleh masyarakat.

Meskipun skripsi ini membahas tentang lokalisasi Kramat Tunggak, namun cukup bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan lokalisasi Kramat Tunggak dan berbagai dampaknya. Skripsi ini akan dijadikan sebagai acuan dalam pembahasan mengenai fenomena sosial di Jakarta.

Ratu Husmiati dalam Tesis yang berjudul: “Ali Sadikin dan Pembangunan Jakarta 1966-1977” (2002). Tesis tersebut berisi mengenai peran Gubernur Ali sadikin dalam membangun Jakarta selama sebelas tahun yaitu tahun 1966-1977.

Adapun pembangunan yang berhasil di bangun pada masa Gubernur Ali Sadikin yaitu; pembangunan sarana untuk menjadikan Jakarta kota budaya, pembangunan sarana hiburan, pembangunan sarana wisata, dan pembangunan jaringan jalan

(11)

commit to user

raya, pembangunan sarana lalu lintas dan angkutan umum, penyediaan sarana olah raga, dan program perbaikan kampung. Tesis ini sebagai pedoman dalam pembahasan tentang pembangunan di Jakarta pada masa Ali Sadikin, namun berbeda dengan penelitian ini yang lebih khusus membahas pembangunan yang menggunakan dana pajak judi.

Abidin Zainal dalam Tesis yang berjudul: “Penanganan Polri dalam Pemberantasan Judi di Polsek Metro Taman Sari” (2006). Tesis tersebut membahas sejarah perjudian di Indonesia yang sudah ada sejak zaman penjajah Belanda. Di bawah kekuasaan Belanda, di Indonesia judi sudah berlangsung dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat. Di Jakarta pada masa Gubernur Ali Sadikin judi dilegalkan dan dipungut pajaknya untuk membangun Jakarta. Wilayah Taman Sari merupakan tempat perjudian yang cukup besar di Ibukota Jakarta. Wilayah Taman Sari merupakan daerah pecinan dan pada saat zaman penjajah Belanda sengaja dijadikan tempat perjudian, langkah tersebut dilakukan oleh pemerintah kolonial untuk mendapatkan setoran dari warga etnis Tionghoa karena melakukan kegiatan perjudian. Perjudian di wilayah Taman Sari dikelompokkan menjadi tiga yaitu perjudian yang beromset besar, perjudian yang menggunakan izin, dan perjudian yang beromset kecil.

Kegiatan perjudian di Kecamatan Taman Sari dilakukan secara terang-terangan dan kebal terhadap hukum sebab aparat penegak hukum dan masyarakat ikut terjun dalam kancah perjudian. Para bandar judi pun mempunyai hubungan baik dengan anggota tingkat Polsek dan Pospol, serta mereka juga memberikan setoran untuk mengamankan kegiatan perjudian. Tesis ini sebagai pedoman dalam

(12)

commit to user

pembahasan tentang kondisi perjudian di Jakarta sebelum tahun 1966. Tesis ini juga membahas ada hubungan antara bandar judi dengan pihak kepolisian, sehingga bisnis perjudian di wilayah Taman Sari berjalan dengan aman.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman dan peninggalan masa lampau.12 Proses metode sejarah meliputi empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

1. Heuristik

Heuristik merupakan langkah-langkah mencari dan menemukan sumber atau data. Data-data yang dikumpulkan berupa dokumen, arsip, data yang diperoleh melalui wawancara, maupun studi pustaka yang relevan dengan tema dan permasalahan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah

a. Studi Dokumen

Sesuai dengan ciri-ciri Ilmu Sejarah yang selalu mencari sumber-sumber berupa dokumen. Studi dokumen dimaksud untuk memperoleh sumber yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen berfungsi menyajikan data untuk menguji dan memberikan fakta untuk memperoleh pengertian histori tentang fenomena khusus.

Dokumen yang berhasil ditemukan untuk penelitian ini antara lain:

1) Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1912 No. 230 2) Staatblad van Nederlandsch-Indie 1935 No. 526.

12 Louis Gottschalk, 1975, Mengerti Sejarah, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, hlm. 32.

(13)

commit to user

3) Pidato Presiden No. 879 tentang Amanat PJM Presiden Sukarno pada pelantikan/penjumpahan Major Djendral KKO. Ali Sadikin menjadi gubernur/kepala daerah chusus Ibukota Djakarta Raya.

4) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No.

805/A/k/BKD/1967 tentang pembentukan team chusus pengamanan dan pengawasan kebijaksanaan gubernur kepala daerah chusus ibukota Djakarta.

5) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No.

Ib.3/1/44/68 tentang pemberian izin chusus penyelenggaraan slot machines (jackpots) chusus untuk orang-orang asing.

6) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No.

1247/A/k/BKD/68 tentang perpanjanagan izin tempat dan izin perjudian di Djalan Petak Sembilan III No. 52 Djakarta.

7) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No.

1526/A/k/BKD/68 tentang pemberian idzin untuk mengadakan permaianan ketangkasan di taman rekreasi Antjol.

8) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No.

796/A/k/BKD/1971 tentang: penetapan dan izin perjudian di gedung Copacabana Amusment Center Antjol Djakarta.

9) Undang-Undang Darurat No.11 Tahun 1957 tentang peraturan umum padjak daerah.

10) Lembaran Negara Republik Indonesia 1974 no 54 tentang perubahan, tindak pidana, penetiban perjudian.

(14)

commit to user

Sumber-sumber yang berupa arsip tersebut diperoleh dari Arsip Nasional Republik Indonesia dan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta.

b. Studi Pustaka

Teknik studi pustaka ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis dan sebagai pelengkap sumber data yang tidak terungkap dari sumber primer. Data-data tersebut berupa buku-buku, majalah, surat kabar, dan sumber sekunder lainnya yang masih relevan dengan tema penelitian ini.

Studi pustaka antara lain dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DKI Jakarta, Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, dan Perpustakaan Nasional.

c. Wawancara

Metode wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan secara lisan dari seorang narasumber. Pada penelitian masyarakat, terdapat dua cara wawancara, yakni wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai data diri pribadi, pandangan dari individu yang diwawancarai untuk keperluan komparatif. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang saling berkepentingan guna meng- crosscheck keabsahan data.

Adapun wawancara dilakukan dengan masyarakat Jakarta yang mengerti dan merasakan dampak dari adanya legalisasi perjudian. Wawancara juga

(15)

commit to user

dilakukan dengan mantan pemain judi yang pernah bermain di salah satu tempat lokalisasi perjudian pada saat itu.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber bertujuan untuk mencari otentitas atau keaslian data-data yang diperoleh. Kritik ini terdiri dari kritik intern dan ekstern. Kritik intern dilakukan dengan cara menguji isi sumber baik melalui verifikasi dengan sumber lain atau dengan menyesuaikan antara data dengan peristiwa. Isi dari arsip-arsip tersebut adalah mengenai surat keputusan gubernur tentang legal judi di Jakarta dengan tahun yang sezaman. Sedangkan kritik ekstern dilakukan dengan melihat bentuk fisik, meliputi material yang digunakan guna mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut. Bentuk fisik dari arsip yang dipakai sudah dalam keadaan perbaikan, sebab kondisi kertasnya yang mulai rapuh. Hal ini menunjukkan arsip yang dipakai adalah arsip yang sezaman dengan tema.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran terhadap data-data tentang kebijakan legal judi yang telah diseleksi dan telah dilakukan kritik sumber dengan menjelaskan fakta sejarah sebagai fenomena sosial di Jakarta.

4. Historiografi

Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu menyampaikan hasil penelitian dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah. Kemudian menceritakan apa yang telah ditafsirkan dalam penyusunan kisah sehingga menarik untuk dibaca.

Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa yang baik agar pembaca mudah memahami.

(16)

commit to user

G.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam mempelajari skripsi ini, yang akan diuraikan dalam lima bab secara berurutan.

Sistematika penulisan ini terdiri dari :

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang Jakarta di Bawah Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin 1966-1977. Bab ini memberikan gambaran umum kota Jakarta yang membahas tentang pemerintahan, administratif dan kependudukan, keadaan fisik kota, pembangunan kota Jakarta, dan APBD. Kondisi sosial ekonomi serta biografi Ali Sadikin.

Bab III menguraikan tentang sejarah perjudian dan definisinya. Latar belakang membuat kebijakan legalisasi perjudiaan. Selanjutnya membahas tentang pelaksanaan perjudian, jenis-jenis permainan judi, lokasi perjudian, dan hasil pajak judi. Terakhir membahas mengenai penertiban perjudian.

Bab IV menguraikan mengenai dampak terhadap kebijakan legalisasi perjudian terhadap masyarakat dan pembangunan. Bab ini menguraikan tentang pembangunan di Jakarta dan dampak sosial seperti ekses-ekses perjudian.

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan. Bab ini menjawab rumusan masalah penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kalimat ini S1 diisi oleh kalimat yang menyatakan aktifitas kemudian S2 diisi oleh kalimat yang berfungsi untuk menyampaikan keinginan atau maksud pembicara

5.3 Laporan tahunan kepada Dewan Komisaris mengenai kegiatan Komite Pemantau Risiko dan dimuat pada laporan tahunan Perusahaan, yang antara lain berkaitan dengan:. 5.3.1

Dalam agenda 1 dan 2, terdapat pertanyaan dari kuasa pemegang saham yang mewakili 35.340 (tiga puluh lima ribu tiga ratus empat puluh) saham atau merupakan 0,00000488% (nol koma

192 / 393 Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan

Data 5 ditemukan kata mubazir yakni, penggunaan kata banyak + kata ulang. Menurut peneliti jika menggunakan satu kata sudah memenuhi maksud dari kalimat itu maka sebaiknya

 Konsep diri sosial yaitu suatu identitas kolektif yang menyangkut hubungan interpersonal dan aspek identitas yang berasal dari keanggotaan dalam kelompok yang lebih besar dan

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Faktor-Faktor yang Membuat Kebahagiaan pada Karyawan Wanita Usia Madya di Kumala Laundry kota Banjarmasin...