42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong (2007), pendekatan kualitatif ialah suatu studi yang dilakukan untuk memahami fenomena mengenai sesuatu yang dialami oleh nforman secara holistrik pada kondisi objek yang alamiah, dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pendekatan ini digunakan karena teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif analisis yaitu kombinasi antara teknik deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi yang terpercaya serta teknik analisis yang bertujuan untuk mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik data dapat dipahami dan bermanfaat. Alat analisis data yang digunakan berupa kalkulator, program komputer (Microsoft Office Excel 2010) dan tabulasi data.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut Wirartha (2006), data primer merupakan data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.
Setelah itu, teknik penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja, yaitu teknik penentuan daerah dengan memperhatikan pertimbangan- pertimbangan yang dibuat oleh peneliti (Hadi 2004). Kabupaten Demak dipilih menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Demak pada tahun 2011 dan merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Demak pada tahun 2015 (lihat Tabel 1.1), mengingat pada tahun 2015 Kabupaten Demak memiliki luas lahan sebesar 89.743 Ha, dimana 51.799 Ha (57,7%) untuk lahan sawah sedangkan 37.944 Ha (42,3%) untuk lahan kering (BPS,
43 2016). Selain itu, sebagian besar penduduk Kabupaten Demak bermata pencaharian di sektor pertanian dari tahun 2011 hingga 2015 (lihat Tabel 1.3).
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa struktur rantai pasok, produk yang didistribusikan, sistem pembelian/pemasaran, harga beli dan harga jual produk, jumlah penjualan, biaya-biaya yang dikeluarkan, input bahan baku, proses pengolahan, teknologi yang digunakan, tenaga kerja, peran lembaga penunjang dan gambaran umum lokasi penelitian. Data ini dibutuhkan untuk mengetahui nilai tambah dan keuntungan dari setiap pelaku usaha pada komoditas ayam pedaging baik dari peternak yang bermitra dengan perusahaan maupun peternak mandiri, sehingga dapat diperoleh rantai nilai dari komoditas tersebut dan dapat dibandingkan tingkat kesejahteraan antara peternak bermitra dan peternak mandiri.
Ada unsur penting yang harus dipenuhi untuk mendapatkan data primer yang diperlukan dalam penelitian, yaitu informan yang berperan sebagai obyek dalam pengambilan data. Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi dua unsur pokok, yaitu informan kunci dan informan pendukung. Informan kunci adalah informan yang memiliki peranan penting dalam mengungkap data primer yang sangat diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha yang berperan dalam rantai nilai komoditas ayam pedaging juga digunakan sebagai informan kunci, seperti peternak ayam pedaging yang bermitra dengan perusahaan dan peternak mandiri, pengusaha industri ayam pedaging (perusahaan yang bermitra dengan peternak), pengepul ayam pedaging (rumah potong ayam), pedagang ayam pedaging di pasar, dan pengusaha ayam goreng.
Kemudian, informan pendukung adalah informan yang memiliki peran penting dalam mendukung pernyataan informan kunci serta menimbang apakah informasi dari informan kunci dapat diterima kebenaran dan tanggung jawabnya atau tidak.
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian Kabupaten Demak. Peneliti menggunakan teknik bola salju (Snowball sampling) guna menentukan informan dalam penelitian ini. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan bantuan informan kunci, dan dari informan kunci inilah akan berkembang sesuai petunjuknya (Subagyo 2006:31). Teknik ini digunakan untuk mencari informan secara terus menerus dari informan satu dengan
44 informan lainnya sehingga data yang diperoleh semakin banyak, lengkap dan mendalam (Sekaran 2006). Untuk memperoleh rantai nilai yang baik dan akurat, maka teknik ini dinilai tepat karena teknik ini mampu membantu dalam menemukan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai nilai namun sulit ditemukan atau tidak diketahui keberadaannya.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengobservasi orang atau peristiwa dalam lingkungan kerja dan mencatat informasi (Sekaran 2006). Observasi dilakukan secara langsung pada pelaku usaha dalam satu rantai nilai pada komoditas ayam pedaging di Kabupaten Demak. Metode observasi yang akan dilakukan yaitu terdiri dari pengambilan gambar, interaksi antar pelaku usaha dalam rantai nilai serta aktivitas lainnya yang berlangsung selama proses pengamatan dilakukan. Kemudian, wawancara mendalam merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya secara langsung secara detil kepada informan. Pertanyaan peneliti dan jawaban informan dalam penelitian ini dikemukakan secara tertulis melalui suatu kuesioner atau yang biasa disebut dengan wawancara terstruktur. Kuesioner yang diajukan kepada informan dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka, dimana informan akan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan jawaban atau tanggapannya terhadap pertanyaan yang diberikan. Kuesioner akan disebarkan kepada informan dengan menjawab langsung di bawah pengawasan peneliti.
Kemudian, teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder adalah studi dokumentasi. Menurut Hasan (2002), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti yang tidak langsuung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen.
Dokumen yang digunakan berupa dokumen yang memiliki perpustakaan seperti laporan produksi produk pertanian di Kabupaten Demak, laporan harga produk pertanian di Kabupaten Demak, foto dan dokumentasi lainnya.
45 3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Analisis Rantai Nilai
Shank dan Govindarajan (2000) mendefinisikan Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis – VCA) sebagai alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk, dimana rantai nilai berasal dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual.
Sebuah Value Chain Analysis (VCA) memperbolehkan untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku usaha yang terkait dari sebuah industri, serta mengidentifikasi seluruh stakeholder dan fungsinya (Sulandjari et al 2009).
Sehingga pendekatan ini membantu untuk mengidentifikasi faktor dinamis dan tren yang mempengaruhi performa dan daya saing dari sebuah industri. Bahkan, pendekatan rantai nilai memperbolehkan untuk memahami karakteristik dan ciri dari hubungan antar pelaku dalam rantai nilai. Dengan melihat pada para pelaku, faktor dan hubungannya, maka penelitian ini akan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki kualitas produk dan meningkatkan permintaan produk. Tujuan dari Value Chain Analysis (VCA) adalah untuk mengidentifikasi setiap tahap dari rantai nilai dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan atau untuk menurunkan biaya.
Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah dapat membuat perusahaan lebih kompetitif.
Terdapat tujuh rangkaian tahapan analisis rantai nilai, yaitu (Kaplinsky dan Morris 2001) : (1) Mendidentifikasi pelaku; (2) Pembuatan bagan pelaku utama dirunut baik ke depan maupun ke belakang (Value Chain Mapping); (3) Penentuan segmen produk dan faktor kunci penentu
keberhasilan pasar tujuan yang mencakup identifikasi pihak yang dapat dilibatkan dalam perbaikan rantai nilai (Analysis of Governance Structure); (4) Melakukan analisis metode produsen dalam mengakses pasar guna menentukan kunci sukses dari perkembangan sistem produksi yang saat ini cenderung bergeser dari pola supplier push ke arah market pulled, yang berarti orientasi keberhasilan suatu produk ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk
46 memenuhi kebutuhan pasar baik dalam kuantitas maupun kualitas yang sesuai;
(5) Melakukan benchmarking dengan kompetitor atau bisnis yang sejenis ; (6) Mengkoordinasikan rantai nilai dengan jejaring terkait; serta (7) Perbaikan rantai nilai (upgrading value chain).
3.4.2 Analisis Keuntungan Maksimum
Untuk mendapatkan keuntungan, maka produsen selalu membandingkan biaya produksi dengan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Biaya produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat diambil kesimpulan bahwa biaya apa saja yang dibutuhkan untuk membuat produk, baik barang maupun jasa. Berdasarkan periode produksinya, biaya dapat dibagi menjadi dua, Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost). Biaya Tetap ialah biaya yang timbul akibat penggunaan sumber daya tetap dalam proses produksi. Sementara itu, Biaya Variabel ialah jumlah biaya produksi yang dapat berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Sehingga secara sistematis, total biaya (Total Cost) dapat ditulis dengan rumus :
Total Cost = Fix Cost + Variable Cost
Kemudian, Total Penerimaan (Total Revenue) ialah jumlah penerimaan produsen yang didapatkan dari hasil penjualan outputnya. Total Penerimaan dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah output yang diproduksi (Q) dan juga harga jualnya (P).
TR = P x Q
Dengan membandingkan Total Revenue dan Total Cost , maka terdapat tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu : 1) Bila TR > TC, maka akan diperoleh laba dimana π = TR – TC; 2) Bila TR = TC, maka akan diperoleh break event point (titik impas), ialah suatu titik yang menggambarkan bahwa
47 perusahaan tersebut tidak untung dan tidak rugi; 3) Bila TR < TC, maka diartikan bahwa perusahaan memperoleh kerugian.
3.4.3 Analisis Nilai Tambah
Menurut Kairupan et al (2016), nilai tambah terbagi menjadi dua, yaitu Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added) dan Nilai Tambah Neto (Netto Value Added). Nilai Tambah Bruto mampu menggambarkan selisih antara nilai
produksi (output) dan juga biaya antara dari suatu produk, baik berupa barang ataupun jasa. Biaya antara yang dimaksud ialah penjumlahan dari biaya bahan baku (biaya yang digunakan untuk membeli bahan-bahan yang dapat dengan mudah dan langsung diidentifikasikan dengan barang jadi) dan juga biaya penolong (biaya yang digunakan dalam proses produksi untuk meningkatkan efisiensi), atau dengan kata lain biaya antara ialah biaya yang habis dipakai selama proses produksi. Secara sistematis Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added) dapat ditulis sebagai berikut :
NTB = Na - Ba
= Na – (Bb + Bp) Keterangan :
NTB = Nilai Tambah Bruto (Rp) Bb = Biaya Bahan Baku (Rp) Na = Nilai Produk Akhir (Rp) Bp = Biaya Penyusutan (Rp) Ba = Biaya Antara (Rp) Bp = Biaya Penolong (Rp)
Sementara itu, Nilai Tambah Netto (Netto Value Added) diperoleh dari selisih antara Nilai Tambah Bruto dan Nilai Penyusutan, yang mana Nilai Penyusutan diperoleh dengan :
Nilai Penyusutan = 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒂𝒘𝒂𝒍−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒖𝒎𝒖𝒓 𝒆𝒌𝒐𝒏𝒐𝒎𝒊𝒔
Sehingga, Nilai Tambah Netto dapat dirumuskan dengan :
Nilai Tambah Netto = Nilai Tambah Bruto – Nilai Penyusutan
48 Menurut Badan Pusat Statistik (2016), Nilai Tambah Bruto lebih memiliki keakuratan yang tinggi untuk mengetahui rasio nilai tambah di suatu daerah. Selain itu, Nilai Tambah Bruto juga dapat digunakan untuk mengetahui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar, dimana PDRB Atas Dasar Harga Pasar ialah jumlah Nilai Tambah Bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah tersebut. Maka dari itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Nilai Tambah Bruto untuk melihat rasio nilai tambah yang terjadi dalam setiap proses.