KEWENANGAN JAKSA DALAM PEMBATALAN PERKAWINAN (Studi Pasal 26 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974)
Teks penuh
Garis besar
Dokumen terkait
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa di dalam Pasal 65 ayat (1) huruf (b) dan (c) UU Perkawinan, pada pokoknya isteri kedua dalam perkawinan poligami tidak
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa akibat hukum dari status perkawinan poligami yang tidak diizinkan oleh istri pertama tidak sah, dan status hukum sebagai
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, sebagai konsekuensi hukum dari Pasal 1909 ayat (3) KUHPerdata dan diatur pula pada Pasal 16 ayat (1) huruf e
Dari Pasal 28 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat ditafsirkan bahwa terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad
Lebih lanjut terkait UU Perkawinan, ketentuan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan bersifat diskriminatif secara hukum, karena
Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwasannya tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, sahnya perkawinan menurut UUP adalah apabila
Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Interpretasi Pasal 5 Ayat (2) Undang- Undang
1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.” KHI juga menenkankan aturan tentang keharusan pencatatan