• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi ekonomi yang tentunya akan besar pengaruhnya pada masa yang akan datang. Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini telah mengarah pada tatanan hubungan ekonomi secara global, dimana sistem perekonomian dunia akan bercirikan 'ekonomi tanpa batas teritorial negara' diikuti dengan makin terkikisnya berbagai bentuk hambatan ekonomi (Ruru, 1996). lndonesia telah ikut serta dalam sistem tersebut setelah menandatangani Kesepakatan Umum Tarif dan Perdagangan Multilateral GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) melalui WTO yang akan diimplementasi pada tahun 2005. Disamping itu lndonesia telah menandatangani deklarasi APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) tentang sistem perdagangan bebas dan investasi yang berlaku secara penuh bagi negara maju pada tahun 2010 dan tahun 2020 bagi negara berkembang, serta kesepakatan perdagangan bebas dilingkungan negara-negara ASEAN yaitu AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang berlaku pada tahun 2003. Bahkan dalam perkembangan terakhir implementasi AFTA dimajukan menjadi tahun 2002, artinya tarif semua produk yang termasuk dalam inclusion list harus dibawah 5% pada tahun tersebut, dan kesepakatan penghapusan tarif untuk semua produk

(2)

dikawasan ini untuk enam negara termasuk Indonesia, sudah dimulai semenjak tahun 201 0 dipercepat dari jadual semula yaitu 201 5.

Sementara itu negara Indonesia saat ini sedang dilanda krisis moneter semenjak pertengahan tahun 1997 yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar Rupiah serta guncangan besar pada sektor perbankan, dan kemudian meluas ke krisis ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya inflasi, turunnya aggregate demand terutama dari faktor investasi, sehingga terjadi penurunan yang tajam pada pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya berdampak serius terhadap lapangan kerja serta menimbulkan pengangguran yang cukup besar. Sebenamya krisis ini walaupun dengan kadar lebih rendah juga melanda negara-negara ASEAN lainnya terutama Thailand, Malaysia dan Philipina, lalu menjalar ke wilayah Asia Timur yaitu Korea Selatan bahkan Jepang sekalipun. Diperkirakan dalam jangka menengah dan panjang kesulitan akan dialami negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang karena kegiatan ekonominya terutama investasi, impor dan ekspor terkait erat dengan ekonomi ASEAN.

Krisis ekonomi ini akan mempengaruhi tidak hanya perdagangan internasional Indonesia, tetapi juga perdagangan intra dan antar kawasan ASEAN, Asia Timur bahkan ke Asia Pasifik dan kawasan lainnya.

Terlepas dari itu perubahan lingkungan global dalam perdagangan baik barang maupun jasa dan investasi merupakan

*

tantangan ekstemal yang makin serius dan pasti. Semenjak pembentukan WTO (World Trade Organization) pada Januari 1995, organisasi ini terus

(3)

bergerak membahas akses pasar berbagai komoditi barang dan jasa. APEC bahkan memasuki tahap kesepakatan yang makin spesifik walaupun tetap menggunakan WTO sebagai referensi, dan pada pertemuan Vancouver 1997 telah mencapai kesepakatan 'early voluntary sectoral liberalization1 terhadap 9 sektor. Dilain pihak krisis ekonomi di ASEAN yang semula diperkirakan akan mempengaruhi implementasi pasar bebas AFTA, ternyata tidak demikian malah waktu implementasi justru disepakati untuk dipercepat.

Bagi lndonesia sendiri perdagangan bebas mempunyai arti bahwa arus komoditi perdagangan dan investasi menjadi semakin bebas dari dan ke lndonesia serta negara lainnya, tanpa harus berhadapan dengan hambatan tariflnon-tarif atau kebijakan-kebijakan yang berbau proteksionis. Peranan perdagangan internasional sendiri saat ini begitu dominan dalam mempengaruhi perekonomian dunia. Semakin banyak negara saat ini yang menganut sistem ekonomi terbuka, dimana mereka sangat tergantung pada aktifitas ekspor dan impor. Dari data World Bank pada tahun 1993, ditemukan bahwa pada 66 negara tertentu proporsi ekspor mencapai sekitar 35% dari PDB mereka masing-masing, mencapai 25%

-

34% di 31 negara lainnya, dan mencapai proporsi 20%

-

24% di 26 negara lainnya. Berarti situasi ekonomi terbuka ini sudah merasuk lebih dari separuh negara didunia. Perkembangan perdagangan dunia secara keseluruhan bahkan memperlihatkan pertumbuhan yang cukup drastis (Garnaut, 1998). Bila pada tahun 1965 rasio ekspor dunia terhadap GDP

(4)

dunia adalah 3.3%, maka ini meningkat menjadi 10.2% (1975), 14%

(1 985), dan 17% pada tahun 1995. lndonesiapun mengikuti kecenderungan global ini apabila kita melihat data ekspor negara kita yang baru bernilai US$7.2 miliar (constant 1995 price) pada I 965, dan kemudian berkembang menjadi US$11.4 miliar (1975), US$16.5 miliar (1985), dan US$45.4 miliar pada tahun 1995.

Dampak liberalisasi perdagangan pada perekonomian suatu negara tidaklah sama. Devaragan dan Lewis (1990) menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan term of trade pada negara-negara Afrika telah menimbulkan efek pendapatan yang menyebabkan pada peningkatan barang untuk kebutuhan domestik (baik dari yang dihasilkan sendiri maupun impor), namun karena kecenderungan impornya lebih tinggi maka menyebabkan bertambah buruknya Balance of Trade yang selanjutnya akan mengakibatkan bertambah buruknya defisit anggaran pemerintah sehingga menyebabkan adanya peningkatan pinjaman asing. Aggarwal dan Agmon (1 990) menunjukkan bahwa justru negara yang melakukan investasi asing di negara berkembang yang menikmati sukses, tetapi manfaatnya bagi negara berkembang masih menjadi pertanyaan. Daly (1993), secara ekstrim berhipotesis ketidak sahihan asumsi bahwa perdagangan internasional dengan strategi investasi asing akan menguntungkan negara pasangannya. Namun disisi lain Bhagwati (1 993) dengan menganut teori Hecksher-Ohlin berpendapat bahwa perdagangan bebas akan menguntungkan kedua belah pihak. Holst dan Melo (1991), menunjukkan

(5)

bahwa dengan memberlakukan liberalisasi perdagangan ternyata Korea mampu meningkatkan pertumbuhan GNP nya. Studi-studi empirik yang telah dilakukan secara umum mendukung konsep bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara aggregate, namun diakui pula bahwa manfaat yang diterima setiap negara tidaklah sama, ada yang lebih diuntungkan atau sebaliknya. Hal ini dapat dimengerti mengingat perdagangan dunia diyakini berperan besar dalam meningkatkan kemakmuran global, berarti bahwa hal-ha1 yang menghambat peningkatan volume perdagangan dunia akan menurunkan kesejahteraan masyarakat (Mulyono, 1997).

Perdebatan yang masih terus berlangsung mengenai dampak liberalisasi perdagangan tersebut telah menimbulkan pendapat-pendapat aliran optimistik dan pesimistik bagi negara berkembang. Perbedaan pendapat ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan struktur ekonomi pada negara-negara yang ditinjau, sehingga dapat memberikan hasil yang berbeda. Mengingat sifat perekonomian lndonesia yang terbuka, perkembangan dunia intemasional akan sangat mempengaruhi pertumbuhan kinerja perekonomian Indonesia. Perubahan lingkungan ekonomi eksternal dengan terbentuknya blok-blok ekonomi dan perdagangan tentunya akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Namun disisi lain, struktur perekonomian lndonesia yang masih banyak diproteksi pemerintah, akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi pemerintah lndonesia dalam era liberalisasi perdagangan. Oleh

(6)

karenanya kebijakan makroekonomi lndonesia di masa datang harus pula memperhatikan dampak eksternal dunia yang disesuaikan dengan permasalahan domesti k.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dianggap penting untuk mengkaji dampak liberalisasi perdagangan terhadap kinerja ekonomi Indonesia, khususnya dalam sektor perdagangan lndonesia dengan negara-negara lainnya. Penelitian ini dirasa perlu dan hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberi masukan-masukan bahkan menjadi dasar bagi kebijakan makroekonomi dan perdagangan lndonesia di masa mendatang.

1.2 Perurnusan Masalah

Struktur perekonomian lndonesia apabila dilihat dari sektor produksi pada seluruh sektor masih ditandai dengan banyaknya proteksi yang dilakukan oleh pemerintah. Apalagi proteksi yang cukup tinggi justru diberikan terhadap industri-industri besar yang notabene adalah industri- industri hulu, sehingga banyak industri hilir mengalami kemerosotan daya saing global. Hal ini tidak terlepas berkaitan dengan strategi substitusi impor yang diterapkan lndonesia (Silaiahi, 1996), sehingga pemerintah memberikan berbagai perlindungan terhadap industri dalam negeri, mulai dari tax holiday, perlindungan tarif dan nontarif, sampai kemudahan finansial seperti kredit ekspor. Sementara itu kita tahu bahwa berbagai proteksi tersebut menyebabkan industri kita menjadi tidak efisien menurut ukuran internasional. Padahal kita mengetahui bahwa semenjak awal tahun

(7)

1980-an, dimana era bonanza minyak telah lewat, pemerintah telah bekerja keras untuk menciptakan kekuatan-kekuatan baru yang dapat berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan ekspor non-migas, dan untuk itu diperlukan suatu industri Indonesia yang lebih efisien dan mampu bersaing.

Memang setelah krisis pada tahun 1980-1 985 ketika anjloknya harga minyak bumi, telah memaksa pemerintah untuk mereformasi sektor perdagangan melalui strategi ekspansi ekspor khususnya ekspor non- migas. Salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan menurunkan proteksi perdagangan, diantaranya telah berhasil menurunkan tingkat tarif nominal rata-rata dari 27% (1 985) menjadi 20% pada tahun 1990, dan Real Effective Rate of Protection (RERP) rata-rata untuk sektor manufaktur juga dapat direduksi dari 63% (1 987) menjadi 15% pada tahun 1995 (Darwanto,

1997). Semenjak pertama kali dikeluarkan pada tahun 1983 sampai pada Juli 1997 tercatat telah ada 18 paket deregulasi perdagangan dan investasi dalam rangka memperbaiki kinerja perdagangan Indonesia. Dan hasil positif sudah mulai terlihat sejak tahun anggaran 1986187 dimana penerimaan dari Migas sudah dilampaui penerimaan dari Non-Migas (termasuk sektor perpajakan), walaupun kontribusi dari ekspor non-migas sendiri masih relatif kecil. Surplus Neraca Perdagangan selama ini disebabkan oleh surplus perdagangar) migas, sedangkan neraca perdagangan non-migas selalu negatif. Namun pada tahun 1993 neraca perdangangan non-migas mulai surplus dan diharapkan akan terus meningkat menyongsong era liberalisasi.

(8)

Setelah diterapkannya reformasi di sektor perdagangan ini, performansi kinerja perdagangan Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup berarti (lihat Tabel 1 ).

Tabel 1. Beberapa lndikator Ekonomi setelah Reformasi Perdagangan

lndi kator (%/tahun) 1 986-1 990 1991 -1 994 Pertumbuhan GDP

Pertumbuhan Total lmpor Pertumbuhan Total Ekspor

Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Ekspor Manufaktur/lotal Ekspor Sumber : Biro Pusat Statistik

Selain lingkungan internal tentunya kita perlu mencermati perkembangan yang terjadi dalam lingkungan eksternal. Apakah liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan pengurangan bahkan penghapusan proteksi tersebut dapat memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia secara menyeluruh khususnya dapat meningkatkan kinerja perdagangan internasional kita dimasa yang akan datang. Pada tahun 1993 ketika Uruguay Round rnendekati tahap akhir penyelesaian, terbersit harapan cukup besar bahwa negara-negara miskin dan berkembang akan memperoleh rnanfaat yang paling besar dengan diberlakukannya liberalisasi perdagangan. Namun menjelang peralihan abad ini, pendapat diatas mulai diragu kan, terbukti dengan masi h banyaknya masalah yang di hadapi negara-negara berkembang. Mereka banyak ditekan untuk lebih cepat

(9)

membuka pasar, sementara itu mereka tidak cukup memperoleh informasi dan kurang mampu bernegosiasi secara efektif, sehingga dalam mengimplementasikan kesepakatan-kesepakatan mereka tidak mendapatkan hasil yang optimal. Dalam studinya Hertel (1996) memperkirakan bahwa pada tahun 2005 ketika kesepakatan Uruguay dapat diimplementasikan secara lengkap, maka negara-negara miskin dan berkembang adalah negara-negara yang paling kecil memperoleh manfaat dari kesepakatan tersebut. Memang secara umum konsep perdagangan bebas diakui akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara aggregate, namun masalahnya adalah bahwa manfaat yang diterima setiap negara tidaklah sama, ada yang lebih diuntungkan atau sebaliknya.

Kecurigaan mulai muncul bahwa liberalisasi perdagangan akan lebih menguntungkan bagi negara-negara maju, dan respons dari negara-negara berkembang mulai tampak, terbukti dengan kuatnya penolakan terhadap berbagai usulan negara maju mengenai putaran perundingan perdagangan pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ketiga di Seattle beberapa waktu yang lalu.

Berdasarkan latar belakang perekonomian Indonesia seperti yang telah dikemukakan dan adanya kecenderungan liberalisasi perdagangan dimasa mendatang, maka perlu dikaji beberapa permasalahan berikut :

1. Bagaimana perilaku komponen-komponen makroekonomi Indonesia dalam konteks ekonomi terbuka dimana pengaruh perdagangan cukup dominan.

(10)

2. Bagaimana kinerja ekonomi lndonesia di masa yang akan datang setelah diterapkannya liberalisasi perdagangan.

3. Bagaimana dampak alternatif kebijakan domestik maupun perubahan faktor eksternal terhadap kinerja ekonomi lndonesia pada periode

setelah dimulainya reformasi di sektor perdagangan.

1.3 Tujuan Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan dalam perumusan masalah, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengevaluasi serta meramalkan kinerja ekonomi lndonesia akibat diterapkannya liberalisasi perdagangan serta beberapa kebijakan domestik, melalui pengembangan suatu model makroekonomi. Secara spesifik tujuannya adalah :

1. Membangun suatu model makroekonomi lndonesia yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis dan menjelaskan kinerja ekonomi lndonesia dalam konteks ekonomi terbuka.

2. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan unilateral terhadap kinerja ekonomi lndonesia di masa yang akan datang.

3. Mengevaluasi berbagai alternatif kebijakan domestik maupun pengaruh perubahan faktor eksternal terhadap kinerja ekonomi

Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Liberalisasi perdagangan dapat diartikan sebagai pembebasan atau penurunan tarif impor, pajak ekspor, subsidi, atau hambatan-hambatan

(11)

non-tarif lainnya. Liberalisasi perdagangan dapat dilakukan secara sepihak saja oleh negara tertentu (unilateral), atau dapat dilakukan oleh kedua belah pihak negara yang berdagang (bilateral). Karena keterbatasan data dari negara-negara mitra dagang Indonesia, maka penelitian ini hanya menangkap fenomena liberalisasi yang dilakukan pihak Indonesia saja.

Berarti hasil analisis dampak liberalisasi perdagangan lebih disebabkan oleh pengurangan atau penghapusan proteksi dari pihak Indonesia, dan mungkin saja akan memberikan hasil berbeda bila kebijakan tersebut juga dilakukan oleh negara-negara mitra dagang Indonesia.

Dalam kajian ini hambatan atau proteksi tersebut diwakili oleh sekeranjang kebijakan, yang didekati melalui perbedaan harga yang terjadi antara harga dunia dengan harga ekspor ke setiap negara tujuan ekspor, atau perbedaan harga dunia dengan harga impor dari setiap negara asal impor, untuk setiap komoditi. Sedangkan komoditi yang dikaji terdiri dari tiga belas komoditi ekspor dan empat komoditi impor. Pemilihan jenis komoditi berdasarkan pertimbangan ketersediaan data time series yang cukup panjang, serta besarnya peranan komoditi tersebut dalam perdagangan Indonesia.

Dengan meratifikasi kesepakatan-kesepakatan liberalisasi tentunya akan berpengaruh terhadap komponen-komponen perdagangan luar negeri. palam menganalisis dampak liberalisasi perdagangan terhadap kinerja ekonomi Indonesia ini, sebagai indikator makro ekonomi dibatasi lebih pada aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan Indonesia.

(12)

Kinerja ekonomi diwakili melalui indikator makro ekonomi sebagai berikut : (a) Pertumbuhan ekonomi yang diperlihatkan melalui perubahan Produk Domestik Bruto, Kenaikan Investasi, dan Neraca Perdagangan; (b) Stabilitas ekonomi yang diperlihatkan melalui perubahan Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Inflasi.

Sedangkan model Makroekonometrika yang dikembangkan menitikberatkan pada sisi aggregate demand (pendekatan sisi Pengeluaran), dengan tidak mengupas lebih jauh sisi aggregate supply (pendekatan sisi Produksi). Pertimbangan yang mendasarinya adaiah bahwa secara teoritis kedua pendekatan tersebut menghasilkan besaran pendapatan nasional yang sama, dan penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh fenomena perdagangan yang dicerminkan melalui ekspor dan impor Indonesia dengan negara-negara mitranya, dimana ha1 tersebut sudah dapat ditangkap dari sisi aggregate demand. Disamping itu kompleksnya sektor produksi serta kendala ketersediaan data menyebabkan penelitian ini tidak melibatkan sisi aggregate supply secara mendetail. Dengan demikian perhitungan Produk Domestik Bruto dilihat dari sisi Pengeluaran Nasional yang terdiri dari komponen-komponen Konsumsi Masyarakat, lnvestasi Swasta, Pengeluaran Pemerintah, Ekspor, dan Impor.

Sementara itu data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan, dengan periode dari tahun 1968 s/d 1996.

Gambar

Tabel 1. Beberapa lndikator Ekonomi setelah Reformasi Perdagangan

Referensi

Dokumen terkait

Audit yang dilakukan oleh auditor yang memiliki reputasi yang baik, akan dapat meminimalisir manajemen pajak yang dilakukan secara tidak legal karena auditor yang memiliki

Albrecht (2010) menyatakan bahwa keterikatan karyawan adalah suatu kondisi psikologis dimana seseorang memiliki hubungan yang positif dengan pekerjaannya (yang

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS PRIMA USD dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Tujuan penelitian ini adalah pengujian secara in vivo untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun paci-paci (Leucas lavandulaefolia) sebagai imunostimulan untuk pencegahan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3) Undang- Undang Nomor 12 Tahun

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pola makan dan aktifitas fisik dengan obesitas pada

1) Yang berhak mengajukan permintaan pembayaran Manfaat Asuransi adalah Anda, Apabila Anda Berhalangan, maka yang berhak adalah Yang Ditunjuk atau pihak lain sebagaimana ditentukan