• Tidak ada hasil yang ditemukan

e ISSN p ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "e ISSN p ISSN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

eISSN

2302-8807 pISSN

(2)

JGMI

Jurnal Gizi Masyarakat Indonesia

The Journal of Indonesian Community Nutrition

Editorial Team

Editor in Chief Veni Hadju

(E-mail: [email protected])

Managing Editor Abdul Salam

(E-mail: [email protected])

Editorial Boards

Nurpudji Astuti Taslim (Unhas) Ansariadi (Unhas) Abu Bakar Tawali (Unhas) Ridwan Amiruddin (Unhas) Ida Leida M Thaha (Unhas)

Annis Catur Adi (Unair) Toto Sudargo (UGM) Dodik Briawan (IPB)

Section Editor Rahayu Indriasari Healthy Hidayanti Devintha Virani Ulfah Najamuddin Andi Imam Arundhana Sabaria Manti Battung

Assistant Editor Marini Amalia Mansur (E-mail: [email protected])

Information Technology Muh.Rizal

(E-mail: [email protected])

JGMI Vol. 8, No. 2, November 2019

pISSN 2302-8807 eISSN 2686-1909

(3)

Jurnal Gizi Masyarakat Indonesia

The Journal of Indonesian Community Nutrition

Daftar Isi

(Table of Content)

Sabaria Manti Banttung 055-062

Efek Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Glukosa Darah dan Berat Badan Tikus Wistar

Andi Nur Hudaya 063-070

Pengaruh Rebusan Kayu Manis Terhadap Perubahan Kadar Trigliserida Pada Prediabetes di Kota Makassar

Anggun Dwi Harti 071-078

Hubungan Pola Konsumsi Pangan Sumber Serat dengan Kejadian Overweight pada Remaja di SMP Negeri 3 Makassar

Nalurinita Diniari 079-089

Gambaran Asupan dan Status Gizi pada Pasien Rawat Inap Penyakit Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar Tahun 2018

Nur Amaliah Ramadhani 090-097

Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dan Zat Gizi Mikro dengan Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabere Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

pISSN 2302-8807 eISSN 2686-1909

(4)

EFEK DIET TINGGI KARBOHIDRAT TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR

THE EFFECT OF HIGH CARBOHYDRATE DIET TO BLOOD GLUCOSE LEVEL AND BODY WEIGHT IN RATS

Sabaria Manti Battung1, Abdul Salam1, Dian Novrianti1, Ranny Ayu Kurnia Ajie1

1Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univesitas Hasanuddin, Makassar (Email/Hp: [email protected]/085312480080)

ABSTRAK

Pendahaluan: Berat badan lebih dan obesitas sudah merupakan masalah global, dimana salah satu penyebabnya adalah tingginya konsumsi karbohidrat yang tidak dibarengi dengan aktifitas fisik yang cukup. Asupan karbohidrat yang lebih dapat memicu terjadinya hiperglikemia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek diet tinggi karbohidrat terhadap kadar glukosa darah dan berat badan tikus sebelum dan sesudah intervensi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain tes pra dan pasca-grup kontrol. Sampel terdiri dari 15 tikus wistar jantan dengan berat badan ±150–

200 gram yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok kontrol diberikan pakan standar, kelompok perlakuan 1 diberikan tepung pati jagung, dan kelompok perlakuan 2 diberikan gula halus. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan sebanyak dua kali dan pengukuran berat badan dilakukan sebanyak lima kali. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan uji One Way Anova dan uji lanjut Post Hoc Tukey pada SPSS. Hasil: Penelitian ini menunjukkan kelompok intervensi dengan pati jagung tidak signifikan berbeda dengan kelompok kontrol namun signifikan dengan kelompok intervensi gula (nilai p<0,05) untuk kadar glukosa darah.

Sedangkan untuk berat badan, berat badan rata-rata semua kelompok signifikan berbeda antar satu dan yang lainnya (p<0,05) pada pengukuran ke-4 dan 5. Kesimpulan: Perubahan kadar glukosa darah dan rerata berat badan yang signifikan antar kelompok setelah intervensi.

Kata kunci: berat badan, glukosa darah, karbohidrat

ABSTRACT

Introduction: The increasing number of overweight has been recognized as a global problem in which one of the causes was high intake of carbohydrate with less physical activity.

Exessive carbohydrate intake might cause hyperglycemia. Purpose: However, not all types of carbohydrate can cause of either hyperglycemia or weight gain. Methods: The aim of this research was to study about the effect of a high carbohydrate diet to blood glucose level and body weight in rat. Sample consisted of 15 wistar rats with ±150–200 gram weight which were divided into 3 groups (n=5 for each). The control group was fed a standard diet, Group 1 was fed corn starch flour, and the group 2 was fed sugar powder. The data obtained were analyzed using One Way Anova test and Post Hoc Tukey test in SPSS. Results: The result showed that in blood glucose test, the group 1 was unsignificantly different with the control

(5)

Sabaria Manti Battung: Efek Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Glukosa Darah dan Berat Badan Tikus Wistar

group and significantly different with the group 2 (p<0,05). In body weight measure, all the groups had a significant difference between each other (p<0,05).This study conculded that there is a mean difference of blood glucose level and body weight between control group, group 1, and group 2, after intervention.

Keywords: blood glucose, body weight, carbohydrate

PENDAHULUAN

Peningkatan masalah berat badan berlebih dan obesitas telah diakui sebagai masalah global oleh World Health Organization (WHO) dan menjadi masalah primer khususnya di negara-negara berkembang. Menurut WHO, obesitas telah mencapai proporsi epidemik secara global, dengan setidaknya 2,8 juta orang meninggal karena obesitas atau overweight setiap tahunnya. Pada tahun 2008, sekitar 1,5 milyar orang dewasa mengalami overweight (IMT ≥25 kg/m2), dimana diantaranya 200 juta pria dan hampir 300 juta wanita mengalami obesitas (IMT ≥30 kg/m2).1

Menurut laporan Riskesdas tahun 2018, di Indonesia proporsi berat badan lebih pada orang dewasa >18 tahun meningkat menjadi 13,6% dari 11,5% pada tahun 2013. Sedangkan proporsi obesitas juga meningkat dari 14,8% pada tahun 2013 menjadi 21,8% di tahun 2018.2

Kelebihan berat badan dan obesitas disebabkan adanya ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan kebutuhan. Salah satu sumber energi adalah karbohidrat. Konsumsi energi yang berlebihan disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang disimpan di dalam jaringan subkutan maupun jaringan tirai usus.3 Pada penelitian yang dilakukan oleh Malik (2013), disimpulkan bahwa konsumsi minuman manis (karbohidrat) dapat menaikkan berat badan, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.4 Penelitian yang dilakukan oleh Mutiyani, dkk. (2014), menunjukkan bahwa tikus wistar jantan yang diberi diet tinggi karbohidrat selama 16 minggu mengalami peningkatan berat badan, lemak perut, dan gangguan metabolisme glukosa.5

Selain masalah obesitas masalah lain yang ada mengenai sindrom metabolik yaitu diabetes dan hiperglikemia. Semakin meningkatnya jumlah penderita diabetes dari tahun ke tahun membuat diabetes menjadi masalah krusial dan menjadi masalah global. Pada tahun 2015, sekitar 415 juta orang dewasa mengalami diabetes, kenaikan jumlah ini mengalami peningkatan 4 kali lipat dari tahun 1980. Menurut perkiraan jumlah ini akan terus meningkat.

Pada tahun 2040, diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta penderita diseluruh dunia.6 Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi penderita Diabetes Mellitus (DM) pada penduduk umur >15 tahun yaitu 10,9%. Prevalensi DM diperkirakan pada orang dewasa berusia antara 20 sampai 79 tahun. Dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 95%

dan hanya 5% dari jumlah tersebut yang menderita DM tipe 1. Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China, dan India.7

Berdasarkan penelitan yang telah ada sebelumnya kadar gula darah berhubungan dengan faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes), faktor diet (diet tinggi energi, tinggi protein, tinggi lemak dan karbohidrat, serta rendah serat),

(6)

aktivitas fisik kurang, hipertensi, status gizi (indeks massa tubuh dan lingkar perut), dan pengetahuan gizi.8 Asupan makanan terutama karbohidrat baik jumlah maupun jenisnya dan aktivitas fisik merupakan faktor yang berpengaruh pada kadar glukosa darah. Tinjauan sistematis dan meta-analisis tentang hubungan asupan tinggi karbohidrat dengan resiko obesitas yang dilakukan oleh Sartorius et al. (2018) mengungkapkan tidak dapat disimpulkan bahwa diet tinggi karbohidrat ataupun peningkatan persentase asupan energi total dalam bentuk karbohidrat dapat meningkatkan kemungkinan obesitas. Hal ini dikarenakan studi tersebut tidak mengklasifikasikan jenis karbohidrat. Oleh karena itu diperlukan studi lebih lanjut yang secara khusus mengklasifikasikan jenis karbohidrat yang mungkin dapat meningkatkan berat badan.9

Berbagai penelitian menunujukkan bahwa karbohidrat dapat menjadi penyebab kenaikan glukosa darah dan berat badan. Namun, perlu diperjelas lagi jenis karbohidrat yang dapat memicu hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari diet tinggi karbohidrat, dalam hal ini karbohidrat kompleks dan karbohidrat terhadap perubahan kadar glukosa darah dan berat badan yang diujikan pada tikus wistar.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan yakni true experimental dengan pendekatan pretest posttest control design. Penelitian ini menggunakan tiga kelompok yang dipilih secara acak, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofarmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin. Waktu pelaksanaan pada 18 April – 31 Mei 2019.

Sampel dalam penelitian ini adalah 15 tikus wistar (Rattus norvegicus) jenis kelamin jantan berumur 6 minggu dengan berat badan 150-200 gram dan dalam kondisi normal. Alat yang digunakan yaitu kandang hewan coba, wadah makanan, wadah minuman, kanula, spuit, handscoon, easy touch GCHb, dan timbangan digital. Bahan yang digunakan adalah tikus jantan sesuai inklusi, pakan standar AD 2, tepung pati jagung, gula halus, dan akuades.

Penelitian ini menggunakan 3 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih wistar jantan. Kelompok kontrol diberikan pakan standar diberikan secara ad libitum sebanyak 20g/200g BB tikus/hari, kelompok perlakuan 1 (diet tinggi karbohidrat kompleks) diberikan tepung pati jagung dalam bentuk pelet 7,4g/200g BB tikus/hari dan pakan standar sebanyak 12,6g/200gBBtikus/hari, serta kelompok perlakuan 2 (diet tinggi karbohidrat Sederhana) yang diberikan gula halus dalam bentuk cair menggunakan kanula sebanyak 6,7 g/200g BB tikus/hari dan pakan standar sebanyak 13,3g/200g BBtikus/hari.

Sebelum pembagian kelompok, tikus diadaptasikan selama 2 minggu. Setelah pembagian kelompok secara acak maka dilakukan penimbangan berat badan awal atau pretest (hari ke-0) untuk setiap kelompok. Pemberian intervensi kemudian diberikan pada kelompok eksperimen, kemudian dilakukan posttest setiap minggu selama 4 minggu untuk BB dan sekali posttest (pada hari ke-28) untuk kadar glukosa darah.Untuk pemeriksaan glukosa darah, satu hari sebelum pemeriksaan kadar glukosa darah dan penimbangan seluruh tikus dipuasakan minimal 10 jam, lalu dilakukan pengambilan cuplikan darah di bagian ekor tikus.

Sampel darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam strip, kemudian dimasukkan ke dalam glukometer, kemudian hasil pengukuran dibaca dalam satuan mg/dL.

(7)

Sabaria Manti Battung: Efek Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Glukosa Darah dan Berat Badan Tikus Wistar

Data yang dikumpulkan meliputi data kadar glukosa darah yang diukur pada hari ke 0 dan ke 28 serta berat badan tikus yang ditimbang pada hari ke0, hari ke 7, hari ke 14, hari ke 21, dan hari ke 28. Data diuji normalitas dan homogenitasnya, bermakna bila p < 0,05.

Kemudian data dianalis menggunakan uji One Way Anova untuk melihat perbedaan efek diet tinggi karbohidrat terhadap kadar glukosa darah dan berat badan tikus, bermakna bila p <

0,05. Jika datasignifikan, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan dari antar kelompok. Hasil bermakna bila p<0,05.

HASIL

Setelah masa adaptasi selama 2 minggu, hewan coba diukur kadar glukosa darah dan berat badannya (pengukuran pretest, hari ke 0). Kemudian setelah di intervensi, tiap kelompok ditimbang berat badannya setiap minggu untuk penimbangan berat badan dan minggu terakhir untuk pemeriksaan kolesterol (pengukuran postest).

Tabel 1. Hasil Uji Perubahan Glukosa Darah

Kelompok Pre-test

(mg/dL)

Post-test (mg/dL)

p*

Kontrol 58,60 ± 17,18a 83,80 ± 19,67a 0,149

Diet Tinggi Karbohidrat

Kompleks 74,60 ± 9,15 b 77,20 ± 4,43 b 0,561

Diet Tinggi Karbohidrat

Sederhana 84,20 ± 13,59a 131,80 ± 20,22 ab 0,008

p** 0,036 0,000

Ket. : 1. ab = yang memiliki huruf sama berarti signifikan berbeda berdasarkan hasil Post Hoc Tukey (p < 0,05).

2. a = yang memiliki huruf sama berarti signifikan berbeda berdasarkan hasil Post Hoc Tukey (p < 0,05).

3. b = yang memiliki huruf sama berartisignifikan berbeda berdasarkan hasil Post Hoc Tukey (p < 0,05)

4. p * = Hasil Uji Pair T Test 5. p ** = Hasil Uji One Way Anova

Berdasarkan Tabel 1 hasil pengukuran rerata glukosa darah, terlihat semua kelompok mengalami perubahan glukosa darah. Perubahan yang paling signifikan terlihat pada kelompok perlakuan 2 (gula) dan kelompok perlakuan 1 (pati jagung) memiliki perubahan glukosa darah yang hampir sama dengan kelompok kontrol.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan perubahan berat badan antar kelompok maka dilakukan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova pada Tabel 2 menunjukkan nilai p <

0,05 untuk pretest. Hal ini berarti terdapat perbedaan rata-rata berat badan antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung), dan kelompok perlakuan 2 (gula), sebelum intervensi. Sedangkan pada posttest tepatnya pada hari ke 28 menunjukkan nilai p <

(8)

0,05. Hal ini berarti terdapat perbedaan rata-rata glukosa darh antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung), dan kelompok perlakuan 2 (gula), setelah intervensi. Selanjutnya dilakukan uji beda lanjut Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan yang lebih jelas antar setiap kelompok perlakuan pada posttest. Hasil uji Post Hoc Tukey pada Tabel 1 diketahui bahwa perubahan glukosa darah pada hari ke 28 untuk kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 2 (gula) dan kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung) dengan kelompok perlakuan 2 (gula), adalah signifikan. Sedangkan untuk kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung), perubahan kadar glukosa darah yang terjadi tidak signifkan.

Berdasarkan hasil uji statistik yang digunakan dapat disimpulkan bahwa kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung) yang merupakan karbohidrat kompleks dapat mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal dibandingkan kelompok perlakuan 2.

Kelompok perlakuan 2 (gula), yang merupakan karbohidrat sederhana memberi perubahan kadar glukosa darah yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tabel 2. Hasil Uji Perbandingan Berat Badan Tikus antar Kelompok Waktu

Pengukuran BB

Kelompok (Mean ± SD)

Kontrol PI PII p

Hari ke 0 166,80 ± 14,55 178,20 ± 99,70 180,20 ± 6,22 0,148 Hari ke 7 178,2 ± 9,86a 171,2 ± 10,66a 202,4 ± 4,67b 0,000*

Hari ke 14 189,4 ± 30,93a 163,8 ± 9,09a 226,2 ± 58,2b 0,001*

Hari ke 21 199,36 ± 31,77a 156,6 ± 10.90b 248 ± 11,72c 0,000*

Hari ke 28 210,36 ± 30,5a 146,8 ± 11,70b 274,2 ±

15,09c 0,000*

Ket. : * = Terdapat perbedaan rata- rata berat badan signifikan antar kelompok (p<0,05).

a, b, c

= Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada p<0,05 berdasarkan hasil uji Post Hoc Tukey.

Berdasarkan Tabel 2 rata-rata berat badan setiap kelompok, Kenaikan berat badan yang tertinggi terlihat pada kelompok perlakuan 2 (tepung gula halus), kemudian kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung) terjadi penurunan rata-rata berat badan.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan perubahan berat badan yang signifikan antar kelompok maka dilakukan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova pada tabel 2 menunjukkan pada pengukuran berat badan pretest nilai p=0,148 (p>0,05). Hal tersebut berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata berat badan antara kelompok kontrol, kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks, dan kelompok diet tinggi karbohidrat sederhana sebelum intervensi. Adapun diperoleh nilai p<0,05 pada empat pengukuran berat badan, yaitu pada posttest hari ke-7, 14, 21, dan 28. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan rata-rata berat badan antara kelompok kontrol, kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks, dan kelompok diet

(9)

Sabaria Manti Battung: Efek Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Glukosa Darah dan Berat Badan Tikus Wistar

tinggi karbohidrat sederhana setelah intervensi. Selanjutnya dilakukan uji beda lanjut Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan signifikan yang lebih jelas antar setiap kelompok perlakuan pada posttest. Hasil uji Post Hoc Tukey pada tabel 2 diketahui bahwa perbedaan rata-rata berat badan tidak signifikan terdapat pada kelompok kontrol dengan kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks pada pengukuran berat badan posttest hari ke-7 dan 14. Selain dari pada itu, terdapat perbedaan rata-rata berat badan yang signifikan bermakna antar satu kelompok dengan kelompok yang lain di setiap waktu pengukuran berat badan.

Berdasarkan hasil uji statistik yang digunakan dapat disimpulkan bahwa kelompok perlakuan 1 (tepung pati jagung) yang mengandung karbohidrat kompleks dapat menurunkan berat badan secara signifikan. Kelompok perlakuan 2 (tepung gula halus), yang mengandung karbohidrat sederhana dapat menaikkan berat badan secara signifikan.

PEMBAHASAN

Kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks yang diberikan tepung pati jagung mengalami penurunan rata-rata berat badan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aziz, et. al (2009) tentang efek dari tipe pati terhadap berat badan pada tikus obesitas yang dilakukan selama 4 minggu. Hasil penelitian tersebut adalah terjadi penurunan berat badan pada tikus yang diberikan diet tinggi pati dengan pembatasan kalori.10 Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Castillo, et. al. (2012) juga menunujukkan terjadi peningkatan berat badan pada tikus normal yang diberikan diet tinggi pati jagung maupun diet tinggi pati resisten yang berasal dari buah pisang.11

Pada bahan intervensi kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks yaitu tepung pati jagung, terdapat pati resisten. Pati jagung mengandung 4,85% pati resisten.12 Menurut teori, pati resisten dapat membantu menurunkan berat badan karena memiliki efek fisiologis yang sama dengan serat pangan. Pati resisten tahan terhadap enzim pencernaan manusia, lambat dalam pelepasan glukosa sehingga asupan energi berkurang pada sel-sel usus, yang terbukti dengan rendahnya indeks glikemik. Ini dapat membantu mengendalikan berat badan pada penderita obesitas.13 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryusman, dkk.

(2018) yang melakukan intervensi diet tinggi serat dapat menurunkan berat badan secara bermakna. Hal tersebut dikarenakan serat mempunyai kemampuan menahan akuades dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik akuades dan memberi rasa kenyang lebih lama.10

Pada kelompok diet tinggi karbohidrat sederhana terjadi kenaikan rata-rata berat badan secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subali, dkk. (2017), dimana hasil penelitian tersebut adalah terjadi kenaikan berat badan yang signifikan pada tikus yang diberikan sukrosa sebanyak 30% b/v selama 7 minggu.13 Menurut teori, jenis karbohidrat, indeks glikemik, dan muatan glikemik berpengaruh terhadap glukosa darah yang dapat mengarah pada perubahan berat badan. Semakin tinggi muatan glikemik, maka semakin tinggi pula peningkatan glukosa darah. Peningkatan glukosa darah dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan risiko obesitas. Jenis karbohidrat sederhana cenderung memiliki indeks glikemik yang tinggi.1 Hal ini sejalan dengan Literature Review oleh Keenoy & Lucia (2012) tentang efek metabolisme jumlah dan jenis karbohidrat terhadap risiko obesitas dan diabetes. Dalam review ini dijelaskan bahwa glukosa berlebih yang berasal dari diet tinggi

(10)

karbohidrat akan disimpan dalam bentuk glikogen dan sisanya akan disimpan dalam bentuk lemak dalam proses de novo lipogenesis. Hal inilah yang dapat meningkatkan berat badan.13

Kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks yang diberikan tepung pati jagung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Brites, et. al (2011) mengenai efek maize dan pati resistan pada tikus. hasil penelitian tersebut yaitu kadar glukosa darah tikus normal bahkan cendrung menurun setelah diberikan intervensi.14 Pada kelompok diet tinggi karbohidrat sedehana terjadi kenaikan rata-rata kadar glukosa darah secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penilitian Hazali, et. al (2014) tentang efek sukrosa dan stevia terhadap kadar glukosa darah dimana hasilnya yaitu terjadi peningkatan kadar glukosa darah terhadap intervensi dengan sukrosa sebanyak 20 gram.15

Berdasarkan hasil penelitian ini yaitu terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah antara kelompok kontrol dengan kelompok diet tinggi karbohidrat kompleks, dan kelompok diet tinggi karbohidrat sederhana setelah dilakukan intervensi. Pada kelompok kontrol terhadap diet tinggi karbohidrat kompleks terjadi kenaikan rerata namun tidak signifikan, sedangkan pada kelompok diet tinggi karbohidrat sederhana terjadi kenaikan yang signifikan.

Selain itu di tepung pati jagung terdapat pati resisten yang merupakan salah satu serat pangan.

Konsumsi tepung resistan pati jagung dapat menekan rasa lapar dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal.14 Selain itu Jagung juga mempunyai serat pangan yang tinggi.16

Dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa konsumsi karbohidrat kompleks dalam waktu tertentu dapat menurunkan berat badan sedangkan karbohidrat sederhana dapat menaikkan berat badan. Hal ini sesuai dengan hasil dari literature review oleh Aller, dkk. (2011) menyimpulkan bahwa diet tinggi pati lebih menguntungkan bagi kesehatan dibandingkan dengan diet tinggi gula untuk mengontrol berat badan dengan mengurangi lemak tubuh.17 pemberian diet tinggi karbohidrat kompleks dalam penelitian ini yaitu gula halus atau sukrosa dapat menaikkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian sanghee, et al (2008) yaitu pemberian sukrosa terhadap tikus diabetes menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap glukosa darah.18

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan penelitian ini, yaitu terdapat perbedaan glukosa darah rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi karbohidrat kompleks dan kelompok intervensi diet tinggi karbohidrat sederhana, sebelum intervensi. Terdapat perbedaan glukosa darah rata-rata antara kelompok kontrol – kelompok intervensi diet karbohidrat sederhana dan kelompok intervensi diet tinggi karbohidrat kompleks – kelompok intervensi diet karbohidrat sederhana, setelah intervensi. tidak terdapat perbedaan berat badan rata-rata antara kelompok kontrol, kelompok intervensi diet karbohidrat kompleks, dan kelompok intervensi diet tinggi karbohidrat kompleks, sebelum intervensi. Terdapat perbedaan berat badan rata-rata antara kelompok kontrol, kelompok intervensi diet karbohidrat kompleks, dan kelompok intervensi diet tinggi karbohidrat kompleks, setelah intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Obesity and Overweight Fact Sheet no. 311. New Delhi:

(11)

Sabaria Manti Battung: Efek Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Glukosa Darah dan Berat Badan Tikus Wistar

WHO's Department of Sustainable Development and Healthy Environments; 2011.

2. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2018.

3. Hardinsyah & I Dewa, S. (editor). Ilmu gizi: teori & aplikasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.

4. Malik, V, An, P, Walter, C & Frank, B. Sugar-sweetened beverages and weight gain in children and adults: a systematic review and meta-analysis. The American Journal of Clinical Nutrition. 2013; 98 (4), p. 1084-1102.

5. Mutiyani, M, Soeatmadji, D & Sunindya, B. Efek diet tinggi karbohidrat dan diet tinggi lemak terhadap kadar glukosa darah dan kepadatan sel beta pankreas pada tikus wistar.

Indonesian Journal Of Human Nutrriton. 2014;1(2), hal. 106–113.

6. WHO. The Solution WHO Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health’, Health Affairs World Health Organization2004; 3,pp. 219–226.

7. Wisudanti, D. D. Aplikasi Terapeutik Geraniin Dari Ekstrak Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) sebagai Antihiperglikemik Melalui Aktivitasnya Sebagai Antioksidan Pada Diabetes Melitus Tipe 2. NurseLine Journal. 2016;1(1), pp. 120–138.

8. Werdani, A. R. and Triyanti. Asupan Karbohidrat sebagai Faktor Dominan yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah Puasa . Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014;

9(2007), pp. 71–77.

9. Sartorius, K, Benn, S, Thandinkosi, E & Cristina, S. Does high-carbohydrate intake lead to increased risk of obesity?: a systematic review and meta-analysis. British Medical Journal. 2018;8(10), p. 1-9.

10. Aziz, A, Laura, S, Benoit, G, & El-Sayed, A. Dietary starch type affects body weight and glycemic control in freely fed but not energy-restricted obese rats. The Journal of Nutrition. 2009; 138 (10), p. 1881-1889

11. Castillo, J., et. al. Different effects of high-carbohydrate and high-fat diet composition on metabolic control and insulin resistance in normal diet. International Journal of Environment and Public Health. 2012; 9 (9), p. 1663-1676.

12. Setiarto, R. H. B., Betty, S, Didah, N & Iwan, S. Kajian peningkatan pati resistenyang terkandung dalam bahan pangan sebagai sumber prebiotik. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 2015; 20 (3), hal. 191-200.

13. Ekafitri, R.Pati resisten pada beras: jenis, metode peningkatan, efek untuk kesehatan, dan aplikasinya. Jurnal Pangan. 2017; 26 (3), hal. 1-15.

14. Carla M. Brites, Maria J. Trigo, Belmira Carrapiço, Marcela Alviña dan Rui J. Bessa.

Maize And Resistant Starch Enriched Breads Reduce Postprandial Glycemic Responses In Rats. Nutrition Research. 2011; 31, pp. 302-308

15. Hazali et al. Effect of Acute Stevia Consumption on Blood Glucose Response in Healthy Malay Young Adults. Sains Malaysiana. 2014; 43(5), pp. 649-654

16. Suwarni &Widowanti, S. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Maros: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian; 2008.

17. Aller, E., et. al. Straches, Sugars, and Obesity. Nutrients. 2011; 3 (3), p. 341-369.

18. Sanghee Kwon, You jin kim, dan Mi Kyung Kim. Effect of fructose or sucrose feeding 19. with different levels on oral glucose tolerance test in normal and type 2 diabetic rats.

Nutrition Research and Practice, 2(4), 2008; pp. 252-2

(12)

PENGARUH REBUSAN KAYU MANIS TERHADAP PERUBAHAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PREDIABETES DI KOTA MAKASSAR

THE EFFECT OF SWEET WOOD DRAWING ON THE CHANGES OF TRIGLICERIDES LEVELS IN PREDIABETES IN MAKASSAR CITY Andi Nur Hudaya1,2, Nurhaedar Jafar 2, Ridwan Thaha2, Veni Hadju2 ,Healthy

Hidayanti2, Abdul Salam2

(Email/Hp: [email protected]/085269352372)

1 Puskesmas Cangadi, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

2 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univesitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK

Pendahuluan: Prediabetes merupakan fase sebelum diabetes melitus tetapi jika tidak dicegah dapat menyebabkan komplikasi seperti hipertrigliserida, di Kota Makassar jumlah hipertrigliserida meningkat dari 40,13% tahun 2017 menjadi 43,70% pada tahun 2018.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rebusan kayu manis terhadap perubahan kadar trigliserida pada prediabetes di Kota Makassar. Metode: Desain Penelitian quasi ekserimen. Model rancangan adalah non randomized pre test post test with control group. Sebagai sampel mereka yang mengalami prediabetes dan didapatkan dari hasil skreening di masyarakat. Penelitian ini menggunakan kelompok intervensi (n=14 orang) yaitu yang diberikan rebusan dan edukasi kayu manis, sedangkan kelompok kontrol (n=14 orang) hanya diberikan edukasi kayu manis. Analisis data menggunakan uji t- paired test untuk mengetahui besar perubahan dan uji t- independent untuk mengetahui besar perbedaan antara kedua kelompok. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sampel perempuan (89,28%), berumur 51-60 tahun, hampir semuanya obesitas sentral (92,86%), mempunyai riwayat keluarga diabetes melitus (71,43%) dan pendidikan sebagian besar perguruan tinggi (42,86%). Hasil uji t berpasangan menunjukkan tidak ada perubahan kadar trigliserida yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi rebusan kayu manis (p=0,109), demikian juga pada kelompok kontrol tidak ada perubahan kadar trigliserida sebelum dan sesudah pemberian edukasi (p=0,279). Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan (p=0,001) setelah diberikan edukasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan asupan energi, karbohidrat, protein, lemak dan serat sebelum dan sesudah pemberian rebusan kayu manis (intervensi) dan pemberian edukasi (control). Kesimpulan:

Tidak ada perubahan kadar trigliserida yang signifikan sebelum dan sesudah konsumsi rebusan kayu manis pada prediabetes. Untuk penelitian berikutnya diharapkan menambah dosis kayu manis dan pemberiaannya lebih lama agar pemberian rebusan kayu manis efektifitas.

Kata Kunci : Prediabetes, Trigliserida, Kayu Manis

(13)

Andi Nur Hudaya: Pengaruh Rebusan Kayu Manis Terhadap Perubahan Kadar Trigliserida Pada Prediabetes di Kota Makassar

ABSTRACT

Introduction: Prediabetes is a phase before diabetes mellitus but if it is not prevented it can cause complications such as hypertriglyceride, in Makassar the amount of hypertriglyceride increased from 40.13% in 2017 to 43.70% in 2018. Purpose: This study aims to determine the effect of wood stew sweet against changes in triglyceride levels in prediabetes in Makassar.

Methods: Quasi-experimental research design. The design model is non randomized pre test post test with control group. As a sample of those who experienced prediabetes and obtained from screening results in the community. This study used an intervention group (n=14 people) namely those given cinnamon stew and education, while the control group (n=14 people) were only given cinnamon education. Data analysis used the t-paired test to find out the magnitude of change and the t-independent test to find out the difference between the two groups. Results: The results showed the majority of female samples (89.28%), aged 51-60 years, almost all of them were central obesity (92.86%), had a family history of diabetes mellitus (71.43%) and most of the college's education (42.86%). Paired t-test results showed no significant changes in triglyceride levels before and after the cinnamon stew intervention (p=0.109), likewise in the control group there were no changes in triglyceride levels before and after educational provision (p=0.279). There was a significant increase in knowledge (p=0.001) after education was given to the intervention and control groups. There is no difference in energy, carbohydrate, protein, fat and fiber intake before and after administration of cinnamon stew (intervention) and education (control). Conclusions: There were no significant changes in triglyceride levels before and after consumption of cinnamon stew in prediabetes. The next research is expected to increase the dose of cinnamon and give it a longer duration so that the administration of cinnamon stew is effective.

Keywords: Prediabetes, Triglycerides, Cinnamon PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular salah satu penyebab kematian utama di dunia. Menurut data WHO, 2018 sebesar 36 juta orang meninggal akibat penyakit tidak menular setiap tahun1. Menurut International Diabetes Federation (IDF) dan American Heart Association/National Heart, Lung and Blood Institute (AHA/NHLBI) kriteria sindroma metabolik yaitu apabila seseorang terdapat sedikitnya tiga dari lima komponen, yaitu obesitas sentral, peningkatan tekanan darah, penurunan kadar kolesterol HDL (high-densit lipoprotein), peningkatan kadar trigliserida, dan peningkatan glukosa darah puasa2.

Berdasarkan data, penderita penyakit diabetes sebanyak 10,3 juta jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyandang diabetes naik menjadi 8,5%, dari 6,9%.(5) pada tahun 2045, jumlah orang dengan 20-79 tahun IGF diproyeksikan meningkat menjadi 587 (384,4-992,7) juta atau 8,3% (5,6-13,9%) dari populasi orang dewasa. Tidak ada perbedaan dalam keseluruhan IGT prevalensi untuk orang usia 20-79 tahun antara wanita (7,3%) dan laki-laki (7,3%) sedangkan prevalensi IGT sedikit lebih tinggi pada pria daripada wanita untuk orang lebih dari 50 tahun, dan untuk orang yang lebih muda dari 45 tahun, prevalensi IGT sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Menurut data dari P2P Dinas Kesehatan Kota Makassar, pada tahun 2017 prevalensi hipertrigliserida sebesar 40,13% dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 prevelansi

(14)

hipertrigliserida sebesar 43,70% 3. Prevalensi obesitas sentral di Kota Makassar tahun 2018 tertinggi Puskesmas Bara-Baraya sebesar 96, 55%, disusul Puskesmas Antara sebesar 63,3%

selanjutnya Puskesmas Pampang sebesar 56,3%3. Penelitian yang dilakukan Sudikno, dkk bahwa obesitas sentral pada orang dewasa umur 25-65 berhubungan dengan profil lipid setelah dikontrol variabel jenis kelamin, umur, dan kebiasaan merokok4. Salah satu pencegahan agar kadar trigliserida tidak meningkat adalah dengan mengkonsumsi herbal seperti kayu manis. Penelitian yang dilakukan oleh Richard A. Anderson, et all di clinic of the General Hospital of the 2nd Artillery, Beijing Tang-An Clinic and Dalian Dakang Clinic, in Beijing and Dalian, China, tahun 2015, dengan mengkonsumsi ekstrak kayu manis 500 mg per hari dapat menurunkan kadar glukosa, insulin dan kolesterol4.

Penelitian yang dilakukan oleh Hossein Khadem Haghighian, Alireza Farzad Naimi, Bharam Pourghassem Gargari, Akbar Ali-Asgharzadeh, Ali Nemati pada Endocrinology and Diabetes Clinic of Tabriz University of Medical Sciences, di Iran pada tahun 2010 bahwa rata-rata kadar glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol LDL dan kadar trigliserida menurun setelah konsumsi bubuk kayu manis, secara signifikan (p <0,05)5. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Rahim Al Jamal tahun 2009 di Al Mafraq Governmental Hospital Jordan tentang kayu manis terhadap kadar trigliserida, total kolesterol dan LDL menunjukkan hasil signifikan p< 0,05, dengan dosis 3 x 2 gr dalam bentuk kapsul selama 4 minggu5.

Penelitian yang dilakukan oleh Tim, dkk dengan menggunakan ekstrak kayu manis pada laki-laki dan wanita pre diabetes dengan ciri-ciri metabolik sindrom secara statistik penurunan lemak tubuh yang signifikan (-0,7%: 37,9 ± 9,2% [pra] menjadi 37,2 ± 8,9%

[posting], p <0,02) dalam kelompok Cinnulin PF® (ekstrak kayu manis larut air)6.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Efek rebusan batang kayu manis terhadap perubahan kadar trigliserida pada prediabetes di Kota Makassar”.

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Kota Makassar, penelitian kuantitatif dengan quasi ekserimen. Model rancangan adalah non randomized pre test post test with control group. Penelitian ini menggunakan 1 kelompok intervensi yaitu kelompok I (pemberian rebusan kayu manis dan edukasi kayu manis) dan kelompok kontrol yaitu kelompok II (pemberian edukasi kayu manis).

Populasi: penelitian yaitu masyarakat di wilayah Puskesmas Makassar dengan sampel penelitian yaitu masyarakat di wilayah Puskesmas Antara, dan Pampang Makassar yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik sampling: Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan teknik tertentu yaitu sesuai kriteria inklusi.. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu gula darah puasa 100-125 mg/dl, tidak mengkonsumsi obat yang bisa mempengaruhi kadar gula darah dan trigliserida, dan bersedia mengkonsumsi rebusan kayu manis selama 14 hari.

Cara merekrut sampel adalah melakukan skrining dengan cara pemeriksaan GDP dan yang sesuai dengan kriteria sampel baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dimana sampai berjumlah 34 sampel yang terdiri dari satu kelompok intervensi dan satu kelompok kontrol. Sebelum mengambil glukosa darah puasa, responden diharuskan berpuasa selama 8-10 jam. Pengambilan darah dilakukan oleh petugas PRODIA Makassar, dengan

(15)

Andi Nur Hudaya: Pengaruh Rebusan Kayu Manis Terhadap Perubahan Kadar Trigliserida Pada Prediabetes di Kota Makassar

metode pengambilan darah pada vena siku dalam tangan subjek sebanyak 3-5 mL, kemudian dianalisa secara langsung dengan menggunakan mesin analisis darah.

Dari 34 sampel diukur antropometri, lingkar perut, kemudian dibagi untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Asupan makanan direcall pada kedua kelompok sebelum dan sesudah penelitian, demikian juga dengan trigliserida darah dan antropometri. Sampel sampai hari ke 14 sebanyak 31 orang karena ada 3 drop out. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 21. Untuk melihat kadar trigliserida dan HDL dilakukan tes laboratorium, Untuk menguji distribusi normal dilakukan uji normalitas Saphiro-Wik. Uji T test berpasangan digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel dan berdistribusi normal.

Untuk mengetahui perbedaan dua kelompok digunakan uji T Independen.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian diketahui mayoritas responden kedua kelompok perempuan yaitu 25 orang (93,8%) kelompok intervensi dan 13 orang (86,7%) kelompok kontrol. Sementara berdasarkan usia, pada kedua kelompok umur masing-masing responden 14 orang (50%) Karakteristik berdasarkan lingkar perut, mayoritas responden pada kedua kelompok mengalami obesitas sentral sebanyak 26 orang (92,85%).

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Usia, Lingkar Perut, Riwayat Keluarga DM, dan Pendidikan

Variabel Kategori

Kelompok

Intervensi Kelompok Kontrol

N % N %

Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Total

1 13 14

7,1 92,9

100

2 12 14

14,3 85,7 100 Usia

Dewasa (40-50) Usila (51-60) Total

6 8 14

21,4 28,6 100

8 6 14

28,6 21,4 100 Lingkar Perut

Obesitas Sentral Non Obesitas Sentral Total

13 1 14

93.8 6.3 100

13 1 14

86.7 13.3 100 Riwayat

Keluarga DM

Ada Tidak Ada Total

9 5 14

62.5 25 100

11 3 14

73.3 20 100

Pendidikan

SD SMP SMA

Akademi/PT Total

3 4 3 4 14

18,8 31,3 25,0 14,28

100

3 2 1 8 14

20 20 6,7 28,57

100 Sumber: Data Primer, 2019

(16)

Sebagian besar responden pada kedua kelompok memiliki riwayat keluarga DM yakni sebanyak 10 orang (62,5%) pada kelompok intervensi dan 11 orang (73,3%) pada kelompok kontrol. Karakteristik pendidikan responden, mayoritas Akademi/perguruan tinggi 12 orang (42,85%).

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wik karena sampel di bawah 50, nilai df = 14, maka diketahui nilai p value untuk kadar trigliserida > 0,05, artinya berdistribusi normal.

Tabel 2. Uji Normalitas kadar Trigliserida dan HDL Responden (n=28)

Variabel df p value*

Trigliserida

Trigliserida kelompok intervensi pre 14 0,491 Trigliserida kelompok kontrol pre 14 0,658 Trigliserida kelompok intervensi post 14 0,857 Trigliserida kelompok kontrol post 14 0,010 Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan data terlihat bahwa rata-rata trigliserida darah pada kelompok yang diberikan rebusan kayu manis pre test 192,93 mg/dl dan post test 170,57 mg/dl dengan nilai p value 0,109 > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan trigliserida sebelum dan setelah diberikan intervensi rebusan kayu manis. Sementara pada kelompok yang diberikan edukasi saat pre test adalah 128,79 mg/dl dan post test adalah 149,64 mg/dl dengan nilai p value 0`,279 > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan trigliserida sebelum dan setelah diberikan edukasi. Namun berdasarkan uji T tidak ber pasangan, p value untuk trigliserida adalah 0,527 yang berarti tidak signifikan. Akan tetapi jika dilihat dari selisih rata-rata penurunan trigliserida darah pada kedua kelompok, kelompok yang diberikan rebusan kayu manis memiliki rata-rata penurunan yang lebih besar yaitu 22,36 mg/dl.

Tabel 3. Analisis Trigliserida sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok

Variab el

KI

P Val

ue

KK

P Valu

e

P Value pre (KI

KK)

P Value post (KI

KK)

Pre Post Pre Post

Mean

 SD Mea

n  SD

Mean

 SD

Mea n  SD

Mea n  SD

Mean

 SD

Triglis erida (mg/dl)

192,9 3

95,87 6

170, 57  75,8

59

22,3 6  20,01

7

0,10 9*

128, 79  83,5

24

149,6 4  85,38

6

20,8 5  1,866

0,27

9* 0,040** 0,449**

Sumber: Data Primer, 2019 Ket: KI: Kelompok Intervensi KK: Kelompok Kontrol

(17)

Andi Nur Hudaya: Pengaruh Rebusan Kayu Manis Terhadap Perubahan Kadar Trigliserida Pada Prediabetes di Kota Makassar

Berdasarkan penelitian, terlihat bahwa rata-rata pengetahuan pada kelompok yang diberikan intervensi, edukasi pre test 70,407 dan post test 87,09 dengan nilai p value 0,000 <

0,05 yang berarti ada perbedaan pengetahuan sebelum dan setelah diberikan edukasi.

Sementara pada kelompok yang diberikan kontrol, edukasi saat pre test adalah 71,60 dan post test adalah 82,49 dengan nilai p value 0`,000 < 0,05 yang berarti ada pengaruh pengetahuan sebelum dan setelah diberikan edukasi.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata Asupan Zat Gizi Sebelum dan Setelah Intervensi pada Kelompok Rebusan Kayu Manis

Asupan Zat Gizi

Pre Test Post Test P

Value*

Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD

Energi (kkal) 1355,18  783,706 1258,82  848,253 0,580 Karbohidrat (g) 197,90  101,669 207,13  182,691 0,761 Protein (g) 44,53  17,410 48,66  36,011 0,601 Lemak (g) 43,04  42,946 38,85  35,982 0,594

Serat (g) 6,28  2,498 9,82  8,880 0,160

Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan uji T tidak berpasangan, p value untuk pengetahuan adalah 0,001 yang berarti signifikan. Akan tetapi jika dilihat dari selisih rata-rata peningkatan pengetahuan pada kedua kelompok, kelompok yang diberikan intervensi memiliki rata-rata peningkatan pengetahuan yang lebih besar yaitu 16,68.

Tabel 5.Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata Asupan Gizi Sebelum dan Setelah Edukasi pada Kelompok Kontrol

Asupan Zat Gizi

Pre Test Post Test P

Value Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD

Energi (kkal) 1151,65  619,626 951,53  489,41 0,221 Karbohidrat (g) 150,06  71,336 140,35 47,087 0,538 Protein (g) 40,61  24,591 39,50  22,726 0,913

Lemak (g) 38,30  40,453 24  23,182 0,202

Serat (g) 3,99  2,345 3,49  2,083 0,566

Sumber: Data Primer, 2019

(18)

Tabel 6. Analisis Pengetahuan sebelum dan setelah edukasi pada kedua kelompok

Variabel

KI

P Val

ue

KK

P Val

ue

P Value pre (KI dan KK)

P Value post (KI dan KK) Pre Post Pre Post

Mea n  SD

Mea n  SD

Mean

 SD

Mea n  SD

Mea n  SD

Mea n  SD Pengetah

uan

70,40 7 ± 8,609

87,0 9 ± 7,30 6

16,6 83 

1,303 0,00 0

71,6 0 ± 6,92 8

82,4 9 ± 8,09 6

8,8 717

 1,16

8

0,00

0 0,372* 0,001*

Sumber: Data Primer, 2019 PEMBAHASAN

Mayoritas responden kedua kelompok perempuan yaitu 15 orang (93,8%) kelompok intervensi dan 13 orang (86,7%) kelompok kontrol. Hal ini disebabkan mayoritas pekerjaan perempuan adalah ibu rumah tangga tidak beraktifitas di luar rumah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nisya Desyaningrum, et al tahun 2014 di FKM Bogor responden prediabetes sebagian besar perempuan7.

Sementara berdasarkan usia, mayoritas responden berusia antara 51-60 tahun pada kelompok intervensi 10 (56,4%), sedangkan kelompok kontrol mayoritas umur 40 – 50 tahun sebanyak 8 orang (54,2%). Penelitian yang dilakukan oleh Ani Astuti bahwa prediabetes banyak diderita pada umur <45 tahun sebesar 73,1 % (Astuti et al., 2019) . Usia merupakan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi menderita prediabetes, sehingga prevalensi prediabetes meningkat seiring dengan bertambahnya usia7.

Karakteristik berdasarkan lingkar perut, mayoritas responden mengalami obesitas sentral sebanyak 26 orang (92,85%) dan yang tidak mengalami obesitas sentral sebanyak 2 orang (0,07%). Risiko penyakit DM tipe 2 meningkat bersamaan dengan peningkatan indeks massa tubuh, rasio pinggul terhadap pinggang, dan penimbunan lemak terpusat.

Penelitian oleh Sudikno, et all bahwa obesitas sentral pada orang dewasa umur 26-65 tahun berhubungan dengan profil lipid setelah dikontrol variabel jenis kelamin, umur, dan kebiasaan merokok8.

Hasil uji t independen berpasangan tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah intervensi dan edukasi pada kedua kelompok untuk asupan energi. Hal ini berbeda dengan teori yang ada. Karena kemungkinan responden mengatur pola makannya karena mau diperiksa darahnya. Pada kelompok intervensi asupan energi diketahui bahwa baik pada waktu pre asupan energi rata-rata 1355,18 kkal menurun pada post yaitu rata-rata 1258,82 kkal. Demikian juga pada kelompok kontrol mengalami penurunan, energi jika berlebihan akan mempengaruhi kerja insulin dan akan meningkatkan trigliserida yang bertugas menyimpan energi dari makanan9.

Asupan Karbohidrat pada kelompok intervensi mengalami kenaikan, tetapi pada kelompok kontrol mengalami penurunan. Karbohidrat dibutuhkan dalam jumlah cukup, jika berlebihan menyebabkan berat badan berlebihan yang dapat memicu prediabetes.

(19)

Andi Nur Hudaya: Pengaruh Rebusan Kayu Manis Terhadap Perubahan Kadar Trigliserida Pada Prediabetes di Kota Makassar

Asupan lemak pada kedua kelompok juga menurun di bawah persen AKG. Untuk memilih lemak yang tidak jenuh. Karena lemak ini adalah lemak sehat dan juga bisa menurunkan resiko penyakit jantung9.

Asupan serat pada kelompok intervensi meningkat tetapi menurun pada kelompok kontrol. Serat lebih efektif menurunkan kadar trigliserida.

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa baik dari kelompok intervensi maupun kelompok kontrol ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan intervensi dan edukasi dengan nilai p value 0,000 < 0,05 pada uji t. Hal ini berdasarkan dengan meningkatnya pengetahuan setelah diberikan edukasi. Ini sesuai dengan penelitian Kristanti, et all bahwa edukasi dapat meningkatkan pengetahuan pada prediabetes dengan nilai p 0,003 (Kristanti, 2016).

KESIMPULAN

Kesimpulan tidak ada perubahan kadar trigliserida yang signifikan sebelum dan sesudah konsumsi rebusan kayu manis pada prediabetes. Untuk penelitian berikutnya diharapkan menambah dosis kayu manis dan pemberiaannya lebih lama agar pemberian rebusan kayu manis efektifitas

DAFTAR PUSTAKA

1. Profiles, C. Noncommunicable Diseases. 2018.

2. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Altas. Eighth edition 2017, IDF Diabetes Atlas, 8th edition [Internet]. 2017; Available at doi: http://dx.doi.

org/10.1016/S0140-6736(16)31679-8.

3. P2P, P. Dinas Kesehatan Kota Makassar: Kota Makassar. 2018

4. Anderson, R. A. et al. Cinnamon extract lowers glucose, insulin and cholesterol in people with elevated serum glucose’, Journal of Traditional and Complementary Medicine.

Elsevier Ltd [Internet]. 2016; 6(4):332–336. Available at :doi:

10.1016/j.jtcme.2015.03.005.

5. Haghighian, H. K., Naimi, A. F. and Gargari, B. P. Effect of cinnamon supplementation on blood glucose and lipid levels in type2 diabetic patients. 2011; 2(1): 2–6.

6. Ziegenfuss, T. N. et al. Effects of a Water-Soluble Cinnamon Extract on Body Composition and Features of the Metabolic Syndrome in Pre-Diabetic Men and Women.

2006; 3(2):45–53.

7. Deyasningrum, N. et al. Faktor Dominan Terhadap Kejadian Pre Diabetes Mellitus dan Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Staf Kependidikan FKM UI Depok Tahun. 2014.

8. Sudikno. Hubungan Obesitas sentral dengan profil lipid pada orang dewasa umur 25-65 tahun di Kota Bogor. Journal of The Indonesian Nutrition Association [Internet].

2016;39:81–92. Available at: http://ejournal.persagi.org/go/.

9. Noviya R. Makanan-makanan tinggi Kolesterol. FlashBooks. Yogyakarta; 2015.

(20)

JGMI: Journal of Indonesian Community Nutrition Vol. 8 No. 2, 2019

71

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN SUMBER SERAT DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA DI SMP NEGERI 3 MAKASSAR

RELATIONSHIP OF FIBER SOURCE FOOD CONSUMPTION PATTERN WITH THE INCIDENCE OF OVERWEIGHT IN ADOLESCENTS

AT SMPN 3 MAKASSAR

Anggun Dwi Harti1, Rahayu Indriasari1, Healthy Hidayanti1 (Email/Hp: [email protected]/085770345969)

1Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univesitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK

Pendahuluan: Sayur dan buah-buahan ini diperlukan oleh manusia karena kandungan seratnya atau fiber yang berperan terhadap overweight diantaranya menunda pengosongan lambung, mengurangi rasa lapar, pencernaan dan dapat mengurangi terjadinya overweight.

Remaja usia 13-15 tahun memiliki konsumsi buah dan sayur lebih rendah dibanding anak usia 5-10 tahun dan usia 16 tahun ke atas. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah ntuk mengetahui hubungan konsumsi pangan sumber serat dengan kejadian overweight pada remaja di SMP Negeri 3 Makassar. Metode: Desain penelitian ini adalah analitik dengan desain cross- sectional dan pengambilan sampel proportional sampling. Populasi pada penelitian ini sebanyak 792 siswa kelas VII dan kelas VII. Sampel sebanyak 93 siswa dengan status gizi overweight dan normal yang diperoleh dari screening antropometri. Kemudian dilakukan wawancara FFQ Semikuantitatif (SQ-FFQ) untuk dapat mengetahui jumlah dan frekuensi konsumsi pangan sumber serat. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi-square dan Fisher Exact Test. Hasil: Didapatkan hasil pada frekuensi konsumsi pangan sumber serat nilai p-value sebesar 1,000. Lalu jumlah konsumsi pangan sumber serat nilai p value sebesar 0,819. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi pangan sumber serat dengan kejadian overweright pada remaja di SMP Negeri 3 Makassar.

Kata kunci : Serat, Overweight, dan Remaja ABSTRACT

Introduction: Vegetables and fruits are needed by humans because the fiber content or fiber that plays a role in overweight includes delaying gastric emptying, reducing hunger, digestion and can reduce the occurrence of overweight. Teens aged 13-15 years have lower consumption of fruit and vegetables than children aged 5-10 years and ages 16 years and over. Objective: The purpose of the study was to determine the relationship of fiber source food consumption with the incidence of overweight in adolescents in SMPN 3 Makassar.

Methods: The design of this study was analytic with cross-sectional design and purposive sampling. The population in this study were 792 students of class VII and class VII.

(21)

Anggun Dwi Harti: Hubungan Pola Konsumsi Pangan Sumber Serat dengan Kejadian Overweight pada Remaja di SMP Negeri 3 Makassar

A sample of 93 students with overweight and normal nutritional status were obtained from anthropometric screening. Then a semiquantitative FFQ interview (SQ-FFQ) was conducted to determine the amount and frequency of fiber source food consumption. Results: analysis of data in this study using the chi-square test. Obtained results on frequency of fiber source food consumption p value 1,000. Then the amount of fiber source food consumption is p value 0.819.Conclusions: The concluded that there is no relationship between fiber-source food consumption patterns and the occurrence of overweright in adolescents in SMPN 3 Makassar.

Keywords : Fiber, Overweight, and Adolescent PENDAHULUAN

Konsumsi sayur dan buah sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber sarat makanan, antioksidan dan dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti obesitas, (penyakit jantung koroner) PJK, diabetes, hipertensi, dan kanker.1 Sayur dan buah-buahan ini diperlukan oleh manusia karena kandungan seratnya atau fiber. Serat ini merupakan komponen jaringan yang pada tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Artinya tidak ada enzim pencernaan yang mampu mengurai serat menjadi komponen yang mudah diserap. Keadaan ini memberi keuntungan bagi manusia terutama untuk.2

Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur akan menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Kekurangan konsumsi sayur dan buah pada anak dapat menimbulkan berbagai penyakit di kemudian hari.

Rendahnya konsumsi sayur dan buah ini berkaitan dengan meningkatnya risiko 2 terjadinya penyakit-penyakit kronik seperti penyakit jantung dan diabetes.3Hasil penelitian Lock et al.

(2005) yang dilakukan di beberapa negara bagian Afrika, Amerika, dan Asia yang terdiri atas 14 wilayah bagian menyebutkan bahwa anak usia 5-14 tahun memiliki kecenderungan 20%

mengonsumsi buah dan sayur lebih rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa 30-59 tahun. Rata-rata konsumsi buah dan sayur pada anak usia 5-14 tahun di Asia Tenggara memperlihatkan hasil yang sangat rendah yaitu 182 g/hari. Hasil tersebut berbeda jauh dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO, bahwa konsumsi buah dan sayur adalah 400 g (5 porsi) per hari untuk semua kelompok usia.4

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 proporsi konsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi per hari pada penduduk umur ≥5 tahun menurut provinsi pada tahun 2018 yaitu di Indonesia mencapai 95,5%. Persentase kurang konsumsi buah dan sayur meningkat dari tahun 2013 hingga 2018 yaitu 93,5% menjadi 95,5%. Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 dan 2013 mengumpulkan data yang sama yaitu melakukan analisis kecenderungan proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mengonsumsi kurang sayur dan buah. Dari data Riskesdas 2013 ditemukan bahwa perubahan yang paling menonjol terjadi di Gorontalo, dengan proporsi kurang konsumsi sayur dan buah semakin meningkat dari 83,5%

menjadi 92,5%, demikian juga dengan provinsi Sulawesi Selatan yang mengalami peningkatan dari 93,7% menjadi sekitar 96%.

(22)

JGMI: Journal of Indonesian Community Nutrition Vol. 8 No. 2, 2019

Kelebihan berat badan (overweight) telah menjadi trend masalah gizi dikelompok siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan merupakan masalah gizi masyarakat yang berdampak pada morbiditas dan mortalitas. Berdasarkan Riskesdas 2013, Indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) prevalensi remaja gemuk umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8% terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk. yang tertinggi yaitu pada provinsi kepulauan riau sebesar 0,6%, provinsi DKI sebesar 0,5%, prevalensi obesitas di Provinsi kalimantan timur dan Provinsi DIY sebesar 0,3% sedangkan prevalensi obesitas Di Provinsi Sulawesi Utara dan di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,2%.5 Faktor utama penyebab overweight dan obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang, perubahan gaya hidup, serta pola makan yang salah diantaranya pola makan tinggi lemak dan rendah serat. Faktor utama penyebab overweight dan obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang, perubahan gaya hidup, serta pola makan yang salah diantaranya pola makan tinggi lemak dan rendah serat.6

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur serta dengan melihat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat kurang konsumsi buah dan sayur, maka dinilai perlu untuk mengetahui pengaruh konsumsi sayur dan buah dengan overweight. Penting untuk mengetahui pola konsumsi buah dan sayur pada remaja karena remaja memerlukan nutrisi dari buah dan sayur untuk pertumbuhannya. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan sumber serat dengan kejadian overweight pada remaja SMP Negeri 3 Makassar.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dan rancangan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 3 Makassar pada bulan April-Mei 2019. Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII dan VIII SMPN 3 Makassar yang berjumlah 792 siswa. Kelas VII berjumlah 432 siswa dan kelas VIII berjumlah 360 siswa. Dalam satu kelas jumlah siswanya yaitu 36 orang. Jumlah sampel sebesar 93 siswa dengan status gizi overweight dan normal yang diambil setelah sebelumnya dilakukan screening antropometri sebanyak satu kali yaitu dengan cara melakukan pengukuran TB dan penimbangan BB. Alat yang digunakan yaitu timbangan dan microtoice.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proportional sampling.

Jenis sampling ini adalah pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur- unsur atau kategori dalam populasi penelitian.

Teknik pengumpulan data yaitu data primer yang berupa pengukuran fisik dan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner FFQ Semikuantitatif (SQ-FFQ) dan data sekunder yaitu data diperoleh dari bagian kantor sekolah meliputi jumlah siswa, kelas, data sekolah, dan jumlah tenaga pengajar. Metode analisis data dilakukan dengan analisis univariate dan bivariate. Analisis univariate bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, sedangkan Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hipotesis hubungan variabel independen dengan variabel dependen yaitu konsumsi pangan sumber serat dengan overweight pada remaja.

(23)

Anggun Dwi Harti: Hubungan Pola Konsumsi Pangan Sumber Serat dengan Kejadian Overweight pada Remaja di SMP Negeri 3 Makassar

74 HASIL

Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VII dan VII yang menjadi sampel dalam penelitian ini, maka diperoleh hasil berdasarkan tabel menunjukkan bahwa 51 (54,8%) sampel kelas VII dan 42 (45,2%) sampel kelas VIII, diantaranya 34 (36,6%) berjenis kelamin laki-laki dan 59 (63,4%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan umur sampel yang terbanyak adalah umur 14 tahun yaitu 88 (53%) dan yang paling sedikit adalah umur 12 tahun yaitu 1 (6%).

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Karakteristik Umum Jumlah Responden

N %

Kelas VII VIII

51 42

54,8 45,2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

34 59

36,6 63,4 Pekerjaan Ayah

Wiraswasta PNS

Pegawai Swasta Dosen/Guru TNI/Polri Pengusaha Buruh Harian Petugas Kebersihan Pelayaran

Tidak Ada

33 19 12 2 10

4 7 2 1 3

35,5 20,4 12,9 2,2 10,8

4,3 7,5 2,2 1,1 3,2 Pekerjaan Ibu

IRT

Wiraswasta Guru

Pegawai Swasta PNS

Pengusaha TNI

66 8 5 2 8 3 1

71 8,6 5,4 2,2 8,6 3,2 1,1

Total 166 100

Sumber: Data primer, 2019.

Berdasarkan tabel dari karakteristik pekerjaan orang tua sampel menunjukkan bahwa pekerjaan Ayah terbanyak adalah sebagai Wiraswasta yaitu 33 (35,5%) dan pekerjaan Ibu terbanyak adalah sebagai IRT yaitu 66 (71%). Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki jumlah porsi konsumsi pangan sumber serat cukup sebanyak 54 (58,1%) dan kurang sebanyak 39 (41,9%). Berdasarkan frekuensi konsumsi pangan

(24)

JGMI: Journal of Indonesian Community Nutrition Vol. 8 No. 2, 2019

sumber serat yang cukup sebanyak 2 (2,2%) dan kurang sebanyak 91 (97,8%). Dapat diketahui juga bahwa sampel yang memiliki status gizi overweight sebanyak 27 (29%) dan status gizi normal sebanyak 66 (71%).

Tabel 2. Hubungan Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Serat dengan Kejadian Overweight

Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Serat

Status Gizi Jumlah

p*

Overweight % Normal % N %

Kurang 27 29,7 64 70,3 91 100

1,000

Cukup 0 0 2 100 2 100

27 29 66 71 93 100

Sumber: Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa lebih banyak sampel yang memiliki status gizi overweight dengan frekuensi konsumsi pangan sumber serat kurang yaitu 27 orang (29,1%) dibanding yang memiliki frekuensi konsumsi pangan sumber serat cukup. Pada penelitian ini hasil analisis uji chi square menunjukkan tabel kontigensi 2 x 2 tidak memenuhi syarat yaitu ada sel dengan frekuensi harapan kurang dari 5, maka rumus diganti dengan rumus Fisher Exact Test dengan nilai 1,0, karena nilai p >0,05 yaitu 1,0 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi pangan sumber serat dengan status gizi overweight.

Tabel 3. Hubungan Jumlah Konsumsi Pangan Sumber Serat dengan Kejadian Overweight

Jumlah Konsumsi

Pangan Sumber Serat

Status Gizi Jumlah

Overweight % Normal % n % p*

Kurang 12 30,8 27 69,2 39 100

0,819

Cukup 15 27,8 39 72,2 54 100

Total 27 29 66 71 93 100

Sumber: Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 3, untuk pembacaan analisis data jumlah konsumsi pangan sumber serat dikelompokkan menjadi 2 yaitu kurang dan cukup menunjukkan bahwa lebih banyak sampel yang memiliki status gizi overweight dengan jumlah konsumsi pangan sumber serat kurang 60 yaitu 30,8% dibandingkan yang memiliki jumlah konsumsi pangan sumber serat cukup yaitu 27,8%. Pada penelitian ini hasil uji chi square menunjukkan tabel kontingensi 2 x 2 memenuhi syarat yaitu nilai expected di bawah 5 sebanyak 0% dan nilai minimum expected-nya 11,3, maka analisis p yang digunakan adalah continuity correction dengan nilai 0,189, karena nilai p > 0,05 yaitu 0,189 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah konsumsi pangan sumber serat dengan status gizi overweright.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan desain deskriptifkualitatif dengan teknik dokumentasi, simak bebas libat cakap, dan catat dalam pengumpulan datanya.Sumber data pada penelitian

Pendampingan dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan informasi mengenai GPP/H dan kedua model proses regulasi emosi melalui kelima aspeknya (pemilihan situasi,

Penelitian ini menunjukan bahwa perubahan tingkat kepadatan bangunan dan luas tutupan lahan yang ada di kelurahan Bahu dan Kelurahan Kleak tahun 2003 hingga pada

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan: (1) secara simultan variabel nilai tukar rupiah terhadap US$ dan ekspor

Th e coeffi cients on the threat period variables in our primary specifi cation, operationalized in multiple ways, consistently fi nd that the volume of debt issuance in

Penunjukan Negara-negara Peserta di mana perlindungan atas penemuan diinginkan dengan dasar permintaan paten internasional itu dapat dilaksanakan jika untuk Negara

Hal ini mengingat peranan fungsi situ yang berpengaruh langsung terhadap wilayah dibagian hilirnya; untuk itu, Rentrada (Rencana Strategi Pembangunan Daerah) Kota Depok,

DESKRIPSI UNIT : Unit ini berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja yang dibutuhkan dalam mengelola pelayanan pelanggan berkualitas.. ELEMEN