• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Semantik

Semantik merupakan bagian yang tidak terlepas dari struktur bahasa yang memiliki kaitan langsung dengan makna ujaran dan struktur makna dari suatu pembicaraan. Makna bermaksud menyampaikan suatu arti dalam pembicaraan tertentu, berdampak pada pemahaman tanggapan, serta tindakan manusia atau kelompok (Kridalaksana, 1993:199). Setiap ujaran yang disampaikan baik berupa kata maupun kalimat memiliki makna yang dikaji dalam bidang semantik.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dan dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda) atau dari verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna (Djajasudarma, 2012: 1). Semantik berada dalam ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk dalam gramatika atau tata bahasa). Urutan pertama ialah bunyi, kedua ialah tata bahasa, dan urutan terakhir ada pada komponen makna. Semantik dan semiotik merupakan dua istilah yang mempunyai persamaan dan perbedaan makna.

Persamaan kedua bidang ilmu bahasa tersebut yakni sama-sama menjadikan

makna sebagai objek kajiannya, sedangkan perbedaannya terletak pada

semantik lebih berfokus mengkaji makna kata dan semiotik lebih fokus

(2)

melakukan kajiannya pada makna yang berkaitan dengan simbol, tanda, atau lambang (Suhardi, 2015:41).

Menurut Chaer (2013:4), semantik yang dibahas merupakan keterkaitan antara kata dengan makna dari kata tersebut, dan benda atau sesuatu yang merujuk pada makna di luar dari bahasa tersebut. Makna pada sebuah kata, wacana atau ungkapan ditetapkan dari konteksnya. Cakupan semantik hanya berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal, karena membahas aspek dan struktur fungsi bahasa semantik yang dapat dikorelasikan dengan ilmu lainnya.

Chaer (2013:7) berpendapat bahwa “semantik adalah unsur dari susunan bahasa yang berkaitan dengan makna ungkapan dan struktur makna. Semantik memiliki empat jenis, yaitu semantik leksikal, semantik gramatikal, semantik sintaksikal dan semantik maksud”. Ilmu tentang makna kata dan kalimat mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti makna.

2.2 Pengertian Semantik

Semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu sema “kata benda” yang berarti “tanda “ atau “lambang” kata kerjanya adalah semaino yang berarti

“menandai” atau “melambangkan” jadi semnatik ialah ilmu yang mempelajari

tentang tanda atau lambang. Sepeti yang dikemukakan oleh Ferdinand De

Saussure (dalam Chaer, 1990:2) yaitu “komponen yang mengartikan, yang

berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen yang diartikan atau makna

dari komponen yang pertama itu” ditandai lambangnya adalah suatu yang berada

di luar bahasa yang lazim disebut referensi atau hal yang di tunjuk.

(3)

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna Verhaar, (2001:385) Menurut Aminudin (2011:15) semantik merupakan studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Sedangkan menurut Pateda (2010: 25) semantik merupakan studi ilmiah tentang makna yaitu makna unsur bahasa, baik dalam wujud morfem, kata, atau kalimat. Semantik merupakan kajian ilmu yang mempelajari tetang makna dalam bahasa. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa semantik merupakan ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna yaitu makna unsur bahasa baik dalam wujud morfem, kata, atau kalimat.

Aminuddin (2008: 25) menjelaskan bahwa semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi pada umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkat paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa:

a. Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu.

b. Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan

dan hubungan tertentu.

(4)

c. Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

2.3 Hiponim

Menurut Verhaar (2001: 396) hiponim merupakan hubungan antara yang lebih kecil (secara ekstensional) dan yang lebih besar (secara ekstensional juga).

Ungkapan biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Dapat dijadikan contoh misalnya kata tongkol adalah hiponim terhadap ikan sebab makna tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Tongkol memang ikan tetapi ikan bukan hanya tongkol melainkan juga termasuk bandeng, tenggiri, hiu, paus, teri dan sebagainya. Jika diskemakan menjadi:

Relasi antara dua buah kata yang besinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah maka relasi antara dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah. Jadi, kata tongkol berhiponim terhadap kata ikan, tetapi kata ikan tidak berhiponim terhadap kata tongkol, sebab makna ikan meliputi seluruh jenis ikan. Dalam hal ini relasi antara ikan dengan tongkol (atau jenis ikan lainnya) disebut hipernimi. Kesimpulannya, jika tongkol berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap tongkol.

Chaer (2013: 100) menjelaskan bahwa konsep hiponim dan

hipernim mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya

makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya. Karena itu,

ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah

(5)

kata lain, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial berada di atasnya. Umpamanya kata ikan yang merupakan hipernimi terhadap kata tongkol, bandeng, tenggiri, hiu, paus, dan teri akan menjadi hiponimi terhadap kata binatang karena yang termasuk binatang bukan hanya ikan, tetapi juga kucing, monyet, singa, dan sebagainya.

Menurut Depdiknas (2012:99) hiponim adalah bentuk yang maknanya terangkum dalam hipernim, atau subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih luas. Misalnya kata mawar, melati, cempaka, masing-masing disebut hiponim terhadap bunga yang menjadi hipernim atau superordinatnya. Di dalam terjemahan, hipernim atau superordinat pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa Indonesia tidak terdapat istilah superordinatnya.

Menurut Djajasudarma (2008:48) hiponim yaitu hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki. Hubungan hiponim dekat dengan sinonim, karena sebuah kata yang memiliki semua komponen makna kata lainnya, tetapi tidak sebaliknya maka perhubungan itu disebut hiponim.

Kata warna meliputi semua warna dapat dikatakan sebagai superordinat

dari hijau, merah, kuning, dan biru. Dari beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa hiponim merupakan ungkapan yang maknanya

dianggap bagian dari makna suatu ungkapan lain yang relasinya bersifat

searah, serta kata yang berada di bawah makna kata lain. Dari beberapa

pendapat di atas, maka dapat disimpulkan hiponim merupakan hubungan

(6)

makna yang bersifat atas bawah dan terdapat sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya.

2.4 Hipernim

Hipernim adalah kata umum dan disebut juga sebagai superordinate. Hipernim mencakup makna yang terkandung dalam hiponim, Contohnya, ikan, sapi, kerbau, dan burung merupakan kata yang bermakna khusus, yaitu hiponim. Hipernim dari contoh-contoh tersebut adalah hewan. Hipernim ialah kata atau frase yang mewakilkan banyak kata yang termasuk di dalamnya. Hipernim atau kata umum sanggup juga dikatakan sebagai kata yang mengelompokan banyak kata. Seperti kata

"binatang" yang mempunyai cakupan yang luas menyerupai contohnya

"ikan, burung, gajah, amfibi". Intinya hipernim ialah kata yang mewakilkan banyak kata.

2.5 Kajian Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian makna sangatlah beragam. De Saussure dalam Chaer (2009:29) mengungkapkan, “Setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Prancis:

signifie, Inggris: linguistique) dan (2) yang mengartikan (Prancis: signifiant,

Inggris: signifier) yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain

dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi, sedangkan yang

mengartikan (signifiant, signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari

fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda

linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah

(7)

unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual)”.

Sudaryat (2009:6) menyatakan, “Setiap kata memiliki kekaburan makna jika sudah disandingkan menjadi sebuah bahasa karena makna yang terkandung di dalam bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diwakilinya”. Unsur yang terdapat dalam kata tidak terlepas dari bentuk kebahasaan yang menciptakan suatu makna pada kata dan kalimat tersebut akan muncul dengan sendirinya oleh pengguna bahasa.

Menurut Kridalaksana (2008: 148) makna adalah pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, hubungan, dalam arti kesepadanan antara bahasa dan diluar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditujukannya, cara menggunakan lambang-lambang bahasa.

2.6 Makna Konotatif

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, frasa, atau klasa. Membicarakan makna sama halnya berpikir keras mengenai arti dari sebuah objek yang dituju. Makna sebagai penghubung bahasa dengan bahasa di dunia luar yang telah disepakati para pemakainnya sehingga dapat saling mengerti arti dari bahasa tersebut (Djajasudarma, 2009:7).

Lyons (dalam Djajasudarma 2009: 7) mengkaji atau memberikan makna

suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan

hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-

kata lainnya. Dengan kata lain, mempelajari makna sama halnya

(8)

mengartikan pemakaian bahasa dalam suatu masyarakat bahasa bisa saling mengerti satu sama lain.

Menurut Ferdinand de Saussure (dalam Chaer 2012:286) setiap tanda linguistiknya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau mengartikan yang wujudnya berupa runtukan bunyi, dan komponen signifie atau yang diartikan yang wujudnya berupa pengertian atau konsep.

2.6.1 Makna Konotatif Positif

Makna konotatif menurut Chaer (1995: 66-68) dibedakan menjadi dua yaitu, konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif merupakan kiasan yang mengandung makna baik atau positif. Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna konotatif dan makna emotif cenderung berbeda dalam bahasa Indonesia. Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembaca dan pendengar); (penulis dan pembaca) ke arah positif.

Menurut Wijana dan Rohmadi (2008: 23) nilai emotif dari suatu kata

berbeda-beda bisa jadi halus maupun kasar. Nilai emotif yang terdapat

dalam suatu kebahasaan disebut konotasi Sebagai contohnya, kata wanita

memiliki 13 konotasi yang positif karena memiliki nilai rasa yang tinggi

daripada perempuan. Wanita memiliki nuanasa halus dan perempuan

memiliki nuansa lebih kasar. Hal ini bisa dibedakan dari makna suatu kata

atau sinonim suatu kata. Maka akan terlihat perbedaan makna konotatif dan

makan emotif. Contoh tersebut ditinjau dari penggunaan kata, adapun

contoh dari ungkapan anak emas yang artinya anak kesayangan. Positif atau

(9)

negatifnya nilai rasa bergantung pada konteks yang digunakan kata, frasa, atau klausa.

2.6.2 Makna Konotatif Negatif

Makna konotatif merupakan kiasan yang mengandung makna buruk atau negatif. Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna konotatif dan makna emotif cenderung berbeda dalam bahasa indonesia. Makna konotasi muncul akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang didengar atau diucapkan.

Makna konotatif cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif, sedangkan emotif merujuk ke hal-hal yang positif. Konotasi negatif dapat dilihat dari nilai rasa yang kurang baik atau buruk.

Sebagai contohnya kata perempuan dan wanita, perempuan memiliki nilai rasa yang rendah daripada wanita sehingga kata perempuan memiliki konotasi yang negatif. Contoh lain yang berupa ungkapan adu domba memiliki makna yang negatif yaitu membuat orang lain menjadi bermusuhan atau berselisih paham. Penggunaan konotasi negatif bergantung pada konteks yang digunakan, konotasi negatif bisa berupa kata, frasa atau klausa. Peribahasa ataupun ungkapan yang memiliki makna konotasi negatif.

2.6.3 Makna Konotatif Netral

Berdasarkan pendapat Herdiana (2012) dan Chaer (2009: 65-69)

makna konotasi netral menyatakan makna konotasi tanpa nilai rasa positif

dan negatif. Jadi makna konotasi yang tidak mengandung nilai rasa positif

maupun negatif tergolong makna konotasi netral. Biasanya makna konotasi

netral berupa kata benda. Makna konotasi netral tidak mengandung nilai

(10)

rasa lebih tinggi, baik, sopan, halus, dan menyenangkan atau pun

sebaliknya. Berikut ini contoh makna konotasi netral: Bu Nia menjadi

kepala sekolah SMA Negeri Airmas ke-5. Kata kepala dalam kalimat

tersebut bermakna pemimpin.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan bentuk kata dalam suatu bahasa yang mengakibatkan makna

Rute yang baik adalah rute yang mampu menyediakan Pelayanan semaksimal mungkin pada daerah pelayanannya kepada penumpang Pengelompokan Unsur-unsur Teori/pendapat

Berdasarkan defenisi semantik yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa defenisi semantik adalah salah satu cabang ilmu bahasa atau linguistik yang meneliti tentang makna,

Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa CSS merupakan bahasa pemrograman yang digunakan untuk mendesain halaman website. CSS dapat mengatur warna teks, jenis font,

Dari kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa CSS (Cascading Style Sheet) adalah bahasa yang digunakan untuk mengontrol tampilan dalam sebuah halaman web. 2.4.4

Bahasa setempat yang dimaksud adalah istilah dalam arsitektur untuk menyebut unsur-unsur setempat, baik dari budaya maupun lingkungan seperti iklim setempat, yang

Sosiolinguistik pada hakikatnya, merupakan salah satu cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji, meneliti, dan mengembangkan variasi integrasi antara konsep

Teori MSA digunakan dalam mengkaji struktur semantik verba ujaran bahasa Bali dengan membatasinya menggunakan teknik parafrasa sedangkan teori peran umum (macro- role)