• Tidak ada hasil yang ditemukan

METAFORA KORUPSI DALAM BAHASA INDONESIA (KAJIAN SEMANTIK) SKRIPSI OLEH ERNAWATY NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "METAFORA KORUPSI DALAM BAHASA INDONESIA (KAJIAN SEMANTIK) SKRIPSI OLEH ERNAWATY NIM"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

METAFORA KORUPSI DALAM BAHASA INDONESIA

(KAJIAN SEMANTIK)

SKRIPSI

OLEH

ERNAWATY

NIM 140701050

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2018

Penulis

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir dari kegiatan akademik selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia (Kajian Semantik).

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran bahasa dalam bidang kajian semantik tentang metafora.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, dan juga Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU.

3. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. sebagai Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU.

4. Drs. Parlaungan Rintonga, M.Hum. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, dorongan, dukungan, dan waktu untuk mengoreksi serta memberikan jalan keluar atas setiap permasalahan yang penulis hadapi demi kesempurnaan skripsi ini.

(5)

5. Dra. Rosliana Lubis, M.Si. sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan berbagai arahan, masukan, dan bimbingan yang sangat baik bagi penulis.

6. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis.

7. Dr. Mulyadi, M.Hum. sebagai dosen penasehat akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukan, serta motivasi selama menjalani proses perkuliahan di Program Studi Sastra Indonesia.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU yang telah memberikan pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra, serta bidang yang lain. Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Selamet & Bapak Joko yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU.

9. Bidikmisi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan dapat menyelesaikan skripsi ini tentunya.

10. Ayahanda tercinta, Giyatno yang telah membantu dalam proses penelitian, serta memberikan kasih sayang yang tidak terhingga dan dukungan secara material, secara moral serta dorongan secara spiritual dalam doa dan almarhumah ibunda Suminem yang selama hidupnya telah membantu dan memberikan kasih sayang yang tidak terhingga.

Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada Didik Supriyadi selaku abang kandung saya, Ngadiem selaku tante saya, dan Sinta Hidayati serta Desy Susanti selaku sepupu saya yang telah

(6)

banyak membantu dan memberi dorongan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11. Senior-senior Sastra Indonesia yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

12. Teman-teman terdekat saya, Dinda Maryati, Sucia Muqori Kombih, Aisyah Dhuhani, Padilah, Lanna Sari Pohan, Lulu Atun Nafisah , Istika Suri, dan Tri Septi Wardani yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam suka maupun duka.

13. Teman-teman angkatan 2014 Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU atas kebersamaan yang terjalin dengan baik dan telah memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2018

Penulis

(7)

METAFORA KORUPSI DALAM BAHASA INDONESIA (KAJIAN SEMANTIK)

ERNA WATY 140701050 ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi semantis dan pemetaan konseptual pada metafora KORUPSI dalam bahasa Indonesia. Data yang digunakan adalah data tulis. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode simak. Data dianalisis dengan menggunakan metode agih dan metode padan dengan teknik hubung banding sama. Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual dengan mengembangkan skema-citra sebagai alat analisis. Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian ini ialah konsep KORUPSI dalam bahasa Indonesia memiliki sepuluh kategori, yaitu PERJALANAN, DAYA, MAKANAN, MUSUH, TUMBUHAN, PENYAKIT, BENDA, BINATANG, SINETRON dan PERLADANGAN. Kategori KORUPSI sebagai DAYA memunyai subkategori PENYAKIT sebagai DAYA ALAMI. Kategori KORUPSI sebagai BENDA memiliki subkategori KORUPSI sebagai BANGUNAN. Selanjutnya, pemetaan konseptual metafora KORUPSI dalam bahasa Indonesia dijelaskan melalui tiga skema citra, yaitu skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, skema DAYA, dan skema RUANG.

Kata kunci: metafora korupsi, kategorisasi, skema citra, dan pemetaan konseptual.

(8)

DAFTARISI

PERNYATAAN ... i

PRAKATA ...ii

ABSTRAK ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Metafora ... 8

2.1.2 Korupsi ... 9

2.1.3 Kategorisasi ... 9

2.1.4 Makna ... 9

2.1.5 Skema-Citra ... 10

2.1.6 Ranah Sumber dan Ranah Sasaran ... 11

2.2 Landasan Teori ... 11

(9)

2.3 Kajian Pustaka ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Pendekatan Penelitian ... 21

3.2 Sumber Data ... 21

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 25

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...28

4.1 Pengantar ... 28

4.2 Kategorisasi Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia ... 29

4.2.1 KORUPSI sebagai PERJALANAN ... 29

4.2.2 KORUPSI sebagai DAYA ... 30

4.2.2.1 Subkategori KORUPSI sebagai DAYA ALAMI ... 30

4.2.3 KORUPSI sebagai MAKANAN ... 31

4.2.4 KORUPSI sebagai MUSUH ... 31

4.2.5 KORUPSI sebagai TUMBUHAN ... 33

4.2.6 KORUPSI sebagai PENYAKIT ... 34

4.2.7 KORUPSI sebagai BENDA ... 34

4.2.7.1 KORUPSI sebagai BANGUNAN ... 35

4.2.8 KORUPSI sebagai BINATANG ... 36

4.2.9 KORUPSI sebagai SINETRON ... 36

4.2.10 KORUPSI sebagai PERLADANGAN ... 38

(10)

4.3 Pemetaan Konseptual Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia ... 38

4.3.1 Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN ... 39

4.3.2 Skema DAYA ... 40

4.3.3 Skema RUANG ... 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Simpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ...56

LAMPIRAN 1. Data Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia ... 60

(11)

DAFTARTABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi Data ... 22 Tabel 3.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT ...27 Tabel 4.1 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PERJALANAN... 40 Tabel 4.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai DAYA ALAMI ... 41 Tabel 4.3 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai BINATANG ... 43 Tabel 4.4 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT ... 44 Tabel 4.5 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai MAKANAN ... 46 Tabel 4.6 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai MUSUH ... 47 Tabel 4.7 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai BANGUNAN ... 49 Tabel 4.8 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai TUMBUHAN ... 50

Tabel 4.9 Model Pemetaan Konseptuan Metafora KORUPSI sebagai SINETRON... 52 Tabel 4.10 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PERLADANGAN ... 53

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi telah menjadi salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau oleh aturan hukum pidana. Korupsi juga masuk dalam kategori isu nasional yang menjadi masalah besar untuk negara Indonesia bahkan sebagian negara di dunia. Banyak kerugian yang diderita akibat korupsi yang dilakukan oleh berbagai pihak.Persoalan korupsi bahkan sudah menjadi hal yang umum kita dengar sehari-hari (Abidin dan A.Gimmy : 2015). Media cetak maupun elektronik senantiasa memberitakan persoalan korupsi yang tidak kunjung selesai.

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpereyang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan

menyogok. Sedangkan dalam KBBI, korupsi secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dan dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapunarti terminologinya, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Sementara disisi lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga bisa bermakna kebusukan, keburukan, dan kebejatan. Definisi ini didukung oleh Achmad Warson Munawir yang mengartikan korupsi sebagai suatu tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara memeroleh keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan kepentingan umum. Intinya, korupsi adalah

(13)

menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain atau masyarakat untuk memperkaya diri atau kepentingan pribadi.

Dalam mengungkapkan maksud dan tujuan untuk menyampaikan suatu berita atau pernyataan mengenai korupsi, penutur bahasa Indonesia lumrah menggunakan ungkapan metafora didalamnya. Ungkapan-ungkapan metafora sering ditemukan pada media masa.

Dewasa ini, media massa sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Penyebarannya sudah sampai ke pelosok tanah air dan sudah dibaca oleh seluruh kalangan, baik kalangan atas maupun kalangan bawah.

Surat kabar dan majalah menguasai masyarakat dengan berita-beritanya, dengan segala macam informasi, opini serta tulisan-tulisan yang bersifat hiburan. Itu sebabnya surat kabar mendapat julukan “Ratu Dunia” (Badudu (1985) dalam Ritonga, 2008:2).

Bahasa yang digunakan dalam surat kabar memiliki suatu kekuatan.

Kekuatannya terletak pada penggunaan bahasa secara terampil dalam penyampaian informasi. Sebagai alat komunikasi, surat kabar dan majalah tersebut menggunakan bahasa tulis. Bahasa yang digunakan haruslah singkat,padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik (Ritonga, 2008:2). Oleh karena itu, tidak jarang ditemukan ungkapan-ungkapan metafora untuk mengungkapkan atau memberitakan korupsi agar pembaca tertarik untuk membacanya.

Salah satu penggunaan bahasa yang bersumber dari proses berpikir penutur bahasa disebut metafora. Dalam metafora, penutur bahasa melakukan

(14)

“penyimpangan” terhadap kaidah makna karena bertujuan untuk menyampaikan gagasan secara khusus. Artinya, penutur bahasa memperluas gagasan dari bahasa yang digunakannya untuk menyampaikan makna tertentu. Metafora berfungsi untuk memperindah dan memperhalus suatu bahasa yang berperan dalam mengungkapkan suatu teks bacaan ataupun yang telah didengarkan terhadap sesuatu yang dipahami secara tidak langsung dan mengacu pada makna yang diciptakan (Nababan, 2015:1).

Metafora dipandang sebagai makna suatu kata, berfungsi untuk memperindah dan memperhalus bahasa sehari-hari yang digunakan oleh setiap manusia. Semantik kognitif menganggap metafora sebagai gejala yang meresap terhadap bahasa dan pikiran. Makna metafora suatu bahasa bertumpu pada struktur konseptual yang memunyai kemampuan dalam menggambarkan sesuatu (Purba, 2016:1).

Hampir semua ruang dalam aktivitas berbahasa manusia melibatkan metafora. Bertumpu pada kemiripan maknanya, sebuah kata dipakai dalam berbagai macam konteks dan dirujuk pada berbagai macam ciri, dan kata itu biasanya lebih abstrak daripada konkret (Mulyadi, 2010:17).

Penelitian tentang metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik) penting untuk dilakukan. Adapun alasan yang mendasar adalah penelitian ini mengungkapkan makna korupsi dalam pikiran penutur bahasa Indonesia. Dalam media cetak ataupun elektronik sering dijumpai pelanggaran bahasa terhadap aturan pemakaiannya, misalnya teks-teks surat kabar ataupun

(15)

majalah sering menggunakan ekspresi metafora yang bertujuan menarik perhatian dan minat para pembaca.

Penggunaan metafora dalam bahasa pada dasarnya adalah untuk menyampaikan konsep-konsep abstrak. Dengan menggunakan metafora, konsep- konsep abstrak lebih mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.Tinambunan, (2015:1) berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan bahasa figuratif yang orang lain tidak mengerti bahwa yang diucapkan itu adalah sebuah metafora. Misalnya sebagai berikut:

(1) Korupsi sudah mewabah ke daerah-daerah (kompasiana.com, 24 Februari 2017).

(2) Pemerintah berusaha mengobati korupsi (konkretnewslampung.com, 6 September 2017).

(3) KPK bukan dokter yang harus sembuhkan korupsi di DPR (kompas.com, 17 Oktober 2017).

Kata mewabah pada contoh (1), mengobati pada contoh (2), dan sembuhkan pada contoh (3) merupakan beberapa leksem pada konsep

PENYAKIT yang cenderung juga digunakan pada konsep KORUPSI. Sering ditemukan beberapa leksem pada konsep lain yang digunakan pada konsep KORUPSI seperti, melawan korupsi, merobohkan korupsi, dan menyuburkan korupsi.

(16)

Dalam kajian linguistik kognitif khususnya dalam bidang semantik, persoalan gagasan, pikiran, dan perasaan dikonseptualisasikan dan diungkapkan ke dalam bahasa menjadi salah satu kajian yang sangat penting. Menurut Lakoff dan Johnson (2003:8), sistem konseptual manusia pada hakikatnya adalah metafora.

Konvecses (dalam Nirmala, 2012:4) mengatakan bahwa, metafora memiliki dua komponen, yaitu: target dan sumber. Target biasanya lebih abstrak, dan sumber lebih konkrit. Untuk dapat memahami maksud yang terkandung dalam metafora, ditemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki antara sasaran dan sumber. Dengan membandingkan karakteristik yang dimiliki keduanya, akan ditemukan dasar suatu metafora digunakan. Secara formal dan fungsional, konsep metafora muncul bersamaan dengan proses pemikiran manusia, dan sebagian besar tidak disadari. Hal ini merupakan struktur dasar dari penalaran bahwa pikiran digunakan untuk memahami aspek abstrak yang rumit.

Dalam kerangka konseptual linguistik kognitif, metafora dianggap sebagai gejala pikiran(penalaran) bukan sekedar gejala bahasa (Siregar, 2010:1).Metaforadianggap unsur penting dalam pengkategorisasianduniawi dan proses berpikir manusia, yaitu sebagaigejala yang merembesi bahasa dan pikiran.Metafora tidakdipahami sebagai pelanggaran penutur terhadapkaidah kompetensi bahasa, tetapi paradigmakognitif melihat metafora sebagai alat untukmengkonseptualisasikan ranah-ranah pengalamanyang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yangkongkret dan akrab. Selain itu, metafora merupakanjenis konseptualisasi pengalamanan manusia, yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Silalahi, 2005: 96). Terdapat beberapa

(17)

penelitian metafora yang sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti Silalahi (2005) dalam artikel yang berjudul “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”,Rajeg (2009) dalam artikelnya yang berjudul “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of Love in Indonesia”, Mulyadi (2010) dalam

artikel yang berjudul “Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia”, Siregar (2013) dalam penelitian yang berjudul “Metafora Cinta dalam Bahasa Angkola”, dan Nababan (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Metafora Penyakit dalam Bahasa Indonesia”. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini, yaitu selain dalam kajian semantik metafora belum pernah ada yang meneliti metafora korupsi dalam bahasa Indonesia, judul ini sangat unik untuk dianalisis dalam mengungkapkan kategorisasi dan pemetaan konseptualnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kategorisasi metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik)?

2. Bagaimanakah pemetaan konseptual metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik)?

(18)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendiskripsikan kategorisasi metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik).

2.Mendiskripsikan pemetaan konseptual metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik).

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Menambah khazanah pengetahuan tentang metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik).

1.4.1 Manfaat Teoritis

2. Menambah penelitian bidang semantik tentang metafora korupsi dalam bahasa Indonesia (kajian semantik).

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan masyarakat mengenai korupsi dalam bidang semantik.

1.4.2 Manfaat Praktis

2. Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin meneliti metafora korupsi dalam bahasa-bahasa lain.

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep- konsep yang berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu metafora, korupsi,kategorisasi, makna, skema citra, dan ranah sumber serta ranah sasaran.

2.1.1 Metafora

Menurut Lakoff dan Johnson (2003:117), metafora adalah mekanisme kognitif dalam memahami satu ranah pengalaman berdasarkan struktur konseptual dari ranah pengalaman lain yang bertalian secara sistematis. Metafora dalam penelitian ini merupakan mekanisme yang dituliskan peneliti untuk mengungkapkan jenis-jenis peristiwa, khususnya peristiwa-peristiwa yang berbeda.

Lakoff dan Johnson (2003), menyatakan bahwa tidak ada perbedaan prinsip antara pemakaian bahasa harfiah dan pemakaian bahasa metaforis.

Menurut kedua ahli tersebut, hal itu terjadi karena “sebagian besar proses pikiran manusia adalah metaforis” dan “sistem konseptual manusia dibangun dan dibatasi secara metaforis”. Menurut Purba (2016:7), Metafora akan mudah dipahami jika tidak dibaca secara harfiah, melainkansecara figuratif, sebab metafora akan dinilai melanggar pemberian kesan danmengahasilkan penyimpangan semantik karena kalimat haruslah relevan dengan konteks.

(20)

2.1.2 Korupsi

Menurut Suharso dan Ana (2014:267), korupsi secara harfiah berarti:

buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dan dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Korupsi selalu identik dengan hal-hal yang buruk. Korupsi memiliki lima komponen, yakni (1) korupsi adalah suatu perilaku, (2) perilaku itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, (3) dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, (4) melanggar hukum atau menyimpang dari norma atau moral, dan terjadi atau dilakukan dalam lembaga-lembaga pemerintah maupun korporasi- korporasi swasta ( Abadin dan A.Gimmy, 2015: 12-13).

2.1.3 Kategorisasi

Menurut Lakoff dan Johnson (2003:90), kategorisasi adalah suatu wadah abstrak, dan benda-benda yang terletak di dalam atau di luar kategori. Hal-hal dianggap sebagaikategori yang sama jika hanya memiliki ciri-ciri tertentu secara umum, ciri-ciri yangumum itu digunakan untuk membatasi kategori tersebut.

2.1.4 Makna

Menurut Suharso dan Ana (2014:306), makna merupakan arti atau maksud pembicara atau penulis terhadap pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Adapun makna yang digunakan dalam penelitian ini adalah makna konotatif. Chaer (2012: 292), mengatakan makna konotatif adalah makna lain

(21)

yang “ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

2.1.5 Skema-Citra

Johnson dan Kovecses ( dalam Mulyadi 2010:19), mengatakan bahwa skema-citra adalah pola-pola dinamis yang berulang dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu dengan pengalaman kita. Skema-citra merupakan bagian terpenting dari pemahaman manusia tentang dunia. Melalui skema-citra manusia menghubungkan ekspresi linguistik dengan referennya.

Bagian dari skema-citra perseptual antara lain ialah, skema WADAH, skema BAGIAN-KESELURUHAN, skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, skema HUBUNGAN, skema PUTARAN, dan sebagainya. Skema WADAH memiliki elemen struktural "interior", "batas", dan "eksterior". Logika dasarnya ialah bahwa segala sesuatunyaberada di dalam atau berada di luar wadah. Jika B ada pada A dan C ada pada B disimpulkanbahwa C ada pada A. Misalnya, metafora KEADAAN sebagai WADAH, HUBUNGANPERSONAL sebagai WADAH, dan BIDANG VISUAL sebagai WADAH. Elemen struktural padaskema HUBUNGAN mencakup dua "entitas" dan "hubungan" yang mengikatnya.

Logika dasar dariskema ini meliputi keselarasan. Jika A dihubungkan dengan B, B dihubungkan dengan A atau jika Adihubungkan dengan B, A dibatasi oleh B.

Skema HUBUNGAN berguna sebagai ranah sumber padabeberapa metafora.

Misalnya, pada HUBUNGAN sebagai SAMBUNGAN, kedua entitasnya dihubungkandengan sambungan.

(22)

Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen "sumber", “jalur",

"tujuan", dan"arah". Logika dasamya ialah apabila seseorang pergi dari A ke B, dia harus melewati setiaptitik persimpangan yang menghubungkan A dengan B.

Metafora HIDUP sebagai PERJALANAN mengasumsikan skema SUMBER- JALUR-TUJUAN. Pemetaan dansubmetafora pada rnetafora kompleks ini ialah MAKSUD sebagai TUJUAN. Peristiwa kompleksjuga melibatkan keadaan awal (SUMBER), tahap tengahan (JALUR), dan tahap akhir (TUJUAN) (Siregar, 2013:131).

2.1.6 Ranah Sumber dan Ranah Sasaran

Konvecses (dalam Siregar, 2013), mengatakan bahwa ranah sumber ialah jenis ranah yang lebih konkret, sedangkan ranah sasaran adalah jenis ranah yang lebih abstrak. Ranah sumber yang lebih konkret digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran. Ranah sumber meliputi tubuh manusia, kesehatan dan penyakit, binatang, tumbuhan, bangunan, mesin peralatan, permainan, dan olahraga. Ranah sasaran meliputi emosi, keinginan, moralitas, pikiran, ekonomi, waktu, politik, hubungan manusia, dan komunikasi.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual.Ciri penting teori ini ialah pemanfaatanaspek tertentu dari ranah sumber atau ranah sasaran yang berperan pada metafora. Artinya, jika metafora konseptual dinyatakan dengan A ADALAH B, ini tidak berarti bahwa seIuruh konsep Aatau B tercakup-yang dipilih hanyalah aspek tertentu.

(23)

Konsep metafora mulai berkembang sejak terbitnya buku Metaphors We Live By (1980) yang ditulis oleh George Lakoff bersama koleganya, Mark

Johnson. Buku ini menginspirasi pengembangan paradigma linguistik kognitif (Siregar, 2013:15). Lakoff (2003:8), menyatakan bahwa metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Lakoff (2003:9), mengatakan bahwa metafora bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena padaprinsipnya penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra.Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak. Metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkanpengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara seseorangberpikir dan bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis.

Selanjutnya, Lakoff dan Johnson (2003) berpendapat bahwa inti dari metaforaadalah memahami dan mengalami salah satu jenis hal dalam hal lain.

Berdasarkanpernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sesorang dapat memahami sesuatu halmelalui proses pemahamannya akan hal lain yang telah dikenal dan dipahamisebelummya dari pengalamannya sehari-hari.

Barcelona (dalam Silalahi, 2005:2), mengatakan bahwa metafora adalah mekanisme kognitif di mana satu ranah pengalaman (sumber) sebagian dipetakan, yaitu ditayangkan kepada ranah pengalaman yang lain (sasaran) sehingga ranah yang kedua sebagian dipahami dari segi ranah yang pertama.

(24)

Metafora mengorganisasi hubungan antar objek dan menciptakan pemahamanmengenai objek tertentu melalui pemahaman mengenai objek lain.

Dengan kata lain,ranah sumber digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.Sebagai contoh, DESIREISFIRE (HASRAT ADALAH API) menurut Lakoff danJohnson (1980), penggunaan huruf kapital digunakan untuk menunjukkan ranah sumberdan ranah sasaran. Konsep DESIRE (HASRAT) merupakan ranah sasaran atau topic danFIRE (API) sebagai vehicle atau ranah sumber. Jadi, dapat dipahami bahwa DESIRE(HASRAT) memiliki ciri dan sifat seperti API, yaitu, panas, bergelora, dan membakar.Jika seseorang memiliki hasrat berarti dalam dirinya terdapat suasana hati yang menggelora (Purba, 2016:9).

Metafora adalah bahasa nonliteral atau figuratif yang mengungkapkanperbandingan antara dua hal secara implisit (Knowles dan Moon 2006: 5 dalam Purba, 2016:10). Knowles dan Moon menyatakan bahwa ada dua jenis metafora. Pertama, metaforakreatif adalah metafora yang digunakan penulis atau penutur untuk mengekspresikan idedan perasaannya ke dalam sebuah tulisan sehingga tulisan tersebut menjadi mudahdipahami oleh pembaca. Metafora ini menampilkan suatu ungkapan yang baruberdasarkan realitas yang ada dan biasanya terdapat di dalam karya sastra. Kedua,metafora konvensional adalah metafora yang sudah tidak lagi bersifat baru dan jenismetafora ini telah kehilangan cirinya sebagai sebuah metafora, karena metafora ini seringdigunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam kosakata sehari-hari. Misalnya untukmenunjukkan emosi marah (anger) digunakan ungkapan He exploded (kemarahannyameledak). Metafora konvensional juga sering disebut dengan

(25)

metafora mati atau dead metaphor (Knowles dan Moon, 2006: 6 dalam Purba, 2016:10).

Teori metafora konseptual bukanlah teori yang asing lagi bagi literatur bahasa Indonesia. Telah banyak ahli yang menerapkan teori metafora konseptual di dalam penelitian mereka. Silalahi (2005) memakai teori metafora konseptual pada kajiannya “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”. Silalahi menjelaskan delapan jenis metafora dalam bahasa Batak Toba yang memiliki struktur/pola, seperti X adalah Y, atau X sebagai Y. Siregar (2013) juga menerapkan teori metafora konseptual pada tesisnya, “Metafora CINTA dalam Bahasa Angkola”.

Lakoff (2006) (dalam Nirmala, 2012:2), mengatakan bahwa yang penting dalam metafora adalah pada cara kita mengonseptualisasikan suatu ranahmental kita dengan ranah mental yang lain dalam bahasa.Lakoff dan Johnson berpendapat bahwa untuk dapat menjelaskan metafora konseptual diperlukan analisis pemetaan konseptual.Pemetaan konseptual mampu menjelaskan konsep dan makna dari leksikal korupsi dalam bahasa Indonesia. Proses dalam langkah yang dilakukan pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora korupsi dalam bahasa Indonesia dengan menyesuaikan ciri semantisnya. Pada tahap analisis, teori metafora konseptual dimuat dalam bentuk pemetaan konseptual dalam ranah sasaran ke ranah sumber.

Dalam metafora ini, metafora KORUPSI dalam bahasa Indonesia (kajian Semantik) dianalisis memakai skema-citra. Menurut Kovecses (dalam Mulyadi, 2010:19), skema-citra ialah pola-pola yang berulang, pola-pola dinamis dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu dengan pengalaman

(26)

kita”. Skema-citra berperan penting dalam struktur konseptual. Tanpa penggunaan skema-citra, sukar bagi siapa pun untuk memahami pengalaman. Alasannya, karena pengalaman fisik manusia hadir dan bertindak pada dunia, karena menyerap pengalaman, memindahkan tubuh, mengerahkan, mengalami daya, dan lain-lain, manusia membentuk struktur konseptual dasar yang kemudian digunakan untuk menata pikiran melintasi rentang ranah yang lebih abstrak.

Johnson (dalam Siregar, 2013:18), skema-citra sebagai suatu level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa.

Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen struktural

“sumber”, “jalur”, dan “arah”. Berdasarkan logika dasarnya, apabila seseorang pergi dari A ke B dia harus melewati setiap titik persimpangan yang menghubungkan A dengan B. Metafora hidup sebagai PERJALANAN mengasumsikan skema SUMBER-JALUR-TUJUAN. Pemetaan dan submetafora pada metafora kompleks ini adalah MAKSUD sebagai TUJUAN. Peristiwa kompleks juga pada umumnya melibatkan keadaan awal (SUMBER), tahap tengahan (JALUR) dan tahap akhir (TUJUAN). Hal tersebut menjelaskan bahwa skema-citra menyediakan pemahaman tentang dunia, baik secara harfiah maunpun secara figuratif.

(27)

2.3 Kajian Pustaka

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pada bagian ini peneliti meninjau secara ringkas penelitian sebelumnya yang saling berhubungan dengan penelitian ini.

Pertama, Siregar (2005) dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk Gejala Metaforis menganalisis gejala metaforis dan metonimisasi dalam bahasa Indonesia” dengan menggunakan teori metafora konseptual. Metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain sedangkan, metonimisasi dilihat sebagai sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain. Berdasarkan prinsip ini, dalam ungkapan jeruk kok minum jeruk terdapat metaforisasi yaitu proses pemetaforaan, dan metonimisasi yaitu proses pemetonimian dalam penggunaan bahasa Indonesia dari sebuah iklan TV menjadi ungkapan yang mengandung metafora dan metonimi. Metafora cara memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain sedangkan, metonimi berfungsi sebagai referensial dengan menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.

Beliau menyimpulkan metafora dan metonimi berhubungan dengan proses leksikalisasi dalam perubahan struktur polisemi unsur leksikal yang terlibat.

Dalam penelitian beliau dijelaskan bahwa metaforisasi ungkapan Jeruk kok minum jeruk ditandai dengan pemetaan makna dari satu struktur konseptual X kepadastruktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X. Sistem metafora BUAH sebagai MANUSIA diperoleh melalui pemetaan struktur konseptual MANUSIA sebagai ranah konseptual sumber

(28)

kepada struktur konseptual BUAH sebagai ranah konseptual sasaran. Metaforisasi ini melibatkan konseptualisasi logika semantik maupun pragmatik yang berlaku untuk MANUSIA ke dalam struktur konseptual BUAH (dalam kasus ini jeruk).

Kedua, Silalahi (2005) dalam artikel yang berjudul “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”, membahas metafora KATA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori metafora konseptual. Datanya berasal dari masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara dan di Kabupaten Toba Samosir.Dalam penelitiannya terdapat delapan tipe semantis metafora KATA dalam bahasa Batak Toba, yaitu (1) KATA sebagai BENDA, (2) KATA sebagai CAIRAN, (3) KATA sebagai HEWAN, (4) KATA sebagai MAKANAN, (5) KATA sebagai MANUSIA, (6) KATA sebagai PERJALANAN, (7) KATA sebagai SENJATA, (8) KATA sebagai TUMBUHAN.

Ketiga, Rajeg (2009) dalam artikelnya yang berjudul “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoricand Metonymic Conceptualisation of Love in Indonesia”. Konsep emosi cinta dalam bahasa Indonesia dipahami dalam konsep metafora dan metonimi. Rajeg menghasilkan empat belas tipe metafora konseptual yang membangun struktur konsep cinta, yaitu (1) CINTA adalah CAIRAN PADA SUATU WADAH, (2) CINTA adalah KESATUAAN BAGIAN, (3) CINTA adalah IKATAN, (4) CINTA adalah API, (5) CINTA adalah KEGILAAN, (6) CINTA adalah MABUK, (7) CINTA adalah KEKUATAN, (8) CINTA adalah ATASAN, (9) CINTA adalah LAWAN, (10) CINTA adalah PERJALANAN, (11) OBJEK CINTA adalah DEWA/DEWI, (12) OBJEK CINTA KEPEMILIKAN, (13) RASIONAL adalah (ke) ATAS, EMOSIONAL

(29)

adalah (ke) BAWAH, (14) SADAR adalah (ke) ATAS, TIDAK SADAR adalah (ke) BAWAH.

Keempat, Mulyadi (2010) dalam artikel yang berjudul “Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia” membahas tipe-tipe metafora emosi dalam bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh verba gerakan. Teori yang digunakan adalah teori metafora konseptual. Data bersumber dari surat kabar dan majalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseptualisasi emosi dalam bahasa Indonesia terdiri atas sembilan tipe metaforis, yaitu (1) CAIRAN, (2) BENDA, (3) LAWAN, (4) BINATANG BUAS, (5) MUSUH TERSEMBUNYI, (6) BEBAN, (7) TEMPAT, (8) DAYA ALAMI, (9) DAYA FISIK. Penelitian Mulyadi menghasilkan dua pemetaan ranah pengalaman gerakan dan emosi pada metafora emosi, yaitu skema WADAH dan skema RUANG. Pemetaan tersebut merupakan susunan sistematis antara ranah sumber dan ranah sasaran melibatkan gagasan kendali. Penelitian Mulyadi memberi kontribusi dalam penelitian ini untuk lebih memahami batasan-batasan citra metaforis serta pemetaan yang dilakukan sangat bermanfaat dalam penelitian ini.

Kelima, Siregar (2013) dalam penelitian yang berjudul “Metafora Cinta dalam Bahasa Angkola” membahas kategorisasi makna metafora cinta dengan menggunakan teori Metafora Konseptual. Data penelitian diperoleh dari sejumlah narasumber melalui wawancara dan juga melalui penyebaran angket. Menurut Siregar, metafora cinta dalam bahasa Angkola terdiri atas sembilan kategori, yaitu (1) CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH, (2) CINTA sebagai DAYA, (3) CINTA sebagai BINATANG BUAS, (4) CINTA sebagai PASIEN, (5) CINTA sebagai PERJALANAN, (6) CINTA sebagai PERANG, (7) CINTA sebagai

(30)

BENDA, (8) CINTA sebagai KESATUAN, dan (9) CINTA sebagai PERMAINAN. Pemetaan dalam penelitian Siregar terdapat lima skema, yaitu (1) skema WADAH, (2) skema DAYA, (3) skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, (4) skema RUANG, (5) skema HUBUNGAN.

Keenam, Nababan (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Metafora Penyakit dalam Bahasa Indonesia”. Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian ini ialah konsep PENYAKIT dalam bahasa Indonesia memiliki delapan kategori, yaitu PERJALANAN, DAYA, CAIRAN, MAKANAN, BENDA, OBJEK TERSEMBUNYI, PERANG, dan TANAMAN. Kategori PENYAKIT sebagai DAYA memunyai subkategori PENYAKIT sebagai DAYA ALAMI, dan PENYAKIT sebagai DAYA FISIK. Kategori PENYAKIT sebagai CAIRAN DALAM WADAH memiliki subkategori PENYAKIT sebagai API. Kategori PENYAKIT sebagai BENDA memiliki subkategori, PENYAKIT sebagai BENDA TAJAM. Makna PENYAKIT dipetakan melalui skema SUMBER- JALUR-TUJUAN, skema DAYA, skema WADAH, dan skema RUANG. Pada pemetaan ditemukan persesuaian ciri semantis antara ranah sumber dan ranah sasaran untuk memahami maknanya.

Ketujuh, Tinambunan (2015) dalam skripsiya yang berjudul “Metafora Muruken ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kategorisasi metafora MURUKEN

‘marah’ dalam bahasa Pakpak (kajian semantik) ada enam, yaitu MURUKEN bagi BINATANG ‘Marah sebagai Binatang’, MURUKEN bagi CAIREN ‘Marah sebagai Cairan’, MURUKEN bagi API ‘Marah sebagai Api’, MURUKEN bagi

(31)

RASA‘Marah sebagai Rasa’, MURUKEN bagi GERAKAN ‘Marah sebagai

Gerakan’, dan MURUKEN bagi WAKTU ‘Marah sebagai Waktu’.

Kedelapan, Purba (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Metafora Cinta dalam Bahasa Simalungun”. Hasil penelitian menunjukkan bahwametafora cinta dalam bahasa Simalungun memunyai delapan kategori, yaitu CAIRANDALAM WADAH, BINATANG BUAS, DAYA, PASIEN, PERJALANAN, PERANG,BENDA, KESATUAN. Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAHmemiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai PANAS dan CINTA sebagai API.Kategori CINTA sebagai DAYA memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagaiDAYA FISIK dan CINTA sebagai DAYA ALAMI. Kategori CINTA sebagai BENDAmemiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA danCINTA sebagai BANGUNAN. Selanjutnya, pemetaan konseptual metafora cinta dalambahasa Simalungun dijelaskan melalui lima skema citra, yaitu WADAH, DAYA,SUMBER-JALUR-TUJUAN, RUANG, HUBUNGAN.

Penelitian ini banyak memakai model penelitian yang digunakan oleh para peneliti sebelumnya, khususnya para peneliti yang telah disebutkan di atas.

Analisis yang digunakan sangat menginspirasi untuk melakukan penelitian ini, khususnya cara untuk penetapan kategorisasi dan pemetaan konseptual metafora korupsi dalam bahasa Indonesia.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang berawal dari data yang kemudian dirumuskan ke dalam teori. Tujuan penelitian kualitatif adalah mendeskripsikan fenomena untuk melahirkan suatu teori yang berterima (Fajri, 2017: 22).

Pendekatan kualitatif menekankan peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian. Hal itu dikarenakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis, dan penyampaikan analisis dilakukan oleh peneliti tersebut. Dapat dikatakan, jika peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.

Melalui pendekatan ini diharapkan mampu mendeskripsikan metafora korupsi dalam bahasa Indonesia.

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari data tulis. Data tulis didapat melalui studi pustaka. Data tulis tersebut berupa surat kabar yang berkaitan dengan berita atau pernyataan mengenai korupsi, baik dalam bentuk cetak maupun online. Surat kabar yang digunakan dalam penelitian ini ialah koran Kompas, Analisa, Sindo, Waspada, dan SIB yang terbit dari tanggal 1 Januari – 31 Maret 2018.

(33)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah metode simak.

Metode ini dinamakan demikian karena dalam metode ini dilakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa, yaitu membaca dengan seksama sumber data tulis yang berkaitan dengan penelitian (Sudaryanto, 2015: 203).

Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data. Teknik yang digunakan adalah teknik catat, yaitu dengan mencatat contoh-contoh kalimat yang mengandung metafora korupsi yang akan dijadikan bahan dalam penelitian ini yang kemudian dilanjutkan dengan pengklasifikasian data (Sudaryanto, 2015: 205). Jadi, kegiatan pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu transkripsi data dan klasifikasi data. Model pengumpulan data diilustrasikan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Klasifikasi Data

Makna Contoh

Wali kota dan 18 dewan menjadi tersangka, Malang dilandatsunamikorupsi. (sindonews.com, 22 Maret 2018).

DAYA Judul ini dipilih karena kegeraman publik terhadap korupsiyangtidakkunjungreda. (Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

(34)

RSUD Cengkareng diguncangkasuskorupsi.

(sindonews.com, 9 Maret 2018).

Membubarkan KPK bukan berarti tidak ada korupsi di negeri ini, tetapi justru akan menyuburkankorupsi.

(Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

TUMBUHAN Telah menjadi rahasia umum bahwa korupsitelahmengakar di setiap sendi kehidupan. (sindonews.com, 1 Februari 2018).

Pemberantasan korupsijangantebangpilih. (sindonews.com, 23 Februari 2018).

Mulai muncul benih takhluk dalam upaya

memerangikorupsi di republik ini.

(harian.analisadaily.com, 10 Maret 2018).

MUSUH [...] perjuangan melawankorupsi menjadi luas ke arah publik. (harian.analisadaily.com, 22 Maret 2018).

Ketua KPK: Pers harus sadarkan masyarakat soal ancamankorupsi. (SIB, hal.15 tanggal 10 Februari 2018).

Pada contoh di atas, metafora KORUPSI sebagai DAYA dalam Bahasa Indonesia memunyai subkategori, yaitu KORUPSI sebagai DAYA ALAMI yang diekpresikan oleh frasa dilanda tsunami korupsi, korupsi yang tak kunjung reda,

(35)

dan diguncang kasus korupsi. Ada relasi semantis yang terdapat pada ketiga

contoh tersebut dengan konsep bencana alam. Korupsi diibaratkan tsunami, hujan atau banjir, dan gempa yang terjadi di Indonesia. Negara Indonesia hancur karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi. Efek yang ditimbulkan oleh korupsi sangat besar bagi negara Indonesia.

Kemudian, metafora KORUPSI sebagai TUMBUHAN diekspresikan oleh kata menyuburkan, mengakar, dan tebang pilih. Ada relasi semantis yang terdapat pada ketiga kata tersebut dengan konsep TUMBUHAN. TUMBUHAN selalu memiliki akar yang menjadi dasar pada tiap tumbuhan, jika dirawat dengan baik maka tumbuhan akan tumbuh subur dan jika ingin menebang tumbuhan, khususnya pohon yang ada di hutan, maka harus dilakukan tebang pilih. Begitu pula dengan korupsi. Apabila korupsi tidak segera dihentikan, maka korupsi akan makin ‘subur’ dan ‘mengakar’ di negara Indonesia. Korupsi juga harus ditebang seperti pohon tua. Jika korupsi tidak ‘ditebang’ akan banyak pejabat negara yang ikut melakukannya.

Terakhir, metafora KORUPSI sebagai MUSUH diekspresikan dari kata memerangi, melawan, dan ancaman. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, konsep

MUSUH selalu diartikan dengan pihak yang berkonflik. Biasanya ada dua pihak yang saling beradu kekuatan baik fisik maupun mental. Selalu ada hal yang ingin dicapai atau diambil dari musuh. Persaingan dapat berupa memerangi musuh dan melawan musuh. Musuh juga sering memberi ancaman sehingga pihak yang lain diharuskan waspada. Sama halnya dengan korupsi. Korupsi dianggap sebagai musuh karena korupsi harus ‘diperangi’, ‘dilawan’, dan korupsi sudah menjadi

‘ancaman’ bagi negara Indonesia.

(36)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data ialah metode padan dan metode agih. Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutandengan teknik dasar, yaitu teknik pilah unsur penentu (PUP) dan dilanjutkan dengan teknik hubung banding sama (HBS). Alat penentu yang digunakan ialah tulisan dari media cetak maupun online. Oleh karena itu, metode yang digunakan ialah metode padan ortografis. Penggunaan teknik hubung banding menyamakan bertujuan mencari kesamaan pokok di antara semua unsur penentu (Sudaryanto, 2015).

Berbeda dengan metode padan, metode agih itu alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Alat penentu dalam metode agih selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu (Sudaryanto, 2015:18). Teknik dasar metode agih ialah teknik bagi unsur langsung atau teknik BUL. Disebut demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis ialah membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Adapun alat penggeraknya ialah daya bagi yang bersifat intuitif. Jadi, mampu tidaknya peneliti membagi data secara baik menjadi beberapa unsur bergantung pada ketajaman intuisinya.

(Sudaryanto, 2015:31). Teknik lanjutan yang digunakan untuk menganalisis ialah teknik ganti, yaitu mengganti unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan dengan “unsur” tertentu yang lain di luar satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 43).

(37)

Metode ini bekerja untuk membandingkan suatu peristiwa konkret pada ranah sumber dan kaitan metafora korupsi pada ranah sasaran sesuai dengan kesamaan sifat referensialnya.

(4a) Setelah pemekaran daerah diizinkan oleh pemerintah pusat, banyak kepala daerah yang ketularan korupsi. (m.liputan6.com, 10 Februari 2017)

(4b) Anak-anak cenderung ketularan campak setelah empat hari terkena demam.

(m.liputan6.com, 31 Desember 2017)

Pada contoh (4a) kata ketularan dianalisis dengan beberapa teknik seperti teknik hubung banding sama (4b). Kata ketularan pada (4a) dimuat pada ranah sumber dan terkena penyakit pada ranah sasaran. Untuk menetapkan kategori metafora pada (4a) diidentifikasi ranah pengalaman dasar pada ranah sumber.

Untuk menetapkan kategorisasi metafora pada (4a) diidentifikasi ranah pengalamandasar pada ranah sumber.

Sumber: ketularan PENYAKIT Sasaran: ketularan KORUPSI

Dalam hal ini, metafora ketularanditempatkan pada kalimat lainnya dalam konteks nonmetaforis, seperti kalimat (4b). Pada contoh tersebut tampak bahwa ketularan memunyairelasi semantis dengan ketularancampak. Pada kalimat (4a)

yang dikonseptualisasikansebagai PENYAKIT. Artinya, konsep “metafora korupsi” dipahami dari konsep “penyakit”. Dengandemikian, kategorisasi metafora pada (4a) ialah KORUPSI sebagai PENYAKIT. Selanjutannya, dilakukannya pemetaan terhadap metafora tersebut.

(38)

Tabel 3.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT

RANAH SUMBER PENYAKIT

RANAH SASARAN KORUPSI

Pasien Negara Indonesia

Jenis penyakit Korupsi

Kemajuan penyakit Kemajuan korupsi

Kesembuhan penyakit Hilangnya korupsi

Dalam pemetaan di atas, menunjukan adanya ciri semantis yang dipetakan antara ranah sasaran dengan ranah sumber. Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep PENYAKIT dengan memerhatikan adanya kesesuaian ciri semantis pada pemetaan.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data

Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.

Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya. Metode formal digunakan untuk menyajikan hasil penelitian dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 2015: 241).

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengantar

Pada bagian ini akan dibahas tentang data yang menyangkut kategorisasi semantis dan pemetaan konseptual dari metafora korupsi dalam bahasa Indonesia yang terdapat pada surat kabar, baik dalam bentuk cetak maupun online. Analisis tentang kategorisasi semantis dalam bahasa Indonesia dilihat dari data yang memiliki konsep metafora yang sama antara ranah sumber dan ranah sasaran yang memiliki kesamaan ciri semantis atau hubungan.

Peneliti akan menentukan pengkategorisasian maupun subkategorisasi metaforanya sesuai dengan pemahaman peneliti terhadap metafora korupsi dalam bahasa Indonesia. Kesamaan ciri semantis dimiliki antara ranah smber dan ranah sasaran tersebut akan dijabarkan dalam bentuk pemetaan untuk menunjukan makna yang menyatakan bahwa dasar semantis yang digunakan untuk menganalisis pemetaan berguna untuk menunjukan makna dari metaforanya.

Dalam hal ini, berdasarkan pendapat Siregar (2013:55) yang menyatakan bahwa dasar semantis yang digunakan untuk menganalisis pemetaan itu mengacu pada skema-citra, yakni tingkat struktur kognitif yang mendasari metafora dan menghubungkan pengalaman tubuh ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa.

(40)

4.2 Kategorisasi Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia

4.2.1 KORUPSI sebagai PERJALANAN

Dalam bahasa Indonesia, salah satu konseptualisasi KORUPSI berhubungan dengan konsep PERJALANAN. Dalam menyampaikan maksud pada sebuah metafora yang mengandung makna KORUPSI digambarkan melalui konsep PERJALANAN. Konsep dari kedua ranah itu bertujuan untuk menemukan kasamaan atau adanya hubungan dari kedua elemen yang diacu. Berikut ini adalah contoh dari metafora KORUPSI sebagai PERJALANAN dalam bahasa Indonesia.

(5) Menghalangi korupsi dana desa. (harian.analisadaily.com, 13 Maret 2018).

(6) “ Jika kita tidak menghentikanjalannyakorupsi dari sekarang, percayalah 30 tahun ke depan negara ini akan hancur”. (harian.analisadaily.com, 15 Maret 2018).

Dari beberapa contoh di atas, menunjukkan bahwa konsep KORUPSI memunyai kesamaan ciri semantis ataupun hubungan pada konsep PERJALANAN. Kata menghalangi pada contoh (5) dan menghentikan jalannya pada contoh (6) merupakan beberapa leksikal yang dianggap mampu untuk mengonseptualisasikan ke ranah PERJALANAN.

Seseorang yang melakukan perjalanan selalu memiliki tujuan pasti. Sama halnya dengan seseorang yang melakukan korupsi. Mereka yang melakukan korupsi memunyai tujuan untuk memperkaya dirinya sendiri dengan mengambil

(41)

hak orang lain. Jadi, bisa dikatakan bahwa konsep KORUPSI dapat dihubungkan dengan konsep PERJALANAN.

4.2.2 KORUPSI sebagai DAYA

Adapun pengertian daya dalam Siregar (2013:5) meliputi daya fisik, daya alami, dan daya psikologi, namun dalam kajian ini hanya ditemukan daya alami.

Oleh sebab itu, metafora konseptual KORUPSI sebagai DAYA memiliki subkategori, yaitu KORUPSI sebagai DAYA ALAMI.

4.2.2.1 Subkategori KORUPSI sebagai DAYA ALAMI

Pada bagian ini, metafora konseptual KORUPSI sebagai DAYA dalam bahasa Indonesia memiliki subkategori, yakni KORUPSI sebagai DAYA ALAMI.

Konseptualisasi korupsi sebagai daya alami, seperti banjir, badai, gempa, topan, atau bencana alam lainnya.

Ketika bencana alam datang akan banyak kerusakan dan kerugian yang didapat. Begitu pula dengan adanya korupsi. Korupsi hanya membawa kerugian bagi banyak pihak dan merusak citra negara. Berikut contoh yang menunjukkan konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep DAYA ALAMI.

(7) Wali kota dan 18 dewan menjadi tersangka, Malang dilandatsunami korupsi.

(sindonews.com, 22 Maret 2018).

(8) Judul ini dipilih karena kegeraman publik terhadap korupsi yang tidakkunjungreda. (Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

(42)

Dari contoh di atas dapat ditemukan beberapa leksikal yang sering digunakan pada konsep DAYA ALAMI. Kata tsunami pada contoh (7) biasanya diartikan sebagai salah satu bencana besardan katatidakkunjungreda pada contoh (8) biasanya digunakan untuk menyatakan banjir atau hujan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep DAYA ALAMI.

4.2.3 KORUPSI sebagai MAKANAN

Pada bagian ini, konseptualisasi KORUPSI dihubungkan dengan konsep MAKANAN. Untuk menyampaikan maksud dalam metafora yang mengandung makna KORUPSI dijelaskan melalui konsep yang ada pada MAKANAN. Adapun konsep kedua ranah tersebut ditemukan kesamaan atau adanya hubungan antara kedua elemen yang diacu. Metafora KORUPSI sebagai MAKANAN dalam bahasa Indonesia diuraikan sebagai berikut.

(9) Aromapekat korupsi masih menyengat di negeri ini. (sindonews.com, 19 Februari 2018).

(10) Adapun kubu yang pro justru menginterprestasikan bahwa peningkatan ini menunjukkan bahwa KPK makin cakap mengendus korupsi. (sindonews.com, 19 Februari 2018).

Pada contoh di atas, dapat dilihat bahwa konsep KORUPSI memiliki kesamaan ciri semantis ataupun kesesuaian pada konsep MAKANAN. Kata aroma pekat pada contoh (9) dan mengendus pada contoh (10) merupakan beberapa leksikal yang dapat mewakili konseptualisasi ke dalam ranah MAKANAN.

(43)

4.2.4 KORUPSI sebagai MUSUH

Umumnya konsep musuh dipahami sebagai pihak lawan dalam sebuah pertarungan antarfisik dalam mencapai sesuatu. Orang yang berada dalam keadaan bermusuhan akan berusaha untuk mendapatkan apapun yang menjadi keinginannya. Lazimnya ada dua pihak yang saling mempertarungkan kekuatan untuk merebut sesuatu yang diinginkan dari musuh. Pertarungan antara dua pihak juga tidak terelakkan. Tiap pihak saling melawan untuk mendapatkan hal yang diinginkan.

Konsep MUSUH berhubungan dengan konsep KORUPSI. Metafora KORUPSI sebagai MUSUH dalam bahasa Indonesia mengekspresikan kata sebagai berikut.

(11) Mulai muncul benih takhluk dalam upaya memerangi korupsi di republik ini.

(harian.analisadaily.com, 10 Maret 2018).

(12) [...] perjuangan melawan korupsi menjadi luas ke arah publik.

(harian.analisadaily.com, 22 Maret 2018).

(13) Erry berpesan CPNS menjauhi korupsi. (harian.analisadaily.com, 24 Januari 2018).

(14) Ketua KPK: Pers harus sadarkan masyarakat soal ancaman korupsi. (SIB, hal.15 tanggal 10 Februari 2018).

Dari beberapa contoh di atas, terlihat bahwa ungkapan metafora korupsi dalam bahasa Indonesia memunyai kata yang melekat pada konsep MUSUH, seperti kata memerangi pada contoh (11), melawan pada contoh (12),

(44)

menjauhipada contoh (13), dan ancaman pada contoh (14). Kata-kata tersebut biasanya digunakan untuk menyatakan musuh.

4.2.5 KORUPSI sebagai TUMBUHAN

Konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep TUMBUHAN. Terdapat beberapa leksikal yang ada dalam konsep TUMBUHAN digunakan dalam konsep KORUPSI. Sebagaimana tumbuhan yang tumbuh subur, korupsi pun terus tumbuh dan menjalar ke berbagai oknum. Beberapa Metafora KORUPSI sebagai TUMBUHAN diekspresikan dengan kata sebagai berikut.

(15) Membubarkan KPK bukan berarti tidak ada korupsi di negeri ini, tetapi justru akan menyuburkan korupsi. (Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

(16) Melihat merebaknya korupsi di Indonesia, wajar memang Indonesia disebut darurat korupsi. (Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

(17) Telah menjadi rahasia umum bahwa korupsi telah mengakar di setiap sendi kehidupan. (sindonews.com, 1 Februari 2018).

(18) Pemberantasan korupsi jangan tebangpilih. (sindonews.com, 23 Februari 2018).

Dari beberapa contoh di atas, terlihat jelas jika konsep TUMBUHAN dihubungkan ke dalam konsep KORUPSI. Kata menyuburkan pada contoh (15), merebaknya pada contoh (16), mengakar pada contoh (17), dan tebangpilih pada

(45)

contoh (18) merupakan beberapa leksikal yang dapat mengkonseptualisasikan KORUPSI sebagai TUMBUHAN.

4.2.6 KORUPSI sebagai PENYAKIT

Konsep PENYAKIT dipahami sebagai sesuatu yang menyakitkan dan harus segera disembuhkan. Butuh penanganan yang serius untuk menyembuhkannya. Jika penyakit dibiarkan, maka penyakit itu akan lebih parah dan berakibat kematian. Sama halnya dengan korupsi. Korupsi butuh penanganan yang serius. Jika korupsi tidak dihentikan, maka korupsi akan terus berkembang dan makin sulit untuk dihilangkan.

Konsep KORUPSI memiliki ciri semantis yang sama dengan konsep PENYAKIT. Beberapa leksikal pada konsep PENYAKIT digunakan dalam konsep KORUPSI. Beberapa metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT diekspresikan sebagai berikut.

(19) Korupsi sudah mewabah di sekolah. (harian.analisadaily.com, 6 Maret 2018).

(20) Sayangnya selalu terjadi salahresepdalammengatasi korupsi. (Kompas, hal.6 tanggal 17 Februari 2018).

Beberapa contoh di atas membuktikan bahwa konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep PENYAKIT. Kata mewabah pada contoh (19) dan salahresep pada contoh (20) merupakan beberapa leksikal yang digunakan dalam konsep PENYAKIT. Jadi, dapat disimpulkan bahwa KORUPSI sebagai PENYAKIT.

(46)

4.2.7 KORUPSI sebagai BENDA

Berdasarkan Siregar (2013:6), metafora BENDA berdasarkan logika dipahami sebagai sebuah benda yang bagaimanapun bentuk dan fungsinya dapat dimanfaatkan atau dibuang. Melalui penglihatan, seseorang dapat mengetahui benda yang bermanfaat dan yang tidak. Benda yang bermanfaat akan dijaga atau dirawat dengan baik, sedangkan benda yang tidak berguna akan dibuang. Benda yang tidak dirawat dengan baik perlahan-lahan akan rusak.

Dalam kajian ini metafora KORUPSI sebagai BENDA memiki subkategori, yaitu KORUPSI sebagai BANGUNAN . Adapun penafsiran tentang subkategori tersebut didasarkan pada kesamaan acuan yang terjalin antara korupsi dan bangunan. Subkategori dari metafora KORUPSI sebagai BENDA akan diuraikan di bawah ini.

4.2.7.1 KORUPSI sebagai BANGUNAN

Konsep BANGUNAN dipahami sebagai struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat.

Maksud dan tujuan pembuatan bangunan adalah untuk mengetahui secara jelas bagaimana cara merencanakan, melaksanakan pembuatan bangunan dan memperbaikinya agar bangunan itu kuat, awet, dan nyaman ketika digunakan (Purba, 2016:35). Berikut contoh-contoh ekspresi metafora KORUPSI sebagai BANGUNAN.

(21) “Bukan sistem pilkadanya yang bermasalah, tetapi politik yang korup ini menjadikan pilkada sebagai pintumasuk korupsi”. (harian.analisadaily.com, 2 Maret 2018).

(47)

(22) KPK membongkar kasus korupsi besar. (sindonews.com, 15 Maret 2018).

Kata pintumasuk pada contoh (21) dan membongkar pada contoh (22) merupakan beberapa leksikal pada konsep BANGUNAN, namun kata-kata di atas digunakan juga pada konsep KORUPSI. Jadi, sudah jelas jika KORUPSI sebagai BANGUNAN.

4.2.8 KORUPSI sebagai BINATANG

Konsep BINATANG berhubungan dengan konsep KORUPSI. Berbagai macam leksikal pada konsep BINATANG juga digunakan pada konsep KORUPSI. Binatang dianggap sebagai makhluk serakah, tidak pernah merasa puas, dan akan berusaha untuk menangkap mangsanya. Sama halnya dengan korupsi. Korupsi dilakukan untuk memuaskan dirinya. Berikut beberapa contoh metafora KORUPSI sebagai BINATANG.

(23) Korupsi di Sumut sudah seperti amoeba. (harian.analisadaily.com, 10 Februari 2018).

(24) Korupsi benar-benar mengoyak sendi-sendi keberadaban masyarakat Indonesia. (sindonews.com, 23 Maret 2018).

Kata amoeba pada contoh (23) dan mengoyak pada contoh (24) merupakan beberapa leksikal pada konsep BINATANG. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep BINATANG.

4.2.9 KORUPSI sebagai SINETRON

(48)

Konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep SINETRON. Ditemukan beberapa kesamaan antara kedua konsep tersebut. Berikut beberapa contoh konsep KORUPSI memiliki kesamaan dengan konsep SINETRON.

(25) Mau sampai kapan para pemimpin kita terus leluasa melakukan adegan korupsi. (harian.analisadaily.com, 16 Januari 2018).

(26) “Ada aktor lebih besar di korupsi E-KTP”. (waspada.co.id, 11 Januari 2018).

Kata adegan pada contoh (25) danaktor pada contoh (26) merupakan beberapa leksikal yang lazim pada konsep SINETRON, namun sering digunakan juga pada konsep KORUPSI. Dalam sebuah sinetron selalu terdapat aktor/aktris yang memerankan adegan sinetron tersebut. Aktor/aktris sinetron berperan sesuai dengan jalan cerita. Aktor/aktris merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah sinetron dan adegan dalam sinetron pun dibuat semenarik mungkin untuk menarik minat penonton. Begitu pula dengan korupsi. Banyak pihak yang berperan dalam melakukan korupsi, baik pihak atasan maupun bawahan.

‘Adegan’ yang dimainkan para koruptor juga bermacam. Misalnya, menulis laporan keuangan palsu, melebihkan uang anggaran, atau menerima suap. Banyak hal yang dilakukan untuk memperkaya diri dengan cara cepat. Jadi, dapat dikatakan bahwa metafora KORUPSI sebagai SINETRON.

4.2.10 KORUPSI sebagai PERLADANGAN

Konsep PERLADANGAN dipahami sebagai kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Sama halnya dengan korupsi. Korupsi dilakukan manusia untuk

(49)

mengahasilkan kekayaannya sendiri dengan cara menyelewengkan keuangan negara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat simpulkan jika konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep PERLADANGAN. Berikut beberapa contoh metafora KORUPSI sebagai PERLADANGAN.

(27) Sektor lain yang kerap menjadi lahan korupsi di antaranya retribusi dan pajak, dan bansos, dan pengadaan barang serta jasa, kemudian praktik jual- beli jabatan. (waspada.co.id, 27 Februari 2018).

(28) Wakil Ketua DPRD Fahri Hamzah menanggapi soal keinginan KPK yang meminta perluasan kewenangan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menggarap korupsi di sektor swasta. (sindonews.com, 24 Januari 2018).

Kata lahan pada contoh (27) dan menggarap pada contoh (28) merupakan beberapa leksikal yang lazim pada konsep PERLADANGAN, namun pada contoh di atas beberapa leksikal tersebut digunakan pada konsep KORUPSI.

4.3 Pemetaan Konseptual Metafora Korupsi dalam Bahasa Indonesia

Salah satu langkah yang dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora KORUPSI itu sendiri. Lakoff (dalam Nirmala, 2012:2) mengatakan bahwa yang penting dalam metafora adalah bagaimana cara kita untuk mengonseptualisasikan suatu ranah mental kita dengan ranah mental yang lain dalam bahasa. Lakoff dan Johnson berpendapat, untuk dapat menjelaskan metafora konseptual dilakukan

(50)

analisis pemetaan konseptual. Hal demikian disebabkan pemetaan konseptual mampu menjelaskan sistem konsep-konsep yang terwujud dari butir leksikal itu sendiri, dalam hal ini, pemetaan konseptual dilakukan terhadap butir leksikal KORUPSI dalam bahasa Indonesia.

Pemetaan pada metafora KORUPSI diawali dari ranah sumber ke ranah sasaran denganmembandingkan ciri-ciri semantik yang sama. Ranah sumber memuat konsep konkretdan ranah sasaran memuat konsep KORUPSI. Dalam pemetaan metafora KORUPSI, makna figuratif terletakpada ranah sumber dan makna harfiah pada ranah sasaran.

Terkait dengan metafora KORUPSI, ada tiga skema citra dasar yang terlibat, yaitu skema SUMBER-JALUR-TUJUAN,skema DAYA, dan skema RUANG.

4.3.1 Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN

Skema SUMER-JALUR-TUJUAN menjelaskan pemetaan kategori KORUPSI sebagai PERJALANAN. Konsep KORUPSI berhubungan dengan konsep PERJALANAN.Beriku ekspresi KORUPSI secara metaforis yang mengungkapkan konsep PERJALANAN dalam bahasa Indonesia.

(29) Banyak yang mengambil jalanpintas korupsi untuk membiayai pilkada langsung. (sindonews.com, 12 Februari 2018).

Contoh di atas menunjukkan bahwa konsep KORUPSI memunyai kolerasi dengan konsep PERJALANAN. KORUPSI dikategorikan sebagai ranah sasaran

(51)

dan PERJALANAN sebagai ranah sumber. Hal tersebut dapat dijabarkan pada pemetaan berikut ini.

Tabel 4.1 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PERJALANAN

RANAH SUMBER

PERJALANAN

RANAH SASARAN

KORUPSI

Pejalan Pejabat negara

Tujuan perjalanan Memperkaya diri

Tempat perjalanan Tempat kerja

Jalur perjalanan Menyelewengkan uang negara

Rintangan perjalanan Diketahui orang lain

Pada pemetaan di atas, telah ditunjukkan adanya ciri semantis yang dipetakan antara ranah sasaran dengan ranah sumber. Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep PERJALANAN dengan melihat ciri semantis pada pemetaan.

4.3.2 Skema DAYA

Skema DAYA dilakukan untuk memetakan ketiga kategori metafora, yaitu KORUPSI sebagai DAYA, KORUPSI sebagai BINATANG, dan KORUPSI sebagai PENYAKIT. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya,

(52)

metafora DAYA memiliki subkategori semantis, yaitu PENYAKIT sebagai DAYA ALAMI.

Pemetaan Subkategori KORUPSI sebagai DAYA ALAMI

Pemetaan subkategori PENYAKIT sebagai DAYA ALAMI merupakan keadaan negara yang hancur atau rusak karena banyaknya korupsi di Indonesia.

Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep DAYA ALAMI (mis. pusaran dan diguncang ). Hal tersebut dapat dipahami dari ekspresi metafora berikut.

(30) Itu bukti bahwa pusaran korupsi di Sumut sangat besar.

(harian.analisadaily.com, 10 Februari 2018).

(31) RSUD Cengkareng diguncang kasus korupsi. (sindonews.com, 9 Maret 2018).

Contoh di atas menunjukkan bahwa konsep KORUPSI memunyai kolerasi dengan konsep DAYA ALAMI. KORUPSI dikategorikan sebagai ranah sasaran dan DAYA ALAMI sebagai ranah sumber. Berikut dijabarkan pemetaan dari subbkategori metafora KORUPSI sebagai DAYA ALAMI.

(53)

Tabel 4.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai DAYA ALAMI

RANAH SUMBER

DAYA ALAMI

RANAH SASARAN

KORUPSI

Ruang alami Negara Indonesia

Daya alami Korupsi

Penyebab daya alami Penyebab korupsi

Kekuatan daya alami Kekuatan korupsi

Dalam pemetaan di atas, menunjukan adanya ciri semantis yang dipetakan antara ranah sasaran dengan ranah sumber. Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep DAYA ALAMI dengan memerhatikan adanya kesesuaian ciri semantis pada pemetaan.

Pemetaan Kategori KORUPSI sebagai BINATANG

Metafora KORUPSI sebagai BINATANGberhubungan dengan hilangnya kendali atas korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi adalah binatang, yang dengan dayanya berusaha merugikan dan merusak negara Indonesia, serta diperlukan daya yang besar untuk mengendalikannya. Hal tersebut dapat dipahami dari ekspresi metafora berikut.

(32) Korupsi E-KTP melilit SBY. (waspada.co.id, 25 Januari 2018).

(54)

(33) Korupsi gerogoti pembangunan. (sindonews.com, 19 Februari 2018).

Contoh di atas menunjukkan bahwa konsep KORUPSI memunyai kolerasi dengan konsep BINATANG. KORUPSI dikategorikan sebagai ranah sasaran dan BINATANG sebagai ranah sumber. Hal tersebut dapat dijabarkan pada pemetaan berikut ini.

Tabel 4.3 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai BINATANG

RANAH SUMBER

BINATANG

RANAH SASARAN

KORUPSI

Ruang fisik Negara Indonesia

Binatang Korupsi

Kekuatan binatang Kekuatan korupsi

Penangkapan binatang Pengendalian korupsi

Matinya binatang Hilangnya korupsi

Lolosnya binatang Berkembangnya korupsi

Dalam pemetaan di atas, menunjukan adanya ciri semantis yang dipetakan antara ranah sasaran dengan ranah sumber. Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep BINATANG dengan memerhatikan adanya kesesuaian ciri semantis pada pemetaan.

(55)

Pemetaan Kategori Metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT

KORUPSI sebagai PENYAKIT berisi interaksi daya antara negara Indonesia (pengalam) dan korupsi. Pada metafora PENYAKIT, negara Indonesia sebagai agen yang harus bertahan dari perubahan atau kekuatan korupsi. Negara Indonesia harus memiliki daya untuk sembuh dari korupsi. Hal tersebut dapat dipahami dari ekspresi metafora berikut.

(34) Kasus yang terjadi di Malang ini semakin memperparah korupsi yang diidap bangsa ini. (sindonews.com, 23 Maret 2018).

(35) Perlu solusi total dan kesadaran penuh warga bangsa bahwa korupsi harus segera diobati. (sindonews.com, 23 Maret 2018).

Contoh di atas menunjukkan bahwa konsep KORUPSI memunyai kolerasi dengan konsep PENYAKIT . KORUPSI dikategorikan sebagai ranah sasaran dan PENYAKIT sebagai ranah sumber. Hal tersebut dapat dijabarkan pada pemetaan berikut ini.

(56)

Tabel 4.4 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai PENYAKIT

RANAH SUMBER

PENYAKIT

RANAH SASARAN

KORUPSI

Pasien Negara Indonesia

Jenis penyakit Korupsi

Kemajuan penyakit Kemajuan korupsi

Kesembuhan penyakit Hilangnya korupsi

Dalam pemetaan di atas, menunjukan adanya ciri semantis yang dipetakan antara ranah sasaran dengan ranah sumber. Konsep KORUPSI dapat dipahami dari konsep PENYAKIT dengan memerhatikan adanya kesesuaian ciri semantis pada pemetaan.

4.3.3 Skema RUANG

Skema RUANG menjelaskan enam pemetaan, yaitu KORUPSI sebagai MAKANAN, KORUPSI sebagai MUSUH, KORUPSI sebagai BENDA, KORUPSI sebagai TUMBUHAN, KORUPSI sebagai SINETRON, dan KORUPSI sebagai PERLADANGAN.Metafora KORUPSI sebagai BENDA memiliki subkategori KORUPSI sebagai BANGUNAN. Pemakaian skema

(57)

RUANG didasari atas pemahaman bahwa ruang menjadi tempat peletakan benda (abstrak dan konkret) dan menjadi arena peperangan (Siregar, 2013:9).

Pemetaan Kategori Metafora KORUPSI sebagai MAKANAN Berikut contoh uraian KORUPSI sebagai MAKANAN.

(36) Perkara korupsi ini bercitarasa pencucian uang. (sindonews.com, 29 Maret 2018).

Kata bercitarasa pada contoh (36) menunjukan ekspresi metafora KORUPSI sebagai MAKANAN. Kata tersebut dikonsepkan terhadap rasa yang ada dalam makanan. Berdasarkan contoh di atas, metafora KORUPSI sebagai MAKANAN dalam bahasa Indonesia dipetakaan sebagai berikut.

Tabel 4.5 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai MAKANAN

RANAH SUMBER

MAKANAN

RANAH SASARAN

KORUPSI

Objek makanan Korupsi

Rasa makanan Rasa uang negara

Kenikmatan makanan Hasil korupsi

Hilangnya selera makan Hilangnya korupsi

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Data
Tabel 3.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai  PENYAKIT  RANAH SUMBER  PENYAKIT  RANAH SASARAN KORUPSI
Tabel 4.1 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai  PERJALANAN
Tabel 4.2 Model Pemetaan Konseptual Metafora KORUPSI sebagai DAYA  ALAMI  RANAH SUMBER  DAYA ALAMI  RANAH SASARAN KORUPSI
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pendaftar an dan pengambilan dokumen kuali fikasi dapat di wakilkan dengan membaw a sur at tugas dar i dir ektur utama/ pimpinan per usahaan/ kepala cabang dan kar

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/11/PPBJ-L2/P-13/IV.30/II/2012 tanggal 1 Februari 2012 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Peningkatan Pembangunan Tugu

- Belanja Bahan Pakai Habis PBJ 3 paket Bandar Lampung 4,555,000 APBD Januari 2012 Januari - Desember 2012 Pengadaan Langsung - Belanja Cetak dan Penggandaan PBJ 3 paket Bandar

Maka dengan ini Pokja 2 ULP mengumumkan bahwa pelelangan untuk paket Pengadaan Jasa Sewa Mesin Foto Copy Kantor Pusat DJBC Tahun Anggaran 2017 dinyatakan GAGAL. Demikian

PKK adalah kegiatan ibu – ibu di desa atau kelurahan yang bertujuan untuk …..

[r]

[r]