• Tidak ada hasil yang ditemukan

*) Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; Pengurus Forum Kerjasama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "*) Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; Pengurus Forum Kerjasama"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 akalah singkat ini membahas perubahan environment atau landscape dalam scholarly communication (komunikasi ilmiah). setidaknya ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan ini, yaitu kematangan teknologi Web dan inisiatif dan gerakan Open Access. Teknologi Web yang mature telah memungkinkan terkembangkannya networked world (dunia yang serba terhubung). Teknologi Web semacam ini dapat memfasilitasi pengembangan saluran-saluran komunikasi ilmiah secara lebih beragam lagi. Kemudian, faktor kedua (open access initiative) telah memungkinkan tumbuhnya kesadaran dan keinsyafan bersama perlunya penyebarluasan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas secara gratis.

Dalam membicarakan pengembangan repository, kita tidak dapat melepaskan konteks perubahan ini secara komprehensif. Makalah ini bertujuan untuk menguraikan perubahan landscape komunikasi ilmiah dan publikasi ilmiah yang sedang dan akan terus berubah ke arah yang lebih terbuka (mudah diakses). Makalah ini juga bertujuan untuk menumbuhkan ‘ruh’ dan ‘ideologi’ open access.

Scholarly communication (SC) atau komunikasi ilmiah didefinisikan sebagai sistem untuk memproduksi penelitian (research output) dan karya ilmiah (scholarly work) lainnya. Dalam salah satu tahapan produksi tersebut terdapat proses evaluasi (reviewing) untuk menjamin mutu penelitian dan karya ilmiah lainnya. Rangkaian selanjutnya dalam

*) Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; Pengurus Forum Kerjasama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri (FKP2TN); Pengurus Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Agama Islam (APPTIS); Anggota Steering Committee Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) 2014, 2015, 2016.

M

(2)

2 SC ini adalah proses dissemination atau penyebarluasan kepada komunitas ilmiah (scholarly community) baik melalui saluran (channel) formal maupun informal.

Kegiatan-kegiatan yang dicakup dalam SC ini merentang mulai dari kegiatan perkuliahan (lecturing) di kelas-kelas dan tutoring di lab-lab sampai dengan meeting, symposia, conference dan lain sebagainya. Demikian juga scholarly output yang diproduksi melalui sistem SC juga beragam, merentang mulai dari handout, modul, slide presentation, makalah, dan course material lainnya yang disampaikan dalam perkuliahan sampai dengan hasil penelitian yang intensive dan extensive seperti master’s thesis dan dissertation. Di luar kelas-kelas dan jenjang perkuliahan tersebut, para peneliti baik secara individu maupun kolaboratif melakukan riset-riset mulai basic sampai advanced menghasilkan berbagai temuan. Untuk menyebarluaskan hasil riset tersebut, jurnal ilmiah (scholarly journal) banyak dipilih sebagai saluran komunikasi ilmiah. Sebagian lagi, hasil penelitian biasa dikomunikasikan melalui berbagai conference, di mana paper- paper yang dipresentasikan kemudian dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk conference proceeding.

Sebagai salah satu saluran dalam komunikasi ilmiah, jurnal ilmiah mempunyai fungsi yang sangat strategis. Roosendaal dan Geurts menguraikan fungsi pokok jurnal ilmiah meliputi empat hal, yaitu registration, certification, dissemination, dan archive.1

Registration. Melalui jurnal ilmiah, peneliti dapat ‘mendaftarkan’ kegiatan riset dan hasilnya, serta menegaskan kepemilikannya.

Certification. Melalui jurnal ilmiah, peneliti dapat memperoleh pengakuan atas kualitas risetnya (certification) yang telah dilakukan. Tim peer-review (mitra bebestari) akan menelaah laporan riset peneliti tersebut untuk memastikan kualitasnya sebelum dapat dimuat dan dipublikasikan dalam suatu jurnal ilmiah.

Dissemination. Melalui jurnal ilmiah, seorang peneliti dapat mempublikasikan kegiatan-kegiatan riset, kepakaran, fokus dan peminatan penelitiannya (research interest). Publikasi jurnal ilmiah juga memungkinkan suatu riset dapat banyak dikutip oleh peneliti lainnya (impact factor).

Archive. Dengan terpublikasikannya suatu hasil riset dan ilmiah lainnya melalui jurnal ilmiah, maka seorang peneliti telah berhasil ‘meninggalkan jejak’

(menyimpan hasil penelitiannya untuk dapat diakses oleh generasi peneliti mendatang).

Menginsyafi fungsi penting jurnal ilmiah sebagai salah satu saluran komunikasi ilmiah, para akademisi, peneliti, lembaga riset, perguruan tinggi, asosiasi ilmuwan dan lain-lain merasa perlu untuk membuat atau jurnal ilmiah. Sampai hari ini, puluhan ribu jurnal ilmiah dan ratusan juta artikel dalam berbagai bidang kaji dan ilmu telah diterbitkan di seluruh dunia. Sekedar contoh, di bawah ini daftar publisher terkemuka di dunia dengan estimasi jumlah jurnal ilmiah yang dikelolanya. Namun demikian, para peneliti dan perguruan tinggi yang memproduk hasil riset dalam bentuk jutaan artikel jurnal tersebut

1Hans E. Roosendaal and Peter A. Th. M. Geurts, “Forces and Functions in Scientific Communication: An Analysis of Their Interplay” (Cooperative Research Information Systems in Physics: CRISP97, Oldenburg, Germany, 1997), http://www.physik.uni-oldenburg.de/conferences/crisp97/roosendaal.html.

(3)

3 tidak serta-merta mendapatkan kemudahan akses ke berbagai online database platform tersebut. Perguruan tinggi harus mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk dapat mengakses jurnal-jurnal dari penerbit tersebut melalui subscription (langganan) yang harganya setiap tahun mengalami kenaikan signifikan. Banyak perguruan tinggi di dunia yang mengadapi kesulitan langganan karena keterbatasan anggaran.

Elsevier sciencedirect.com 3.500 34.000

Taylor & Francis tandfonline.com 2.400 110.000

Wiley onlinelibrary.wiley.com 1.500 19.000

Springer link.springer.com 3.323 220.142

Sage online.sagepub.com 900 800

Palgrave palgraveconnect.com

Emerald emeraldinsight.com 300 2,500

IEEE ieeexplore.ieee.org 100

Oxford Journals oxfordjournals.org 300

Cambridge cambridge.org/core 360

Brill brill.com/search 258 174

APA PsycInfo psycnet.apa.org 2.540

ACS Publications pubs.acs.org 50

Perguruan tinggi telah mengeluarkan dana yang banyak untuk membiayai kegiatan penelitian. Namun ketika penelitian tersebut telah dipublikasikan melalui jurnal-jurnal tersebut, perguruan tinggi harus membayar untuk mendapatkan akses artikel jurnal yang berisi hasil penelitiannya. Jadi, perguruan tinggi harus mengeluarkan double pay, mengalokasikan anggaran untuk riset dan seklaigus anggaran untuk akses hasil riset.

Perguruan tinggi dan peneliti tidak mempunyai kontrol copyrights terhadap hasil-hasil risetnya yang sudah dipublikasikan dalam jurnal-jurnal tersebut. Penerbit tersebut mengharuskan peneliti untuk menyerahkan copyrights kepada penerbit. Dengan demikian, peneliti dan perguruan tinggi tidak boleh menyebarluaskan fulltext artikel jurnal yang ditulisnya dengan bebas kepada mahasiswanya, ilmuwan sejawatnya, dan khalayak luas.

Kondisi tersebut di atas itulah yang menandai terjadinya krisis dalam komunikasi ilmiah.

Dalam kondisi seperti ini proses penyebarluasan dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama di negara-negara dunia ketiga cenderung terhambat. Idealita ilmu pengetahuan untuk melayani kemanusiaan menjadi jauh dari realita. Kesejahteraan sosial yang diidamkan bersama menjadi utopia.

Kegundahan dan keinsyafan bersama terhadap ancaman keberlangsungan (sustainability) komunikasi ilmiah tersebut kemudian dimanisfestasikan dalam berbagai bentuk deklarasi dan statement Open Access (OA). Berikut beberapa deklarasi dan

(4)

4 statement yang kemudian menggugah banyak kalangan untuk mengikuti dan menerapkan prinsip-prinsip OA yang diidealisasikan.

 Budapest Open Access Initiative, dideklarasikan pada 14 Februari 2002, menegaskan pentingnya open access dalam publikasi jurnal ilmiah;

 Bethesda Statement on Open Access Publishing, dideklarasikan pada 11 April 2003, menyatakan perlunya mengembangkan model open access untuk sumber- sumber utama bidang sains;

 Berlin Declaration on Open Access, dideklarasikan pada 22 Oktober 2003, juga menekankan mendesaknya pengembangan protokol dan infrastruktur yang dapat menjamin keterbukaan akses kepada ilmu dan pengetahuan baik bidang humanities maupun sciences;

 Declaration on Access to Research Data from Public Funding, dideklarasikan pada 30 Januari 2004 dan ditandan-tangani oleh 34 menteri dari negara anggota Economic Cooperation and Development (OECD). Deklarasi ini menegaskan pentingnya memberikan akses kepada masyarakat (publik) terhadap hasil-hasil riset yang didanai oleh publik.

dan masih banyak lagi deklarasi dan statement serupa lainnya yang sama-sama menegaskan idealisme dan prinsip-prinsip OA.

Untuk menerapkan prinsip-prinsip OA yang diidealisasikan tersebut di atas, dua strategi utama yang disarankan untuk dikembangkan, yaitu:

Open access archiving (repository). Yaitu mengembangkan repository yang open access untuk menyimpan (archiving) hasil riset dan kegiatan ilmiah lainnya (terutama yang unpublished) suatu institusi/universitas (institutional repository).

Open acess publishing. Yaitu mengembangkan model penerbitan open access.

Materi penerbitan ini dapat berupa buku, text book, jurnal ilmiah dan lain-lain.

Scholarly publishing (penerbitan ilmiah) yang mainstream selama ini menuntut author (penulis, peneliti, akademisi) untuk menyerahkan copyrights kepada penerbit. Sebagai imbalan, penerbit memberi sejumlah royalty kepada author. Penerbit memegang hak sepenuhnya untuk mencetak dan mendistribusi (menjual) karya-karya ilmiah tersebut.

Author tidak mempunyai kontrol sama sekali terhadap copyrights hasil karyanya sendiri.

Lembaga tempat author (peneliti) berafiliasi dan bekerja harus mengeluarkan cost untuk mengakses publikasi dari para penelitinya. Pearce membuat ilustrasi sederhana yang menggambarkan business model penerbitan mainstream yang berfokus pada profit seperti di bawah ini.2

2 Joshua Pearce, “Potential Effects of Sci-Hub on Academic Publishing,” ZME Science, June 24, 2016, fig. 1, http://www.zmescience.com/other/feature-post/sci-hub-effects-academic-publishing.

(5)

5 Open access publishing sebagai model penerbitan alternatif bertujuan membebaskan khalayak untuk mengakses semua item-item publikasi yang umumnya berupa buku dan artikel jurnal. Adapun pembiayaan penerbitan open access ini dapat bersumber dari lembaga tempat afiliasi penerbit, funding dan atau dari author. Beberapa penerbit open access membebankan biaya kepada author. Di banyak negara maju, skema pembiayaan riset sudah mencakup dana untuk publikasi. Dana inilah yang digunakan peneliti untuk membayar biaya publikasi jika diperlukan. Ilustrasi dari Pearce tentang model penerbitan open access seperti di bawah ini.3

Penerbit yang menerapkan business model seperti ini antara lain dapat berupa perguruan tinggi, lembaga riset, asosiasi ilmuwan dalam bidang tertentu, atau memang penerbit yang mengambil haluan open access.

3Ibid., fig. 2.

(6)

6

BioMed Central biomedcentral.com

Public Library of Science: PLOS plos.org

InTechOpen: Journals intechopen.com/journals

Ubiquity Press: Journals ubiquitypress.com/site/journals Hindawi Publishing Corporation hindawi.com/journals

MDPI mdpi.com

Cogent OA cogentoa.com

InTechOpen: Books intechopen.com/books

Ubiquity Press: Books ubiquitypress.com/site/books Open Access Scholarly Publishers Association (OASPA) oaspa.org

Seiring dengan berkembangnya kesadaran pentingnya open access, penerbit konvensional juga mulai mengakomodir author yang ingin mengopen-accesskan artikelnya. Pada penerbit semacam ini, kita bisa mendapati satu atau dua artikel yang bisa diakses secara open-access dalam suatu nomor terbitan jurnal sementara artikel yang lain tetap berbayar. Atau dengan cara lain, penerbit seperti ini membuat dan menerbitkan juga jurnal-jurnal open access.

Springer Open springeropen.com

SAGE Open sgo.sagepub.com

Wiley Open Access wileyopenaccess.com

Taylor & Francis cogentoa.com

Elsevier elsevier.com/about/open-science

Gerakan dan inisiatif open access saat ini telah berkembang secara signifikan sehingga tidak hanya mengejawantah dalam kegiatan open access publishing dan open access repository saja. Open educational resources (OER) merupakan salah satu bentuk perwujudan kesadaran open access yang ingin mensharing secara luas semua materi- materi dan kegiatan perkuliahan secara utuh (open courseware). Tiap-tiap pertemuan (lecturing) di kelas di-captured melalui video dan khalayak dapat mengikuti perkuliahn tersebut. Di bawah ini adalah sebagian kecil universitas yang ikut serta mengembangkan OER. Adapun daftar lebih lengkap penyelenggara OER dapat dibaca di Open Education Consortium (oeconsortium.org).

MIT OpenCourseWare ocw.mit.edu

Carnegie Mellon’s Open Learning Initiative oli.cmu.edu

UC Berkeley – WebCasts webcast.berkeley.edu University of Massachusetts Boston ocw.umb.edu

Open Yale Courses oyc.yale.edu

Open Education Consortium oeconsortium.org

(7)

7 OER juga mewujud dalam gerakan untuk membuat buku-buku text gratis (open textbook). Banyak universitas ikut serta mengembangkan open textbook dengan cara mendorong para dosennya untuk menulis buku ajar mata kuliah tertertu untuk kemudian disebarluaskan secara gratis kepada khalayak. Buku-buku text tersebut dapat ditelusur salah satunya melalui Open Textbook Library (open.umn.edu/opentextbooks).

Saat ini, OER telah mewujud dalam format yang lebih progresi lagi, yaitu berupa online course yang gratis dan dapat diikuti oleh ratusan sampai ribuan peserta di seluruh dunia.

Perkuliahan online semacam ini populer dengan istilah Massive Open Online Courses (MOOCs).

Coursera coursera.org

edX edx.org

FutureLearn futurelearn.com

Dalam semangat mewujudkan visi dan misi gerakan Open Access tersebut di atas, repository banyak dikembangkan secara serius di berbagai negara maju untuk menjadi alternatif saluran komunikasi ilmiah yang murah, mudah, dan cepat. Dalam daftar Directory of Open Access Repositories (DOAR, opendoar.org), saat ini tercatat sekitar 3.233 repository dari berbagai negara dan benua. Tentu saja, masih banyak lagi repository yang belum masukkan dalam daftar tersebut karena DOAR menerapkan kriteria tertentu untuk memasukkan ke dalam Directory tersebut. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa keinsyafan bersama tersebut di atas telah berangsur mewujud dalam bentuk nyata, pengembangan sarana komunikasi ilmiah. Pada gilirannya keberadaan repository diharapkan dapat memacu pengembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Demikianlah, gagasan pengembangan repository di seluruh dunia mempunyai akar ‘ideologi’ open access (OA), yaitu ideology of sharing, sebuah

‘ideologi’ yang mengkampanyekan pentingnya berbagi ilmu dan pengetahuan untuk sesama.

Secara etimologi, repository dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan (archiving). Sedangkan institutional bermakna kelembagaan atau yang dimiliki oleh lembaga (seperti universitas atau lembaga lainnya). Salah satu definisi IR yang banyak dikutip adalah yang dikemukakan oleh Lynch.

“… institutional repository is a set of services that a university offers to the members of its community for the management and dissemination of digital materials created by the institution and its community members.”4

4Clifford A. Lynch, “Institutional Repositories: Essential Infrastructure for Scholarship in the Digital Age,” Portal:

Libraries and the Academy 3, no. 2 (2003): 327–336.

(8)

8 Dalam definisi tersebut, Lynch menekankan bahwa IR itu merupakan serangkaian layanan (a set of services) yang dikembangkan oleh suatu universitas (institusi) berupa pengelolaan (management) dan penyebarluasan (dissemination) berbagai hasil kegiatan ilmiah sivitas akademi dalam bentuk digital material.

Untuk mengembangkan layanan sebagaimana dikemukakan dalam definisi tersebut di atas, universitas perlu membangun infrastruktur yang mendayagunakan teknologi informasi dengan spesifikasi tertentu. Definisi yang dikemukakan Ware menjelaskan spesifikasi infrastruktur yang diperlukan tersebut sebagai berikut,

“An institutional repository (IR) is defined to be a web-based database (repository) of scholarly material which is institutionally defined (as opposed to a subject-based repository); cumulative and perpetual (a collection of record); open and interoperable (e.g. using OAI-compliant software); and thus collects, stores and disseminates (is part of the process of scholarly communication). In addition, most would include long-term preservation of digital materials as a key function of IRs”5

Dalam definisinya, Ware memandang IR sebagai sebuah infrastruktur komunikasi ilmiah (scholarly communication) yang harus memenuhi ketentuan antara lain,

Infrastruktur IR itu merupakan sebuah database atau repository berbasis Web (online) untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarluaskan berbagai jenis karya ilmiah (scholarly material) yang dihasilkan oleh suatu institusi (perguruan tinggi).

Dapat menyimpan data secara cumulative (dalam jumlah yang terus meningkat), dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan jangka panjang (long-term preservation) dan perpetual atau dapat diakses secara terus menerus secara open (terbuka).

Menggunakan OAI-compliant software sehingga mempunyai tingkat interoperability yang dapat dihandalkan.

Dua definisi tersebut di atas dapat saling melengkapi, bahwa IR tidak lain adalah sebuah upaya perguruan tinggi untuk membuat inovasi dan terobosan dalam membangun sarana atau infrastruktur komunikasi ilmiah yang reliable dan sustainable dengan mendayagunakan teknologi informasi.

Untuk melengkapi uraian definisi di atas dan untuk menangkap pengertian secara lebih konkrit, berikut dikemukakan contoh IR.

Pertama, QUT Eprints (eprints.qut.edu.au). Repository yang diberi nama QUT Eprints ini dikembangkan oleh Queensland University of Technology (QUT) Brisbane dengan menggunakan software Eprints. Koleksi yang disimpannya saat ini mencapai 71.028 item dalam berbagai jenis karya ilmiah sivitas akademi (dosen dan mahasiswa, research student baik Master maupun PhD) seperti e- print (pre-print dan post-print), journal article conference paper, book chapter, thesis, dissertation, dan lain-lain. Melalui QUT Eprints tersebut, mahasiswa dan dosen dapat melakukan depositing (penyerahan dan penyimpanan mandiri).

5Mark Ware, Pathfinder Research on Web-Based Repositories (London: Publisher and Library/Learning Solutions, 2004).

(9)

9 QUT mempunyai kebijakan yang mewajibkan seluruh mahasiswa untuk mengunggah tesis dan disertasi secara fulltext ke dalam QUT Eprints. Masyarakat luas dari berbagai belahan dunia dapat mengakses repository ini secara mudah dan gratis. Dalam statistiknya (eprints.qut.edu.au/statistics), QUT Eprints sampai saat ini telah dimanfaatkan melalui proses pengunduhan mencapai 20.937.632 kali, dengan rata-rata 10.000 kali pada setiap minggunya.

Selain IR yang dikembangkan oleh QUT (QUT Eprints), berikut contoh IR lain yang termasuk ranking 100 besar Webometrics 2016 (repositories.webometrics.info).

DSpace@MIT dspace.mit.edu

DigitalCommons@University of Nebraska Lincoln digitalcommons.unl.edu Deep Blue, University of Michigan deepblue.lib.umich.edu UvA's Digital Academic Repository (UvA-DARE) dare.uva.nl

IUScholarWorks, Indiana University scholarworks.iu.edu UNT Digital Libraries digital.library.unt.edu IDEALS: Illinois Digital Environment for Access to

Learning and Scholarship

ideals.illinois.edu

ScholarlyCommons, University of Pennsylvania repository.upenn.edu University of Southampton Institutional Research

Repository

eprints.soton.ac.uk

ScholarsArchive@OSU, Oregon State University ir.library.oregonstate.edu Knowledge Bank Ohio State University kb.osu.edu

 Kedua, eTheses Repository University of Birmingham (etheses.bham.ac.uk).

Institutional repository ini mengkhususkan untuk mengelola etheses atau electronic theses (baik master’s theses maupun PhD theses) dari seluruh fakultas atau jurusan di University of Birmingham. Dengan pertimbangan tertentu, ada beberapa universitas yang merasa perlu mengelola etheses secara terpisah dengan jenis karya akademik yang lainnya. IR ini mempunyai 5.631 etheses dapat diunduh secara fulltext dan gratis, tanpa harus registrasi dan login.

Istilah selain etheses yang juga banyak digunakan untuk mensifati repository semacam ini adalah ETD atau electronic theses and dissertations. Kedua istilah tersebut seringkali juga dipakai untuk membuat domain name pada URL repository khusus tesis dan disertasi. Berikut sedikit contoh:

LSE Theses Online etheses.lse.ac.uk

Durham e-Theses etheses.dur.ac.uk

Newcastle University eTheses theses.ncl.ac.uk

QMU eTheses Repository etheses.qmu.ac.uk

UWC ETD Repository etd.uwc.ac.za

ETD Universitas Syiah Kuala etd.unsyiah.ac.id

(10)

10 ETD Vanderbilt University etd.library.vanderbilt.edu

Auburn University ETD etd.auburn.edu

Sebenarnya, institutional repository hanyalah merupakan salah satu jenis repository.

Ada beberapa jenis atau pengkategorian repository berdasarkan lingkup pengelolanya

dan cakupan atau jenis content. Armbruster dan Romary menggolongkan jenis repository menjadi empat macam, yaitu: subject-based repository, research repository, national repository system dan institutional repository itu sendiri.6

Subject-based repository berfokus pada subject atau bidang ilmu tertentu. ArXiv (arxiv.org) yang dikembangkan oleh Cornell University Library dapat dikategorikan dalam jenis subject-based repository. Saat ini ArXiv mempunyai koleksi 1,041,487 item dalam bidang physics, mathematics, computer science, quantitative biology, quantitative finance and statistics. RePEc: Research Papers in Economics (repec.org) merupakan contoh lain jenis subject-based repository, yang memfokuskan bidang ekonomi dan ilmu- ilmu yang terkait. Repository ini dibangun secara kolaboratif oleh ratusan relawan dari 84 negara. Koleksinya saat ini hampir dua juta item dalam bentuk research report, working paper, dan lain-lain. SSRN: Social Science Research Network (ssrn.com) memuat 606,900 working papers, pre-print dan lain-lain dalam bidang ilmu sosial.

504,500 dari 606,900 item dapat diunduh secara fulltext dan gratis. Subject-based repository umumnya dibangun secara kolaboratif dengan berbagai institusi atau perguruan tinggi.

ArXiv arxiv.org

RePEc: Research Papers in Economics repec.org SSRN: Social Science Research Network ssrn.com

6Chris Armbruster and Laurent Romary, “Comparing Repository Types - Challenges and Barriers for Subject-Based Repositories, Research Repositories, National Repository Systems and Institutional Repositories in Serving Scholarly Communication,” arXiv:1005.0839 [Cs], May 5, 2010, http://arxiv.org/abs/1005.0839.

(11)

11

PhilPapers: Philosophical research online philpapers.org Organic Eprints: Organic food and farming orgprints.org

CogPrints: Cognitive science cogprints.org

bioRxiv: Preprint server for biology biorxiv.org Econstor: Economics and Business Studies econstor.eu

PhilSci-Archive: Philosophy of Science philsci-archive.pitt.edu DERA: Digital Education Resource Archive dera.ioe.ac.uk

Policy Archive: Public policy research policyarchive.org FLASH: Fordham Law Archive of Scholarship and History ir.lawnet.fordham.edu Aquatic Commons: Natural marine, estuarine/brackish and

fresh water environments

aquaticcommons.org

OceanDocs: Marine Science oceandocs.org

Research repository umumnya dikembangkan dan disponsori oleh lembaga riset (funding researh). Repository jenis ini bertujuan untuk mengelola hasil-hasil riset yang didanai oleh lembaga tersebut. Lembaga pemberi dana riset tersebut umumnya memberlakukan kewajiban kepada peneliti untuk mengunggah hasil risetnya ke dalam repository yang dimaksud. Termasuk dalam kategori ini adalah PMC: PubMed Central (ncbi.nlm.nih.gov/pmc) dikembangkan oleh National Institutes of Health's National Library of Medicine (NIH/NLM), United States.

PubMed Central US ncbi.nlm.nih.gov/pmc

PubMed Central Canada pubmedcentralcanada.ca

CSIRO's Research Publications Repository publications.csiro.au National repository system mewujud dalam bentuk federated search engine yang dapat melakukan indexing dan harvesting seluruh repository di suatu negara. Sebagai contoh, melalui JAIRO: Japanese Institutional Repositories Online (jairo.nii.ac.jp) kita dapat melakukan penelusuran karya ilmiah dalam berbagai jenis yang tersimpan di 84 institutional repositories di seluruh Jepang. EthOS (ethos.bl.uk) atau Electronic Theses Online Service (yang pengembangannya dilakukan oleh British Library) dapat dikategorikan sebagai national repository system. EthOS mengindeks institutional repository universitas di seluruh United Kingdom (UK) dan memfokuskan pada koleksi tesis/disertasi saja. Saat ini EthOS mengindeks lebih dari 400.000 doctoral theses.

JAIRO: Japanese Institutional Repositories Online jairo.nii.ac.jp NARCIS: National Academic Research and Collaborations

Information System

narcis.nl

DiVA (Scandinavia) diva-portal.org

Trove: National Library of Australia trove.nla.gov.au EthOS: Electronic Theses Online Service ethos.bl.uk OATD: Open Access Theses and Dissertations oatd.org

CORE: Connecting Repositories core.ac.uk

(12)

12

BASE: Bielefeld Academic Search Engine base-search.net

OpenDOAR: Search Contents of Open Access Repositories opendoar.org/search.php Mungkin yang perlu dimasukkan dalam kategori jenis repository di atas adalah international repository system yang cara kerjanya hampir sama dengan national repository system tetapi lingkupnya lebih luas, yaitu international atau kawasan tertentu yang terdiri dari beberapa negara (misalnya Eropa). International repository system bertujuan menjadi satu pintu gerbang penlusuran (search engine) untuk seluruh repository di berbagai negara, bukan hanya di negara tertentu.

CORE: Connecting Repositories core.ac.uk

BASE: Bielefeld Academic Search Engine base-search.net

OpenDOAR: Search Contents of Open Access Repositories opendoar.org/search.php

DART-Europe E-theses Portal dart-europe.eu

PQDT Open pqdtopen.proquest.com

OhioLINK Electronic Theses and Dissertations etd.ohiolink.edu OATD: Open Access Theses and Dissertations oatd.org

Networked Digital Library of Theses and Dissertations (NDLTD) search.ndltd.org

Secara umum sebagaimana diuraikan di atas, fungsi repository adalah untuk memfasilitasi komunikasi ilmiah.7 Secara lebih spesifik, banyak penelitian yang berfokus mengkaji kemanfaatan repository dari berbagai aspek, baik untuk author (peneliti, penulis) maupun universitas.

Bagi perguruan tinggi, repository dapat memberikan manfaat antara lain, sebagai sarana untuk showcase (menunjukkan hasil riset unggulan), meningkatkan prestige (nama harum lembaga) dan meningkatkan visibility. Riset-riset unggulan universitas dapat disebarluaskan dengan mudah dan cepat melalui repository. Pengakuan komunitas akademis dunia terhadap riset-riset tersebut akan mengharumkan nama lembaga (prestige). Pada gilirannya, prestige ini dapat menarik minat banyak calon mahasiswa untuk menempuh studi pada perguruan tinngi tersebut. Kekhasan dan keunggulan riset tersebut juga dapat berpotensi menarik peneliti dari luar institusi untuk melakukan collaborative research.

Repository dapat menaikkan tingkat visibility suatu penelitian atau karya ilmiah karena masyarakat dunia dapat dengan mudah mengaksesnya baik secara langsung maupun melalui academic search engine seperti Google Scholar, BASE, CORE dan lain-lain.

7 Teja Koler-Povh, Matjaž Mikoš, and Goran Turk, “Institutional Repository as an Important Part of Scholarly Communication,” Library Hi Tech 32, no. 3 (September 9, 2014): 423–34, doi:10.1108/LHT-10-2013-0146; Ronald C. Jantz and Myoung C. Wilson, “Institutional Repositories: Faculty Deposits, Marketing, and the Reform of Scholarly Communication,” The Journal of Academic Librarianship 34, no. 3 (2008): 186–195.

(13)

13 Beberapa riset mengungkapkan bahwa repository mempunyai potensi yang cukup besar

untuk meningkatkan global visibility.8

Dalam metodologi perankingan Webometrics atau Ranking Web of Repositories (repositories.webometrics.info), aspek visibility mempunyai porsi penilaian paling besar (yaitu 50%) dibanding aspek lainnya, Scholar, Rich Files, Size (total porsi penilaian ketiga aspek ini adalah 50%) . Aspek visiblity ini tidak lain adalah impact factor, dihitung dari jumlah orang yang mengutip suatu penelitian atau karya ilmiah yang disimpan dalam repository tersebut. Dengan demikian, repository juga mempunyai potensi yang signifikan menyumbangkan pencapaian ranking Webometrics (Ranking Web of Universities) pada level universitas.9

Adapun bagi author (penulis, peneliti, dosen), repository juga mempunyai manfaat yang banyak. Repository dapat memfasilitasi dosen dalam mengelola beragam portofolio hasil kegiatan ilmiah mereka. Beberapa jenis portofolio untuk kenaikan kepengkatan dosen, menurut kebijakan yang berlaku saat ini, harus dapat diakses secara online melalui berbagai search engine akademik dan sarana pengindeksan. Pengelolaan dan penyimpanan portofolio dosen melalui repository menjadi jauh lebih secure, long-term, mudah ditemukan karena mempunyai permanent link, dibanding sarana penyimpanan yang lain. Jadi untuk keperluan ini, repository merupakan sarana yang paling tepat.

Repository juga dapat berfungsi untuk menginformasikan kepada khalayak expertise (kepakaran) seorang dosen. Dalam repository, masing-masing dosen dapat mempunyai akun untuk menyimpan karya ilmiah. Pengunjung repository dapat melihat hasil-hasil kegiatan ilmiah dan riset tiap-tiap dosen tersebut. Melalui fitur repository seperti ini, pengunjung bisa mendapatkan informasi kepakaran, research interest dosen yang dimaksudkan.

Jenis-jenis koleksi yang potensial untuk disimpan dalam institutional repository dapat beragam tergantung kebutuhan lembaga atau universitas. Scholarly Publishing and Academic Research Coalition (SPARC) menegaskan bahwa sedapat mungkin institutional repository menyimpan dan mengelola beragam jenis hasil komunikasi ilmiah baik yang dilakukan melalui saluran-saluran formal maupun informal. Jenis koleksi institutional repository sebaiknya tidak hanya merupakan duplikat atau sama dengan jenis penerbitan ilmiah pada umumnya.10

8 Angela Repanovici, “Measuring the Visibility of the University’s Scientific Production through Scientometric Methods: An Exploratory Study at the Transilvania University of Brasov, Romania,” Performance Measurement and Metrics 12, no. 2 (July 5, 2011): 106–17, doi:10.1108/14678041111149345; Ifeanyi J. Ezema, “Building Open Access Institutional Repositories for Global Visibility of Nigerian Scholarly Publication,” Library Review 60, no. 6 (June 28, 2011): 473–85, doi:10.1108/00242531111147198.

9Kenning Arlitsch and Patrick S. O’Brien, “Invisible Institutional Repositories: Addressing the Low Indexing Ratios of IRs in Google Scholar,” Library Hi Tech 30, no. 1 (March 2, 2012): 60–81, doi:10.1108/07378831211213210.

10 SPARC, “SPARC Institutional Repository Heck-List and Resource Guide” (SPARC, 2002), http://www.sparc.arl.org/sites/default/files/IR_Guide_%26_Checklist_v1.pdf.

(14)

14 Berikut ini beberapa jenis koleksi yang direkomendasikan oleh SPARC,11

Eprints (preprints dan postprint). Dalam konteks penerbitan ilmiah, merupakan versi electronic dari suatu naskah ilmiah (artikel jurnal, buku, bab buku, makalah konferensi, dan lain-lain) baik yang belum di-review (pre-print) maupun yang sudah tuntas di-review (post-print).

Working papers

Theses and dissertations; Etheses (electronic theses), juga dikenal dengan istilah ETD (electronic theses and dissertations) merupakan koleksi tesis dan disertasi dalam bentuk electronic, umumnya berformat PDF.

Research and technical reports (laporan penelitian)

Conference proceedings; yaitu kumpulan makalah yang sudah dipresentasikan dalam sebuah konferensi.

Departmental and research center newsletters and bulletins;

Papers in support of grant applications (naskah yang diajukan untuk mendapatkan grant)

Status reports to funding agencies;

Committee reports and memoranda (laporan kepanitiaan kegiatan akademik)

Statistical reports (laporan statistik)

Technical documentation

Surveys

Selain itu, jenis koleksi yang juga umum dimasukkan antara lain,

Book chapter merupakan bab dari buku bunga rampai (anthology). Dosen yang diundang menulis salah satu bab atau topik dalam sebuah buku bunga rampai dapat menyimpan naskah bab buku ini (baik yang belum maupun sudah direview).

Course material berarti materi-materi perkuliahan.

Secara garis besar, kebijakan deposit (penyerahan dan penyimpanan) karya ilmiah ke dalam institutional repository dapat dikelompokkan menjadi dua kebijakan, yaitu yang bersifat mewajibkan (mandatory) dan yang bersifat sukarela (voluntarily).

Salah satu resources yang bermanfaat untuk melihat best-practices pengembangan kebijakan deposit adalah ROARMAP: Registry of Open Access Repository Mandates and Policies (roarmap.eprints.org). Queensland University of Technology (QUT) termasuk salah satu dari 33 perguruan tinggi di Australia yang memberlakukan wajib serah secara fulltext dan meyimpannya ke dalam institutional repository. Cochrane dan Callan12 berbagi pengalaman langkah-langkah, peluang dan tantangan penerapan kebijakan model ini dituangkan dalam sebuah artikel jurnal.

11Ibid.

12Tom Cochrane and Paula Callan, “Making a Difference: Implementing the Eprints Mandate at QUT,” OCLC Systems

& Services: International Digital Library Perspectives 23, no. 3 (August 28, 2007): 262–68, doi:10.1108/10650750710776396.

(15)

15 Selain melihat best-practice tersebut di atas, pengembangan kebijakan open access repository

di Indonesia juga dapat merujuk beberapa peraturan terkait yang telah digariskan oleh pemerintah.

 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional N0. 17 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Dalam pasal 7 disebutkan bahwa perguruan tinggi wajib mengunggah secara elektronik semua karya ilmiah dosen/peneliti/tenaga kependidikan/mahasiswa ke dalam infrastruktur yang ditentukan.

 Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No 2050/E/T/2011 perihal:

Kebijakan Unggah Karya Ilmiah dan Jurnal. Dalam Surat Edaran ini ditegaskan bahwa Dirjen Dikti tidak akan melakukan penilaian karya ilmiah yang dipublikasikan di suatu jurnal jika artikel dan identitas jurnal ybs tidak bisa ditelusuri secara online.

 Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 152/E/T/2012 perihal Publikasi ilmiah. Surat Edaran ini mewajibkan bahwa untuk lulus program sarjana, magister dan doktor harus menghasilkan makalah yang terbit dalam jurnal ilmiah (untuk sarjana), jurnal ilmiah terkareditasi (untuk magister) dan jurnal ilmiah internasional (untuk doktor).

 Surat Edaran Dirjen Iptek dan Dikti No. 1864/E4/2015 perihal Edaran penilaian angka kredit dosen. Karya ilmiah yang diusulkan untuk kenaikan pangkat dosen wajib diunggah dalam repository perguruan tinggi.

Peraturan-peraturan dari Pemerintah tersebut di atas terang sekali semangat dan dukungan kepada inisiatif open access. Dalam mengembangkan kebijakan open access repository, Perpustakaan perguruan tinggi sebagai leading sector dalam pengembangan repository dapat mendiskusikan Peraturan-peraturan dari Pemerintah tersebut dengan pihak-pihak terkait (seperti lembaga atau pusat penelitian, pengelola jurnal ilmiah, prodi atau jurusan, dan lain- lain) di perguruan tingi masing-masing. Kemudian, hasil diskusi tersebut diharapkan dapat menghasilkan semacam Surat Keputusan Rektor, Peraturan Rektor dan lain-lain yang menjadi dasar hukum tata-kelola dan model diseminasi scholarly output di suatu perguruan tinggi.

Gerakan dan inisiatif open access ini di Indonesia masih perlu ditumbuhkembangkan dan dikampanyekan secara serius mulai dari perguruan tinggi masing-masing. Selain itu, Pemerintah perlu didorong untuk mengembangkan kebijakan open access secara lebih spesifik dan eksplisit lagi. Kita memerlukan kebijakan pemerintah dan universitas yang benar-benar dapat mengakomodir visi, misi dan prinsip-prinsip utama open access.

(16)

16 Arlitsch, Kenning, and Patrick S. O’Brien. “Invisible Institutional Repositories: Addressing the Low

Indexing Ratios of IRs in Google Scholar.” Library Hi Tech 30, no. 1 (March 2, 2012): 60–81.

doi:10.1108/07378831211213210.

Armbruster, Chris, and Laurent Romary. “Comparing Repository Types - Challenges and Barriers for Subject-Based Repositories, Research Repositories, National Repository Systems and Institutional Repositories in Serving Scholarly Communication.” arXiv:1005.0839 [Cs], May 5, 2010. http://arxiv.org/abs/1005.0839.

Cochrane, Tom, and Paula Callan. “Making a Difference: Implementing the Eprints Mandate at QUT.”

OCLC Systems & Services: International Digital Library Perspectives 23, no. 3 (August 28, 2007): 262–68. doi:10.1108/10650750710776396.

Ifeanyi J. Ezema. “Building Open Access Institutional Repositories for Global Visibility of Nigerian Scholarly Publication.” Library Review 60, no. 6 (June 28, 2011): 473–85.

doi:10.1108/00242531111147198.

Jantz, Ronald C., and Myoung C. Wilson. “Institutional Repositories: Faculty Deposits, Marketing, and the Reform of Scholarly Communication.” The Journal of Academic Librarianship 34, no. 3 (2008): 186–195.

Koler-Povh, Teja, Matjaž Mikoš, and Goran Turk. “Institutional Repository as an Important Part of Scholarly Communication.” Library Hi Tech 32, no. 3 (September 9, 2014): 423–34.

doi:10.1108/LHT-10-2013-0146.

Lynch, Clifford A. “Institutional Repositories: Essential Infrastructure for Scholarship in the Digital Age.”

Portal: Libraries and the Academy 3, no. 2 (2003): 327–336.

Pearce, Joshua. “Potential Effects of Sci-Hub on Academic Publishing.” ZME Science, June 24, 2016.

http://www.zmescience.com/other/feature-post/sci-hub-effects-academic-publishing.

Repanovici, Angela. “Measuring the Visibility of the University’s Scientific Production through Scientometric Methods: An Exploratory Study at the Transilvania University of Brasov, Romania.” Performance Measurement and Metrics 12, no. 2 (July 5, 2011): 106–17.

doi:10.1108/14678041111149345.

Roosendaal, Hans E., and Peter A. Th. M. Geurts. “Forces and Functions in Scientific Communication:

An Analysis of Their Interplay.” presented at the Cooperative Research Information Systems in Physics: CRISP97, Oldenburg, Germany, 1997. http://www.physik.uni- oldenburg.de/conferences/crisp97/roosendaal.html.

SPARC. “SPARC Institutional Repository Heck-List and Resource Guide.” SPARC, 2002.

http://www.sparc.arl.org/sites/default/files/IR_Guide_%26_Checklist_v1.pdf.

Ware, Mark. Pathfinder Research on Web-Based Repositories. London: Publisher and Library/Learning Solutions, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Yang menjadi kekuatan saya untuk mengambil motor tesebut adalah saya sudah memohon izin dari kedua orang tua saya dan mereka sangat mendukung saya serta mendoakan

Articles sites give writers the opportunity to offer their material to a submission website for free.. In turn, the article will receive a lot of promotion from visitors to the site

DAFTAR HARGA SATUAN PEKERJAAN YANG TIMPANG. PERUSAHAAN

Dan untuk menentukan peserta yang akan masuk dalam daftar pendek (Short List) perlu dilakukan pembuktian terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi

penetapannya secara hukum bermula yang tidak merujuk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Diduga bahwa sejumlah RSBI yang ada sesungguhnya belum memenuhi standar

Dari paparan hasil penelitian di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa sirkulasi di kawasan Boat Quay dan di kawasan tepi sungai Ciliwung Jakarta Kota memiliki

copyright Pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/ manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain,

Selain itu kebudayaan Islam di Indonesia berkembang setelah terjadi akulturasi (percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan mempengaruhi)