• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditangani adalah tinggi nya angka kematian ibu (AKI) yang mencapai 307 per

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. ditangani adalah tinggi nya angka kematian ibu (AKI) yang mencapai 307 per"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang masih menjadi prioritas untuk ditangani adalah tinggi nya angka kematian ibu (AKI) yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002). Angka tersebut menempati urutan tertinggi diantara Negara-negara berkembang lainnya. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 65 kali lebih besar dari Negara Singapore, 9,5 kali dari Malaysia. Bahkan 2,5 kali lipat dari indeks Philipina (Anwar, 2002).

Angka kematian ibu di Indonesia menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2002 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup.

Penurunan angka kematian ibu tersebut berjalan sangat lamban yaitu menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Selain itu terdapat variasi atau perbedaan yang cukup nyata antara angka kematian ibu di Jawa Bali dan luar Jawa Bali, seperti di Propinsi Jawa Tengah 248, Nusa Tengara Timur 554, Maluku 796 dan Papua mencapai 1025 per 100.000 kelahiran hidup, Aceh sendiri mempunyai AKI berkisar 224 per 100.000 kelahiran hidup . Hal ini mencerminkan adanya perbedaan dalam segi geografis, demografis, akses dan kualitas pelayanan kesehatan serta ketersediaan sumber daya manusia. Hasil penelitian di 12 Rumah sakit mengenai sebab-sebab kematian ibu bersalin diketahui bahwa 94,4% kematian ibu merupakan akibat langsung kehamilan, komplikasi kehamilan serta persalinan. Penyebab utama

(2)

kematian ibu bersalin, 80% adalah perdarahan, infeksi dan toxaemia (Depkes, 1992).

Prawiroharjo, 2002 dalam kutipan Suryani hampir 70% ibu hamil menderita anemia (HB < 11 gram %) yang akan menambah resiko terjadinya kematian ibu maternal. Hal ini merupakan indikator masih lemahnya pelayanan program kesehatan ibu dan anak dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya.

Mc Carthy and Maine (1992) dalam kutipan Nurbety mengemukan bahwa determinan kesakitan dan kematian ibu yang meliputi status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan serta faktor- faktor yang tidak terduga. Saraswati, 2002 berpendapat kematian ibu juga berkaitan erat dengan masalah sosio budaya, ekonomi, tradisi dan kepercayaan masyarakat, keadaan geografis, status wanita serta tingkat pendidikan masyarakat, hal ini melatarbelakangi kematian ibu yang menderita komplikasi obstetri, yang dikenal “3 terlambat” yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk merujuk, terlambat mencapai fasilitas rujukan dan terlambat mendapat penanganan yang memadai di fasilitas rujukan.

Kematian ibu umumnya terjadi pada kelompok ibu resiko tinggi, dimana ibu hamil dengan keadaan preeklamsi mempunyai 2 dari 3 gejala pre eklamsi ditandai dengan (hipertensi, protein urine positif, bengkak di kaki), Saefuddin, 2000 yang di kutip Mufdillah mengatakan, apabila preeklampsi tidak dapat diatasi, maka akan berlanjut menjadi eklamsi. Eklamsi merupakan salah satu faktor utama penyebab kematian ibu. Hal ini dapat timbul sejak kehamilan dan diperburuk dengan adanya kehamilan. Dengan demikian banyak dari kasus kematian tersebut yang seharusnya

(3)

dapat dicegah bila komplikasi kehamilan dan keadaan resiko tinggi lainnya seperti tinggi badan yang kurang (140 cm), penyakit menular seksual (PMS) umur yang terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering melahirkan dan kurang gizi dapat di deteksi lebih awal melalui pemeriksaan kehamilan sedini mungkin serta mendapat pelayanan yang adekuat (Mufdillah, 2009)

Kegiatan pokok pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas yang dilaksanakan oleh bidan dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah pelayanan Antenatal care, pertolongan persalinan, deteksi dini faktor resiko kehamilan dan peningkatan pelayanan pada Neonatal, kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang memerlukan perawatan khusus (pemantauan selama kehamilan) agar dapat berlangsung dengan baik karena erat kaitannya dengan kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan bersifat dinamis karena ibu hamil yang pada mulanya normal secara tiba-tiba dapat menjadi resiko yang dapat menyebabkan kematian (DepKes, 1996).

Perawatan kehamilan dan persalinan diawali oleh pelayanan antenatal (pemeriksaan sejak awal kehamilan). Di Indonesia pelayanan Antenatal merupakan pelayanan dari program kesehatan ibu dan anak (KIA) yang pada dasarnya tersedia bagi semua wanita hamil, dengan biaya yang relative murah. Namun meskipun biaya pelayanan relative murah tidak semua wanita hamil memanfaatkan fasilitas pelayanan tersebut, kondisi ini menyebabkan banyak kasus yang berisiko tidak dapat terdeteksi dan ditangani (Depkes, 1996).

(4)

Bidan sebagai pemberi pelayanan kebidanan merupakan ujung tombak dalam menurunkan AKI. Salah satu kontribusi menurunkan AKI adalah dengan memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas(Mufdillah, Asri, 2009). Bidan merupakan tenaga kesehatan utama dalam pelayanan antenatal, penolong proses persalinan di desa-desa(Bidan desa), Puskesmas dan Rumah sakit. Ikatan Bidan Indonesia(IBI) mencatat dari sekitar 70 ribu desa di Indonesia, baru sekitar 30 ribu desa yang mememiliki bidan. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan penempatan bidan di desa yaitu agar masyarakat mau memanfaatkan jasa bidan dalam pertolongan persalinan (Depkes,1996). Kenyataannya walaupun hampir semua pemeriksaan antenatal datang pada bidan, sebagian besar persalinan masih ditolong oleh dukun(Saraswati, 2002).

Istiarti, 1996 Mengemukan hal yang sama salah satu faktor tingginya angka kematian maternal disebabkan, 80% kelahiran masih ditolong oleh dukun.

Upaya menurunkan kematian dan kesakitan ibu menuntut hubungan yang erat antara berbagai tingakatan system pelayanan kesehatan masyarakat yang di mulai dari bidan desa, upaya tersebut mencakup berbagai upaya pencegahan deteksi dini komplikasi kehamilan, persalinan aman dan bersih serta rujukan ke fasilitas rujukan yang memadai. Puskesmas adalah unit organisasi pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah (Muninjaya,1999).

Kebijakan dan berbagai upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan gerakan sayang ibu (GSI), Strategi Making Pregnency Safer dan pengadaan buku KIA (Depkes, 2003). Sejak tahun 1993-1994

(5)

untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan antenatal, pemerintah melalui kerjasama dengan Japan International Coorpertion Agency (JICA) guna mengembangkan buku kesehatan ibu dan anak (Jepang sendiri sudah mulai mengunakan buku KIA sejak tahun 1948 dan terbukti mampu menurunkan AKI terendah di dunia saat ini adalah Jepang sebesar 7,1 per 1000 kelahiran hidup). Setelah proses pengembangan awal selama sepuluh tahun, buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), diluncurkan lagi pada tahun 2003 sampai dengan sekarang (Depkes, 2003).

Buku KIA adalah pengabungan dari sejumlah kartu menuju sehat (KMS) dan Kartu Ibu Hamil yang berisi informasi dan materi penyuluhan tentang gizi dan kesehatan ibu dan anak (Hasanbasri dan Ernoviana, 2006). Buku KIA diperkenalkan oleh JICA pada tahun 1994 dan diuji coba di salah satu kota di Jawa Tengah perkembangan sangat baik yakni melampau cakupan propinsi yang telah direncanakan, sehingga Depkes merasa perlu untuk menyusun buku KIA versi Nasional (Purwanto, 2009). Menurut Purwanto pada tahun 2006, hampir semua propinsi mengunakan buku KIA untuk pelayanan antenatal. Pada tahun 2007, pengadaan buku KIA telah mencapai 50% dari perkiraan jumlah ibu hamil atau 2,6 juta ibu hamil .

Menteri Kesehatan (Menkes) telah mensahkan buku KIA sebagai salah satu program prioritas di Indonesia, yang diharapkan buku KIA nantinya bisa menjadi instrumen pencatatan kesehatan ibu dan anak di tingkat keluarga, selain itu juga mampu meningkatkan komunikasi antara ibu dan petugas dalam rangka mendidik ibu/keluarga tentang perawatan dan pemeliharaan KIA dan gizi di rumah (Depkes,

(6)

dan JICA, 2003). Buku KIA juga di harapkan berdampak positif bagi kesehatan dan perkembangan anak usia dini sejak dalam kandungan ibu sampai berumur 5 tahun.

Hal ini dapat meningkatkan jangkauan pelayanan KIA yang berkualitas, mampu berkontribusi terhadap cakupan dan frekwensi kunjungan ibu hamil, serta memperbaiki sistem kesehatan dalam menerapkan manajemen pelayanan KIA (Anonim, 2008).

Kenyataan nya, hasil penelitian Hasanbasri dan Ernoviana di Kota Sawalunto menunjukan bahwa, 80% petugas kesehatan tidak memanfaatkan buku KIA sebagai materi penyuluhan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nur Elly dan kawan-kawan di Bengkulu apabila pemanfaatan diukur dari tanpa melihat jumlah materi maka tingkat pemanfaatannya cukup tinggi (66,7%) dan apabila pemanfaatan diukur dari seluruh materi penyuluhan yang ada (10 materi), maka pemanfaatan masih sangat rendah (2,2%).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sudah mulai mengunakan buku KIA dalam pelayanan antenatal pada tahun 1997. Pemerintah kota Banda Aceh sebagai salah satu Kabupaten Kota di daerah NAD juga telah mengadopsi pengunaan buku KIA pada tahun 2003. Pengamatan Survey awal, dari 9 Puskesmas yang berada di wilayah Kota Banda Aceh, Puskemas Kota Alam yang paling rendah cakupan K1 dan K4. Diketahui jumlah cakupan kunjungan ibu hamil (K1) sebesar 823 orang atau 68%, dan kunjungan (K4) sebesar 613 orang atau 51% dari jumlah sasaran sebesar 1,206 orang(DinKes Kota Banda Aceh, 2007).

(7)

Upaya–upaya yang dilakukan dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu salah satu nya melalui pemberian pelayanan antenatal dengan memanfaatkan buku KIA, Pedoman penggunaan buku KIA dalam praktek penyuluhan/konseling yakni isi (13 materi) yang ada didalam buku KIA harus dijelaskan kepada ibu. Kegiatan monitoring ibu hamil, yang telah dilakukan melalui Program KIA bersamaan dengan Kunjungan ibu hamil (K1) satu kali, yaitu pada trimester pertama dan pada trimester 2 (K2) satu kali, terakhir 2 kali pada trimester akhir (K3 dan k4). Tetapi sejauh ini belum di peroleh gambaran pemanfaatan buku tersebut baik oleh petugas maupun sasaran (ibu hamil, Ibu bayi dan ibu anak balita).

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa, materi penyuluhan yang termuat didalam buku KIA belum dijadikan acuan baku dalam penyuluhan pada setiap ibu hamil. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas di peroleh informasi bahwa penyebab belum di manfaatkannya buku KIA sebagai materi penyuluhan dalam pelayanan antenatal karena waktu pelayanan yang terbatas, sementara dari hasil wawancara dengan beberapa ibu hamil diwilayah puskesmas Kota Alam diketahui bahwa penyuluhan tidak diberikan secara rinci kepada ibu hamil tetapi di suruh membaca sendiri di rumah kecuali jika ada yang tidak di mengerti boleh ditanyakan pada petugas KIA pada saat kunjungan berikutnya.

Kondisi tersebut tidak mendukung sepenuhnya upaya percepatan AKI dan AKB maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh predisposing, enabling, reinforcing terhadap pemanfaatan buku KIA di Puskesmas Kota Alam.

(8)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat diketahui bahwa masih ada petugas KIA (bidan) yang belum memberikan penyuluhan/konseling dengan memanfaatkan buku KIA sebagai materi penyuluhan didalam pelayanan Antenatal.

Dengan demikian peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut;

Bagaimana pengaruh predisposing, enabling, reinforcing terhadap pemanfaatan buku KIA di puskesmas Kota Alam Banda Aceh.

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposing, enabling, reinforcing terhadap pemanfaatan buku KIA di puskesmas Kota Alam Banda Aceh.

1.4. Hipotesis penelitian

1. Ada pengaruh predisposing factor (pengetahuan, sikap, dan pendidikan), terhadap pemanfaatan buku KIA di puskesmas Kota Alam Banda Aceh.

2. Ada pengaruh Enabling factor (ketersediaan Buku KIA/ sarana) terhadap pemanfaatan buku KIA di puskesmas Kota Alam Banda Aceh.

3. Ada pengaruh Reinforcing factor (penilaian/supervisi) terhadap pemanfaatan buku KIA di puskesmas Kota Alam Banda Aceh.

(9)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada pemerintah kota Banda Aceh untuk menentukan kebijakan dalam standar operasional prosedur (SOP) pada pelaksanaan Penyuluhan agar dapat memanfaatkan Buku KIA dalam pelayanan antenatal oleh bidan.

2. Sebagai bahan informasi bagi bidan puskesmas, pentingnya Buku KIA dijadikan acuan dalam pelaksanaan program KIA khususnya dalam pemberian pelayanan antenatal kepada ibu hamil

3. Menambah wawasan kepada penulis dalam aplikasi keilmuan serta bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2013 angka kematian ibu yang tercatat di Kabupaten Pekalongan berdasarkan laporan dari bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan kabupaten Pekalongan

3. Menjalankan, memindah tangankan atau menjual serta menyerahkan kepada siapa saja termasuk kepada yang diberi kuasa dengan harga pasaran yang layak dan

Kadar TSS dalam air limbah bekas pencucian jeans tergolong sangat tinggi, dengan menggunakan unit koagulasi flokulasi dibantu variasi koagulan, yakni tawas 50

1. Teori proselitisasi ; teori ini akan digunakan dalam menganalisis bagaimana kegiatan penyebaran Islam di Nusantara. Dengan berpatokan pada teori Snouck Hurgronje

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Selain tugas akhir, Pena juga sering melukiskan perempuan dan alam dalam karya tunggal. Ada karya-karyanya yang menggambarkan energi bumi dengan berbagai elemen, ada pula yang

Hasil penelitian merekomendasikan bahwa variasi campuran yang paling baik untuk menghasilkan adukan campuran papercrete berkinerja terbaik jika dilihat dari

Secara umum dengan adanya penambahan serat karung plastik, nilai kohesi, sudut gesek dalam dan kuat geser pada campuran mengalami peningkatan yang lebih tinggi