BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumen merupakan harta paling berharga bagi sebuah perusahaan.
Dalam survey yang dilakukan oleh sebuah perusahaan jasa pos pengiriman, Gage mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul “Strategi Pelayanan Pelanggan”
bahwa dalam perhitungannya seorang pelanggan atau konsumen memiliki nilai seharga 3850 dolar. Bisa dibayangkan bagaiman jika perusahaan kehilangan sebanyak 100 pelanggan maka berapa banyak kerugian yang diterima oleh perusahaan. Hal ini senada pula dengan yang dikemukakan oleh Kotler (2002), semisal perusahaan mempunyai 64.000 pelanggan, kemudian perusahaan tersebut kehilangan 5% dari pelanggannya tahun ini karena pelayanan yang buruk, hal itu berarti kehilangan 3.200 pelanggan (0,05 x 64.000). Rata-rata pelanggan yang telah hilang itu mencerminkan $40.000 penurunan pendapatan. Akibanya, perusahaan kehilangan penerimaan $128.000 (3.200 x $40.000). Semisal laba perusahaan adalah 10%, maka perusahaan kehilangan laba $12.800.000 (0,10 x
$128.000.000) tahun ini. Karena para pelanggan beralih sebelum waktunya, kerugian perusahaan sepanjang waktu sesungguhnya jauh lebih besar.
Sementara itu, Hasil riset yang dilakukan oleh Technical Assistance Research Program (TARP) (dalam Tjiptono, 2007) menemukan empat temuan penting. Pertama, 96% konsumen yang mengalami masalah dengan small-ticket products (contohnya small packaged goods) tidak menyampaikan komplain kepada pihak pemanufaktur, tetapi 63% diantara mereka tidak akan membeli lagi. Kedua, 45% konsumen yang mengalami masalah dengan small-ticket services (seperti jasa TV kabel atau telepon lokal) tidak melakukan komplain, namun 45% dari mereka tidak akan membeli lagi. Sementara itu, hasil temuan ketiga menunjukkan bahwa hanya 27% konsumen yang tidak puas dengan large- ticket durable products (seperti mobil, komputer, dan rumah) yang tidak melakukan komplain. Sekitar 41% diantaranya tidak akan membeli lagi.
Keempat, 37% konsumen yang tidak puas dengan large-ticket services (seperti
asuransi) tidak melakukan komplain dan separuh diantaranya tidak akan membeli lagi. Oleh karena itulah maka memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi konsumen haruslah menjadi bentuk perhatian dari sebuah perusahaan.
Kotler (2002) mengemukakan beberapa fakta bahwa untuk mendapatkan pelanggan baru, biayanya bisa mencapai lima kali lipat lebih besar daripada biaya yang tercakup dalam memuaskan dan mempertahankan pelanggan. Diperlukan banyak usaha untuk membujuk pelanggan yang puas agar beralih dari pemasok mereka yang sekarang. Rata-rata perusahaan kehilangan 10% dari pelanggannnya setiap tahun. Pengurangan sebesar 5% dari tingkat kehilangan pelanggan dapat meningkatkan laba sebesar 25% sampai 85%, tergantung pada industrinya.
Tingkat laba pelanggan cenderung meningkat selama hidup pelanggan yang tetap bertahan itu.
Kenyamanan dan kepuasan konsumen begitu penting bagi perusahaan.
Konsumen yang merasa puas terhadap suatu perusahaan akan cenderung loyal terhadap perusahaan tersebut. Bahkan kepuasan tersebut memungkinkan konsumen untuk menceritakan atau merekomendasikan produk tersebut kepada orang-orang terdekatnya. Hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan. Sebaliknya, jika seorang pelanggan merasa tidak puas, maka pelanggan tersebut akan menceritakan ketidakpuasannya kepada orang-orang terdekatnya yang bisa jadi mereka adalah calon pelanggan bagi perusahaan. Hal ini tentu saja berakibat perusahaan menjadi kehilangan calon pelanggan.
Menurut Kotler (dalam Tjiptono, 2007), umumnya pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan pengalaman buruknya kepada sebelas orang lain.
Angka ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa setiap pelanggan yang tidak puas rata-rata menyampaikan masalahnya kepada 8-10 orang lain (Le Boef, 1987). Sementara itu, Zamke menyatakan bahwa pelanggan yang kecewa menyampaikan pengalaman buruknya dengan perusahaan jasa tertentu kepada 10 sampai 20 orang lain. Riset Becker & Wellins mengindikasikan bahwa sekitar 75% pelanggan restoran menceritakan pengalaman jasa yang mengecewakan kepada orang lain.
Hasil riset yang dilakukan oleh Clancy & Shulman (1994) menunjukkan bahwa biaya untuk mempertahankan seorang pelanggan seringkali hanya 25%
dari biaya mendapatkan seorang pelanggan baru. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa mendatang. Seorang konsumen yang merasa puas cenderung akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain. Oleh karena itu pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik (Bayus dalam Tjiptono, 2008).
Kepuasan pelanggan menurut Majid (2009) adalah suatu kondisi yang menggambarkan terpenuhinya, bahkan terlampauinya harapan pelanggan atas suatu produk atau layanan yang dilakukan oleh pihak produsen/ pelaku usaha.
Ketika harapan pelanggan lebih besar daripada pengalaman yang diterimanya terhadap produk/jasa tertentu, maka pelanggan akan kecewa. Ketika pengalaman yang didapatkan sama dengan harapan pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas. Pelanggan akan merasa sangat puas ketika pengalamannya memiliki nilai lebih tinggi daripada harapannya.
Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Proses persepsi bukan hanya proses psikologi semata, tetapi diawali dengan proses fisiologis yang dikenal sebagai sensasi.
Menurut Budiastuti (dalam Praptiwi 2009) kepuasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kualitas produk, harga, dan kualitas pelayanan. Menurut Cravens (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah persaingan, performa produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan, dan sistem pengiriman.
Dalam Yuliarmi-Riyasa 2007 terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, menurut Tjiptono (1996) mengatakan bahwa ketidakpuasan pelanggan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang kasar, jam karet, kesalahan pencatatan transaksi. Sebaliknya, faktor eksternal yang diluar kendali perusahaan, seperti cuaca, gangguan pada infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hal terjadi ketidakpuasan, ada beberapa
kemungkinan yang bisa dilakukan pelanggan, yaitu (1) tidak melakukan apa-apa, pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakann jasa perusahaan yang bersangkutan lagi; (2) ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu (a) derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan, (b) tingkat ketidakpuasan pelanggan, (c) manfaat yang diperoleh, (d) pengetahuan dan pengalaman, (e) sikap pelanggan terhadap keluhan, (f) tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, (g) peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.
Setiap perusahaan akan bersaing dengan perusahaan lainnya yang memiliki produk yang sama. Levitt dalam Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Setiap perusahaan tersebut memiliki strategi tertentu untuk memuaskan pelanggannya. Salah satu strategi yang dipakai adalah dalam segi performa kinerja karyawan dalam melayani pelanggannya.
Transportasi angkutan umum adalah sarana yang umum banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dalam industri penyedia jasa transportasi sendiri terdapat banyak macam, mulai dari transportasi darat, udara, dan laut.
Pada transportasi darat itu sendiri pun memiliki banyak alternatif, seperti angkutan umum kota, taxi, travel, bus, dan kereta api. Kereta api adalah sarana transportasi yang bisa dikatakan tua di Indonesia. Untuk terus tetap bertahan demi eksistensinya, jasa kereta api harus banyak melakukan inovasi, terutama dalam menciptakan kepuasan pelanggan.
Perusahaan Kereta Api Indonesia (KAI) (PERSERO) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang jasa sarana transportasi. PT. KAI (PERSERO) termasuk dalam jenis usaha pelayanan publik.
Pelayanan publik adalah pemberian jasa yang diberikan oleh suatu organisasi (perusahaan, pemerintah, swasta) kepada publiknya dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat (Wasistiono dalam Saleh,2010)
PT. KAI (PERSERO) dalam menjalani usahanya di bidang jasa sarana transportasi memiliki visi menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders. Dan memiliki misi menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan empat pilar utama, yaitu; keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan kenyamanan (www.kereta-api.co.id).
PT. KAI (PERSERO) yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan jargon „Anda adalah Prioritas Kami‟ pada kenyataannya saat ini masih mendapat banyak keluhan, seperti rasa kecewa pelanggan kereta api di Jakarta yang diungkapkan oleh Komunitas pengguna Kereta Rel Listrik (KRL Mania) yang mengadukan mengenai rendahnya pelayanan KRL ke Ombudsman Republik Indonesia. Mereka menilai manajemen KRL tidak serius memperbaiki standar pelayanan minimal (SPM) kereta api. (Edwin-09/03/12-www.detiknews.com).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 12-16 April 2012 kepada 15 orang konsumen kereta api kelas eksekutif, sebanyak 46.67% menggunakan jasa kereta api untuk tujuan wisata atau liburan, 26.67%
untuk keperluan studi, dan 20% untuk keperluan keluarga. Konsumen memilih menggunakan jasa kereta api dengan alasan kenyamanan perjalanan sebanyak 46.67% dan lebih cepat sampai tujuan serta harga tiket yang terjankau sebanyak 20%. Sebanyak 60% puas menggunakan jasa kereta api, 33.33% cukup puas, dan 6.67% tidak puas. Tempat duduk yang nyaman dan luas (33.33%), perjalanan yang lebih simple (20%), dan tempat yang bersih (20%) adalah beberapa hal yang membuat konsumen merasa puas. Selain itu terdapat pula beberapa hal yang membuat konsumen merasa tidak puas, yaitu fasilitas hiburan yang kurang menarik (20%), keamanan barang (20%), dan pelayanan prama-prami (20%).
Kenyataan fisik yang konsumen lihat adalah kereta yang penuh sesak dan tidak nyaman, tidak ada kipas angin, bangunan kereta yang bobrok dan tidak terawat. Begitu juga dengan kenyataan non-fisik yang dialami, juga tidak pernah sesuai dengan harapan konsumen, sebagai contoh kereta yang selalu terlambat, waktu terbuang karena mengantri, atau ketidakpastian jadwal. Konsumen juga
merasakan ketidakadilan (fairness) terhadap layanan yang mereka terima.
Mereka mendapat layanan lebih buruk dari konsumen di jalur lain, padahal membayar dalam jumlah yang sama (Abdinagoro, KONTAN Harian, Rabu, 6 Juni 2007 hal. 23).
Berbicara mengenai pelayanan konsumen, khususnya pelayanan di dalam kereta pada saat konsumen menggunakan jasa kereta api, prama-prami merupakan ujung tombak dari jasa pelayanan tersebut. Prama-prami adalah petugas di dalam kereta api yang banyak berinteraksi langsung dengan penumpang atau konsumen kereta api. Prama-prami adalah petugas yang bertanggung jawab untuk melayani konsumen selama perjalanan di dalam kereta api. Oleh karena itu, penilaian konsumen terhadap pelayanan di dalam kereta api sangat bergantung terhadap kinerja prama-prami.
Sehubungan dengan hal di atas, maka terdapat kebersinggungan antara kepuasan konsumen dengan performa kinerja karyawan suatu perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti bermaksud mengajukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Persepsi terhadap Kinerja Prama-Prami dengan Kepuasan Konsumen Kelas Eksekutif PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kinerja prama-prami dengan kepuasan konsumen kelas eksekutif PT. KAI?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kinerja prama-prami dengan kepuasan konsumen kelas eksekutif PT KAI.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kajian akademis di bidang ilmu psikologi industri dan organisasi, khususnya dalam bidang psikologi konsumen.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi terbaru bagi PT KAI mengenai evaluasi konsumen terhadap performa kinerja karyawan, khususnya prama-prami dalam meningkatkan kepuasan konsumen.
Selain itu, agar PT KAI dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga dapat membantu dalam mewujudkan visi dan misi PT KAI.