• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oriented Strand Board (OSB)

Oriented Strand Board (OSB) merupakan papan yang diproduksi untuk

penggunaan struktural terbuat dari strand-strand (untaian) kayu yang sengaja diorientasikan secara bersilangan sehingga kekuatannya sama atau lebih dari kayu lapis (plywood) dan memiliki sifat tahan air (waterproof) sehingga dapat digunakan untuk keperluan eksterior (Nuryawan dan Massijaya 2006).

Produk OSB awalnya merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah kayu yang digunakan untuk membuat OSB merupakan weed spesies, yaitu jenis-jenis yang tertinggal di areal hutan bekas tebangan setelah penebangan kayu jenis douglas-firs, true-first, spruce dan pines di Barat Laut USA (Bowyer et al 2003)

Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB. Namun demikian, kayu memiliki berat jenis (BJ) ringan sampai sedang lebih disukai dan disarankan (Tambunan 2000). Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa kayu yang banyak digunakan untuk memproduksi OSB adalah kayu dengan kerapatan rendah sampai sedang karena kayu dengan kerapatan tinggi sukar ditangani dan harganya harganya lebih mahal, sedangkan kayu berkerapatan sedang lebih disukai karena lebih mudah dikempa manghasilkan kontak sempurna antar strand-strand. Kandungan zat ekstraktif tinggi dari suatu jenis kayu menyebabkan masalah dalam pengerasan perekat dan menimbulkan blister akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang mudah menguap.

Strand-strand yang dihasilkan disarankan untuk memiliki nilai aspect ratio (perbandingan panjang dan lebar) strand paling sedikit 3 agar dapat

menghasilkan produk papan yang memiliki kekuatan lentur dan kakakuan yang lebih besar. Nishimura (2004) menyatakan bahwa strand dengan luasan lebih besar akan memiliki aspect ratio lebih rendah dibandingkan strand dengan luasan

(2)

kecil, namun perlu diperhatikan agar mendapatkan kekuatan yang optimal aspect

ratio strand yang digunakan untuk bahan baku OSB minimal bernilai 3.

2.2 Bambu

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga

Hiant Grass (rumput raksasa) berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh)

yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Menurut Yudodibroto (1985) di Indonesia ditemukan terdapat 35 jenis bambu, tetapi hanya 13 jenis yang memiliki nilai ekonomi.

2.2.1 Bambu Hitam (Gigantocholoa atroviolacea Widjaja)

Bambu hitam memiliki warna buluh yang kehitam-hitaman hingga coklat, gundul ketika tua dan keungu-unguan. Bambu ini hanya terdapat di Jawa dan tumbuh di daerah kering dan tanah berkapur. Rumpunnya simpodial tegak dan rapat, buluhnya tegak dengan tinggi mencapai 15 cm. Panjang ruasnya 40-50 cm, berdiameter 6-8 cm dan tebal dindingnya mencapai 8 mm. Pelepah buluhnya tertutup bulu hitam sampai coklat dan mudah luruh, kuping pelepah buluh kecil dan membulat. Daunnya berukuran (20-28 x 2-5) cm dan gundul.

Tinggi bambu hitam dapat mencapai 20 m, dapat tumbuh di tanah tropis dataran rendah, berlembab, dengan curah hujan per tahun mencapai 1500-3700 mm, dengan kelembaban relatif 70% dan temperatur 20-33 oC.

Menurut Nuryatin (2000) dalam Febriyani (2008), diketahui bahwa sifat mekanis bambu hitam untuk keteguhan sejajar serat adalah 37,79 kgf/cm2 dan kekuatan (MOE) 15045,73 kgf/cm2.Menurur Widjaja (2001) bahwa bambu hitam yang sudah berwarna hijau berubah menjadi keunguan ketika tua. Bambu ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat musik tradisional Jawa Barat dan juga untuk industri mebel bilik dan kerajinan tangan.

(3)

2.2.2 Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz)

Bambu apus dikenal oleh masyarakat dengan sebutan bambu tali atau awi tali, penamaan “bambu tali” diambil karena serat bambu ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembuat tali pengikat seperti yang biasa digunakan untuk mengikat bahan atap yang terbuat dari daun nipah selain digunakan untuk membuat anyaman bilik. Bambu apus termasuk dalam genus Giganttochloa, jenis bambu yang tumbuh merumpun dengan ketinggian bisa mencapai 20 meter.

Bambu apus memiliki buluh yang berwarna hijau cerah atau kekuning-kuninga dengan diameter batang bisa mencapai 15 cm dan tebal dinding 6-13 mm, sementara panjang ruas dapat mencapai 45-65 cm. Bambu ini dapat tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi (atau berbukit-bukit) sampai dengan 1500 m, bahkan dapat tumbuh di tanah liat berpasir. Bambu yang batangnya tidak bercabang pada bagian bawahnya ini memiliki sifat liat dan kekuatan batang yang sangat baik. Dengan serat yang panjang dan halus serta lentur, bambu apus sering dimanfaatkan sebagai bahan baku anyaman.

2.3 Perekat

Polisakarida dan protein adalah polimer alami berbobot molekul tinggi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Perekat tulang, darah, kulit, casein, dextrin, pati, kedelai dan perekat selulosik berasal dari polimer alami yang ditemukan pada sumber-sumber tersebut. Bahan ini telah digunakan sebagai perekat sejak berabad-abad lalu dan masih digunakan hingga saat ini, meskipun telah banyak yang digantikan oleh perekat yang berasal dari polimer sintetis. Perekat sintesis ini bukan saja lebih kuat dan lebih teguh, tetapi juga memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap air dibandingkan perekat yang berasal dari polimer alami (Vick 1999).

Proses yang berpengaruh dalam pemilihan perekat yaitu biaya, proses perekatan, kekuatan ikatan, dan daya tahan perekat. Kekuatan produk tergantung pada distribusi penggunaan tekanan yang tepat antara tahap perekat dan kayu. Perekat pada produk komposit (strandboard, fierboard, particleboard)

(4)

diaplikasikan pada kayu (strand, serat, partikel), kemudian dibentuk ke dalam mat dan dikempa panas sampai menjadi produk jadi (Frihart 2005).

2.3.1 Phenol Formaldehide (PF) dan Bahan Adiktif

Perekat sintetis merupakan faktor utama berkembangnya penggunaan proses kering dalam industri papan komposit. Terdapat tiga tipe perekat yang paling umum digunakan dalam industri, yaitu urea formaldehida (UF), Phenol

formaldehyde (PF) dan melamin formaldehida (MF). Semua resin tersebut dapat

mengeras secara cepat apabila terdapat katalis dengan menggunakan panas (thermosetting). Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat melunak (bersifat irreversible). Perekat PF memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan perekat UF, hal ini sesuai dengan penggunaan papan yang menggunakan perekat PF untuk desain eksterior (Maloney 1993).

Perekat PF adalah molekul berbobot rendah yang terbentuk dari phenol dan formaldehida, dan termasuk ke dalam perekat termoset. Beberapa sifat yang dimiliki oleh perekat termoset yaitu kekuatan kohesif dari termoset melebihi kekuatan tarik kayu, memiliki kepolaran cukup tinggi dan viskositas cukup rendah untuk berpenetrasi ke dalam pori-pori mikro dalam kayu yang secara mekanis bertindak sebagai jangkar. Gugus polar mampu membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan gugus hidroksil kayu. Jadi ada interaksi dwi kutub yang kuat selain gaya sekunder (gaya van der walls). Ikatan kimia polimer dapat terbentuk melalui reaksi kimia antara gugus fungsi dalam kayu dan gugus fungsi dalam resin (Ahmadi 1990 dalam Sumardi 2000).

Phenol-Formaldehyde dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu novolak yang

bersifat thermoplastik dan resol yang bersifat termosetting. Perbedaan kedua jenis ini disebabkan oleh perbandingan molar phenol dan formaldehyde, serta katalis atau kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dan Hadi 1997).

Kualitas rekat dari PF sangat baik. Perekatan yang tepat memberikan kekuatan yang tinggi dan daya tahan dibawah kondisi yang sulit saat pemakaian. Bidang rekat tahan terhadap air dingin dan air mendidih, tidak diserang oleh jamur, serangga dan tahan terhadap bahan kimia, juga tahan terhadap suhu tinggi yang menyebabkan karbonisasi kayu. Kekurangan perekat Phenol-Formaldedyde adalah garis rekatnya gelap, venir berwarna terang akan mengalami perubahan

(5)

warna, dan memerlukan perhatian yang lebih jika dibandingkan dengan perekat sintetis lainnya. Disamping itu, pekerja dapat mengalami iritasi kulit jika tidak menggunakan perlengkapan keamanan, dan formulasi perekat akan mengeluarkan bau yang tidak sedap bahkan setelah pengerasan. (Tsoumis 1991).

Bahan aditif yang biasanya ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah lilin/parafin. Biasanya lilin/parafin ini ditambahkan dalam jumlah yang sedikit (besarnya kurang dari 1,5 % berdasarkan berat). Parafin ditambahkan untuk mengurangi higroskopisitas dan meningkatnya stabilitas dimensi papan (Tsoumis 1991). Parafin diharapkan untuk memberikan ketahanan terhadap penyerapan air cair. Parafin tidak menyumbat dinding sel dan mengubah kadar air setimbangan akhir tetapi cukup untuk membantu produk menahan air sehingga membuatnya kedap udara (Bowyer et al 2003). Parafin mengandung 50-60% air dan sejumlah kecil pengemulsi, coupling agent, stabilisator beku/cair. Partikel parafin kecil dibuat dalam emulsi lebih dulu untuk meningkatkan distribusi menjadi lebih baik pada beberapa keadaan (Structural Board Association 2004).

2.4 Perlakuan Pendahuluan Steam

Menurut Hunt & Garratt (1986) yang diacu dalam Iswanto (2008), akibat dari pengukusan strand adalah terbentuknya ikatan yang lemah antara noktah dengan torus, adanya ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan papan tanpa perlakuan.

Pemanasan kayu dapat mengubah sifat-sifat kayu. Pemanasan dapat menurunkan higroskopisitas, meningkatkan stabilitas dimensi dan resistensi kerusakan. Namun di waktu yang lama, peningkatan stabilitas dimensi dan keawetan juga meningkatkan kerapuhan dan kehilangan beberapa sifat kekuatan, termasuk terhadap keuletan, MOR dan kegagalan dalam pengerjaan. Perlakuan ini biasanya menyebabkan warna yang gelap pada kayu dan kayu cenderung retak dan belah. Kayu dapat dipanaskan dengan beberapa cara yaitu pemanasan dengan air, pemanasan dengan air diikuti oleh tekanan, pemanasan kayu kering, dan

(6)

pemanasan kayu kering diikuti oleh tekanan. Beberapa proses perlakuan pemanasan komersial tanpa udara dengan temperatur sekitar 180 sampai 260° C dengan waktu dari selang beberapa menit sempai beberapa jam. Temperatur dibawah 140° C menghasilkan perubahan yang sedikit pada sifat fisis, dan pemanasan diatas 300° C menghasilkan degradasi kayu yang besar. Kayu dapat dipanaskan dengan pengukuran, gas inert, dan di minyak panas (Ibach 2010).

2.5 Non-Destructive Test

Non destructive Testing (NDT) atau Non Destructive Evaluation (NDE)

adalah pengujian sifat fisis mekanis kayu yang tidak menimbulkan kerusakan pada kayu yang diuji sehingga setelah pengujian, kayu tersebut masih bisa digunakan (Ross dan Pallerin 2002).

Evaluasi non destruktif (non destructive evaluation/testing, NED/T) didefinisikan sebagai metode mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis bahan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti yang dapat mengubah kemampuan pemanfaatan akhir dari bahan tersebut . Metode pengujian non destruktif kayu berbeda dengan pengujian terhadap bahan homogen yang isotropis seperti metal, glass, plastik dan keramik. Pada kayu yang merupakan bahan biologis yang tersusun secara heterogen, pengujian non destruktif digunakan untuk mengetahui ketidak teraturan yang muncul akibat faktor alami atau dipengaruhi lingkungan yang dapat dipengaruhi sifat fisis dan mekanis kayu (Ross 1992 diacu dalam Karlinasari et al. 2006 ).

Terdapat beberapa tipe pengujian non destruktif kayu yang dikembangkan antara lain: teknik mekanis, vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves) gelombang ultrasonik, gelombang elektromagnetik, dan nuklir (IUFRO 2006). Pada pengujian non destruktif gelombang ultrasonik atau suara terdapat dua parameter utama yang digunakan untuk mengevaluasi sifat kayu yaitu kecepatan gelombang ultrasonik atenuasi (pelemahan energi gelombang). Dari kecepatan gelombang ultrasonik dapat diduga sifat mekanis kekuatan kayu (Smith 1989 dan Curtu et al. 1996 diacu dalam Karlinasari et al. 2006).

Aplikasi metode pengujian ini sudah berkembang untuk pohon berdiri, log, balok kayu, produk komposit kayu (seperti kayu laminasi, papan partikel,

(7)

papan serat), hingga pada bangunan kayu yang sudah berdiri (Benoit 2002 diacu dalam Karlinasari et al. 2006).

Bunyi dijalarkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair ataupun gas. Bunyi sebenarnya adalah gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi dalam daerah pendengaran kita, yaitu antara 20-20.000 Hertz. Gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi di bawah pendengaran disebut gelombang infrasonik (Sutrisno 1984).

Beberapa variabel yang mempengaruhi kerapatan gelombang (variasi dalam satu jenis kayu) diantaranya kadar air yang tinggi cenderung memperlambat kecepatan rambatan gelombang, arah serat, kecepatan gelombang lebih cepat pada arah longitudinal (searah serat), diikuti arah radial, dan yang terlama adalah pada arah tangensial, dan panjang serat, semakin panjang serat maka semakin cepat rambatan gelombang mengalir (Oliveira et al. 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan tingginya minat masyarakat terhadap fotografi, dan besarnya jumlah masyarakat yang belajar setiap tahunnya di Kota Malang serta beragamnya kebudayaan

Penderita mengatakan sekitar 1 minggu yang lalu melakukan perjalanan ke Tuban dengan menggunakan bis dengan menempuh ± 4 jam, pada saat itu penderita mengaku mengenakan pakaian

Hal ini juga menolak penelitian yang di lakukan oleh Yessi Ezwita (2014) yang menyatakan bahwa perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap likuiditas. 3)

Penilaian responden terhadap strategi perusahaan pada jumlah dan persentase pernah atau tidaknya mengetahui iklan atau berita yang terkait dengan pertusahaan, dari 30

Bagian organisasi dan kepegawaian Sekretariat Daerah Kabupaten Demak menjadi ujung tombak dalam peningkatan nilai budaya kerja pegawai di lingkungan pemerintah Kabupaten

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap (ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset

1915 hingga Mac 1916 yang memuatkan persetujuan British untuk mengakui kemerdekaan Arab setelah perang sebagai pertukaran untuk Syarif of Mecca melancarkan

Pantai Tanjung Bira merupakan salah satu wisata bahari yang terletak di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Jumlah kunjungan wisatawan