• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM MAHKAMAH AGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM MAHKAMAH AGUNG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM

MAHKAMAH AGUNG

Oleh : Drs. Samsul Bahri, M.Hum*)

Salah satu indikasi terjadinya pergeseran pemikiran hukum kewarisan dari Mahkamah Agung adalah Putusasn Nomor 86 K/AG/1994 tanggal 27 Juli 1995. Dalam putusan ini, saudara si mayit dinyatakan tidak memperoleh harta warisan, karena tertutup (terhijab) oleh adanya anak perempuan. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung beragumen bahwa pengertian walad dalam surah an Nisa 176 mencakup anak laki-laki dan anak perempuan. Sehingga selagi masih ada anak baik laki-laki maupun perempuan, maka hak waris saudara menjadi tertutup.1

Putusan Mahkamah Agung tersebut menjadi penting karena telah menjadi yurisprudensi yang meskipun tidak wajib diikuti oleh putusan hakim berikutnya, tetapi bila putusan hakim di bawahnya berbeda dengan kaidah hukum tersebut, akan dikoreksi dalam tingkat kasasi. Sebab tugas pokok yang menjadi wewenang terpenting dari Mahkamah Agung adalah menjadi peradilan kasasi dan peninjauan kembali (yudex juris), yang akan mengontrol jalannya peradilan di bawahnya dalam menegakkan hukum dan keadilan melalu kasasi dan peninjauan kembali.2

Hal ini dapat dilihat pada putusan Pengadilan Agama Pekalongan Nomor 820/G/1991 yang telah memutuskan hak waris bagi saudara mayit, meskipun ada

*) Drs. Samsul Bahri, M.Hum adalah Hakim Pengadilan Agama Kelas IA Pekalongan dan Dosen di STAIN Pekalongan.

1

Varia Peradilan Nomor 130 Juli 1996, hal. 145.

2

Mukti Arto, Redifinisi dan Reposisi Mahkamah Agung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 155

(2)

anak perempuan. Meskipun putusan PA Pekalongan tersebut dibenarkan pada tingkat banding oleh PTA Semarang, akan tetapi setelah dimohonkan kasasi, ternyata putusan PA Pekalongan dan PTA Semarang tersebut dibatakan oleh Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 184 K/AG/1995 tanggal 25 Juni 1996. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam membatalkan putusan PA Pekalongan dan PTA Semarang tersebut menyatakan bahwa dengan adanya anak perempuan pewaris, maka saudara pewaris tertutup (terhijab) karenanya tidak berhak atas harta warisan pewaris.3

Sebagai judex juris, Mahkamah Agung akan mengontrol jalannya peradilan di bawahnya, dimaksudkan untuk mendapatkan aplikasi hukum yang tepat terhadap fakta hukum, baik yang muncul sebelum, selama maupun setelah proses persidangan. Proses ini harus menghasilkan putusan yang akurat, karena ada korelasi dengan putusan dan nilai-nilai hukum dihasilkannya.4

Putusan Mahkamah Agung, sebagai peradilan negara tertinggi, dengan demikian menjadi sangat penting dan stretegis, karena menentukan corak nilai-nilai hukum dan keadilan. Putusan Mahkamah Agung akan menentukan wujud wajah hukum yang berlaku serta menentukan arah pergeseran pemikiran hukum untuk mencapai keadilan. Oleh karena itu Mahkamah Agung diwajibkan untuk senantiasa menggali, dan mengikuti dan memahami nilai-nlai hukum yang hidup

3

Tim Ditjen Binbaga Islam, Penerapan Hukum Acara dalam Penyelesaian Perkara Kewarisan Peradilan Agama, Dep. Agama, Jakarta, 1999/2000, hal.91

4

Moh. Asrun; Krisis Peradilan, Mahkamah Agung di Bawah Soeharto, Elsam, Jakarta, 2004, hlm. 108.

(3)

di tengah-tengah masyarakat.5 Selanjutnya nilai hukum tersebut dijadikan kaidah hukum yang berguna bagi dan sesuai dengan keadilan dan nilai moral yangi dianut masyarakat secara keseluruhan. Pengadilan nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dilakukan dengan rekonstruksi hukum, sehingga putusan yang dihasilkan akan memenuhi rasa keadilan masyarakat, keadilan hukum sekaligus keadilan moral.6 Ini berarti Mahkamah Agung juga berfungsi untuk membentuk hukum yang dikenal dengan judge-made law.7

Putusan Mahkamah Agung sebenarnya mencerminkan pemikiran hukum Mahkamah Agung sendiri, dalam kerangka membentuk dan menemukan serta menentukan arah pergeseran hukum dalam arti seluas-luasnya. Putusan Mahkamah Agung sebagai hasil pemikiran hukum ini tampak dalam proses penyelesaian perkara dari waktu ke waktu. Dalam wilayah hukum kewarisan Islam, misalnya sejak tahun 1995, telah terjadi pergeseran pemikiran. Sebelum tahun 1995, anak perempuan tidak dapat menghijab pamannya yaitu saudara dari si mayit. Karena menurut fiqh yang dapat menghijab paman adalah anak laki-laki (ibn). Akan tetapi dengan putusan Mahkamah Agung nomor 86K/AG/1994 tanggal 27 Juli 1995 dibentuk kaidan hukum baru, telah terjadi pergeseran pemikiran hukum bahwa anak perempuan menghijab hak waris paman.

5

Abdurrahman; Kewajiban Hakim untuk Menggali Nilai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat, dalam Suara ULDILAG Nomor 3, Mahkamah Agung , Jakarta, 2003, hlm. 62-63

6

Rifyal Ka’bah ; Pelembagaan Syariat Islam di Indonesia, Khairul Bayan, Jakarta, 2004, hlm. 153.

7

Lie Oen Hock; Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum, dalam Din Muhammad (ed): “Pustaka Peradilan Jilid VIII”, Mahkamah Agung, Jakarta, 1995, hlm. 20.

(4)

Demikian juga, sebelum tahun 1995, ahli waris yang beragama non Islam, sama sekali tidak memperoleh bagian dari harta warisan pewaris. Tetapi setelah tahun 1995, dengan putusan Mahkamah Agung nomor 368 K/AG/1995 tanggal 16 Juli 1998 dan nomor 51 K/AG/1999 tanggal 29 Februari 1999, menetapkan ahli waris non Islam dapat memperoleh bagian harta waris melalui wasiat wajibah. Kasusnya adalah terjadi di Yogyakarta. Pewaris meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anak yang berbeda agama. Kebetulan yang beragama Islam berada di luar kota, sedangkan yang beragama Nasrani tinggal bersama pewaris, bahkan merawatnya ketika pewaris sakit. Ketika warisan dibagi, anak yang beragama Nasrani tidak memeperoleh bagian. Maka anak yang Nasrani mengajukan gugatan, dan oleh pengadilan tingkat pertama diputus tetap tidak mendapat waris. Tetaapi dalam putusan kasasi anak yang beragama Nasrani oleh Mahkamah Agung diberi bagian harta warisan dengan jalan wasiat wajibah, sebagaimana putusan nomor 51 K/AG/1999 tanggal 2 Februari 1999 tersebut.

Dari dua putusan tersebut semakin jelas, adanya perkembangan pemikiran hukum waris Mahkamah Agung dalam putusannya yang mengikuti perkembangan hukum dalam masyarakat. Perkembangan pemikiran hukum waris Mahkamah Agung justeru terjadi setelah diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada tanggal 1 Juni 1990. Putusan Mahkamah Agung yang menutup hak waris saudara, meskipun dengan tegas merujuk pada tafsir Ibn Abbas, tetapi ternyata sejalan dengan pasal ayat (2) pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Demikian juga putusan Mahkamah Agung yang menetapkan non muslim berhak

(5)

atas harta warisan melalui wasiat wajibah dapat ditemukan rujukannya dalam padal 209 Kompilsi Hukum Islam, lagi pula tidak ditemukan halangan untuk saling mewarisi karena alasan beda agama (pasal 173 KHI).8

Dengan demikian Kompilasi Hukum Islam telah membawa perubahan dan pembaruan hukum Islam, yang dalam hal ini hukum kewarisannya. Hanya saja seperti diketahui, Kompilasi Hukum Islam (KHI) belum sempurna,9 sehingga pembaharuan hukum Islam melalui putusan Mahkamah Agung menjadi sangat penting. Meskipun sebenarnya, pembaharuan hukum Islam melalui putusan Mahkamah Agung telah berlangsung sejak tahun 1974.10 Tetapi kehadiran Kompilasi Hukum Islam dianggap sebagai tonggak pembaharuan hukum Islam, karena di dalamnya merumuskan substansi hukum Islam dari berbagai sumber dan mazhab serta disusun dalam bentuk tertulis dengan sistematika sebagaimana lazimnya peraturan perundang-undangan.

Jadi dengan demikian putusan Mahkamah Agugn telah berperan dalam pembaharuan hukum Islam. Sebagai bentuk pembaharuan, putusan Mahkamah Agung sudah tentu di dalamnya terdapat perkembangan pemikiran hukum menuju keadaan seperti sekarang ini. Salah satu sebab terpenting putusan Makamah Agung menjadi pembaharu hukum Islam adalah karena materi hukum Islam dalam fiqh tidak sesuai lagi dengan kasus yang berkembangan pada masyarakat

8

Pasal 173 menyebutkan halangan mewarisi karena : (a) membunuh dan (b) memfitnah pewaris yang berakibat pewaris dihukum 5 tahun penjara atau lebih berat..

9

Yahya Harahap ; Informasi Materi KHI dalam Tim Ditbinbapera : “ Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam”, Dep. Agama Jakarta, 1991, hlm. 83.

10

Abdul Manan; Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1004, hlm 202-203

(6)

sekarang ini, apabila kasus teesebut diajukan ke Mahkamah Agung. Sedangkan peraturan perundnag-undangan yang sudah mengaturnya belum lengkap atau sama sekali tidak mengaturnya, pada hal kebutuhan akan penyelesaian kasus tersebut sungguh mendesak. Oleh karena itu Mahkamah Agung sebagai badan peradilan dapat berperan membentuk hukum baru yang dapat diterapkan dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.11

Pemikiran Mahkamah Agung yang demikian berlatar belakang pula pemahaman yang kritis terhadap kecenderungan yang terjadi di masyarakat yang tengah menuju masyarakat modern. Kondisi masyarakat Islam yang sedang berubah menuntut adanya hukum Islam yang dapat diterapkan bagi ummat Islam. Maka putusan Mahkamah Agung dalam bidang kewarisan tersebut di atas, boleh jadi merupakan ijtihad yang penting untuk menjawah perkembangan masyarakat Islam.

11

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan IbM yang telah dilaksanakan pada Mitra Rezeki Jaya masih dalam tahap pembuatan minuman instan jahe merah. Kelayakan minuman ini untuk dipasarkan telah dilaksanakan. Pada

Berdasarkan wawancara dengan Direktur RSIA Budi Kemuliaan didapatkan data bahwa RSIA Budi Kemuliaan belum memiliki dan membutuhkan instrumen penilaian kinerja yang efektif

Selain itu, beberapa pemateri secara mendadak tidak bisa hadir dan tidak ada pemateri penggantinya; kedua, program Sekolah Pra Nikah yang diselenggarakan oleh

Kontribusi utama pada penelitian ini antara lain: (i) melakukan pengamanan sinyal EKG yang dikirimkan secara daring melalui jaringan Internet untuk melindungi sinyal EKG

Setelah dilakukan uji analisis data dengan menggunakan uji korelasi chi-square melalui bantuan komputer didapatkan nilai hitung 14,371 dengan signifikasi 0,01 hal

Imam Ghazali, Metode Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 125.. ISTITHMAR: Journal of Islamic Economic Development, Volume 4, No. Maka dari itu, bank

Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Muchtadi (1997) dalam Martunis (2012) yang menyatakan bahwa nilai kadar air yang meningkat dan tidak merata merupakan akibat dari