• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Reduksi Asetilen (ARA : Acetylene Reduction Assay). Sebanyak 0,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 0,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang ditambah 1% metanol dan 2 ml ekstrak lumpur dalam tabung reaksi bertutup karet. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap.

Pada akhir inkubasi, gas pada bagian headspace disedot sebanyak 1 ml lalu ke dalamnya diinjeksikan gas asetilen (C2H2) dengan volume yang sama. Setelah diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, 1 ml gas bagian headspace diambil kembali untuk diukur konsentrasi etilennya dengan menggunakan teknik kromatografi gas. Analisa Reduksi Asetilen ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Pascapanen Cimanggu, Bogor Jawa Barat.

HASIL

Tekstur dan komposisi tanah

Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

komponen dari sampel tanah lumpur di daerah Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. pH tanah memiliki kisaran nilai antara 4,2 hingga 4,6. Kandungan Nitrogen sampel tanah sebesar 0,17%, dan rasio C/N sebesar 11%.

Pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

Gambar 1 merupakan kurva pertumbuhan 7 formulasi bakteri dalam perlakuan lumpur steril selama 4 minggu inkubasi. Pada kurva pertumbuhan tersebut, dapat terlihat bahwa populasi sel tertinggi selama masa inkubasi dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9 + BGM 3) sebesar 29,1x107 sel/ml, sementara populasi sel terendah dicapai oleh formulasi 2 (SKM 14 + BGM 3) sebesar 9,7x107 sel/ml.

Berdasarkan kurva pertumbuhan pada gambar 1, formulasi 4, formulasi 6 dan formulasi 7 terus mengalami kenaikan jumlah sel selama 4 minggu pengamatan, sedangkan formulasi yang lain cenderung mengalami penurunan kepadatan sel setelah minggu ke 2 dan minggu ke 3. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri pada formulasi-formulasi tersebut sudah memasuki fase stasioner dan menuju pada fase kematian.

Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru

Asal Sampel Tekstur (%) pH (%)

Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N

Sawah Baru 15 29 56 4,6 4,2 1,84 0,17 11

Gambar 1 Kurva pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril 97 291

0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4

Jumlah sel/ml (x 106)

Masa Inkubasi (Minggu)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

(2)

Akumulasi Amonium dalam Lumpur

Berikut merupakan hasil pengukuran kadar amonium pada lumpur yang diinokulasi dengan ketujuh formulasi selama 15 hari masa inkubasi.

Gambar 2 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1 selama inkubasi

Gambar 3 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 2 selama inkubasi

Gambar 4 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 3 selama inkubasi

Gambar 5 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 4 selama inkubasi

Gambar 6 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 5 selama inkubasi

Gambar 7 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 6 selama inkubasi

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amonium (μM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

(3)

Gambar 8 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 7 selama inkubasi

Berdasarkan plot data kadar amonium dari tiap formulasi, kadar amonium pada formulasi 1 (gambar 2), formulasi 2 (gambar 3), formulasi 3 (gambar 4), formulasi 4 (gambar 5), formulasi 5 (gambar 6), formulasi 6 (gambar 7), dan formulasi 7 (gambar 8) cenderung mengalami kenaikan pada hari ke-9 dan sebagian besar mengalami penurunan kadar amonium terukur pada hari ke-12 hingga akhir inkubasi (hari ke- 15). Perbandingan kadar amonium pada hari ke- 9 dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan kadar amonium dalam lumpur pada masa inkubasi hari ke-9

Berdasarkan plot data kadar amonium terakumulasi dalam perlakuan lumpur steril, akumulasi amonium tertinggi dicapai pada hari ke-9 masa inkubasi oleh formulasi 4 sebesar 35,489 μM (Gambar 5), kemudian diikuti oleh formulasi 3 sebesar 28,664 μM (Gambar 4).

Kadar amonium terakumulasi pada akhir inkubasi (hari ke-15) tertinggi dicapai oleh formulasi 4 sebesar 13,257 μM dan terendah ditunjukkan oleh formulasi 5 sebesar 1,2 μM (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar amonium dalam lumpur pada akhir inkubasi

Berdasarkan plot data akumulasi amonium dalam perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium tertinggi juga dicapai pada inkubasi hari ke-9 oleh formulasi 4 sebesar 26,617 μM (Gambar 5). Kadar amonium terakumulasi tertinggi pada masa akhir inkubasi (hari ke-15) dicapai oleh formulasi 1 yaitu sebesar 17,751 μM (Tabel 2). Berbeda dengan formulasi lainnya, setelah hari ke 6 kadar amonium dalam lumpur non steril pada formulasi 6 terus turun sampai tidak terdeteksi pada akhir inkubasi (Gambar 7).

Aktivitas Enzim Nitrogenase

Berdasarkan hasil dari uji ARA (Acetylene Reduction Assay) dapat dilihat bahwa aktivitas tertinggi dari enzim nitrogenase dalam perlakuan lumpur steril dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9/ BGM 3) sebesar 5,1 mmol/jam/ml kultur. Sedangkan aktivitas tertinggi pada perlakuan lumpur non steril di capai oleh formulasi 4 (SKM14/BGM 9) sebesar 75,8 mmol/jam/ml kultur (Tabel 3).

Tabel 3. Aktivitas enzim nitrogenase formulasi bakteri metanotrof dalam lumpur

Formulasi Aktivitas Enzim nitrogenase (mmol/jam/ml kultur) Lumpur

steril

Lumpur non steril

F1 0,0 0,0

F2 3,7 0,0

F3 2,0 1,2

F4 1,7 75,8

F5 2,8 13

F6 5,1 4,8

F7 4,2 0,8

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

Kadar amoniumM)

Waktu inkubasi (hari) Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Akumulasi amonium

Lumpur Steril Lumpur Non Steril

Formulasi Kadar amonium (μM) Lumpur

steril

Lumpur non steril

F1 1,7 17

F2 2,5 11

F3 5,0 9,0

F4 13 3,4

F5 1,2 9,0

F6 6,1 0,0

F7 5,1 12

(4)

Gambar 10. Aktivitas oksidasi metan formulasi bakteri dalam lumpur Aktivitas Oksidasi metan

Berdasarkan grafik aktivitas oksidasi metan pada gambar 9, aktivitas oksidasi metan tertinggi dicapai oleh formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril sebesar 17428 ppm/ml kultur/hari, kemudian diikuti oleh formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 16759 ppm/ ml kultur/hari Sementara itu, aktivitas oksidasi metan terendah dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 9228 ppm/ml kultur/hari.

PEMBAHASAN

Hasil analisis tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa komponen sampel tanah lumpur Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. Bersadarkan derajat keasaman atau pH-nya, tanah tersebut tergolong asam.

Kandungan Nitrogen sampel tanah termasuk rendah (0,17%), namun rasio C/N–nya tergolong sedang. Penilaian sifat kimia tanah tersebut mengacu pada kriteria yang dipaparkan oleh Hardjowigeno pada tahun 1995 (lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis jenis tanah yang dilakukan menggunakan diagram segitiga pengkelasan tekstur tanah sistem USDA (United State Department of Agriculture), Sampel tanah Sawah Baru tergolong sebagai tanah lempung.

Tanah lempung memiliki struktur yang berlapis- lapis, tidak berbentuk bola dan tidak menggumpal (Notohadiprawiro 1999).

Bakteri metanotrof yang digunakan pada penelitian ini merupakan bakteri hasil isolasi dari wilayah Bogor dan Sukabumi, yaitu SKM 14, BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9.

Kecepatan pertumbuhan tiap isolat yang pada media NMS agar yang ditambah metanol 1%

bervariasi, yaitu berkisar antara 7 hingga 14 hari.

Pertumbuhan kultur campuran bakteri pada campuran media NMS cair dengan ekstrak

lumpur mencapai peningkatan jumlah sel/ml tertinggi setelah minggu kedua masa inkubasi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Begonja &

Hrsak pada tahun 1998 bahwa pertumbuhan optimal bakteri metanotrof tercapai setelah inkubasi lebih dari 14 hari.

Isolat BGM 1, BGM 3, BGM 5, dan BGM 9 merupakan isolat terpilih karena dapat mengakumulasi amonium lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya (Sagala 2009). Amonium yang terakumulasi dalam medium merupakan hasil fiksasi nitrogen oleh bakteri. Oleh karena itu kadar amonium terakumulasi dalam medium kultur dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan fiksasi nitrogen suatu bakteri. Semakin tinggi kadar amonium yang diakumulasikan oleh suatu isolat, maka kemungkinan semakin tinggi pula kemampuan fiksasi nitrogen yang dimilikinya.

Hasil pengukuran kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi formulasi bakteri metanotrof menunjukkan bahwa formulasi 4 (SKM 14/BGM 9) mampu mengakumulasi amonium lebih tinggi dibanding formulasi lainnya pada perlakuan lumpur steril maupun perlakuan lumpur non steril. Selama masa inkubasi, kadar amonium terakumulasi dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1-7 rata-rata terlihat meningkat sampai hari ke-9 dan mengalami penurunan pada hari ke-12 sampai 15. Penurunan kadar amonium terakumulasi diantaranya dapat disebabkan oleh penggunaan kembali amonium hasil fiksasi untuk pertumbuhan bakteri. Amonium merupakan sumber nitrogen yang dapat dimanfaat oleh bakteri untuk mensintesis materi sel baru.

Bakteri metanotrof mampu melakukan fiksasi nitrogen karena memiliki gen nifH dan nifD (Dedysh et al . 2004). Kedua gen tersebut menyandikan enzim nitrogenase, yaitu enzim yang mengkatalisis proses fiksasi nitrogen.

Fiksasi satu molekul nitrogen membutuhkan 16 0

5000 10000 15000 20000

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

ppm/ml kultur/hari Lumpur

Steril Lumpur Non Steril

(5)

molekul ATP yang selanjutnya akan diubah menjadi dua molekul amonia (2NH3) (Madigan et al 2009). Enzim nitrogenase sangat peka terhadap keberadaan oksigen yang tinggi karena oksigen dapat menghambat ekspresi gen nifH dan nifD.

Selain perbedaan aktivitas enzim nitrogenase dari masing-masing isolat, kemampuan mengakumulasikan amonium pada bakteri metanotrof juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhannya (Maisaroh 2010). Pada perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium diduga juga dipengaruhi oleh keberadaan bakteri endogen yang juga mampu menambat nitrogen ataupun bakteri endogen lain yang juga menggunakan hasil fiksasi nitrogen tersebut.

Kemampuan fiksasi nitrogen dari bakteri metanotrof juga dapat diukur dari aktivitas enzim nitrogenase dalam mereduksi asetilen (ARA). Prinsip dari uji ini adalah mengukur jumlah molekul asetilen (C2H2) yang direduksi menjadi etilen (C2H4) (Somasegaran & Hoben 1994). Pengukuran gas etilen dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Banyaknya gas etilen yang terbentuk dari hasil reduksi asetilen dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat seberapa besar aktivitas enzim nitrogenase. Semakin tinggi gas etilen yang terukur, semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase pada sampel.

Berdasarkan uji ARA yang dilakukan, formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 5,16 mmol/jam/ml kultur sedangkan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 75,85 mmol/jam/ml kultur.

Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan metan sebagai sumber karbon dalam kondisi oksigenik. Adanya perbedaan konsentrasi metan di daerah oksik dan anoksik menyebabkan metan dapat bergerak dan terlepas ke atmosfir. Metabolisme bakteri metanotrof diawali dengan proses oksidasi metan menjadi metanol melalui pelepasan ikatan O – O dari ikatan dioksigen oleh enzim MMO (Methane Mono Oxygenase). MMO merupakan enzim yang berperan dalam proses konversi metan menjadi metanol (Oremland dan Capone 1998).

Berdasarkan hasil pengukuran gas metan tersisa yang dilakukan dengan kromatografi gas, formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas oksidasi metan tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Perbedaaan aktivitas enzim MMO dari tiap isolat menyebabkan perbedaan kemampuan bakteri metanotrof dalam mengoksidasi metan.

Selain jenis enzim MMO, ketersediaan oksigen juga dapat mempengaruhi proses oksidasi metan di lahan sawah. Ketersediaan oksigen sangat penting karena tanpa oksigen bakteri metanotrof tidak mampu mengubah metan menjadi karbondioksida, air, biomasa sel, serta mendapatkan enegi untuk pertumbuhannya.

Auman et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan bakteri metanotrof tipe I dan II tertinggi terjadi pada konsentrasi oksigen yang rendah. Kebutuhan akan oksigen sebagai reaktan dalam proses inisiasi oksigenasi senyawa metan menjelaskan bahwa semua jenis bakteri metanotrof bersifat aerob obligat (Madigan et al. 2009)

SIMPULAN

Kombinasi SKM 14 dengan BGM 9 (formulasi 4) memiliki kemampuan fiksasi nitrogen paling tinggi di dalam lumpur steril dibandingkan formulasi lainnya. Akumulasi amonium tertinggi pada lumpur steril (35,489 μM) lebih tinggi dibandingkan pada lumpur non steril (26,617 μM). Aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril (5,16 mmol/jam/ml kultur) dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril (75,85 mmol/jam/ml kultur).

Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur steril (17428 ppm/ml kultur/hari). Sedangkan formulasi 2 (SKM 14/BGM 3) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur non steril (16759 ppm/ml kultur/hari)

SARAN

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk aplikasi formulasi bakteri matanotrof ke bak-bak penanaman padi di rumah kaca dan di lahan sawah

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut : KIA, Keluarga Berencana, Usaha Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan,

Jiwa kewirausahaan adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak atau pendorong atas kemampuan diri sendiri dalam melakukan setiap tindakan yang selalu berorientasi

Adapun tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan menarche ibu, status gizi, pola makan, kebiasaan menonton televisi dan kebiasaan berolahraga terhadap kejadian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara metode pembelajaran e-learning dengan perilaku penggunaan internet pada siswa SMAN 3 Sukoharjo.Pada penilitian ini

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan Kadar SGOT (p value = 0,002), dengan koefisien korelasi 0,294 membentuk tren positif

Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA dapat menangguhkan seluruh atau sebagian dari

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Think-Pair- Share Dapat Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar